Share

2. Gadis Gila

Penulis: Liliay
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-28 13:08:15

Jiwa menggeleng, mencoba menjauh dengan menarik kakinya namun Fajar mencengkeram terlalu kuat. Jiwa tidak diizinkan untuk menjauh walau sejengkal. Gadis muda itu langsung menyesal karena sudah datang kemari. Fajar jauh lebih berbahaya dari dugaannya.

Fajar menunduk, mengusap wajah mulus Jiwa yang cantik. Wanita itu memejamkan mata ketakutan, dan lagi-lagi mengingatkan Fajar pada istrinya yang sudah lama meninggal.

"Kenapa sekarang terlihat takut?" Suara Fajar yang dalam juga tajam mengalun bagai petir di telinga Jiwa. "Bukannya ini yang kamu mau?"

Jiwa menggeleng, mulai menyesali pilihannya mendatangi Fajar. Tangannya berusaha mendorong Fajar menjauh namun tubuh keras itu sama sekali tidak bergerak.

"Kamu yang mau jadi pacar saya, mencium saya, lalu berteriak seperti perawan yang dilecehkan. Kamu menjatuhkan image saya sampai ke jurang."

Mengabsen kesalahan Jiwa seperti itu malah membuat si gadis semakin ketakutan. Perasaan menyesal di hatinya menebal. Jiwa mengumpat dalam hati karena sudah bertidak bodoh.

"I-ini semua ka-karena Gibran." Jiwa membuka mata perlahan. Mengerjap ketakutan beberapa kali. Fajar masih mempertahankan posisi, dalam jarak wajah sedekat ini mereka bisa meraskan hembusan napas masing-masing.

"Gibran?" ulang Fajar. Jiwa dengan cepat mengangguk, berharap dengan ini Fajar akan luluh. "Kenapa dengan Gibran?"

Jujur saja, suara Fajar terdengar sangat menggoda bagi Jiwa sampai membuat bulu kuduknya meremang.

Jiwa mencoba berpikir jernih, mulai menyusun kalimat yang akan dia luncurkan dari belah bibir sexy miliknya.

"Dia sekingkuhin aku," kata Jiwa. "Kami berpacaran tiga bulan dan dia dengan seenak jidat ninggalin aku sama pacar barunya."

Tangan kecil Jiwa mendorong bahu Fajar agar menjauh. Lelaki yang memang sedang fokus pada penjelasan Jiwa itu menurut. Kini mereka duduk bersebelahan dengan tubuh saling menghadap.

"Aku sakit hati, apalagi anak Bapak itu juga nge-bully aku di kampus. Bilang pada semua orang kalau aku payah dalam kissing, norak lah, nggak bisa dandan lah. Ya oke, aku emang nggak pernah dandan. Tapi bukan berarti nggak bisa, cuma lebih suka natural aja." Jiwa menghembuskan napas kesal. Meluapkan segala perasaan yang selama ini dia pendam.

Gibran si bangsat kurang ajar. Jiwa bertekad membalas perbuatan lelaki sinting itu.

Fajar masih mendengarkan, entah benar atau tidak dia masih ragu. Anak lelakinya memang bandel tapi tidak menyangka kalau akan menjadi seberandal ini.

Jiwa menunjuk wajahnya sendiri. "Bapak liat deh, apa aku nggak bisa dandan? Apa aku kurang cantik? Dan apa aku bukan good kisser?"

Fajar menjitak dahi Jiwa cukup keras. Pertanyaan macam apa yang sedang gadis itu lontarkan pada pria dewasa.

"Kalau gitu yang harus kamu datangi dengan dandanan seperti ini bukan saya tapi Gibran. Kamu salah alamat kalau ke saya. Sana pergi dan cium si Gibran. Buktikan saja kalau kamu good kisser," balas Fajar sembari mengibaskan tangan.

Tubuh tegap itu juga berdiri dan kembali mengenakan pakaiannya, bersiap keluar dan melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Kedatangan Jiwa ke sini sudah menambah masalah, sekarang Fajar yakin kalau semua orang di firma hukum ini pasti sudah heboh dengan rumor soal dirinya.

Jiwa juga turut berdiri, tidak bisa kalau solusi yang harus dia lakukan adalah pergi.

"Aku nggak mau pergi."

"Jadi, kamu maunya apa?" tanya Fajar sedikit frustasi. Menghadapi bocah seperti Jiwa bukanlah keahliannya. Anaknya saja dia serahkan pada ibunya agar bisa terdidik dengan benar.

"Jadi pacar aku, Pak."

"Siapa?"

"Bapak."

Fajar menggaruk pelipis dengan wajah meringis. Dia tidak berminat ituk campur dengan urusan anak muda labil seperti Jiwa dan Gibran. Tidak sama sekali.

Lagi pula, gila kalau sampai dia berpacaran dengan anak menjengkelkan di depannya ini.

"Habis pacaran sama anaknya terus sama bapaknya. Kamu pikir gimana persepsi orang?" tanya Fajar. Kedua tangannya mencengkeram pinggangnya sendiri.

Jiwa menggelengkan kepala. "Bapak mikirnya kejauhan. Pakek mikirin persepsi orang segala. Kita cuma akan pacaran satu hari."

Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Nggak, nggak, bukan sehari. Beberapa jam aja selama kita ke rumah Bapak dan ketemu sama Gibran. Habis itu selesai."

Kerutan dalam di dahi Fajar tercetak. "Kenapa harus ke rumah saya?"

"Biar Gibran tahu kalau kita pacaran," jawab Jiwa lebih santai. Sudah tidak takut lagi karena Fajar juga sudah tidak semenyeramkan tadi.

"Kamu mau jadiin bapaknya jadi ajang balas dendam? Iya?" sentak Fajar membuat Jiwa termundur. Bibir gadis itu meringis pelan karena kaki yang menabrak laci kecil di sebelah ranjang.

"Ya kan rumusnya buat mantan menyesal dengan cara temukan yang lebih baik." Jiwa meneliti penampilan Fajar keseluruhan. Tampan dan panas. "Kalau Bapak udah jelas jauh lebih baik dari Gibran."

Fajar menjauhkan tubuhnya, kali ini benar-benar langsung keluar. Dia butuh udara yang lebih banyak untuk masuk ke paru-parunya yang terasa sempit. Jiwa sungguh gila.

Bagaimana bisa dia menjadi pacar dari mantan anaknya sendiri? Harga dirinya tercoreng.

Selain itu dia hanya dimanfaatkan. Pantang bagi Fajar dirinya digunakan untuk kepuasan orang lain. Beda lagi ceritanya kalau dia sedang menangani kasus.

Jiwa berjalan mengikuti Fajar, tangannya bergerak membenarkan pakaiannya yang berantakan. Fajar mengambil tisu di atas meja, lalu mengelap bibirnya sendiri. Ia berdecak ketika melihat noda merah bekas lipstik.

"Ayo dong, Pak. Tolongin aku, lagian kan Bapak juga harus ngehukum Gibran karena sudah menyakiti hati cewek." Jiwa masih belum menyerah.

Fajar menarik napas dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Mencoba mencari ketenangan. Gibran memang anak nakal, batinnya.

"Kalau tidak mau saya tuntut sampai mendekam di penjara, mending kamu pergi sekarang."

Jiwa menyilangkan kedua tangan di depan dada, memiringkan wajah menatap Fajar yang sudah terlihat sangat kesal.

"Nggak ada salah apa-apa ya ngapain dituntut?"

"Nggak ada salah kamu bilang?" Fajar menaikkan sebelah alisnya. "Kamu mengganggu ketenangan saya. Mencium saya tanpa persetujuan dan juga mengatakan hal konyol yang tidak masuk akal. Membuat kamu di penjara itu bukan hal yang sulit bagi saya apalagi membuat kamu hilang dari peredaran."

Jiwa menegak seketika, ia melupakan fakta jika Fajar adalah pengacara yang memiliki koneksi kuat. Pasti mudah kalau mau membunuhnya dan menghilangkan jejak sekarang juga. Jiwa menelan ludah diam-diam. Mulai takut dengan ancaman yang diberikan.

"Tapi, Pak...."

Fajar mengangkat tangan, lalu mengibaskannya meminta Jiwa untuk segera pergi. Namun Jiwa adalah gadis keras kepala yang susah dikontrol.

"Saya hitung satu sampek tiga. Kalau nggak keluar saya pastikan besok kamu sudah tidak bisa hidup dengan damai."

"Bapak nggak bisa gitu, dong. Yang Bapak lakukan sekarang itu adalah ancaman. Sesuai dengan pasal 368 KUHP ayat 1, tertulis bahwa siapapun yang melakukan pengancaman dan pemerasan dapat dikenai hukuman pidana penjara paling lama sembilan tahun. Bapak mau mendekam di penjara?"

Fajar mengetatkan rahang. Kesal karena gadis di depannya ini sulit sekali diusir.

"Oh, atau kita dipenjara bareng aja kali, ya, Pak? Kan pasti Gibran nyamperin Bapak, tuh. Dia bisa juga lihat aku." Jiwa bertepuk tangan. Takjub dengan pemikirannya sendiri. "Gimana? Apa mau gitu aja?"

Fajar mendengus, kemudian maju beberapa langkah sampai berdiri di depan Jiwa. "Dasar sinting!"

Belum sempat Jiwa mengatakan sesuatu sebagai balasan, Fajar sudah menyeret gadis itu keluar. Lalu mengunci pintu ruangannya dari dalam.

"Pak, buka dong. Aku belum selesai ngomong," teriak Jiwa dengan keras, bahkan gadis itu juga menggedor-gedor pintu ruang kerjanya.

Fajar menghempaskan tubuh di kursi kerja. Tatapannya datar menyorot pintu yang masih belum tenang dari gedoran Jiwa. Fajar menekan salah satu tombol telepon di atas meja.

"Usir gadis gila itu."

Bab terkait

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   3. Better Than His Son

    "Kenapa asem gitu mukanya? Gagal, ya?" Jiwa berdecak sebal, melirik Stella yang terkikik geli di sebelahnya. "Diem lo!" Bukannya diam, Stella justru semakin terbahak. Gadis muda berambut ash blonde itu lalu menjalankan mobil, keluar dari halaman gedung firma hukum tempat Fajar bekerja. Wajah kesal Jiwa dan bibirnya yang terus menggerutu tentang Fajar dan Gibran yang sama berengseknya, menemani perjalanan dua gadis muda itu menuju rumah Stella. "Percuma gue dandan menor sampek nyium tuh pengacara, hasilnya gagal total." Jiwa menghapus make up yang sejak tadi melekat di wajah ayunya. Stella si gadis blonde kembali terbahak. Ia tahu betapa kesalnya Jiwa, tapi ceritanya yang lucu membuat Stella lebih memilih tertawa dari pada prihatin. Sungguh teman yang laknat sekali. "Nggak usah ketawa lo, nyetir yang bener," ujar Jiwa sembari melemparkan tisu ke arah Stella. "Lagian kenapa masih kesel, sih? Sejak awal, kan, udah tahu kalau kemungkinan rencana ini sukses tuh cuma lima persen. Lima

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-28
  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   4. Hukuman

    Fajar pikir gadis muda seperti Jiwa hanya pandai berpikir jangka pendek. Terbukti dari caranya membalas perselingkuhan. Menjadikan dirinya sebagai bahan balas dendam atas kelakuan sang putra menunjukkan betapa egoisnya gadis muda itu. Ia pikir dengan menghilangkan jarak dirinya dengan Cecilia, Jiwa akan mengerti level dirinya. Namun, Fajar salah besar. "Cuma mau nyapa doang, gitu aja galak." Jiwa semakin berjalan mendekat. Mengabaikan keberadaan Cecilia yang sejak tadi memperhatikan dirinya. Tangan kanan Jiwa langsung menarik Fajar menjauh dari Cecilia. Membuat wanita dewasa itu terkejut dengan sikap Jiwa yang tidak tahu malu. Jiwa hanya tersenyum tipis, terlau masa bodoh. Dia mendengar Fajar belum menikah, itu artinya Cecilia masih belum menjadi siapa-siapa. Bisa saja wanita itu hanya teman, dan kalau pun lebih dari itu Jiwa juga tidak peduli. Tujuannya lebih penting dari apapun. Fajar menarik tangannya dari genggaman Jiwa. Matanya memperhatikan sekitar, memastikan tidak ada yan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-28
  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   5. Kapan Nikah?

    "Hei si cupu." Jiwa menoleh, lalu mengumpat dalam hati. Kenapa pula dia menoleh padahal cupu bukan lah namanya. Jiwa berniat melanjutkan langkah, mengabaikan Gibran yang terus meneriaki dirinya. "Cupu! Hei, Jiwa! Jiwa, stop nggak lo." Gadis itu berbalik, mengacungkan dua jari tengahnya pada Gibran yang langsung melotot kaget. Melihat mantan pacar di pagi hari bukan lah hal yang bagus, apalagi dia masih kesal dengan kelakuan Fajar semalam. Seenak jidat mendorongnya ke kolam renang. Pengacara mana yang melakukan tindak kekerasan seperti itu? Beruntung Jiwa ini bisa renang, kalau tidak entah akan bagaimana nasibnya?Jiwa mengusap hidungnya yang berair dengan tisu. Lagi-lagi mengumpat kesal dalam hati karena flu yang ia derita. "Heh!" Tubuh Jiwa hampir jatuh tersungkur karena dorongan Gibran dari belakang. Gadis itu menarik napas lalu menghembuskannya dengan pelan. Baru dia berbalik dan menatap datar pada Gibran. "Apa-apaan tangan lo tadi, hah?" Gibran berdecak. "Gitu aja baper lo,

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-28
  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   6. Selamat Datang, Gibran

    "Mendidik Gibran?" ulang Jiwa dengan satu alis terangkat. "Menurut Bapak, anak setan itu bisa dididik?" Fajar menahan napas beberapa detik. Anak setan? Kalau begitu, dia juga setan? Gibran kan anaknya. Fajar berdecak sebal, bisa-bisanya gadis muda itu dengan santai mencaci maki seorang putra di depan bapaknya. Sopan santun anak muda jaman sekarang perlu diperbaiki. "Lupakan. Bukannya tambah bener malah makin mirip iblis nanti kalau kamu ikutan didik," kata Fajar ketus. Dia sampai lupa tujuannya kemari karena ucapan Jiwa selalu berhasil membuatnya kesal. Fajar jadi menyesal karena membiarkan mamanya tahu semua kegiatannya. Kalau saja dia jauh lebih berhati-hati, mungkin sekarang dia tidak harus membawa Jiwa ke rumahnya. Mamanya yang ngebet sekali ingin melihat dia menikah sangat merepotkan. Jiwa berdiri, kedua tangannya menyentuh ujung tali tas backpack yang ia kenakan. Matanya menyorot sengit pada Fajar yang masih saja datar. Lelaki tua itu benar-benar mirip Gibran, hanya saja le

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-18
  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   7. Menikah Dengan Cepat

    Nana merentangkan tangan, menyambut cucu kesayangannya dalam pelukan. Sesuatu yang selalu Nana lakukan jika dia melihat Gibran baru pulang. Gibran juga senang-senang saja berpelukan dengan Nana, tapi kali ini tubuhnya terasa kaku. Lelaki muda itu tidak membalas pelukan Omah kesayangannya. Matanya masih fokus menatap Jiwa yang dengan santai membalas netranya dengan angkuh. Gibran juga menatap papanya yang hanya diam seperti biasa. Konspirasi macam apa yang sedang terjadi di rumahnya sekarang? "Kebetulan banget kamu pulang. Tuh, Papa kamu akhirnya punya pacar," kata Nana menunjuk Jiwa dengan dagunya. "Pacar?" ulang Gibran dengan terkejut. Ia pikir dirinya salah dengar, tapi anggukan Nana berhasil membuat jantung Gibran berdebar. "Selamat malam, Gibran," sapa Jiwa. Wajahnya santai seolah bertemu dengan Gibran bukanlah hal besar. Jiwa bersikap biasa saja, seakan dia memang benar kekasih Fajar. Melihat ekspresi tercengang, tak percaya, dan juga kesal di wajah Gibran membuat Jiwa senang

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-18
  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   8. Mau Ikut Saya?

    "Terima kasih untuk makan malamnya, Tante. Saya pamit pulang dulu," kata Jiwa dengan sopan. Matanya melirik kecil pada Gibran yang berdecih. Mungkin pemuda itu muak dengan tingkahnya yang sok manis. Bodoamat. Jiwa tidak peduli."Mama. Panggilnya mama aja," ucap Nana. Wanita paruh baya itu maju meraih tangan Jiwa. Menggenggamnya dengan lembut. Jiwa jadi merasa bersalah karena membuat wanita di depannya ini menjadi berharap padanya. "Kamu yang sering main ke sini, ya. Mama kesepian. Fajar sama Gibran suka sibuk sendiri, pulangnya malem-malem mereka," ucap Nana penuh harap. Ia sangat menyukai calon menantunya itu. Fajar menjilat bibirnya, tak tahan dengan interaksi Nana dan Jiwa yang semakin akrab. Bisa-bisa pernikahan tak bisa terelakkan kalau hubungan mereka sedekat ini. "Boleh, Ma. Nanti aku minta Fajar jemput kalau mau ke sini," jawab Jiwa dengan semangat. Sebenarnya geli juga memanggil ayah mantan pacarnya hanya dengan nama. Tapi akan lebih menggelikan kalau dia memanggil Fajar d

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-19
  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   9. Perubahan Tujuan

    "Hanya dibawa?" sentak Ayah tiri Jiwa dengan keras. "Beli aja sekalian. Dia sudah nggak ada gunanya buat kami."Jiwa menggigit bibir bawahnya dengan kuat, geram dengan apa yang sudah dia dengar. Begitu pun dengan Fajar, pria dewasa itu merasakan gemuruh amarah dalam dadanya. Bagaimana bisa seorang anak diperlakukan sekejam ini?Fajar menatap wajah Jiwa beberapa saat sebelum akhirnya menghela napas pendek. "Saya akan menikahi Jiwa." Kalimat Fajar berhasil membuat Jiwa mendongak, menatap wajah tegas dan dingin Fajar yang serius. "Me-menikah?" tanya ibu Jiwa yang akhirnya bersuara. "Jiwa masih muda. Dia masih kuliah, bagaimana bisa menikah?""Berapa maharnya?" tanya ayah Jiwa dengan excited. Wajahnya bungah karena beban keluarganya akan berkurang dan dia akan mendapatkan sesuatu dari pria di depannya.Meski merasa pria yang akan menikahi Jiwa terlalu tua bagi anak gadis itu, tapi ayah tiri Jiwa tidak peduli. Yang lebih penting adalah seberapa besar mahar yang akan dia terima."Mahar ad

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-20
  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   10. Serius atau Tidak?

    Setelah kejadian malam itu, Fajar dan Jiwa tidak bertemu lagi selama dua hari. Gibran juga tidak terlihat di kampus, tapi hal itu juga wajar karena Jiwa dan Gibran berada di gedung yang berbeda. Pemuda itu pasti juga sedang tidak ingin bertemu dengan Jiwa setelah mengetahui hubungannya dengan ayahnya. Jiwa juga belum pulang ke rumah. Biasanya setelah pertengkaran dengan orang tuanya, Jiwa baru pulang satu minggu kemudian. Tapi anehnya, baru dua hari ibunya sudah mengirimi dia pesan. Bukan menanyakan kabar atau bertanya kapan dia akan pulang. Ibu yang melahirkannya itu justru menanyakan Fajar. Jiwa tersenyum miring melihat layar ponsel. Mana mungkin ibunya peduli dengan kondisinya, sudah pasti uang adalah yang utama. Saat ini orang tuanya pasti sedang memikirkan bagaiamana caranya memeras Fajar seperti mereka memeras Stella. Kadang Jiwa sampai merasa malu pada sahabatnya itu, Stella yang berniat membantu hidupnya malah diperas habis-habisan oleh ibu kandung dan ayah tirinya. "Jangan

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-26

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   25. Kissing

    Meski terbesit rasa ragu dalam dirinya, Fajar memilih untuk tidak membuang kesempatan ini. Ada wanita muda yang dengan rela mempersilakan dirinya untuk dinikmati olehnya, mana mungkin Fajar menolak. Terlebih lagi mereka sudah menikah sekarang. Maka dengan kesadaran penuh, tangan Fajar mulai merangkak naik menyentuh leher Jiwa. Ibu jarinya bergerak meraih dagu si wanita agar mendongak. "Tutup matamu sekarang." Jiwa meneguk ludah sebelum menutup mata. Detik berikutnya ia bisa merasakan tekstur kenyal dan hangat menempel pada bibirnya. Itu adalah bibir milik Fajar. Jiwa sadar dirinya lah yang memprovokasi dan memberikan ijin, tapi kini malah dia yang tidak bisa mengendalikan jantungnya. Terlebih ketika Fajar mulai menyesap bibir bawahnya, memberikan isapan kuat dan menggigit kecil, meminta Jiwa untuk membuka mulutnya. Memberikan ruang pada Fajar untuk melesak masuk, mengeksplor setiap inci mulut basah dan hangat milik Jiwa. Sungguh, ini adalah pertama kalinya bagi Jiwa merasakan c

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   24. Pria yang bertanggung jawab

    "Aw!" pekik Fajar ketika merasa kakinya di tendang. "Sakit.""Salah siapa mesum?" sewot Jiwa. Kedua tangannya masih menahan gaun pengantin yang ia kenakan agar tidak melorot. "Sana keluar. Aku mau mandi!" Fajar berdecak. "Nggak usah kamu suruh juga saya mau keluar," kata Fajar sambil mengusap kakinya yang masih sakit. Tidak ia sangka kalau gadis sekecil Jiwa memiliki kekuatan yang lumayan. Begitu Fajar sudah keluar dari kamar mandi, Jiwa langsung menghela napas lega. Ia berbalik menghadap cermin, membiarkan gaunnya jatuh ke lantai begitu saja. Jiwa menatap wajahnya dalam diam. Sekarang ia benar-benar sudah menjadi istri orang dan seharunya sudah siap dengan hubungan orang dewasa. Namun, Fajar yang berubah-ubah terus membuatnya kebingungan. "Dia itu sebenarnya benci aku apa engga, sih," gumam Jiwa. .Masih beberapa menit yang lalu Fajar terlihat tidak tertarik dengan dirinya, tapi mengapa baru saja Fajar menggodanya?Apa karena iseng? Ah, Jiwa tidak tahu. Lebih baik dia mendinginka

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   23. Macam-macam

    “Haduh, capek banget,” keluh Jiwa begitu sudah memasuki kamar hotel yang telah disiapkan oleh Nana. Dia berniat untuk langsung tidur karena terlalu lelah tapi baru saja masuk satu langkah ke dalam kamar, Jiwa terdiam dengan wajah melongo. Terkejut melihat dekorasi kamar mewah yang romantis. Sangat romantis malah.Taburan bunga mawar merah berbentuk hati terpampang nyata di atas ranjang. Aroma lilin yang wangi dan menenangkan memasuki indra penciuman Jiwa. Gadis itu mengerjapkan mata tak percaya. Ia melangkah masuk lebih ke dalam, semakin takjub ketika melihat hidangan makan malam di balkon. “Wah, aku nggak ngebayangin kalau bakalan jadi kayak gini kamarnya.”Fajar yang baru saja memasuki kamar sama sekali tidak terkejut. Wajahnya hanya datar menatap seluruh kamar yang didekorasi layaknya ruangan khusus yang sangat roamntis dan intim untuk pengantin baru. Ia sudah menduga kalau Mamanya akan melakukan hal seperti ini. Walau begitu Fajar tetap saja tidak menyangka kalau dekorasinya akan

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   22. Bukan Mimpi

    Jiwa menjatuhkan pandangannya pada jari manis yang sudah terisi cincin. Rasanya masih tidak menyangka bahwa sekarang dia sudah menikah dengan Fajar, Papa dari mantan pacarnya sendiri. Meski begitu rasa bahagia tetap menyeruak masuk dalam hatinya. Ia senang karena sekarang bisa bebas dari keluarganya yang toxic. "Hai." Jiwa mendongak ketika mendengar suara merdu yang menyapa. Cecilia dengan gaun berwarna putih datang menghampiri Jiwa yang duduk sendirian di pelaminan. Membuat si pengantin wanita tersenyum sinis. 'Kentara sekali kalau sedang cemburu' batin Jiwa. Wanita yang sudah menyandang status sebagai istri Fajar itu tidak bodoh. Dia tahu kalau Cecilia sengaja ingin menarik perhatian juga, mungkin mau menunjukkan pada Jiwa kalau dia juga menarik. Tapi sayangnya Jiwa justru kasihan dengan Cecilia. "Anaknya Tante, ya?" Jiwa menunjuk satu anak perempuan yang digandeng Cecilia. "Iya." "Cantik. Mana papanya?" tanya Jiwa kurang ajar. Sengaja agar membuat Cecilia semakin kesal denga

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   21. Whatever, Dude.

    Jiwa tersenyum tipis ketika Fajar menarik kursi untuknya. Ucapan terima kasih keluar diiringi senyum yang dia buat semanis mungkin. Dan Fajar hanya melihat sekilas sebelum menjatuhkan bokongnya di kursi depan Jiwa. Keduanya memutuskan untuk makan malam di restoran cepat saji MickyD. Yang mana sama sekali tidak ada romantis-romantisnya seperti yang Jiwa katakan pada Cecilia. Tapi sebenarnya sih Jiwa tak masalah. Karena dia juga tidak berharap Fajar yang cuek menjadi sangat romantis. Jiwa membuka mulutnya, ingin berbicara, tapi langsung mengatupkan bibir kembali ketika melihat Fajar membalas pesan. "Mau makan sama calon istri kok masih sempet balesin chat," gerutu Jiwa. Tak menyembunyikan kekesalannya. Sengaja. Agar Fajar tak lagi fokus pada benda pipih di tangan dan mengabaikannya. "Kan belum sampai," balas Fajar membela diri. Namun, sedetik setelah Fajar mengatakannya datang seorang pramusaji yang membawa satu nampan berisi pesanan mereka berdua. Fajar pun langsung memasukkan pons

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   20. Kesalnya Jiwa

    Jiwa yang sedang berbaring dengan tenang di ranjang jadi menegakkan tubuhnya ketika mendengar suara Fajar. Wanita itu langsung mendekati pintu, menempelkan telinganya agar bisa mendengar pembicaraan macam apa yang sedang dilakukan calon suaminya. "Sial, itu Cecilia," gerutu Jiwa kesal. Ia menegakkan tubuhnya. "Padahal Fajar sudah bilang akan menikah tapi dia masih aja." Sebelum ini Jiwa sangat yakin kalau dirinya bukan tipe wanita pecemburu, tapi entah kenapa sekarang rasanya kesal mengetahui hubungan Cecilia dan Fajar yang ternyata lebih dari teman. Sekarang Jiwa harus apa? Semakin dia mendengar suara Cecilia semakin meluap rasa kesalnya. Jiwa mengangkat ponselnya, melihat pantulan wajahnya yang masih segar dan manis. Jiwa juga menunduk merapikan pakaiannya agar tidak terkesan wanita berantakan. Lalu, dengan pelan dia membuka pintu. Bersandar dengan keren sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Wow, keras kepala sekali tante yang satu ini," cibirnya. Kalimatnya memuat J

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   19. Keras Kepala

    Jiwa berdiri di depan meja kerja Fajar, kedua tangannya saling bertaut di belakang tubuh dengan tatapan lurus memperhatikan sang calon suami. Garis senyum manis di wajah Jiwa masih belum menghilang sejak ia diperbolehkan Fajar ikut dengannya. Padahal andai tadi ditolak pun Jiwa tidak masalah. "Apa Bapak akan lama?" Jiwa berjalan semakin dekat, menumpukan kedua tangan di atas meja kerja Fajar. "Saya nggak nyangka bakalan berada di rungan ini lagi tanpa pengusiran." Wanita muda itu terkikik, teringat dengan hal konyol yang sempat ia lakukan. Sementara Fajar mendengus dan berdiri dari kursinya. Di tangan kanannya sudah ada berkas yang sejak tadi ia cari. "Kamu tunggu di sini, saya nggak akan lama." Jiwa mengangguk dan menunjukkan ibu jarinya sebagai tanda menurut. "Oke, semangat kerjanya ya, Fajar," goda Jiwa, sengaja menyebut nama pria itu. Sedangkan yang digoda hanya diam dengan wajah datar dan tatapan lurus seolah ingin mencabik tubuh Jiwa. Namun tak berselang lama, karena detik

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   18. Ikut Calon Suami

    "Pria memang lebih mempesona ketika sedang menyetir," ucap Jiwa penuh kekaguman. Sejak memasuki mobil mewah keluaran Inggris milik Fajar, Jiwa tak berhenti mengutarakan kalimat pujian. "Bapak selalu buat aku kagum dan terpesona." Fajar melirik sekilas lalu menghela napas remeh. "Nggak pegel dari tadi kayak gitu terus?" Bukannya menatap jalanan di luar sana, Jiwa justru sedikit memutar tubuh untuk menatap Fajar dengan mata berbinar. Persis seperti anak kecil yang mendapatkan permen manis. Namun, itu justru membuat Fajar merasa risih sampai rasanya ingin mengantar Jiwa pulang saja. "Pegel mah bukan apa-apa, yang penting bisa lihat wajah ganteng Bapak." Jiwa memperbaiki posisi duduknya menjadi tegak. "Dulu aku pikir Gibran cowok paling ganteng tiada tanding, tapi ternyata Bapaknya juauuuuuh lebih menggetarkan hati." Jiwa menyentuh dadanya dengan kedua tangan, bersandar dengan lemas seolah baru saja mengalami serangan jantung. Ia pikir kalau saja Fajar tidak menjadi pengacara, pr

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   17. So Hot

    Jiwa menarik tangannya dan mundur dua langkah. Matanya berpaling, berusaha menghindari tatapan Fajar yang begitu dalam dan serius. Jiwa bisa merasakan betapa kerasnya jantung Fajar berdetak. Dan ia jadi merasa gugup mengetahui itu. "Namanya orang hidup ya pasti jantungnya akan berdebar. Bapak ini bagaimana, sih," ketus Jiwa, berusaha tak terlihat terpengaruh dengan apa yang dilakukan Fajar. "Ini sudah malam, aku mau pulang." Setelah mengatakan itu, Jiwa melewati Fajar dan keluar dari kamar dengan tergesa-gesa. Selalu seperti ini. Entah kenapa, Fajar selalu berhasil membuat jantungnya seperti hampir meledak. Laki-laki itu selalu mengatakan sesuatu yang tak terduga. "Gue nih orangnya lemah, gitu aja udah baper," gerutu Jiwa kesal. Ia menuruni tangga dengan tergesa-gesa seakan sedang dikejar sesuatu. "Jiwa, sudah mau pulang?" Suara Nana yang bertanya menghentikan langkah kaki wanita dua puluh satu tahun itu. Nana yang memang sengaja sedang menunggu Jiwa berdiri dari sofa ruang tenga

DMCA.com Protection Status