"Diana!" teriak Abian histeris, keringat dingin mengucur deras membasahi keningnya.Dengan nafas terengah-engah, Abian bangun ke posisi terduduk. Pemandangan dinding berwarna krem, tempat tidur besi, dan bau antiseptik langsung menyadarkannya bahwa ia berada di sebuah rumah sakit."Ini rumah sakit, bukan rumah Diana!" suara Raka tiba-tiba menginterupsi lamunan Abian, membuatnya menoleh dengan ekspresi kaget sekaligus menyadarkan Abian kalau apa yang dilihatnya sekarang bukanlah mimpi."Diana di mana?" tanya Abian dengan mata membelalak.Raka tersenyum sebal. Lalu hidungnya mendengkus malas beberapa saat kemudian."Belum waktunya ketemu Diana, Bian! Sembuh dulu! Kamu gak sadar kalau sekarang kamu lagi ada di ranjang rumah sakit. Baru aja bangun sudah nyariin Diana," ujar Raka dengan nada tak bersahabat, tapi tangannya tetap setia menepuk-nepuk punggung Abian."Aku sakit apa?" tanya Abian bingung, masih berusaha mencerna situasi saat ini."Demam tinggi selama dua hari. Untung nggak kena
Abian berdiri di depan sebuah villa megah yang dikelilingi oleh taman indah.Itu adalah tempat di mana dia pernah merasakan kebahagiaan bersama orang tua dan keluarga yang lengkap. Villa yang dulu pernah menjadi tempat tinggalnya kini telah berpindah tangan.Air mata tak bisa Abian tahan saat mengenang kenangan manis yang pernah ia jalani di tempat itu. Dulu, saat kedua orang tuanya masih ada, hidup Abian penuh dengan canda tawa dan kasih sayang.Namun, kini semua itu sudah berlalu, dan Abian harus menerima kenyataan bahwa dirinya sudah dewasa dan harus menghadapi hidup yang penuh tantangan.Sambil menatap villa tersebut, Abian merasa penasaran dan rindu dengan sosok penghuni yang kini menempati tempat itu.Diana, wanita yang menjadi istrinya, telah dua tahun ia tak pernah bertemu, baik secara raga maupun wujud.Mengetahui bahwa Diana tinggal di villa tersebut, perasaan rindu dan penasaran yang menyelimuti hati Abian menjadi semakin kuat!Sambil mengusap air mata yang menetes, Abian b
Sudah satu jam lebih Abian duduk di ruang tamu. Di rumahnya ini, segala yang ada terasa asing untuk Abian.Dia bahkan tidak berani mencari keberadaan anaknya. Sejak Diana menyuruh Abian menunggu tak ada satu pun orang yang datang menemuinya. Bahkan untuk sekadar menyambut kedatangan Abian atau memberi segelas minumam saja tidak ada.Kenapa para pembantu di rumah ini yang dulu banyak sekali? Apa jangan-jangan Diana hanya hidup berdua dengan Azka?Masa sih?Di rumah sebesar ini? Pikir Abian.Lelaki itu memutuskan keliling villa karena dihantui rasa bosan. Kaki Abian terus melangkah, menyusuri ruangan demi ruangan sampai tak sadar langkahnya terhenti di depan kamar yang pintunya agak terbuka.Dalam siam Abian mencoba melihat pemandangan yang ada di dalam sana. Ternyata Diana sedang berusaha menidurkan Azka.Perempuan itu tampak telaten mengusap-usap kepala Azka dengan posisi Azka yang masih menempel pada dadanya."Manisnya," gumam Abian tanpa sadar.Rasanya Abian ingin ikut melompat ke
"Diana?" Pria itu menyapa Diana dengan lembut.Sungguh hati Abian langsung terbakar saat Diana begitu lugas melempar senyumnya pada pria itu.Ya, sepertinya Abian tidak bisa mengambil hati Diana dengan cara santai sesuai rencananya. Dia harus membuat gebrakan baru supaya dua mahluk menyebalkan itu sadar kalau posisi Abian dalam hubungan ini masih sangat penting.Abian masih suami Diana secara sah. Mereka belum bercerai bahkan Abian belum pernah mengucapkan kata itu sama sekali."Mas Pras?""Iya Diana. Kamu lagi sama siapa?" tanya Pras karena belum melihat wajah Abian.Pras?Abian mengerutkan kening. Tunggu dulu!Sepertinya Abian tidak asing dengan nama itu.Saat matanya melirik ke samping, memperhatikan lebih jelas wajah pria itu, ternyata memang benar Pras yang dimaksud Abian adalah Pras mantan temanya dulu."Pras, kenapa kamu bisa ada di sini? Di rumah istriku," ucap Abian penuh penekanan."Loh, Bian?" Pras justru terkekeh. "Sudah lama kita nggak ketemu ya. Maaf aku belum sempat mem
Diana menatap Abian yang duduk di seberang meja makan. Dia masih sibuk menyusun beberapa lauk pauk.Meskipun sudah dua tahun tidak bertemu, lelaki itu masih terlihat tampan seperti dulu, dengan rambut hitam yang rapi dan mata tajam yang menawan.Diana merasa canggung, namun tak bisa menahan rasa penasarannya. Bagaimana bisa muka Abian tak berubah sedikit pun?Padahal sekarang dirinya merasa makin terlihat tua setelah melahirkan.Tadi Diana sempat bercermin di depan kaca. Mukanya terlihat kusam. Ia juga membandingkan wajahnya yang sekarang dengan dua tahun lalu. Dulu Diana terlihag imut dengan rahang sedikit tirus.Tapi sekarang. Dari atas sampai bawah badan Diana hampir semua berubah. Terutama tubuhnya yang tidak lagi semungil dulu. Tidak gemuk. Mungkin lebih merasa dirinya lebih gembrot dari dua tahun lalu."Ehemmm!" Abian di sisi Diana berdeham."Ada apa? Kayaknya kamu dari tadi ngelirik aku terus. Apa ada yang salah dengan penampilanku Diana? Aku memang suka pake kolor dan baju tip
Setelah kecanggungan yang terjadi. Abian ikut duduk di sofa ruang televisi yang remang-remang, tangannya memegang remote kontrol yang beralih-alih antara beberapa saluran. . Tak sengaja, ia menoleh ke arah samping dan melihat sosok Diana juga menatapnya dengan rambut panjangnya yang terurai. Wajah mereka saling beradu, suasana menjadi tegang dan penuh gairah."Aku nggak bisa bisa tidur karena kepikiran kamu terus. Makanya tadi aku tanya balik ke kamu. Barangkali kamu merasakan hal yang sama kayak yang aku rasain sekarang," ujar Abian dengan suara serak, matanya tak henti-hentinya menatap Diana yang tampak cantik meski dalam suasana remang-remang.Diana menelan ludah, hatinya berdebar kencang. Sejujurnya ia merasakan hal yang sama dengan Abian. Namun, ego dan gengsinya tak membiarkannya mengakui perasaannya. Ia mencoba berpikir cepat untuk mencari alasan yang masuk akal."Aku nggak bisa tidur karena lapar," bohong Diana, matanya menatap lantai, berusaha menghindari tatapan Abian yan
"Bikin Diana hamil!"Sontak Abian membeliak."Apa kamu gila? Rencana macam apa itu? Bukannya berhasil yang ada aku bakalan diusir sama Diana dan dilaporkan ke polisi karena telah memperkosa perempuan itu," ketusnya.Sejenak Abian terdiam tak percaya saat mendengar saran dari Doni, sahabatnya yang menyarankan untuk menghamili Diana agar wanita itu tidak berhasil mengajukan perceraian. Ekspresi wajahnya menunjukkan kebingungan dan kegelisahan, tak mampu membayangkan bagaimana cara melaksanakan saran tersebut. Tapi kok rasanya Abian agak tertarik ya?"Memang agak gila. Tapi ini lebih baik daripada kamu ditikung dan gak berhasil mendapatkan apa-apa. Manfaatkan statusmu yang ada sekarang. Mumpung kamu masih suaminya. Lagi pula siapa yang nyuruh kamu perkosa bodoh! Kan kamu bisa memainkan trik tarik ulur. Goda dia. Buat dia penasaran dengan dirimu!""Kamu gila, Doni?" desis Abian dengan mata terbelalak. Doni hanya tersenyum simpul sambil menepuk bahu Abian, seolah menganggap saran tersebut
"Cih! Syarat macam apa itu?" Diana kembali berbalik badan. Apakah Abian sedang membuat lelucon. Mana bisa mereka melakukan hal seperti itu sebelum bercerai? "Ya kalau kamu tidak mau tidak masalah. Kamu boleh ajukan gugatan cerai. Silakan hidup dengan lelaki pendek jelek itu, tapi aku tidak akan membiarkan Azka jatuh ke tangan kamu. Aku akan memperjuangkan hak asuh Azka sampai titik darah penghabisan!" "Mas!" Diana memekik kesal. "Kenapa? Kamu pikir aku rela melihat Azka tinggal dengan Bapak tiri? Engga Diana. Aku ini bapak kandungnya, aku bakalan cari cara untuk mendapatkan hak asuh Azka. Hati-hati saja kamu. Segalanya bisa didapatkan asal ada uang," ancam Abian. Wajah Diana terlihat berubah pucat. Sejujurnya Abian tidak mau melakukan ini. Tapi berhubung Diana menolak mentah-mentah tawarannya, Abian jadi naik pitam kembali. "Tapi kalau kamu mau terima syarat dari aku, aku bakalan permudah pengajuan kamu! Biar kamu cepet-cepet nikah sama si Pendek!" Diana tak menjawab.