"Kamu udah keterlaluan!" Ella tersenyum sinis ketika pintu kamarnya menjeblak terbuka karena dibanting dengan kasar. Sudah dia duga, cepat atau lambat Evan akan datang. Dia sudah membuat pujaan hati pria itu dibully dan dijelekkan oleh banyak orang karena ulahnya."Kamu mau menceraikan aku?" tanyanya dengan tenang. Matanya menatap selembar fotonya dan Ajeng di antara pecahan kaca pigura."Ya. Ella Paramita Wijaya, aku talak kamu hari ini. Kita sudah bukan suami istri lagi. Aku udah mengajukan gugatan cerai di pengadilan," kata Evan dengan lantang.Ella mengepalkan tangannya. Amarah yang selama ini tersimpan di balik sikap ramah dan murah senyum, kini muncul ke permukaan. Lagi dan lagi, hidupnya berantakan karena Ajeng. Suaminya kini menceraikannya karena Ajeng."Selalu perempuan itu. Seharusnya aku membunuhnya saja," gumamnya sambil meremas lembaran foto lain yang berisi dirinya dan Ajeng. Kebenciannya semakin berkobar. "Dasar perempuan laknat!""Jaga mulut kamu!" Evan membalikkan ku
"Apa? Ella diceraikan oleh Evan? Kamu yakin?" Teriakan Puspa melengking, sampai-sampai Susno yang baru pulang kerja langsung membeku di tempatnya berdiri."Semua pekerja di rumah Evan menjadi saksinya? Memangnya kenapa kok Ella bisa dicerai? Dia lagi hamil dan sakit! Apa mereka bertengkar? Apa gara-gara Ajeng menjadi istri kedua Evan?"Susno bukan hanya membeku di tempatnya, melainkan juga seperti dipukul kuat-kuat di bagian jantungnya. Ajeng menjadi istri kedua Evan? Apa dia tidak salah dengar? Kenapa dia tidak tahu soal ini?Mengetahui bahwa Ajeng dituduh sebagai pelakor saja jantungnya seperti berhenti berdetak. Kenapa anak buahnya tidak memberitahunya tentang hal ini?"Apa? Maksudnya gimana? Ella mau balas dendam? Sama siapa?"Susno merasa nyawanya seperti dicabut. Putrinya ternyata tidak main-main dengan ucapannya. Dia kira, Ella hanya menggertaknya saja."Sekar Anjani?"Satu nama yang membuat Susno ingin lenyap ditelan bumi. Sudah sangat lama sekali dia tidak lagi mengungkit nam
"Saya harus tahu apa yang sudah diperbuat oleh istri saya. Saya ini suaminya," paksa Susno pada polisi yang tadi menggiring Puspa ke kantor polisi."Istri anda adalah otak di balik foto-foto Nyonya Ajeng yang beredar di media sosial. Dia menyuruh seseorang untuk menjebak korban dengan memasukkan obat perangsang ke dalam minumannya agar bisa dibawa ke hotel oleh orang itu.""Apa?" Susno membelalakkan mata dan meremas rambutnya dengan tangan kanan. "Kenapa dia bisa berbuat begitu?"Yang dia tahu, pelakunya adalah Nadia. Itupun dia hanya tahu bahwa Ajeng difitnah sebagai pelakor. Bukan tentang penjebakan Ajeng menggunakan obat perangsang. Kenapa orang suruhannya lagi-lagi tidak melaporkan tentang itu padanya?"Kami akan menginterogasinya nanti. Tuan Evan Braun yang mengajukan tuntutan itu.""Evan Braun? Kenapa bisa dia yang mengajukan tuntutan?" Susno benar-benar tak mengerti. Sudah sebulanan ini dia tidak mendapatkan informasi apa-apa mengenai Ajeng dari orang suruhannya."Dia adalah su
Evan tengah menandatangani beberapa dokumen ketika tiba-tiba pintu kantornya dibuka dengan kasar. Dia mendongak hendak memarahi Siska, tapi urung ketika yang dilihatnya justru ibunya."Mama ngapain ke sini? Kenapa nggak menelepon aja kalau ada perlu?" tanyanya heran sebelum kembali berkutat dengan pekerjaannya."Kamu ini kenapa malah sibuk di kantor? Kenapa nggak nemuin istri kamu?" tuntut ibunya."Aku udah menceraikan Ella," jawab Evan tanpa mendongak.Tidak ada tanggapan. Evan mengernyitkan alisnya, heran kenapa ibunya tidak bereaksi apa-apa. Dia mendongak dan mendapati ibunya yang hanya menaikkan sebelah alis."Seharusnya sudah sejak dulu kamu ceraikan dia. Kenapa baru sekarang?"Kali ini, Evan menghentikan pekerjaannya. "Mama kenapa bilang begitu?"Dahlia mendengkus dan melangkah menuju ke sofa di seberang meja kerja Evan."Mama nggak menyangka kalau Ella itu begitu liar. Waktu kamu ke Surabaya, Mama sama Ajeng datang ke rumah kamu. Eh, dia malah debat sama sopirnya itu lho. Rudi
Evan seperti kesetanan ketika sampai di depan rumah yang dia belikan untuk Ajeng."Ajeng! Sayang, kamu di mana?"Seorang polisi menghalangi Evan yang hendak masuk ke dalam rumah yang sudah hancur dan beberapa bagian gosong. "Maaf, Pak. Petugas sedang mencari korban. Jangan mengganggu pekerjaan mereka.""Aku mau mencari istriku! Punya hak apa kamu melarangku mencari istriku sendiri?" Evan berteriak.Dia menghentakkan cekalan polisi itu dan berhasil masuk ke TKP yang sudah diberi garis polisi, namun seseorang kembali mencekalnya."Lepaskan aku, brengsek! Aku harus mencari istriku!""Bos! Jangan gegabah! Biarkan petugas itu yang mencari. Bi Marni sudah ditemukan dan dalam kondisi kritis. Jangan membahayakan diri anda sendiri!" sentak Raka sambil menarik Evan.Dia tetap berontak. Tidak ada yang boleh menghalanginya mencari istrinya sendiri. Dia tidak bisa menunggu para petugas kepolisian mencari korban di bawah puing-puing bangunan. Bisa saja mereka melewati tempat di mana Ajeng berada.
"Anda yang serius kalau bicara. Saya tanya sekali lagi. Istri saya pergi bersama siapa?" Tanpa sadar Evan membentak, membuat wanita itu terkejut dan melangkah mundur."Pak, tolong jangan membentak saksi," tegur polisi di sebelahnya."Van, dia sudah memberitahu kamu informasi yang sangat berharga. Jaga sikap kamu." Ganti Dahlia yang menegur, lalu menatap wanita itu dengan senyum minta maaf. "Laki-laki itu masih muda? Sepupu menantu saya berkunjung ke sini soalnya."Wanita itu sedikit melembut ketika menatap Dahlia. "Ah, orangnya tinggi besar seperti mas yang ini. Wajahnya agak-agak bule juga. Sepertinya blasteran. Terus yang satu lagi, orang Indonesia kok. Cuma kulitnya bersih dan rambutnya lurus disisir ke belakang. Mereka membawa dua koper seingat saya.""Bos, biar saya cek CCTV," pamit Raka sebelum pergi meninggalkan kerumunan menuju ke pos satpam dengan berjalan kaki.Tim pencari keluar satu persatu dari rumah Ajeng yang sebagian besar sudah hancur dengan wajah lelah. Mereka mengha
Susno menatap Puspa yang kini memakai baju oren dengan kedua tangan diborgol. Tidak ada rasa penyesalan sama sekali di sorot mata wanita itu. Malah, Puspa menatapnya dengan sorot penuh amarah dan kebencian."Kenapa kamu nekat, Ma?" tanya Susno kecewa.Istrinya mendengkus sinis. "Kenapa kamu masih saja terobsesi dengan wanita itu, Pa? Kenapa kamu tega membiarkan anak kita berubah karena obsesi gilamu itu?"Susno terdiam. Dia memang salah. Semua yang terjadi pada Ajeng bermuara darinya. Seandainya dia bisa lebih berhati-hati menyimpan rahasia itu."Ternyata kamu nggak berubah. Aku kira hatimu setidaknya akan terketuk setelah mengetahui skandal anakmu dan usahaku untuk menjebak Ajeng. Tapi aku salah. Ternyata kamu benar-benar nggak peduli sama aku dan anak kita."Kedua mata wanita itu berkaca-kaca. Seharusnya Susno tersentuh, tapi hatinya mengeras. Dia masih saja meyakini bahwa apa yang dia lakukan adalah wajar."Sejak awal aku sudah bilang padamu, aku sama sekali nggak bisa mencintai ka
Rudi menatap wanita di hadapannya dengan wajah datar. Sejak datang ke rumah sakit ini, Ella terus saja mengeluh perutnya sakit. Tapi, itu sama sekali tidak menarik simpati Rudi."Bahkan di saat-saat seperti ini, kamu masih saja kepikiran sama balas dendam kamu. Terbuat dari apa hati kamu?" tanya Rudi heran.Sebentar lagi, bayi di dalam kandungan Ella harus segera dikeluarkan. Kemoterapi yang dilakukan oleh wanita itu ternyata mempengaruhi kondisi janin."Aku belum puas sebelum melihat Ajeng hancur, begitu juga dengan papaku," ucap Ella di sela-sela rintihannya.Rudi menghela nafas panjang. Tidak habis pikir, kenapa dulu dia bisa tergila-gila dengan wanita itu? Ella dulu adalah gadis yang ceria dan baik, meskipun sedikit menyebalkan karena kemauannya harus selalu dituruti.Tapi sikap perempuan itu berubah setelah bertemu dengan Ajeng. Dulu, ketika keluarga Rudi masih kaya, dia bisa menyuruh orang untuk mencari tahu siapa sebenarnya Ajeng, karena Ella sangat membenci gadis itu. Namun, k