"Hadirin yang terhormat, terimakasih karena sudah meluangkan waktu untuk hadir di acara peresmian galeriku yang baru di Thurad. Dalam beberapa menit lagi aku akan melelang beberapa karya terbaikku dari beberapa tahun terakhir. Hampir semua perhiasan tersebut memenangkan kontes dan meraih penghargaan dari ajang internasional untuk perancang perhiasan. Hasil dari pelelangan ini akan aku sumbangkan untuk saudara-saudara kita yang menderita di daerah perbatasan akibat peperangan. Lelang ini terbuka bagi siapa saja, terutama untuk anda sekalian yang telah hadir di sini." Setelah Reina memberikan kata sambutannya, pembawa acara yang bertugas sebagai panitia lelang mengambil alih jalannya acara. "Baiklah, mari kita lanjutkan kepada acara lelang." Pembawa acara mulai melelang perhiasan hasil karya Reina. Tampak barang yang dilelang pertama kali berupa cincin berlian dengan permata merah. Dalam beberapa menit, cincin itu terjual dengan harga 500 juta kepada seorang pengusaha yang cukup t
Acara pelelangan telah usai, namun jamuan pesta masih berlanjut. Para pengusaha sering memanfaatkan saat-saat seperti ini untuk mencari relasi bisnis. Banyak orang yang berusaha mencari perhatian Gavin, dan mencoba untuk menjalin relasi bisnis dengannya. Gavin sedari tadi sibuk berbincang dengan orang banyak. "Gavin, aku pergi berjalan-jalan ke taman sebentar." Alice merasa perlu mencari udara segar sejenak, dia sedikit lelah mendengarkan pembicaraan Gavin dengan orang-orang penting yang berkisar tentang bisnis dan pekerjaan. "Baiklah, aku akan mencarimu setelah selesai berbicara dengan mereka," ujarnya singkat yang kemudian melanjutkan obrolannya dengan orang-orang penting di Thurad, yang juga merupakan tamu yang hadir di acara Reina. Alice berjalan menjauh dan menuju ke taman yang ada di dekat galeri. Di taman itu terdapat kursi dan juga kolam air mancur dengan ikan-ikan koi di dalamnya. Alice duduk di tepian kolam, memasukan jari-jarinya sesekali ke dalam kolam membiarkan
"Gavin, ini sakit." Alice merasakan nyeri di pergelangan tangannya. Sesampainya di villa, Gavin menarik tangan Alice dengan kuat setelah keluar dari mobil, hingga Alice melangkah terseret-seret. Padahal pergelangan tangan Alice sudah terasa sakit setelah tadi Mario mencengkramnya dengan kuat. Kaki Alice yang tadinya sudah lecet, sekarang semakin sakit karena melangkah dengan cepat dan terseret-seret. Sayangnya Gavin seolah tidak mendengar dan dia tidak menghiraukan keluhan Alice. Dalam waktu singkat, mereka berdua kini telah berada di dalam kamar. Gavin menarik Alice menuju ke kamar mandi, membawanya ke bawah pancuran shower. SRAAASHH "Apa-apaan kamu, Gavin?" Gavin memutar keran dan air pancuran mengalir deras. Alice merasakan kedinginan ketika seluruh tubuhnya basah. SREEEKK Gaun yang dikenakan Alice dirobek oleh Gavin dalam sekejap. Tampak kulit indah Alice terpampang sepenuhnya. Gavin mengambil sabun dan menggosok seluruh tubuh Alice dengan kasar, seolah sedang membersih
Gavin terbangun di pagi hari, tangannya meraba-raba di sisi tempatnya tidur. Namun dia terkejut merasakan kekosongan disisi tempat tidurnya. Gavin membuka matanya, melihat ke sekeliling. Dia terperanjat manakala dia menyadari bahwa Alice sudah tidak ada di sana. Dia beranjak dari tempat tidur, mencari ke sekeliling kamar bahkan hingga ke kamar mandi. Dia kemudian terpikir untuk melihat isi lemari. "Tidak ada apa pun! Kenapa pakaian Alice sudah tidak ada?" Matanya melihat sesuatu di atas meja nakas dekat tempat tidur. Dia mendekat ke meja, ternyata itu adalah perhiasan yang dibelinya dari lelang perancang perhiasan Reina, yaitu gelang liontin daun semanggi. Ada juga kartu hitam tanpa batas limit yang diberikannya untuk Alice. Gavin mengenakan bathrobe berlari turun dari kamarnya menuju lantai bawah, dia mencari Alice di setiap sudut seperti orang gila. Sayang sekali, Gavin tidak menemukan sosok Alice di setiap sudut manapun di villa itu. "JAMES! HELDA!" Gavin berteriak mema
Setelah memastikan keberadaan titik lokasi GPS yang menunjukkan keberadaan Alice, Gavin segera pergi ke bandara menyusulnya. Dia terus menatap titik koordinat sinyal GPS di layar telepon selulernya sesampainya di bandara. Setelah kejadian yang menimpa Alice di laut, Gavin mengantisipasi segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi kapan saja. Ia menghubungkan seluler milik Alice dan miliknya melalui aplikasi khusus tanpa sepengetahuan Alice. Beberapa waktu yang lalu, dia diam-diam memasukkan aplikasi khusus itu ketika Alice sedang tidur lelap di malam hari. Gavin tidak pernah memikirkan alasan kemungkinan dia terdesak menggunakan alat ini adalah karena Alice kabur darinya. Gavin memasang GPS hanya untuk berjaga-jaga, menghindari kemungkinan buruk yang mungkin terjadi kepadanya dan juga Alice. Sepanjang pencariannya di bandara, dia terus mengamati dan melangkah mengikuti sinyal titik koordinat pada GPS yang terlihat di layar telepon selulernya. Anehnya titik GPS yang menunjukkan
Saat ini, Alice berada di pusat komando tentara elit. Setelah berbulan-bulan Alice tidak ke tempat ini, Alice ingin melihat keadaan tempat yang berada di bawah kendalinya. Alice terlihat banyak melamun dan tidak banyak bicara. Liam melihat sikap Alice yang tidak seperti biasanya. "Alice, mengapa kamu tiba-tiba memutuskan kembali ke Casia?" Liam bertanya kepadanya dengan nada penuh selidik. "Aku_hanya sedang merindukan ibuku dan juga Elisa," jawab Alice. Terdengar jeda sesaat pada kalimatnya dan dia nampak berpikir sejenak, mungkin memikirkan alasan yang ingin disampaikannya kepada Liam. Liam telah mengenal Alice sejak lama, dia tahu bahwa Alice sedang berbohong. Liam hanya diam saja dan tidak lanjut mencari tahu. "Bolehkah aku kembali bertugas mulai besok?" tanya Alice. "Apa yang kamu maksud adalah bertugas sebagai Sang Alpha?" "Ya, Sensei!" "Apa kamu yakin? Jika kamu memutuskan demikian, maka lakukan saja!" Liam membiarkan Alice memikirkan dan memutuskannya sendiri.
"Enak sekali!" Alice telah lama tidak memakan masakan ibunya. Sarapan kali ini, dia makan dengan sangat lahap. Elisa yang berada di sebelahnya menulis di sebuah iPad, dan dia menunjukkannya kepada Alice. "Dasar rakus kamu Alice. Hati-hati tubuhmu menjadi sangat gendut!" "Hahaha. Elisa, selama 10 tahun lebih aku tidak makan masakan yang dibuat oleh Ibu. Kali ini aku akan makan sepuasnya." Elisa tersenyum sambil menggelengkan kepalanya kepada Alice. Dia menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Sera menatap bangga kepada putrinya, "Alice, ibu baru kali ini melihatmu dengan seragam tentara. Kamu terlihat sangat gagah meskipun kamu seorang wanita. Ibu sangat bangga kepadamu." Alice dengan bangga menepuk dadanya, "Tentu saja Bu. Ibu pasti bangga, aku adalah Sang Alpha, Jenderal tersohor dari Casia." "Tentu saja, putriku adalah yang terbaik." "Ibu dan Elisa juga terlihat sudah rapi pagi ini. Mau pergi kemana?" tanya Alice. "Pagi ini adalah jadwal Elisa kontrol ke dokter Hans dan
'Aku harus mencari tahu!' batin Gavin. Gavin berjalan dengan kaki dan tangan gemetar, bertopang pada tongkatnya. Gavin melewati Sera saat dia sedang fokus berbicara kepada Elisa. Tepat ketika Sera berbalik, dia tidak melihat Gavin yang sedang berjalan di sebelahnya. Sera menabrak tubuh Gavin, dan Gavin jatuh terduduk. Tongkatnya terlepas dari tangannya. "Ya ampun, maafkan aku." Sera segera melihat keadaan Gavin dan membantunya berdiri. "Apakah anda baik-baik saja Tuan? Maaf, aku tidak memperhatikan ketika anda berjalan melewatiku." Sera mengambil tongkat Gavin yang terjatuh di lantai, memberikan kepadanya. Dia merasa sangat bersalah telah membuat seorang pria tua terjatuh. "Tidak apa-apa, Nyonya. Aku juga bersalah karena melewati anda tiba-tiba. Aku terburu-buru sampai tidak memperhatikan arah jalanku." Gavin membuat suaranya terdengar serak seperti seorang kakek. "Benarkah anda baik-baik saja? Anda tidak terluka?" Gavin menggelengkan kepalanya, menjawab pertanyaan Sera