"Ternyata aku_oh astaga. Aku hamil?!" Perasaan Alice campur aduk saat ini. Antara senang, sedih dan khawatir. Hidupnya masih belum aman di dalam istana ini. Sekarang hadir janin dalam kandungannya. Dia harus lebih ekstra berhati-hati lagi."Aku_aku akan memberitahukan hal ini kepada Gavin. Dia telah lama menantikan hal ini. Pasti dia akan sangat senang."Alice mengambil ponselnya dan melakukan panggilan video. Ketika panggilannya tersambung, wajah Alice sudah tersenyum sumringah."Gavin, aku ingin memberitahukan kalau_""Hai, Alice. Maaf. Tapi, Gavin masih tidur. Karena semalaman kami telah_hmmm. Lalu tadi pagi, sepertinya dia belum puas. Kami melakukannya lagi dan lagi. Dia sekarang kelelahan." Brigitta berbicara dalam panggilan video dan memperlihatkan dirinya yang hanya ditutupi selimut hingga bagian dada. Bagian lehernya terekspos, dipenuhi dengan bekas-bekas percintaan. Sepertinya percintaan mereka sangat panas."Lihatlah, dia masih tertidur nyenyak." Brigitta memperlihatkan Gavi
Pagi-pagi sekali, kediaman utama Isabela, sang ratu Albain, dikunjungi oleh seorang pria paruh baya. Dandanannya rapi, wajahnya penuh wibawa. Tubuhnya tidak begitu tinggi, rambut ikalnya berwarna coklat. Pakaian yang digunakannya menunjukkan bahwa dia adalah seorang aristokrat sejati. "Yang Mulia, ada apa memanggilku pagi-pagi?" "Firlo, aku ingin kamu membuat konferensi kenegaraan di balai kota. Aku ingin membuat pengumuman resmi di balai kota besok." "Maaf Yang Mulia, jika boleh, aku ingin tahu konferensi ini diadakan dengan tujuan apa, Yang Mulia?" "Aku ingin mengumumkan pewaris sah dari kerajaan Yustan. Kedua putri kembar dari Ansara. Aku ingin rakyat mengetahui tentang keberadaan mereka. Setelah kematian Ansara, rakyat pasti bertanya-tanya dan penasaran, siapakah calon ratu Yustan yang selanjutnya. Undang seluruh awak media massa dari dalam negeri dan juga luar negeri." "Baik, Yang Mulia. Aku akan mengatur konferensi sesuai dengan arahan dan permintaan Yang Mulia." Isa
Siang hari Alice tengah melamun di dalam kamarnya, dia hampir tidak mendengar ketika pintu kamarnya diketuk dari luar. Dia segera menghapus airmatanya yang sempat menetes. "Ya, masuklah!" Ujarnya sambil merapikan wajahnya. Alice sangat senang melihat siapa yang datang ke kamarnya. "Ibu, Elisa..." Alice memeluk keduanya. "Alice, mengapa wajahmu pucat?" Sera merasa khawatir melihat wajah Alice yang terlihat kuyu. "Oh, aku tadinya sedang tidak enak badan Bu. Tapi sekarang sudah membaik. Yah, mungkin kelelahan karena pembelajaran yang diberikan Nenek untukku." "Apakah mengerikan?" Gurau Elisa. "Yah, bagaimana jika kamu juga mempelajarinya?" Alice mengedipkan sebelah matanya kepada Elisa. "Tentu saja, Elisa harus mempelajarinya. Mulai sekarang, Sera dan Elisa juga akan tinggal di sini bersama kita." Entah kapan, Isabela juga berada di dalam kamar Alice. Alice terkejut, "Tapi, Nek. Apa tidak sebaiknya Elisa dan Ibu tinggal di sini setelah keadaan benar-benar aman?" "Ib
"APA? Bagaimana mungkin Sang Alpha tidak layak memimpin Yustan?" "Benar, dia adalah Sang Alpha! Kami melihatnya 7 tahun yang lalu! Dia menyelamatkan kami di perbatasan." "Iya, dia dan pasukan elit, menyelamatkan aku dan keluargaku dari invasi militer Kaltan!" Sejumlah massa yang melihat Alice dengan jelas, kemudian mengenali siapa dia. Firlo dan Logan terkejut mendengar teriakan orang-orang itu, mereka saling menatap tidak percaya. "Apa? Dia adalah Alpha?" Firlo bergumam. "Tidak mungkin, orang-orang itu pasti mengada-ada. Lihatlah, raja Bernard dan Liam Sanders hanya diam saja. Mereka tidak bereaksi apa-apa." Logan masih tidak mempercayainya. "Kami sangat senang, Sang Alpha adalah calon Ratu Yustan selanjutnya." Seorang warga berkata dengan lantang. Wartawan juga menjadi heboh, "Hei, jadi itu maksudnya kabar yang kita dengar dahulu. Bahwa Sang Alpha yang membantu Raja Albain menghentikan perang di negara-negara timur?" Seorang wartawan kembali berkata, "Jadi, istri Ra
"Antarkan aku kembali ke istana!" Alice memerintahkan supir. "Tidak, aku akan membawamu kembali ke Albain!" "Baiklah, jika begitu_" "HENTIKAN! BAIKLAH!" Gavin panik, ketika Alice membuka pintu mobil secara tiba-tiba dan hendak melompat keluar mobil. "Putar arah, antarkan Putri Mahkota kembali ke istana." Gavin menyerah, lagipula dia tidak bisa memaksa Alice untuk percaya kepadanya. Dia harus mencari bukti dan mencari tahu dari Brigitta, apa yang sebenarnya terjadi. Di dalam mobil terasa hening, baik Alice maupun Gavin tidak saling berbicara hingga mereka akhirnya tiba di istana Yustan. Alice turun dari mobil, langkahnya tergesa-gesa. Dia segera pergi dan memasuki istana tanpa menoleh lagi ke arah mobil yang ditumpangi Gavin. Alice segera pergi ke kamarnya. Dia merasa sangat pusing dan mual. Alice masuk ke kamar mandi. "Alice_ kamu sudah pulang?" Sera masuk ke dalam kamar Alice. Sera mengikuti Alice, sejak dia melihatnya datang dan memasuki pintu masuk istana. "Alice?
"Nenek! Nenek!" Elisa memegang pipi Isabela dan menepuk-nepuk pundaknya. "Alice, suruh pelayan memanggil dokter keluarga! Cepatlah!" Dalam kepanikan, Alice, Sera dan Elisa berusaha mengangkat tubuh Isabela dan meletakkannya ke tempat tidur di kamar Alice, lalu segera memanggil dakter kerajaan untuk memeriksanya Dokter kerajaan datang, dan memeriksa Isabela. Bahkan dari raut wajah sang dokter, sudah dapat tertebak, bahwa ada sesuatu yang serius pada penyakit Isabela. "Dokter, bagaimana keadaan ibuku?" Sera segera menghampiri dokter kerajaan yang menangani Isabela. "Apa yang mulia ratu belum pernah mengatakan tentang sakitnya kepada Anda ataupun anggota keluarga yang lain?" dokter tampak bertanya dengan berhati-hati kepada Sera, Alice dan Elisa. "Tidak, Dokter. Ibuku tidak pernah mengatakan apapun." Wajah Sera nampak semakin khawatir setelah mendengar pertanyaan dokter. "Sebenarnya aku tidak berhak mengatakan ini tanpa seijin beliau. Namun, mengingat kondisi kesehatannya yan
"Emm..." Isabela bangun perlahan dari tempat tidur. Saat kesadarannya telah penuh, matanya melihat dengan jelas ke arah Elisa, Sera dan juga Alice yang berdiri di dekatnya. Sera mendekat dan duduk di dekat Isabela. "Bagaimana keadaan Ibu?" "Apa ini sudah hampir siang hari? Apakah semalaman aku tidur di kamar Alice?" Isabela melihat melewati jendela kamar, matahari hampir berada di atas kepalanya. "Iya, kemarin Ibu pingsan dan tidur di kamar Alice. Bu...mengapa Ibu tidak mengatakan kepada kami tentang penyakitmu? Seharusnya jika Ibu berobat sejak lama, mungkin Ibu akan..." "Oh...Hal itu tidak begitu penting untuk kalian ketahui. Tidak perlu merasa kasihan kepadaku." Isabela kemudian bangun dari tempat tidur dan akan beranjak pergi dari kamar Alice. "Nenek, mau pergi kemana? Sebaiknya Nenek beristirahat dahulu saja." Alice merangkul lengan Isabela. Sayangnya, Isabela menepis rangkulan Alice, "Tidak perlu memperdulikan aku. Jika kamu ingin bersiap pergi kembali ke Albain, maka per
Siang hari, tamu yang dinantikan oleh Isabela telah dalam perjalanan menuju ke istana untuk ikut perjamuan makan siang yang diatur oleh Isabela. Isabela memerintahkan pelayan untuk memberitahukan hal itu kepada Sera, Alice dan Elisa, agar mereka juga ikut dalam jamuan makan siang."Alice, Elisa, ayo segera bersiap. Nenek berkata, tamu penting itu sebentar lagi akan datang. Kita harus ikut untuk menyambut mereka." "Ugh, aku perlu waktu sebentar lagi Bu. Ibu dan Elisa silahkan duluan saja. Aku akan segera menyusul setelah merasa lebih baik. Aku masih merasa mual dan ingin muntah." Alice selalu merasakan mual datang secara tiba-tiba. "Baiklah, Alice. Jangan terlalu lama. Ibu dan Elisa menuju ruang makan lebih dulu." Sara dan Elisa beranjak pergi dari kamar Alice. "Iya, Bu. Aku akan segera menyusul." Benar saja, Alice pun terus menerus memuntahkan isi perutnya setelah Elisa dan Sara meninggalkannya. Setelah beberapa saat, Alice merasa lebih lega. Dia merapikan penampilannya, lalu