Saat ini, Alice berada di pusat komando tentara elit. Setelah berbulan-bulan Alice tidak ke tempat ini, Alice ingin melihat keadaan tempat yang berada di bawah kendalinya. Alice terlihat banyak melamun dan tidak banyak bicara. Liam melihat sikap Alice yang tidak seperti biasanya. "Alice, mengapa kamu tiba-tiba memutuskan kembali ke Casia?" Liam bertanya kepadanya dengan nada penuh selidik. "Aku_hanya sedang merindukan ibuku dan juga Elisa," jawab Alice. Terdengar jeda sesaat pada kalimatnya dan dia nampak berpikir sejenak, mungkin memikirkan alasan yang ingin disampaikannya kepada Liam. Liam telah mengenal Alice sejak lama, dia tahu bahwa Alice sedang berbohong. Liam hanya diam saja dan tidak lanjut mencari tahu. "Bolehkah aku kembali bertugas mulai besok?" tanya Alice. "Apa yang kamu maksud adalah bertugas sebagai Sang Alpha?" "Ya, Sensei!" "Apa kamu yakin? Jika kamu memutuskan demikian, maka lakukan saja!" Liam membiarkan Alice memikirkan dan memutuskannya sendiri.
"Enak sekali!" Alice telah lama tidak memakan masakan ibunya. Sarapan kali ini, dia makan dengan sangat lahap. Elisa yang berada di sebelahnya menulis di sebuah iPad, dan dia menunjukkannya kepada Alice. "Dasar rakus kamu Alice. Hati-hati tubuhmu menjadi sangat gendut!" "Hahaha. Elisa, selama 10 tahun lebih aku tidak makan masakan yang dibuat oleh Ibu. Kali ini aku akan makan sepuasnya." Elisa tersenyum sambil menggelengkan kepalanya kepada Alice. Dia menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Sera menatap bangga kepada putrinya, "Alice, ibu baru kali ini melihatmu dengan seragam tentara. Kamu terlihat sangat gagah meskipun kamu seorang wanita. Ibu sangat bangga kepadamu." Alice dengan bangga menepuk dadanya, "Tentu saja Bu. Ibu pasti bangga, aku adalah Sang Alpha, Jenderal tersohor dari Casia." "Tentu saja, putriku adalah yang terbaik." "Ibu dan Elisa juga terlihat sudah rapi pagi ini. Mau pergi kemana?" tanya Alice. "Pagi ini adalah jadwal Elisa kontrol ke dokter Hans dan
'Aku harus mencari tahu!' batin Gavin. Gavin berjalan dengan kaki dan tangan gemetar, bertopang pada tongkatnya. Gavin melewati Sera saat dia sedang fokus berbicara kepada Elisa. Tepat ketika Sera berbalik, dia tidak melihat Gavin yang sedang berjalan di sebelahnya. Sera menabrak tubuh Gavin, dan Gavin jatuh terduduk. Tongkatnya terlepas dari tangannya. "Ya ampun, maafkan aku." Sera segera melihat keadaan Gavin dan membantunya berdiri. "Apakah anda baik-baik saja Tuan? Maaf, aku tidak memperhatikan ketika anda berjalan melewatiku." Sera mengambil tongkat Gavin yang terjatuh di lantai, memberikan kepadanya. Dia merasa sangat bersalah telah membuat seorang pria tua terjatuh. "Tidak apa-apa, Nyonya. Aku juga bersalah karena melewati anda tiba-tiba. Aku terburu-buru sampai tidak memperhatikan arah jalanku." Gavin membuat suaranya terdengar serak seperti seorang kakek. "Benarkah anda baik-baik saja? Anda tidak terluka?" Gavin menggelengkan kepalanya, menjawab pertanyaan Sera
Gavin yang memiliki rasa penasaran tinggi, memutuskan untuk mencari tahu lagi. Dia memantau titik terakhir yang ditunjukkan oleh GPS. Dia memutuskan untuk menunggu di titik itu, siapa tahu dia bisa melihat Alice atau mendapatkan informasi lainnya. Beberapa jam waktu telah berlalu."Sudah jam segini, mengapa belum ada tanda-tanda Alice datang?" Gavin bertanya-tanya setelah melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 10 malam. Gavin bersembunyi di sudut tembok yang berdekatan dengan pos penjaga gerbang. Gavin menunggu di tempat yang ditunjukkan titik GPS di terakhir kali di layar ponselnya. Gavin menduga, pasti ini adalah rumah yang ditinggali Alice, Elisa dan juga Sera.Sebuah rumah berdesain minimalis modern, tampak sederhana, namun sangat besar dan elegan. Rumah itu memiliki beberapa penjaga yang menggunakan seragam tentara dan juga setelan hitam. Tembok sekelilingnya cukup tinggi, meski begitu tampak depan rumah itu masih bisa terlihat cukup jelas dari celah-celah pagarnya. Ket
"Alice, kamu sudah siap pagi-pagi sekali?" Sera belum selesai memasak untuk sarapan, akan tetapi Alice sepertinya sedang terburu-buru pergi. "Iya Bu, Liam meneleponku pagi-pagi sekali memintaku datang menemuinya. Ada hal yang mendesak." Alice tidak berani berterus terang tentang keadaan mendesak semacam apa yang akan dia lakukan. Sebenarnya bukan Liam yang menelepon Alice, namun seorang agen rahasia. Dia mengatakan bahwa Jake ditangkap oleh sekelompok pemberontak di perbatasan. Mereka meminta Alpha sendiri langsung datang untuk bernegosiasi dengan mereka. Jake memimpin pasukan untuk menjaga di daerah perbatasan, karena situasi di sana menjadi tidak terkendali dalam beberapa bulan terakhir. Namun Jake sudah menghilang selama 2 hari, dan mereka akhirnya mendapatkan kabar tentang Jake. Alice justru tidak berencana memberitahukan hal ini kepada Liam, karena takut dia akan khawatir. Liam sendiri kini tengah sibuk bersiap untuk konferensi antar negara bagian timur yang akan diadakan d
"Ugh..aku dimana?" Kepala Alice masih terasa pusing. Dia ingin memijat pelipisnya, tapi dia menemukan bahwa tangannya terikat di atas kepalanya. Alice bahkan merasa kedua kakinya terikat di sisi tempat tidurnya. Dia menatap ke langit-langit ruangan itu yang nampak asing."Apa_apa yang terjadi kepadaku?" Alice mencoba mengembalikan kesadarannya. Dia kemudian ingat, terakhir kali sedang berada di basemen sebuah rumah untuk menyelamatkan Jake, dan kemudian dia dibius hingga pingsan. "Oh..kamu sudah sadar?" terdengar suara Mario Aldimor. Pria itu kini tengah duduk di sofa di depan tempat tidur dengan menyilangkan kakinya, menatap Alice yang baru saja sadar. "Mario, kamu pria pengecut! Kamu menjatuhkanku dengan obat bius?! Mari kita bertarung dengan adil! Cepat lepaskan aku! Kalau tidak seluruh kelompok dunia bawah mungkin akan lenyap besok!" ancam Alice. "Benarkah? Kalian terlalu menganggap remeh dunia bawah. Kami bahkan telah membentuk pasukan elit dengan kekuatan yang lebih besar dar
Hari ini, pagi sekali Gavin sudah berada di meja makan. Dia kesulitan tidur semalaman, dan pagi ini perasaannya sedikit gelisah. Dia memakan salad sayur, sambil mengamati titik GPS keberadaan Alice di layar ponselnya. "Hmmm, pagi sekali dia sudah berada di markas pasukan elit." Gavin bergumam sambil mengunyah makanannya. "Aku tidak bisa menerobos masuk ke tempat itu untuk mencari tahu." Namun, setelah sekitar 20 menit, Gavin terperanjat mengamati titik GPS di ponselnya bergerak cepat di jalanan. "Kemana dia pergi? Berapa kecepatan mobilnya? Titik ini melaju dengan cepat di jalanan." Setelah Gavin mengamati, titik GPS itu menuju ke arah perbatasan Yustan dan Casia dengan cepat. "James, kita berangkat!" Gavin kali ini mengajak James bergegas untuk mengikuti ke arah tujuan Alice. Setelah hampir dua jam di perjalanan, mereka berpapasan dengan Jeep Wrangler yang dikendarai Alice beberapa hari ini. Namun, ketika Gavin memperhatikan titik GPS di layar ponselnya, titik itu menet
Gavin mendengar ke arah suara-suara itu dengan seksama, dia merasa suara-suara yang sedang beradu mulut itu dikenalnya. "Mario, kamu pria pengecut! Kamu menjatuhkanku dengan obat bius?! Mari kita bertarung dengan adil! Cepat lepaskan aku! Kalau tidak seluruh kelompok dunia bawah mungkin akan lenyap besok!" "Benarkah? Kalian terlalu menganggap remeh dunia bawah. Kami bahkan telah membentuk pasukan elit dengan kekuatan yang lebih besar daripada milik Casia. Sebentar lagi, seluruh negara bagian timur akan menjadi satu dibawah Albain! Kami hanya perlu menyingkirkan Berti Welbert dan keluarganya, setelah kami memastikan kekuatan kami untuk berperang. Hahaha. Lagipula, mungkin mereka tidak akan bisa menemukanmu selamanya!" "Jangan mengorbankan rakyat demi ambisi kalian. Peperangan hanya akan menimbulkan korban jiwa!" "Tidak perlu memikirkan orang banyak, kita hanya perlu memikirkan diri kita sendiri." "Alpha, aku dari sejak lama memang sangat mengidolakan kamu. Tadinya aku mengira