Share

10. Rumah Baru

Penulis: Twin_Bolo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku menatap cek kosong di tanganku, menurut Erwin, aku bisa menuliskan angka nominal satu milyar. Aku berpikir untuk membeli hunian di kota yang dekat dengan sekolah, aku ingin menjadi guru honorer, walau tak di gaji tapi setidaknya aku bisa memasukkan Tisa di sekolah itu.

Pagi ini aku ke bank hendak mencairkan cek yang diberikan Erwin. Tak mungkin bagiku untuk membawa uang tunai yang cukup banyak, sehingga aku membuka tabungan dan mentransfer uangnya ke buku tabungan milikku. Aku hanya mengambil uang tunai lima puluh juta untuk keperluanku.

Terpikir olehku untuk membeli ponsel baru untukku dan ibuku. Aku membeli ponsel android agar bisa menyimpan fotoku dan Tisa di dalam ponsel.

Saat aku keluar dari mall, seseorang menyodorkan selebaran.

"Dilihat-lihat dulu mbak, perumahan yang cukup indah dan nyaman untuk di tinggali."

Akhirnya aku berhenti dan menerima selebaran itu, aku lalu di tuntun ke konter tempat menawarkan hunian minimalis.

Aku mengamati market hunian di dalam sebuah kaca, lalu membuka sebuah buku tentang gambar-gambar hunian yang cukup indah. Aku mulai tertarik, ada mesjid dan sekolah. Kuamati peta yang menunjukan lokasi hunian itu. Ternyata tidak terlalu jauh dari rumah sakit.

"Murah mbak, type 36 dengan dua buah kamar tidur hanya tiga ratus juta, sudah bisa langsung di tempati" Seorang wanita menghampiriku.

Aku mengangguk, saat ini aku benar-benar berminat. Apa salahnya jika aku menggunakan uang pemberian Azhar untuk membeli rumah. Jika sudah punya rumah di kota, maka aku akan membeli sebuah motor untuk digunakan mengantar jemput anakku ke sekolah paud.

Setelah menimbang-nimbang cukup lama, akhirnya aku membeli hunian minimalis yang ditawarkan.

"Mari mbak, saya antar melihat huniannya," seorang staf agen property menawarkan jasanya untuk melihat langsung rumah yang kupilih.

Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit kami tiba di lokasi perumahan Griya Permai. Kupandangi kiri kanan jalan, masih terdapat beberapa pembangunan hunian lain. Dari pintu gerbang menuju hunian yang kupilih tidak terlalu jauh, memasuki belokan pertama sebelah kanan. Rumah itu berada paling ujung. Sudah nampak beberapa penghuni di perumahan yang ada. Disebelah rumah yang kubeli juga sudah di tempati.

"Penghuni baru ya ?" seorang wanita paruh baya menyapaku.

"Iya bu," Jawabku sambil membungkukkan badanku untuk menghormatinya.

Rumah dengan bentuk minimalis, dua kamar tidur dan sebuah dapur dan kamar mandi, di samping rumah ada tempat jemuran. Ternyata rumah ini seperti yang berada di gambar.

Jadilah aku membeli hunian itu. Setelah menyelesaikan seluruh administrasi kepemilikan dan pembayaran transfer aku menerima kunci rumah lalu langsung pulang.

Aku mampir di sebuah dealer untuk membeli sebuah motor. Setelah melihat lihat sebentar aku membeli motornya. Aku meminta motor itu diantar langsung ke rumah nenek. Setelah menuliskan alamatnya aku langsung pulang.

Kulihat Tisa sedang bermain dengan neneknya di halaman. Aku menghampirinya.

"Sedang main apa ?" tanyaku ketika sudah berdiri di dekat mereka.

"Mama," Tisa segera menghambut ke pelukanku.

"Eit..tunggu, lihat bunda bawa apa nih, ayo masuk ke dalam."

Aku sengaja membelikan beberapa oleh-oleh dan beberapa kebutuhan di rumah. Ibuku membantu mengangkat semua belanjaanku.

"Banyak sekali belanjaannya, kau dapat uang dari mana ?" tanya ibuku penuh selidik.

Aku lupa menceritakan pada ibu perihal cek yang diberikan Erwin. Lalu aku menceritakannya sekalian dengan hunian dan motor yang kubeli.

Ibuku terdiam, mungkin dia memaklumi keputusan yang kuambil demi masa depan Tisa.

"Apakah kau sudah bertemu Azhar?"

"Belum bu, aku tak ingin bertemu dengannya, besok kita sudah boleh pindah ke rumah baru. Sewaktu-waktu kita bisa kembali ke desa diwaktu libur."

Kulihat ibu hanya mengangguk. Tak ada pilihan, yang dimiliki ibu sekarang hanya aku dan Tisa. Kakek dan nenek adalah orang tua dari ayahku.

Malam ini saat makan malam berakhir kami duduk berbincang di ruang tamu.

"Nek, aku dan ibu sudah membeli rumah di kota. Mungkin besok kami akan pindah ke sana. Kakek dan nenek juga bisa ikut."

"Kakek dan nenek biar tinggal di desa saja nak, jika itu pilihanmu maka jalanilah," ujar kakekku.

Aku memeluk erat mereka. Aku sebenarnya sudah terbiasa dengan suasana desa yang jauh dari kebisingan, tak ada polusi, udaranya maaih sangat segar. Biasanya jika tak ada kerjaan kami sekeluarga duduk di teras rumah menatap sawah yang terhampar indah sejauh mata memandang.

Malam sudah mulai berangkat keperaduannya, kamipun ikut masuk ke dalam kamar bersiap-siap untuk tidur. Kutengok Tisa yang sudah lebih dulu terlelap. Aku membelainya dengan penuh haru.

"Besok pagi aku masih akan berbelanja perabotan rumah bu, jika motorku tiba tolong ibu tanda tangani tanda terimanya," kataku lalu membaringkan tubuhku di samping Tisa.

"Apakah kau bisa berbelanja sendiri ? Biar ibu dan Tisa menemanimu," pinta ibuku.

"Jangan bu, Tisa dan ibu tak boleh lelah. Biar aku saja, aku nanti akan meminta kang ujang di sebelah rumah untuk menemaniku," tolakku dengan halus.

"Baiklah, jika itu maumu," akhirnya ibukupun membaringkan tubuhnya di sampingku. Untunglah kasurnya cukup besar bisa digunakan bertiga.

Pagi harinya motor yang kupesan diantar langsung ke rumah nenek sesuai alamat yang kuberikan. Bahagia rasanya kini sudah memiliki kendaraan walau itu hanya roda dua.

"Itu motor bunda ya ?" tanya Tisa lalu berlari dan mengelus elus motor matic itu dengan tangan mungilnya.

"Hati-hati nak !" Teriakku.

Setelah aku menandatangani semua dokumen serah terima dari dealer, aku mencoba motor baruku dan membonceng Tisa keliling kampung. Kulihat Tisa sangat senang, maklum dia jarang naik motor.

Setelah puas mengajak Tisa keliling kampung, aku pamitan pada ibu dan nenek untuk ke kota membeli semua peralatan rumah tangga.

Aku belum menggunakan motor baru karena belum punya Surat Izin Mengemudi, sehingga aku minta diantar mang Ujang tetangga sebelah rumah.

Aku menuju kawasan ruko yang menjual peralatan furniture dan alat-alat dapur. Setelah menawar barang-barang yang diperlukan akhirnya aku menuju ke perumahan. Aku menunggu semua perabot yang katanya akan diantar hari ini juga.

Aku sengaja menahan mang Ujang untuk jangan pulang dulu, aku akan membayar lebih padanya untuk bisa membantuku menata rumah.

Tak berapa lama dua mobil open cup berhenti di depan rumah baruku.

Semua perabot diturunkan, dari kursi sofa, lemari dan ranjang. Kemudian di mobil yang satunya menurunkan semua peralatan dapur.

Walau terasa lelah tetapi aku sangat bersemangat menata rumah baruku, bukan hanya mang Ujang yang membantuku, tetangga baru di kiri kanan maupun yang di depan rumah ikut membantuku membenahi semua peralatan yang diturunkan.

"Terima kasih" ucapku dengan tulus pada semua tetangga yamg membantuku.

Kiranya ini adalah awal yang baik untuk saling membantu sesama penghuni komplek.

Bab terkait

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   11. Kecurigaan Alisha

    Alisha POVAku terlahir kaya, karena ayahku adalah seorang pebisnis handal, sehingga aku tak merasakan yang namanya hidup susah. Ketika aku genap berusia dua puluh tahun aku dijodohkan dengan anak dari teman sekolah ayahku. Awalnya aku menolak karena aku ingin menikah dengan laki-laki yang minimal punya level yang sama denganku. Tetapi saat aku melihat pria yang dijodohkan denganku adalah sosok yang sangat tampan, akhirnya malah aku yang meminta untuk segera mempercepat pernikahannya.Bahkan ketika aku tahu dia telah berstatus duda tanpa anak, aku tetap menerimanya, hitung-hitung untuk memperbaiki keturunan. Aku sangat mencintainya, bahkan aku tak ingin ada wanita manapun yang dekat dengannya, bahkan itu karyawan. Menurut ibu mertuaku, jika mantan isterinya hanyalah seorang petani miskin yang tinggal di pedalaman, jadi aku tidak begitu mengkhawatirkannya. Lagian menurut cerita mertua jika pernikahan sebelumnya suamiku hanyalah sebuah kecelakaan, katanya wanita itu hamil di luar nikah

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   12. Kecurigaan Alisha 1

    Aku semakin emosi melihat ulah suamiku yang tidak biasanya."Katakan ada apa denganmu hari ini Azhar?" teriakku dengan emosi."Bukankah aku sudah katakan padamu jangan menggangguku?" jawab Azhar tak kalah nyaringnya.Aku terbelalak, biasanya Azhar tak akan membalasku seperti ini. Ini pasti karena wanita itu."Apa karena pelayan itu membuatmu bersikap padaku seperti ini hah?""Pelayan siapa yang kau maksud, apa karena kau anak orang kaya sehingga menganggap semua orang itu rendahan dimatamu?" bentak Azhar tak kalah garangnya.Aku melotot, apakah aku tak salah dengar ? Suamiku yang begitu penurutnya sekarang bagaikan seekor singa yang keluar dari hutan rimba. Aku seakan tersadar, bukankah sekarang dia adalah pemilik perusahaan Citra Karya ?"Ooh jadi dia rupanya yang membuatmu begini, camkan dengan baik di dalam hatimu Azhar. Tak akan kubiarkan seorangpun berhasil merebutmu dariku, tidak akan. Titik !""Siapa yang merebut siapa ? Apa kau sadar jika selama ini kau bertindak seolah-olah k

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   13. Rencana Alisha

    Aku semakin curiga dengan sikap Azhar, malam ini aku tidur dikamar yang terpisah. Rencananya besok aku akan ke kantor. Aku bahkan tak perduli lagi suamiku sudah makan atau belum. Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan berdandan cantik, kupandangi wajahku di cermin, wajah ini jika dipoles dengan makeup pasti terlihat cantik dan anggun. Aku sangat bangga dengan kondisiku sekarang, semua bisa dibeli dengan uang. Kulihat suamiku sudah duduk di ruang makan untuk sarapan dengan pakaian kantornya, aku hanya melihatnya sekilas. Diapun pura-pura tak melihatku. Aku mengambil kunci mobil di lemari dan segera pergi tanpa bicara apapun. Kulirik jam tanganku. Waktu menunjukkan pukul 07.00. Aku pastikan jika manager personalia berada di kantornya, sekalian aku ingin melihat apakah wanita cantik itu masih punya nyali untuk datang di kantor. Seperti dugaanku, manager personalia sudah berada di ruangannya. "Mari nyonya, tumben datang pagi-pagi." Manager Personalia mempersilahkan aku duduk dikursi

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   14. Kekhawatiran Azhar

    Azhar POV Pagi ini aku sengaja bangun lebih awal dan bersiap-siap ke kantor, aku langsung menuju ruang makan tanpa menunggu Alisah memanggilku. Kulihat dengan sudut mataku Alisha keluar dengan pakaian rapi, melewatiku tanpa bicara apapun. Akupun pura-pura tak melihatnya dan memilih menikmati sarapanku. Selesai sarapan aku langsung ke kantor. Rupanya Erwin belum tiba. Aku berjalan menuju lift dan langsung naik menuju ruanganku di lantai tujuh. Ruanganku terlihat sangat bersih dan rapi, aromanyapun begitu menenangkan. Aku berharap Mita yang membersihkan ruangan ini, tapi aku ingat jika Erwin telah menyuruhnya untuk berhenti. Tengah membuka-buka dokumen terdengar ketukan di pintu ruanganku. "Masuk !" Pintu dibuka, dan nampaklah manager personalia memasuki ruanganku dengan tergesa-gesa. Sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin dia sampaikan. "Duduklah." "Nyonya baru saja keluar dari ruang personalia," lapor manager yang bernama Aslam. Aku terkejut dan menatap Aslam dengan ra

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   16. Azhar dan Tisa

    Azhar POV Siang itu, aku dan Erwin berembuk untuk mencari cara agar bisa menyatukan aku dan Mita. Kuserahkan semua rencana dan eksekusinya pada Erwin. Rencana kami mulai dari Ibunya Mita. Maka peran Salsa dibutuhkan dalam hal ini, dan menurut laporan Salsa pada Erwin, jika dia telah berhasil meyakinkan Ibunya Mita, dengan menceritakan sebagian kebenaran agar tidak membuat ibunya ketakutan. Dan berkat bantuan Dr. Rian pula, kami berhasil menyuruh Mita ke Jakarta bertemu dengan teman baiknya Dr. Rian. Aku bersembunyi diruang perawat, tatkala melihat Mita agak ragu dengan perintah Dr. Rian. Namun karena dorongan ibunya yang kini mendukungku, akhirnya Mita pergi juga. Saat Mita dan dua pengawalnya pergi, aku menghampiri mantan ibu mertuaku. Aku memeluknya sambil menangis, kujelaskan semua yang terjadi sehingga dia hanya bisa menangis dan menepuk bahuku. "Mohon restui aku bu, aku ingin kembali mempersunting putri ibu." Mantan ibu mertuaku tak berkata apapun, mungkin dia ragu karena

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   15. Transfusi Darah

    Pertemuanku bersama Dr. Rian berlangsung di ruang praktek Rumah Sakit Umum PB. Rupanya Erwin sudah memberi tahu adiknya itu, sehingga Dr. Rian tidak bertanya apa-apa lagi tentang diriku. "Sebenarnya, penyakit Thalasemia bisa disembuhkan dengan cara transplantasi sum-sum tulang belakang, jika anda tidak keberatan, saya akan memeriksa anda apakah anda bisa menjadi pendonor yang tepat untuknya." Demi untuk anakku aku bersedia melakukannya, pagi itu aku menjalani pemeriksaan apakah type sum-sum tulangku cocok untuk Tisa. Namun sayangnya hasil pemeriksaan menunjukkan ketidak cocokan. "Apakah ada keluarga lain yang bisa kami temukan kecocokannya dengan puteri anda ?" tanya Dr. Rian. Aku mengangguk, aku yakin ibuku bisa menjadi pendonor yang tepat untuk puteriku, tapi bagaimana aku memberitahunya? "Sambil mencari pendonor yang tepat, kita lakukan transfusi darah pada anak anda," ucap Dr. Rian. Aku hanya meringis mendengarnya, anak sekecil itu harus menjalani hal itu sungguh sangat memi

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   17. Situasi Genting

    Setelah teleponku dengan ibu tersambung, aku bernafas lega. Menurut ibu, transfusi darah untuk Tisa sementara berlangsung. Kami lalu melewati jalan tol agar cepat tiba di rumah sakit. "Tuh kan, tidak ada apa-apa, kamu sih terlalu khawatir," cibir Salsa."Ya, harus dimaklumi Sa, kamu kan belum ngerasain yang namanya nikah dan punya anak. Pastilah akan menghadapi situasi seperti yang dirasakan Mita sekarang," ucap Nabila sambil matanya tetap fokus di depan kemudi.Sedangkan perawat kulihat, tertidur di jok belakang di samping Salsa. Aku duduk di depan samping Nabila.Aku tiba dan langsung disambut ibu, kulihat wajah ceria wanita yang telah melahirkanku ini sehingga membuatku tenang. Aku yakin Tisa pasti baik-baik saja walau aku tak mendampinginya.Saat aku hendak masuk ke dalam ruangan, kulihat Dr. Rian keluar dengan wajah panik."Oh untunglah ibu Mita sudah datang, Tisa dalam kondisi kritis."Aku segera menghambur ke dalam ruangan, seorang perawat nampak memasangkan alat monitor jantu

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   18. Apakah ini Skenario Tuhan ?

    Dr. Rian POV Saat proses transfusi darah berlangsung, gadis mungil itu memintaku untuk terus bersamanya dan menyuruh semua orang meninggalkan ruangan. Tak ada yang menyangka jika gadis mungil ini meminta sesuatu hal yang menurutku sangat tidak masuk akal, tapi ketika kulihat air matanya jatuh berderai, hatiku seketika itu luluh. Apalagi ketika Erwin menceritakan padaku jika ayah dan ibu Tisa sudah lama bercerai dan ayahnya ingin menikahi ibunya lagi. "Dokter bisa membantuku nggak?" Kutarik kursi agar lebih dekat ke arah ranjang. "Bantu apa sayang?" "Pasien kritis itu yang bagaimana dok? " Aku ternganga mendengar pertanyaan konyol anak ingusan ini. "Pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi." "Apa itu dok?" Dr. Rian menghela nafas perlahan, bagaimana caranya menjelaskan pada anak kecil seperti ini? "Ee...seperti pasien yang tiba-tiba sesak nafas lalu membutuhkan pertolo

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   57. Bodyguard

    Ternyata tamu yang dimaksud Nabila adalah pemuda yang kulihat saat di sekolah Tisa. Mereka adalah orang suruhan suamiku yang memantau keberadaan kami dari jauh."Maaf atas kedatangan kami ini bu, seharusnya kami memberitahu ibu lebih dulu," seorang pria bertubuh tinggi menjabat tanganku."Tidak apa-apa, mari silakan duduk," ucapku sambil mempersilakan mereka duduk."Kenalkan nama saya Ivan dan ini teman saya namanya Jeck," Ivan yang bertubuh tinggi memperkenalkan diri. Aku mengingatnya karena dia yang terus-terusan memperhatikan aku di depan sekolah Tisa. Kami berbincang panjang lebar, kurasa upaya suamiku untuk melindungi kami terlalu berlebihan, terpikir olehku untuk menyambangi Alisha sekedar bersilaturahmi karena dia dalam keadaan sakit. Aku ingin membawakannya makanan atau bingkisan yang tentunya membuat orang yang di besuk merasa senang."Terima kasih sudah menjaga kami, sepertinya kalian terlalu berlebihan melindungi kami," ucapku."Maaf bu, kami hanya menjalankan perintah, ta

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   56. Gambar Tisa

    Aku memilih untuk memendam sendiri apa yang kualami hari ini, aku tak ingin membuat heboh seisi rumah dengan ceritaku."Tadi ayah Tisa menelpon, katanya nomor ponselmu sejak tadi dihubungi tidak aktif," Salsa menyampaikan pesan ayah Tisa padaku.Aku merogoh tas tanganku, kulihat ponselku ternyata off. Mungkin aku tak sengaja memencet tombolnya."Oh ternyata ponselku mati!" kataku sambil mengajak Tisa masuk ke dalam kamar.Aku mengganti baju sekolah Tisa dengan pakaian rumah. "Tisa mau makan ?""Aku masih kenyang ma ntar lagi, aku mau menggambar lagi," jawab Tisa.Aku hanya mengiyakan saja, menggambar bukanlah pekerjaan yang berat tapi aku harus mendampinginya agar tak kelelahan.Tak berapa lama setelah ponsel ku nyalakan, tiba-tiba berdering, aku tak perlu melihat lagi siapa penelponnya karena aku sudah menaruh nada dering khusus untuk suamiku."Hallo, iya maaf aku baru tiba di rumah, tadi ponselku kehabisan baterai," kilahku saat Azhar menelpon dengan segudang protesnya."Aku baru s

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   55. Nyaris ditabrak mobil

    Mita POVSuasana kompleks perumahan sudah di ramaikan dengan pedagang keliling yang menjalankan dagangannya. Aku berdiri di tepi jalan menanti kedatangan Tisa yang di jemput Salsa. Awalnya aku merasa ragu untuk mengizinkan Tisa menginap di rumah Alisha, namun demi alasan kemanusiaan aku mengizinkannya.Dari kejauhan aku melihat mobil Salsa memasuki area kompleks, akhirnya hati ini tentram. Aku bernafas lega, tak berapa lama mobil itu berhenti tepat di sampingku."Mama....!" Teriak Tisa saat melihatku dari jendela mobil.Aku membukakan pintu untuknya dan segera memeluknya dengan erat. Aku membimbing Tisa masuk ke rumah. Aku telah menyiapkan buku catatan yang akan di bawanya ke sekolah. "Tisa sudah sarapan ?" tanyaku lalu memakaikan tas ransel sekolah di bahunya."Sudah !" Jawab Tisa."Ayo mama antar ke sekolah, ceritanya nanti pulang sekolah saja,," ucapku saat melihat Tisa yang ingin mengatakan sesuatu.Kemudian kami bergegas keluar dan berpamitan pada ibuku dan Salsa. Nabila tak ter

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   54.. Belum Jelas

    Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang, senyum sinis Alisha mengganggu pikiranku. Aku segera menekan pedal gas agar langsung tiba secepatnya di kantor.Ketika memasuki area parkiran gedung kantor kulihat mobil Erwin sudah terparkir lebih dulu. Aku bergegas menuju ke lantai tujuh. Sapaan para karyawan kubalas dengan anggukan kepala."Tuan Erwin sudah menunggu di dalam tuan," lapor sekretarisku.Aku hanya mengangguk lalu masuk ke dalam ruangan, kulihat Erwin sedang duduk menyilangkan kedua kakinya di kursi sofa. Aku menaruh tas kantor di meja lalu menghampiri Erwin."Sudah lama ?" tanyaku."Lumayan," jawab Erwin tersenyum."Ah kamu, jangan membohongiku. Bagaimana hasil pertemuanmu dengan dokter spesialis di Rumah Sakit ?" tanyaku dengan tak sabar."Maaf, aku hanya berbincang-bincang dengan adikku. Menurut penuturannya, terkadang pasien yang memiliki sakit seperti itu sulit terdeteksi kecuali pasien yang sakit itu datang berobat. Cobalah untuk mengajak isterimu berobat, penyakit i

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   53. Porsi Cinta

    Aku dan Tisa keluar dari kamar saat Alisha mengetuk pintu kamar, aku mengedipkan sebelah mataku pada Tisa. Rupanya Alisha sudah menyiapkan sarapan pagi. Aku berusaha melirik ke arah dapur, ingin memastikan apakah dia yang masak atau hanya sekedar menyiapkan di meja saja."Ayo sarapan pa," ajak Alisha."Ayo Tisa sarapan yuk," Alisha mengajak Tisa dan menggandengnya menuju meja makan."Maaf bunda, aku mau mandi dulu," tolak Tisa, dia lalu menoleh padaku."Oh ayo bunda mandiin," Alisha tak jadi menuju ruang makan dan berbalik menggandeng tangan Tisa menuju kamar mandi.Kesempatan itu aku gunakan untuk mandi juga, aku bergegas ke dalam kamar, mempersiapkan segala sesuatunya. Aku tak ingin berlama-lama di dalam kamar mandi, setelah memastikan tubuhku sudah bersih, aku segera keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggang. Aku memakai pakaian kantor, rencanaku setelah sarapan langsung pergi ke kantor. Setelah rapi aku segera keluar kamar, kulihat Alisha dan Tisa juga baru keluar

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   52. Remaja yang Kasmaran

    Malam ini aku tertidur di samping Tisa, aku bahkan tak tahu jika mertuaku sudah pulang dan sempat menyaksikan diriku yang tidur memeluk erat puteri kecilku ini. Aku terbangun ketika merasakan sesorang menyelimuti kami berdua. Karena lampu masih menyala aku masih sempat melihat bayangan Alisha keluar dari kamar dan menutup pintu. Jika melihat gerakan Alisha sepertinya dia dalam keadaan segar bugar, aku ingin menghubungi Erwin dan memintanya untuk menyelidiki penyakit Alisha. Untunglah aku sempat membawa ponselku masuk ke dalam kamar, sehingga aku amsih bisa menghubungi Erwin tanpa sepengetahuan Alisha. Aku bangun perlahan dari tempat tidur dan mengunci pintu kamar. Aku tak ingin Alisha masuk lagi ke kamar ini, lalu kumatikan lampu. Biarlah kamar ini nampak gelap, aku yakin Tisa tak akan bangun.Aku mengecup kening puteriku lalu mengirim pesan pada Erwin. Tingkahku malam ini layaknya seorang kekasih yang sedang mencuri waktu untuk saling berkirim pesan. Pesanku terkirim lalu Erwin mene

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   51. Sepenggal Kisah

    Aku membawa Tisa ke rumah Alisha, percobaan pertama tidur sehari saja. Aku sudah mengatakan banyak hal pada Tisa, aku bahkan mampir ke konter untuk membelikannya ponsel khusus untuk anak yang aplikasinya berisi khusus permainan yang mendidik, dan kuisi nomor kontakku dan Mita."Jika Tisa memerlukan sesuatu atau kondisi yang mendesak, tekan nomor papa dan mama ya ?""Iya pa," jawab Tisa sambil menerima ponselnya."Tisa tau cara menggunakannya ?" tanyaku."Tau pa."Aku bersyukur Tisa bisa menggunakannya, bahkan ketika aku mencobanya, dia tertawa lalu dengan mimik lucunya dia mengangkat panggilanku. Aku tertawa, lalu kami meneruskan perjalanan menuju rumah Alisha. Di teras nampak Alisha menyambut kedatangan kami."Tisa...syukurlah kau mau tinggal di rumah bunda," Alisha berlari dan segera memeluk Tisa dengan erat.Aku pura-pura tak melihat bagaimana Alisha berlari seperti orang yang sangat sehat. Aku cukup mencatatnya dalam hati, sampai aku tahu dia berbohong, maka aku akan segera mengak

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   50. Pura-pura Sakit 2

    Azhar PovAku benar-benar terkejut tatkala mengetahui Alisha mengidap penyakit kanker kandungan stadium empat. Lalu kemudian dia meminta Tisa dan Mita untuk tinggal di rumah bersama, sungguh di luar dari perkiraanku. Aku masih benar-benar sangsi dengan kejadian yang sangat tiba-tiba ini. Makanya aku harus mempertimbangkannya kembali dengan Mita. Aku takut Alisha merencanakan seauatu yang buruk pada Mita, apalagi sekarang Mita sedang hamil. Sangat tidak masuk akal seorang wanita yang pongah berubah baik hanya karena mengidap penyakit."Sayang, aku ke rumah Mita untuk memintanya tinggal di rumah ini ya ? Kuharap jika dia menolak, kita tidak boleh memaksanya," ucapku."Baiklah, jika Mita tidak bersedia. Setidaknya dia mengizinkan Tisa tinggal di rumah ini," pinta Alisha.Aku mengecup keningnya, lalu berpesan kepada maid untuk segera mengabariku jika sesuatu terjadi. Aku bukannya mengharapkan hal buruk terjadi pada Alisha, tapi bukankah kemungkinan itu bisa saja ada ?Aku segera meningga

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   49. Pura-pura Sakit 1

    Aku bersorak kegirangan karena Azhar sekarang berada dalam genggamanku. Aku akan membuat perhitungan dengan Mita. Kita lihat saja nanti, Azhar akan berpihak padaku atau Mita."Azhar, a..aku...!""Sudah jangan bicara lagi, kau harus istrahat ya ? Kau ingin apa, katakan padaku.""Aku tak mau apa-apa selain dirimu, hidupku tidak lama lagi Azhar, bisakah kau terus mendampingiku sampai aku mati ?" air mataku meleleh membasahi pipi.Azhar meraih tisu dan mengusap air mataku dengan lembut, rasanya aku ingin tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah Azhar hari ini. Wajahnya penuh dengan kekhawatiran, aku meringis sedikit saja dia segera mengusapku dengan lembutnya. Oh..duhai pujaan, kini kau harus berlutut di kakiku."Azhar, bolehkah aku meminta sesuatu ?""Katakan sayang ada apa ?""Ajaklah Mita dan Tisa tinggal di rumah kita."Azhar menatapku dengan tajam, dia ingin melihat keseriusanku. Mungkin aku harus banyak minum air agar air mataku tak cepat habis."Tidak mungkin sayang, Tisa itu tak

DMCA.com Protection Status