"Bos, kami sudah menyingkirkan penembak jitu itu. Dia sepertinya mengincar Gavin Welbert." Henry melaporkan kejadian malam tadi kepada Alice."Bagus. Apa kalian juga mendapatkan bukti-bukti yang berkaitan dengan orang yang memerintahkan dia?" tanya Alice sambil berbisik di kamar mandi."Penembak jitu itu bernama Sams Bernard. Dia sepertinya berhubungan dengan Gerard Welbert. Kami melacak sinyal dan id asal penelpon yang berhubungan dengan penembak jitu itu terakhir kali.""Terimakasih Henry. Kerja yang bagus!" Alice menutup panggilan teleponnya dan segera turun menuju lantai bawah. Alice berjalan perlahan menuruni anak tangga, kemudian menuju ruang keluarga. Saat ini adalah waktu untuk menikmati teh bersama. "Ditemukan mayat seorang pria mengapung di perairan Thurad hari ini. Mayat tersebut masih di selidiki identitasnya. Dan akan dilakukan visum untuk mengetahui penyebab kematiannya." Terdengar laporan dari pembaca berita di televisi. Alice kemudian duduk di sofa santai dan mengam
Alice tampak sangat bersemangat, dia mengajak Gavin menaiki Roller Coaster sebagai pilihan pertamanya ketika sampai di wahana. "Alice, wahana ini terlalu ekstrim. Sebaiknya kamu mencoba wahana ini paling terakhir saja. Oke?!" Gavin khawatir jika Alice mencoba wahana yang ekstrim lebih dulu. Roller Coaster ini memiliki panjang 500 meter dan ketinggian mencapai 70 meter dari permukaan tanah. Alice mungkin akan menangis ketakutan dan merasa mual setelah menaikinya. "Tidak apa-apa, Gavin. Ini saja!" Alice menarik Gavin untuk mengantri di pintu masuk wahana Roller Coaster. Sebenarnya jika Gavin menginginkannya, mereka bahkan bisa masuk ke seluruh wahana tanpa mengantri. Gavin dan Alice adalah pemilik wahana ini. Siapa yang tidak mengenal Gavin dan istrinya. Apalagi baru-baru ini mereka sangat heboh diberitakan di media karena pencarian Alice yang menghilang di tengah laut selama sebulan lebih. Tetapi Alice tidak ingin mengurangi kesenangannya berlibur. Menurutnya, mengantri adalah
Alice dan Gavin menikmati wahana aquarium bawah laut dan juga wahana kereta gantung. Waktu tidak terasa berlalu dengan cepat. "Baru bermain di beberapa wahana dan waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Sepertinya kita tidak mampu bermain di semua wahana hari ini," ujar Alice. "Kita masih bisa melanjutkannya besok. Apa kamu tidak merasa lelah? Ayo kita pulang saja sekarang!" ujar Gavin. "Iya, kalau begitu kita pulang saja." Mereka berjalan bergandengan tangan menuju ke pintu keluar wahana. Tapi mata Alice melihat sesuatu yang menarik. "Gavin, kita bermain di wahana itu sebentar. Oke?" Gavin melihat bahwa wahana yang dilihat oleh Alice adalah wahana Labirin. "Alice, labirin itu cukup rumit, kita mungkin baru bisa menyelesaikannya selama 1 jam, bahkan mungkin lebih. Bagaimana kalau besok saja kita bermain di sana?" "Kita masih punya cukup waktu. Kumohon.." Alice memasang wajah memelas. "Hmmm, baiklah!" Gavin menyerah dan mengikuti keinginan Alice. Mereka berjalan memasuki
"Alice, Alice.. Bangun Sayang." Gavin membangunkan Alice pagi-pagi sekali. Alice menggeliat dengan malas, ketika merasakan seseorang membelai rambutnya, kemudian memegang pipi dan dagunya perlahan. "Hei, Alice. Ayo, Sayang bangunlah!" Dengan malas Alice membuka matanya. Tampak Gavin telah bersiap dengan menggunakan sweater turtleneck dan celana training. Ia melihat jam di meja nakas dekat tempat tidur. "Gavin, ini masih jam 4 pagi. Matahari saja belum terbit." "Justru karena matahari belum terbit makanya aku membangunkanmu sekarang." "Ada apa?" "Kita akan pergi ke suatu tempat, kamu tidak akan menyesal setelah melihatnya." Dengan malas, Alice bangun dan beranjak ke kamar mandi. "Alice, gunakan pakaian ini!" Gavin masuk ke kamar mandi dan memberikan kepada Alice pakaian yang agak tebal, celana training, sepatu boot, dan topi kupluk. "Eh?! Ini.. Apa kita mau mendaki?" Alice menebak dari pakaian dan perlengkapan yang diberikan Gavin. "Iya, kita akan mendaki pegununga
Meskipun merasa tidak nyaman dengan kehadiran tiga tamu tambahan di sekitar mereka, Alice dan Gavin berusaha tetap terlihat santai dan sopan kepada mereka. Bagaimanapun juga Mario adalah putra perdana menteri Albain. "Sayang, aku rasa sudah waktunya kita kembali." Gavin sudah merapikan semua perlengkapan mereka ke dalam tas ransel dan kini mengangkat ransel itu ke punggungnya. "Oke," Alice menjawab singkat ajakan Gavin. "Kami akan kembali lebih dahulu, sampai jumpa!" Gavin berpamitan dengan sopan kepada Mario, Dias dan juga Hulman. "Baiklah, sampai jumpa Tuan Welbert dan juga_Nyonya Welbert." Mario memberikan jeda kalimatnya ketika menatap Alice. Alice hanya tersenyum ramah kepada ketiganya, dia tidak banyak bicara. Kemudian berbalik dan memegang tangan Gavin. Mario, Dias dan juga Hulman menatap kepada punggung Alice dan Gavin yang menjauh pergi. "Sekarang aku sudah sangat yakin. Alice Rayes adalah Sang Alpha." Mario berkata dengan mengepalkan kedua tangannya di sisi tub
"Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat tegang sejak kamu berbicara dengan James?" Alice melihat Gavin sesekali berpikir keras dan menatapnya dengan aneh. "Tidak, semuanya baik-baik saja. Hanya tentang masalah pekerjaan." "Oh, begitu rupanya." Alice mengangguk mengerti. Alice menyeruput tehnya sambil bersantai di ruang keluarga dan menonton acara di televisi. Sedangkan Gavin sesekali tampak membolak balik lembaran koran dan membacanya. Namun anehnya, terkadang dia melamun dan menatap Alice dengan intens. "Alice, hari itu.. ketika kamu mengalami kecelakaan apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana kamu bisa sampai di rumah sakit?" Gavin merasa penasaran dengan kejadian hari itu. "Waktu itu, aku diminta tolong Laura untuk mengambil pesanan gaun eksklusif miliknya di sebuah pusat perbelanjaan di penggiran kota. Mobil milikku sehari sebelumnya sudah diperbaiki di bengkel. Namun, entah mengapa di perjalanan kembali menuju rumah, mobil itu tiba-tiba kehilangan kendali. Aku beruntung, karen
"Ayo, Alice." Gavin mengulurkan tangannya membantu Alice keluar dari dalam mobil. Dan Alice juga menyambut uluran tangannya. Alice melangkah keluar dari dalam mobil. Semua mata tertuju ke arah mereka. Pasangan yang sangat sempurna, sang pria tampan dan wanita yang sangat cantik. Alice melangkah dengan anggun dan Gavin berjalan dengan gagah. Pasangan impian seperti di drama televisi, siapa yang tidak senang melihat ke arah mereka. "Halo Gavin," terdengar suara wanita paruh baya menyapanya dan menjulurkan tangannya kepada Gavin. Tampilannya anggun, tubuhnya mungil dengan rambut pendek yang ditata rapi, perhiasan yang digunakannya tampak sederhana, tapi bertahtakan permata-permata yang bernilai tinggi. "Apa kabar Nyonya Reina?" Gavin menjulurkan tangannya menjabat tangan Reina. "Kabarku baik, lama sekali kita tidak berjumpa. Dan ini_ Ah, Alice? Kamu cantik dan sangat mirip dengan Sera. Melihatmu, serasa seperti melihat Sera muda." Dia juga menjulurkan tangannya kepada Alice unt
"Hadirin yang terhormat, terimakasih karena sudah meluangkan waktu untuk hadir di acara peresmian galeriku yang baru di Thurad. Dalam beberapa menit lagi aku akan melelang beberapa karya terbaikku dari beberapa tahun terakhir. Hampir semua perhiasan tersebut memenangkan kontes dan meraih penghargaan dari ajang internasional untuk perancang perhiasan. Hasil dari pelelangan ini akan aku sumbangkan untuk saudara-saudara kita yang menderita di daerah perbatasan akibat peperangan. Lelang ini terbuka bagi siapa saja, terutama untuk anda sekalian yang telah hadir di sini." Setelah Reina memberikan kata sambutannya, pembawa acara yang bertugas sebagai panitia lelang mengambil alih jalannya acara. "Baiklah, mari kita lanjutkan kepada acara lelang." Pembawa acara mulai melelang perhiasan hasil karya Reina. Tampak barang yang dilelang pertama kali berupa cincin berlian dengan permata merah. Dalam beberapa menit, cincin itu terjual dengan harga 500 juta kepada seorang pengusaha yang cukup t