Pagi-pagi sekali, kediaman utama Isabela, sang ratu Albain, dikunjungi oleh seorang pria paruh baya. Dandanannya rapi, wajahnya penuh wibawa. Tubuhnya tidak begitu tinggi, rambut ikalnya berwarna coklat. Pakaian yang digunakannya menunjukkan bahwa dia adalah seorang aristokrat sejati. "Yang Mulia, ada apa memanggilku pagi-pagi?" "Firlo, aku ingin kamu membuat konferensi kenegaraan di balai kota. Aku ingin membuat pengumuman resmi di balai kota besok." "Maaf Yang Mulia, jika boleh, aku ingin tahu konferensi ini diadakan dengan tujuan apa, Yang Mulia?" "Aku ingin mengumumkan pewaris sah dari kerajaan Yustan. Kedua putri kembar dari Ansara. Aku ingin rakyat mengetahui tentang keberadaan mereka. Setelah kematian Ansara, rakyat pasti bertanya-tanya dan penasaran, siapakah calon ratu Yustan yang selanjutnya. Undang seluruh awak media massa dari dalam negeri dan juga luar negeri." "Baik, Yang Mulia. Aku akan mengatur konferensi sesuai dengan arahan dan permintaan Yang Mulia." Isa
Siang hari Alice tengah melamun di dalam kamarnya, dia hampir tidak mendengar ketika pintu kamarnya diketuk dari luar. Dia segera menghapus airmatanya yang sempat menetes. "Ya, masuklah!" Ujarnya sambil merapikan wajahnya. Alice sangat senang melihat siapa yang datang ke kamarnya. "Ibu, Elisa..." Alice memeluk keduanya. "Alice, mengapa wajahmu pucat?" Sera merasa khawatir melihat wajah Alice yang terlihat kuyu. "Oh, aku tadinya sedang tidak enak badan Bu. Tapi sekarang sudah membaik. Yah, mungkin kelelahan karena pembelajaran yang diberikan Nenek untukku." "Apakah mengerikan?" Gurau Elisa. "Yah, bagaimana jika kamu juga mempelajarinya?" Alice mengedipkan sebelah matanya kepada Elisa. "Tentu saja, Elisa harus mempelajarinya. Mulai sekarang, Sera dan Elisa juga akan tinggal di sini bersama kita." Entah kapan, Isabela juga berada di dalam kamar Alice. Alice terkejut, "Tapi, Nek. Apa tidak sebaiknya Elisa dan Ibu tinggal di sini setelah keadaan benar-benar aman?" "Ib
"APA? Bagaimana mungkin Sang Alpha tidak layak memimpin Yustan?" "Benar, dia adalah Sang Alpha! Kami melihatnya 7 tahun yang lalu! Dia menyelamatkan kami di perbatasan." "Iya, dia dan pasukan elit, menyelamatkan aku dan keluargaku dari invasi militer Kaltan!" Sejumlah massa yang melihat Alice dengan jelas, kemudian mengenali siapa dia. Firlo dan Logan terkejut mendengar teriakan orang-orang itu, mereka saling menatap tidak percaya. "Apa? Dia adalah Alpha?" Firlo bergumam. "Tidak mungkin, orang-orang itu pasti mengada-ada. Lihatlah, raja Bernard dan Liam Sanders hanya diam saja. Mereka tidak bereaksi apa-apa." Logan masih tidak mempercayainya. "Kami sangat senang, Sang Alpha adalah calon Ratu Yustan selanjutnya." Seorang warga berkata dengan lantang. Wartawan juga menjadi heboh, "Hei, jadi itu maksudnya kabar yang kita dengar dahulu. Bahwa Sang Alpha yang membantu Raja Albain menghentikan perang di negara-negara timur?" Seorang wartawan kembali berkata, "Jadi, istri Ra
"Antarkan aku kembali ke istana!" Alice memerintahkan supir. "Tidak, aku akan membawamu kembali ke Albain!" "Baiklah, jika begitu_" "HENTIKAN! BAIKLAH!" Gavin panik, ketika Alice membuka pintu mobil secara tiba-tiba dan hendak melompat keluar mobil. "Putar arah, antarkan Putri Mahkota kembali ke istana." Gavin menyerah, lagipula dia tidak bisa memaksa Alice untuk percaya kepadanya. Dia harus mencari bukti dan mencari tahu dari Brigitta, apa yang sebenarnya terjadi. Di dalam mobil terasa hening, baik Alice maupun Gavin tidak saling berbicara hingga mereka akhirnya tiba di istana Yustan. Alice turun dari mobil, langkahnya tergesa-gesa. Dia segera pergi dan memasuki istana tanpa menoleh lagi ke arah mobil yang ditumpangi Gavin. Alice segera pergi ke kamarnya. Dia merasa sangat pusing dan mual. Alice masuk ke kamar mandi. "Alice_ kamu sudah pulang?" Sera masuk ke dalam kamar Alice. Sera mengikuti Alice, sejak dia melihatnya datang dan memasuki pintu masuk istana. "Alice?
"Nenek! Nenek!" Elisa memegang pipi Isabela dan menepuk-nepuk pundaknya. "Alice, suruh pelayan memanggil dokter keluarga! Cepatlah!" Dalam kepanikan, Alice, Sera dan Elisa berusaha mengangkat tubuh Isabela dan meletakkannya ke tempat tidur di kamar Alice, lalu segera memanggil dakter kerajaan untuk memeriksanya Dokter kerajaan datang, dan memeriksa Isabela. Bahkan dari raut wajah sang dokter, sudah dapat tertebak, bahwa ada sesuatu yang serius pada penyakit Isabela. "Dokter, bagaimana keadaan ibuku?" Sera segera menghampiri dokter kerajaan yang menangani Isabela. "Apa yang mulia ratu belum pernah mengatakan tentang sakitnya kepada Anda ataupun anggota keluarga yang lain?" dokter tampak bertanya dengan berhati-hati kepada Sera, Alice dan Elisa. "Tidak, Dokter. Ibuku tidak pernah mengatakan apapun." Wajah Sera nampak semakin khawatir setelah mendengar pertanyaan dokter. "Sebenarnya aku tidak berhak mengatakan ini tanpa seijin beliau. Namun, mengingat kondisi kesehatannya yan
"Emm..." Isabela bangun perlahan dari tempat tidur. Saat kesadarannya telah penuh, matanya melihat dengan jelas ke arah Elisa, Sera dan juga Alice yang berdiri di dekatnya. Sera mendekat dan duduk di dekat Isabela. "Bagaimana keadaan Ibu?" "Apa ini sudah hampir siang hari? Apakah semalaman aku tidur di kamar Alice?" Isabela melihat melewati jendela kamar, matahari hampir berada di atas kepalanya. "Iya, kemarin Ibu pingsan dan tidur di kamar Alice. Bu...mengapa Ibu tidak mengatakan kepada kami tentang penyakitmu? Seharusnya jika Ibu berobat sejak lama, mungkin Ibu akan..." "Oh...Hal itu tidak begitu penting untuk kalian ketahui. Tidak perlu merasa kasihan kepadaku." Isabela kemudian bangun dari tempat tidur dan akan beranjak pergi dari kamar Alice. "Nenek, mau pergi kemana? Sebaiknya Nenek beristirahat dahulu saja." Alice merangkul lengan Isabela. Sayangnya, Isabela menepis rangkulan Alice, "Tidak perlu memperdulikan aku. Jika kamu ingin bersiap pergi kembali ke Albain, maka per
Siang hari, tamu yang dinantikan oleh Isabela telah dalam perjalanan menuju ke istana untuk ikut perjamuan makan siang yang diatur oleh Isabela. Isabela memerintahkan pelayan untuk memberitahukan hal itu kepada Sera, Alice dan Elisa, agar mereka juga ikut dalam jamuan makan siang."Alice, Elisa, ayo segera bersiap. Nenek berkata, tamu penting itu sebentar lagi akan datang. Kita harus ikut untuk menyambut mereka." "Ugh, aku perlu waktu sebentar lagi Bu. Ibu dan Elisa silahkan duluan saja. Aku akan segera menyusul setelah merasa lebih baik. Aku masih merasa mual dan ingin muntah." Alice selalu merasakan mual datang secara tiba-tiba. "Baiklah, Alice. Jangan terlalu lama. Ibu dan Elisa menuju ruang makan lebih dulu." Sara dan Elisa beranjak pergi dari kamar Alice. "Iya, Bu. Aku akan segera menyusul." Benar saja, Alice pun terus menerus memuntahkan isi perutnya setelah Elisa dan Sara meninggalkannya. Setelah beberapa saat, Alice merasa lebih lega. Dia merapikan penampilannya, lalu
"Apa aku boleh duduk di sini? Bolehkah aku meminta waktu untuk berbicara padamu?"Alice yang tengah duduk di taman belakang istana, memandang sinis ke arah suara seseorang yang barusan berbicara padanya."Berbicara dari situ saja! Aku masih dapat mendengarmu." Ujarnya dengan nada ketus."Baiklah, aku akan berbicara dari sini." Ujar Mario dengan kepala yang jauh menunduk, karena Alice sekarang dalam posisi duduk, sedangkan dia berdiri."Alice, aku tidak tahu tentang hal ini. Tiba-tiba saja nyonya Lusy mengajakku ke negara Yustan, katanya ratu Isabela yang mengundang kami kemari. Sungguh, aku tidak menyangka jika akan bertemu denganmu." Mario menjelaskan hal yang sebenarnya."Apapun alasannya, aku tidak akan mau menerima perintah nenek. Aku tidak memerlukan asisten apalagi pengawal. Terutama jika orang itu adalah kamu!""Ya, aku juga menyadari itu. Banyak hal salah di masa lalu yang aku lakukan kepadamu. Aku menyesalinya." Mario tampaknya tulus."Jika begitu, tolaklah permintaan ratu Is
"AYO, KERAHKAN TENAGA KALIAN!" Alice berteriak kencang memerintahkan para tentara pasukan elit Albain untuk melalui halang rintang yang dibuatnya di tengah-tengah hutan lebat pegunungan Albain. Ratusan tentara elit Albain itu telah melalui pelatihan Alice selama hampir 1 bulan ini. Pelatihan yang diberikan Alice benar-benar mengerikan. Sang Alpha, menciptakan neraka untuk membentuk tentara-tentara terlatih dan profesional. Ketika pelatihannya berakhir, Alice melihat kembali seluruh catatan skor dari setiap orang. "Bagus, bagus. Kalian mengalami peningkatan, meskipun hanya sedikit." Alice memuji para peserta pelatihannya. Seluruh peserta bukannya senang, mereka malah merasa merinding. Jika Alice mengucapkan kata 'peningkatan sedikit' itu artinya, besok harinya akan dibuat sebuah rintangan pelatihan yang baru dan lebih sulit. "Ada apa dengan wajah kalian? Mengapa di wajah kalian aku melihat ada 'keluhan'?" Alice menatap barisan tentara itu satu persatu. "TIDAK, YANG MULIA RATU!
Alice melangkah perlahan di komplek pemakaman dengan memegang seikat karangan bunga Krisan Putih di tangannya. Langkahnya terhenti di sebuah makam keluarga yang terlihat masih baru. Tanahnya masih basah, belum ditumbuhi subur oleh rumput hias yang cantik seperti makam di sekitarnya. Dia berjongkok dan meletakkan bunga Krisan Putih yang dipegangnya. Dipegangnya pusara dengan hati-hati. Perutnya kini agak membuncit, jadi Alice tidak tahan berjongkok lama-lama. Ketika Alice akan bangkit berdiri, sepasang tangan merangkul bahunya dari belakang untuk membantunya. Lalu pada bahunya disampirkan sebuah mantel hangat. "Mengapa kau tidak menggunakan pakaian yang agak tebal? Sekarang sudah hampir musim dingin. Bagaimana nanti jika sakit?" Suara hangat pria mengalun di telinga Alice. Alice menatap pria itu kemudian tersenyum, "Ada kau di sisiku, aku tidak akan sakit." Alice melingkarkan tangannya di pinggang Gavin, dan menyandarkan kepalanya di dadanya. Gavin mengecup pelan dahi istrinya
Berjam-jam waktu telah berlalu, Alice masih duduk di kursinya tanpa beranjak sedikitpun. Wajahnya terlihat lelah dan juga pucat. "Alice, sebaiknya kamu dan Ibu pulang dan beristirahat. Aku dan Jake akan menunggu di sini. Kami akan mengabari kamu jika Gavin telah sadar." Elisa merangkul bahu Alice yang duduk di sisinya. Semalaman Alice tidak tidur. Kini hari sudah berganti pagi. Waktu menunjukan pukul 09.00 pagi. Namun Gavin belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Mereka juga hanya bisa duduk dan menunggu di luar, karena Gavin saat ini masih berada di ruang observasi. "Ya, aku juga akan tetap di sini." Mario juga sejak semalam masih berada di sana. "Kami akan mengantarkan kamu, Bos!" Wella berkata kepada Alice sambil menunjuk dirinya dan Henry. "Benar Alice, setidaknya kau harus menjaga kondisimu juga. Beristirahatlah sejenak!" Ujar Jake pada Alice. Alice sebenarnya merasa tidak tenang jika harus pergi meninggalkan Gavin di rumah sakit. Tapi memang benar, dia harus menjaga k
Tuuuuuuuutttt Dokter melakukan teknik Resusitasi Jantung Paru kepada Gavin, namun tidak juga ada tanda-tanda detak jantungnya kembali. Mesin masih terus berbunyi, tanda detak jantung Gavin tidak terdeteksi. "Siapkan defibrillator!" Dokter meminta perawat memberikan alat kejut jantung. "50 Joule!" Perintah dokter pada perawat yang memegang alat defibrillator. "Everybody clear!" Dokter memberikan kejut jantung pertama kepada Gavin. Namun tidak ada reaksi apapun. "100 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tetap tidak ada reaksi apapun pada Gavin. "150 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tut...Tut...Tut... "Oke, jantung mulai berfungsi. Siapkan ruang operasi. Aku akan mensterilkan diri." Dokter kemudian keluar dari ruang gawat darurat. "Nyonya, sebaiknya Anda menunggu di luar. Kami akan mempersiapkan pasien untuk dioperasi." Alice mengangguk, namun sebelumnya ia memegang tangan Gavin sebelum keluar, "Sayangku
"Ya, aku bersedia bersaksi untuk kerajaan." Louis bersuara. Entah sejak kapan dia masuk ke dalam ruang rapat Parlemen. "Louis?" Isabela menatap tajam kepada pembunuh putrinya itu. Sebenarnya Isabela tahu bahwa yang meracuni Ansara adalah Louis dan Logan. Hanya saja, dia tidak punya cara untuk membuktikannya. Mereka berdua telah bersekongkol dengan sangat rapi. Seluruh rekaman kamera pengawas telah dihapus pada bagian dimana mereka memasukkan racun ke dalam makanan dan minuman Ansara. Setiap kali mereka secara bergantian meracuni Sara. "Aku akan menyerahkan diri dan mengakui perbuatanku. Aku juga akan menjadi saksi kejahatan Logan. Aku menyimpan beberapa bekas botol racun yang telah kosong. Aku rasa itu cukup kuat untuk dijadikan alat bukti." Louis berkata sambil menunjuk Logan. "Pria bajingan ini memaksa aku dan putraku untuk menjadi kaki tangannya. Namun, ketika kami sudah tidak dibutuhkan lagi, dia memerintahkan orang untuk membunuhku. Beruntung bagiku, Matheo tiba di rumah ber
"Rekam baik-baik semua bukti yang akan aku tunjukkan kepada kalian hari ini!" Lalu proyektor menampilkan seluruh bukti transfer uang senilai 1 milyar kepada seluruh anggota Dewan Parlemen yang berasal dari rekening Firlo More. Setelahnya, menampilkan seluruh percakapan Ketua, Wakil, dan beberapa anggota Dewan Parlemen sebelum rapat hari ini dimulai. 'Apakah kalian telah menerima uang senilai 1 milyar yang dikirimkan Firlo?' Terdengar suara Ketua Dewan Parlemen. 'Hahaha, kami telah menerimanya. Pokoknya, apapun yang tuan Firlo minta, akan kita lakukan. Jika mengikutinya, kita akan semakin kaya raya.' Seorang anggota merasa sangat senang. 'Ya, yaa.. Nominal 1 milyar setiap bulan, sangat besar. Tuan Firlo memang sangat murah hati.' Wakil Ketua Dewan Parlemen terdengar sangat bersemangat. 'Hei, sudah. Itu, Perdana Menteri telah datang!' Seseorang dari mereka meminta untuk menghentikan obrolan. 'Tuan Firlo, terima kasih atas hadiahnya. Hahaha.' Ketua Dewan Parlemen bersuara.
Pimpinan Rapat Dewan Parlemen mengamati waktu pada jam tangannya. "Sudahlah Pak Ketua Parlemen, lebih baik kita segera mulai saja rapatnya. Ini sudah pukul 09.05. Tidak baik menunda lebih lama lagi." Firlo mendesak Pimpinan Rapat agar segera mengetuk palunya dan membuka rapat. "Baiklah, semuanya harap tenang. Dengan mengucap syukur kepada Yang Maha Esa, maka Rapat Dewan Parlemen dalam rangka penetapan berlakunya konstitusi baru, telah dimulai secara resmi." Kemudian Pimpinan Rapat yang juga merupakan Ketua Dewan Parlemen, mengetuk palunya di atas meja. Tok "Hari ini adalah voting terakhir pemberlakuan konstitusi baru Negara Yustan tentang Anggaran Belanja Negara Perlengkapan Militer. Seperti yang kita ketahui, sebulan yang lalu, hanya Putri Mahkota Alice Anabel yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pemberlakuan konstitusi baru. Beliau berjanji, akan membawa bukti dan bantahan untuk menggagalkan pemberlakuan konstitusi baru ini." "Benar sekali. Namun, Putri Alice Anabel
"Alice, pakaianmu ini seluruhnya berwarna hitam. Tidakkah kamu ingin menambahkan warna lain?" Sera menyerahkan sebuah saputangan putih untuk Alice letakkan di saku jasnya. Karena menurut kebiasaan di Yustan menggunakan setelan jas serba hitam dan perlengkapan serba hitam, hanya boleh dilakukan ketika pemakaman. Menurut kepercayaan mereka, jika menggunakan pakaian dan perlengkapan serba hitam selain di acara pemakaman dapat membawa kesialan. "Tidak, Bu. Hari ini memang akan menjadi hari kesialan dan pemakaman bagi beberapa orang." Alice memasukkan sebuah saputangan berwarna hitam di saku jasnya. "Aku pergi Bu, Nenek." Alice melihat ke seseorang yang berdiri di belakang Sera. "Alice, kau terlalu tergesa-gesa untuk mendorong pergi Logan dan Firlo." Isabela merasa tidak setuju dengan rencana Alice yang membahayakan dirinya. Padahal dia dapat menyingkirkan mereka perlahan setelah menjabat sebagai Ratu Yustan kelak. "Nenek, untuk menyingkirkan rumput liar, harus mencabut hingga ke ak
"Kau, ajaklah Firlo dan Logan bertemu. Laporkan bahwa kau berhasil membunuh Alice." Jake memerintahkan Maxim keluar dari ruang tahanan untuk segera berpakaian rapi, kemudian mengembalikan ponsel miliknya. "Beberapa hari ini, mereka terus menerus menghubungimu. Aku tidak ingin mereka tahu bahwa kalian gagal membunuh Alice," sambung Jake lagi. "Maksudmu, agar mereka mengira rencananya berhasil dan mereka kemudian lengah?" Maxim menebak rencana mereka. "Ya, katakanlah seperti itu," ujar Jake sambil tersenyum. "Jangan mencoba berpikir untuk kabur! Kami akan mengikuti mu dan memantau setiap pergerakan mu." Jake memperingatkan Maxim. "Bagaimana jika aku berhasil kabur?" Maxim menatap sinis ke arah Jake yang tampak meremehkannya. "Pertama, aku yakin karena kau akan membawa alat penyadap ini di tubuhmu. Kedua, karena pasukanmu masih berada di bawah pengawasan kami. Dan ketiga, adik kandungmu ada di antara mereka. Kau tidak akan berani mengambil resiko dengan melakukan itu." Jake me