Mata Evan langsung membesar dan wajah pria itu terlihat ketakutan ketika seorang anak balita laki-laki tampan berlari ke arahnya.Ajeng menatap suaminya tak percaya. Berkali-kali melihat antara balita berwajah bule itu dan Evan. Dia jadi teringat dengan salah satu artis Indonesia yang wajahnya blasteran dan suka menebar benih kemana-mana. Anak pria itu semuanya berwajah full bule, bukan lagi blasteran.Air matanya kembali mengalir. Dadanya terasa sakit dan hatinya seperti patah saat itu juga. Ternyata suaminya sudah memiliki anak dengan perempuan lain secara diam-diam, bahkan sebelum menikah dengan Ella."Sayang! Itu bukan anakku!" Evan menggeleng-gelengkan kepala dan melambai-lambaikan tangan dengan cepat. Wajah pria itu terlihat panik. Apalagi ketika jarak balita laki-laki itu semakin dekat. "Hei, jangan mendekati ak..."Baik Ajeng maupun Evan langsung melongo ketika balita tampan itu melewati Evan begitu saja. Kepala mereka mengikuti ke mana balita itu pergi. Ternyata anak itu meng
Sepanjang perjalanan kembali ke kantor, Evan terus saja berwajah masam. Berbanding terbalik dengan Ajeng yang tersenyum sumringah setelah melihat Nathan Wilson, bodyguard yang akan menemaninya selama 24 jam penuh."Aku akan mengganti bodyguardnya. Aku cari yang perempuan saja," kata Evan dengan ketus.Senyum di bibir Ajeng lenyap. Dia menatap suaminya heran. "Nggak bisa gitu dong. Kamu kan denger sendiri tadi Nathan itu gimana. Dia aja bisa mengungkapkan siapa stalker Elena, kan? Berarti dia bukan bodyguard sembarangan. Dengar-dengar dia ini dulunya kerja di Pentagon. Terus tadi...""Udah-udah! Aku nggak mau denger!" sela Evan semakin ketus. Kedua alis pria itu mengernyit dalam."Apaan sih? Udah dapat bodyguard yang bagus dan profesional tuh seharusnya senang dong. Berkat dia juga, aku jadi tahu kalau kamu nggak selingkuh sama Elena, karena memang nggak mungkin. Coba kalau dia dan suami Elena nggak dateng, aku pasti masih mencurigai kamu," tutur Ajeng dengan santai.Moodnya benar-bena
"Kayaknya berlebihan deh. Mau menemui Ella aja kenapa harus beli mobil baru segala? Anti peluru pula. Memangnya aku ini presiden? Kita nggak lagi tinggal di negara berkonflik," gerutu Ajeng ketika mereka sedang dalam perjalanan menuju ke tempat Ella."Kita tidak tahu orang bernama Ansel ini bagaimana. Bisa jadi dia diam-diam memiliki senjata dan sedang mengikuti kamu," jawab Nathan dengan logat yang terdengar masih kaku dan aneh.Ajeng menatap pria yang duduk di sebelah Pak Adi-- sopir pribadi Evan yang kini harus mengantarkannya kemanapun-- dengan menaikkan alis."Ansel itu sepupu aku. Dia nggak mungkin nekat memiliki senjata api. Buat apa coba? Lagian di negara ini punya senjata api ilegal itu bisa dipenjara," sangkal Ajeng."Melihat dari riwayat penyerangan kamu, bisa jadi bukan hanya Ansel saja. Orang-orang yang ingin melenyapkan kamu bisa membayar orang lain. Pengeboman rumah kamu adalah contoh yang nyata."Ajeng ingin kembali menyangkal, tapi tidak jadi. Otak pengeboman itu saja
Ansel menatap titik merah yang berkedip di layar laptopnya dengan senyum mengembang. Dia menyandarkan tubuh di sandaran kursi sambil mendesah lega.Pujaan hatinya hendak menuju ke suatu tempat yang tidak ia ketahui. Anak buahnya sudah mengikuti Ajeng atas perintahnya. Dia ingin wanita itu di bawa ke tempatnya dan tidak akan dia biarkan keluar lagi. Ajeng adalah miliknya. Sejak dulu wanita itu adalah miliknya."Ajeng Maheswari yang sangat cantik," gumamnya sambil mengamati selembar foto di tangannya.Foto yang diam-diam dia ambil saat wanita itu tengah melepaskan gaun di dalam kamar. Begitu seksi dan indah.Tubuh Ansel merasa panas hanya dengan melihat foto-foto Ajeng yang tak senonoh di atas meja kerjanya. Nafasnya memburu dan otaknya mulai membayangkan kakak sepupunya berbaring telanjang di bawahnya."Ajeng!" erangnya sambil memuaskan diri sendiri dengan mata terpejam.Ansel memang sudah gila sejak dulu. Selalu membayangkan hal yang kotor ketika sedang bersama dengan Ajeng. Dia bahka
Ajeng menatap wajah Ella yang begitu pucat. Kedua matanya cekung dan tubuh wanita itu begitu kurus. Kenapa Ella belum juga sembuh? Bukankah sahabatnya sudah menjalani operasi transplantasi sumsum tulang belakang di Singapura?"Kemungkinan dia untuk sembuh juga kecil karena udah di stadium akhir."Perkataan Evan terngiang kembali di telinganya. Benarkah Ella tidak bisa sembuh? Tapi selama ini, wanita itu tidak menunjukkan tanda-tanda terkena penyakit mematikan selama mereka bersama."Kamu ke sini mau mengejek aku ya?" Ella tersenyum sinis, sama sekali tidak cocok dengan kondisi tubuhnya."Bagaimana kabar kamu? Kenapa...kamu masih kelihatan sakit?" Mata Ajeng berkaca-kaca.Pasti sakit sekali menjadi Ella. Berakhir sendirian di dalam penjara dan harus merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuh.Mata Ella sempat membelalak, namun setelah itu dingin. "Kamu cuma mau mengolok-olok kondisiku. Gimana? Kamu senang kan, bisa menjadi satu-satunya istri Mas Evan?"Ajeng menggelengkan kepalan
Semenjak keluar dari rumah sakit, Ella terus memikirkan semuanya. Sikap gegabahnya yang membalas dendam pada Ajeng karena mengira bahwa sang ayah telah berselingkuh dengan Sekar Anjani, hingga fakta yang terkuat bahwa sebenarnya dia hanyalah anak dari sopir pribadi ibunya, membuat Ella memikirkan ulang perbuatannya.Kenyataan ternyata begitu pahit sekaligus menamparnya keras. Membuatnya sadar bahwa derajatnya begitu rendah dibandingkan dengan Ajeng yang selama ini dia kira adalah anak dari seorang wanita murahan.Dia telah melakukan kesalahan yang teramat fatal yang berakibat pada hancurnya hidupnya sendiri. Sekarang ia sungguh menyesal, kenapa menuruti kemauan ibunya untuk menjebak Ajeng agar diperkosa oleh Dimas dan bahkan sampai mengebom rumah Ajeng.Kalau dipikir-pikir, penyakit kanker darah stadium akhir yang dideritanya ini pastilah karma yang dia dapatkan. Hukuman karena dia berselingkuh dari Evan sejak selesai ijab kabul, menjebak Ajeng dan berusaha melenyapkan wanita itu, se
Sebagian besar pelayat sudah pergi meninggalkan area pemakaman umum, meninggalkan Ajeng yang masih meneteskan air mata di pelukan Evan.Kondisinya yang sedang hamil muda membuatnya tidak bisa terlalu larut dalam kesedihan, atau janin di dalam perutnya akan ikut stres."Ikhlaskan. Memang sudah ini jalannya," kata Evan sambil mengelus-elus lengannya."Kalau tahu begini, seharusnya aku kembali ke sini lebih cepat," ucap Ajeng di sela-sela tangisannya."Kita nggak tahu kapan seseorang akan pergi dari dunia ini. Doakan dia diampuni."Tangan Ajeng gemetar ketika mengusap air mata di wajahnya. Dia menatap gundukan tanah yang masih baru dan dipenuhi dengan bunga. Rasanya masih seperti mimpi. Baru juga dia berbicara dengan Ella, lalu tiba-tiba saja wanita itu tergeletak di atas lantai dan menghembuskan nafas terakhir di depan matanya sendiri."Kamu udah maafin dia kan, Mas?" Air mata tidak mau berhenti dari netra Ajeng.Biar bagaimanapun juga, mereka sudah bersahabat sejak tahun awal perkuliah
Semua terjadi begitu cepat. Tubuh Ajeng ditarik menjauh sebelum sebilah pisau tajam menghujam dadanya. Dia bahkan belum sempat mencerna apa yang terjadi ketika Evan menerjang tubuh pria yang menyerangnya."Mas Evan!"Nathan menendang pergelangan tangan si penyerang sampai pisau itu terlepas dan terlempar jauh. Pria bule itu mengambil alih si pelaku setelah Evan melepaskannya."Mas Evan! Kamu berdarah!" Ajeng melepaskan siapapun yang tadi merengkuh tubuhnya dan bergegas menghampiri sang suami. "Mas, tangan kamu kena pisau."Ajeng buru-buru membawa Evan ke mobilnya. Dia melihat Pak Adi yang sudah menunggu di depan mobil dengan wajah khawatir. Matanya membelalak. Jika Pak Adi ada di situ, lantas siapa yang tadi menarik dan memeluknya dari belakang?"Mari saya obati, Tuan. Di dalam ada kotak P3K," kata Pak Adi sambil terburu-buru membuka pintu mobil dan mencari kotak yang dimaksud.Ajeng menyuruh Evan untuk duduk di kursi tengah. Sebelum ikut masuk, dia menoleh ke belakang untuk melihat s