Ghavin sudah akan bicara, tapi tiba-tiba malah melingkarkan tangan di pinggang Dyra. Meski terkejut, Dyra yang tidak sempat menghindar akhirnya pilih menyerah dalam diam. Membiarkan tubuhnya didekap Ghavin dari belakang.“Ternyata aku lebih takut setelah menempatkanmu dalam bahaya. Maafkan aku sudah melibatkanmu.” Kekhawatiran yang mengganggu sejak kemarin, dan membuat Ghavin nyaris tidak bisa fokus bekerja. Tanpa Ghavin ketahui, ketika merasakan nafas hangatnya menyapu telinga, jantung Dyra seketika berdetak tak terkendali. Kesulitan yang dirasakan setelah malam itu juga langsung menghantam ingatan. Meski sadar sekarang Ghavin memiliki hak atas dirinya, tetapi ketika berdekatan seperti sekarang—tanpa sekat, masih memicu kewaspadaan. Tapi Dyra berusaha menyingkirkan rasa tidak nyaman itu dalam dirinya. Bukankah ia sudah bertekad akan berdamai dengan statusnya yang sekarang? Terlebih setelah melihat ketulusan serta kesungguhan hati Ghavin, seharusnya ia bisa menerima pria itu ikhlas
Melihat Dyra pergi mengendarai mobil sendiri, rasanya Ghavin seperti akan melepasnya pergi berperang. Sambil menimang Megan yang masih merengek manja dalam gendongannya, Ghavin terus menatap cemas mobil sang istri yang mulai menjauhi bagasi lewat kaca penyekat kamar. Ghavin baru berpaling ketika pintu garasi tertutup otomatis.Ghavin memang masih harus berada di balik layar, berdiam diri di belakang sang istri tak ubahnya seperti pecundang. Semua itu dilakukan karena ia ingin mengungkap kejanggalan yang terjadi pada keluarganya. Kendati dengan jarak yang lumayan lama, tetapi semua rentetan peristiwa yang menimpa keluarganya sangatlah tidak masuk akal, dan seperti sengaja dilakukan yang lebih profesional. Dimulai dari kecelakaan tunggal orang tuanya hingga ia kehilangan sosok ibu selama-lamanya, sedangkan Martin harus menghabiskan masa tuanya di atas kursi roda. Belum genap dua tahun setelah peristiwa naas tersebut, kematian Ghava yang mendadak juga tak kalah menimbulkan kecurigaan. T
Di selah memperhatikan sinyal pelacak di layar laptop, pandangan Ghavin sesekali beralih memastikan ponselnya yang padam, barangkali ada pesan singkat masuk lagi dari Dyra. Lima belas menit yang lalu Dyra baru saja memberi kabar sedang berada di sebuah restoran bersama Romi.Kendati sudah tahu rencana itu, tetap saja Ghavin harus siaga. Predator bisa saja memanipulasi keadaan dan membawa Dyra membelot ke tempat lain. Membiarkan Dyra bersama Romi rasa-rasanya Ghavin seperti berdiri di tepi jurang, resikonya lebih besar dibanding ia sendiri yang menghadapi pria itu.“Apa yang membuatmu mau dijadikan yang kedua oleh Ghavin?” Romi memulai obrolan lebih dulu sesaat mereka selesai membuat pesanan.“Siapapun pasti tahu mengingat siapa Mas Ghavin.” Dyra menjawab tenang. “Selain ingin menjadikan dia ayah pengganti putriku, aku juga ingin menjamin masa depan kami.” Menganggap bicara jujur tidak akan ada gunanya, Dyra pilih mengatakan seperti orang lain menilai dirinya. Jawaban Dyra tak urung m
“Jadi disini dia bersembunyi selama ini?” Begitu menghentikan mobilnya di halaman villa, Romi menatap penuh arti bangunan mewah dua lantai di depannya. Melihat Dyra yang juga mengendarai mobilnya sendiri sudah turun lebih dulu, Romi bergegas menyusul. Namun, saat akan menutup pintu mobilnya dari luar, Romi dibuat terkejut dengan kemunculan pria-pria berbadan tegap dari balik pot-pot besar di sekitar villa. Kondisi villa yang tadinya terlihat asri dan tenang seketika berubah tegang tatkala mata tajam pria-pria itu bertujuan pada Romi. Kendati masih sangat tidak menduga Ghavin bisa menempatkan sebanyak itu pria terlatih untuk menjaganya, Romi tetap menunjukkan sikap tenang—tidak terlihat kegentaran sedikitpun di wajahnya. “Aku baru tahu Ghavin memiliki kehidupan semacam ini?” Romi mengutarakan keterkejutannya ketika sudah berdiri di dekat Dyra. “Hanya untuk berjaga-jaga.” Dyra menjawab tak acuh. “Ayo masuk. Dokter baru saja memberitahuku, siang tadi sudah dilakukan pemeriksaan r
Suara decitan ban dan benturan keras membuat Dyra reflek menoleh ke belakang. Terkejut melihat mobil Romi terperosok keluar jalur, Dyra segera menghentikan kendaraannya. Biar bagaimanapun ia tetap tidak tega jika sesuatu sampai terjadi pada Romi. “Romi! Ada apa?” Dyra berseru begitu keluar. Tapi belum sempat ia mendekat, beberapa pria bermunculan dari semak-semak yang gelap di tepi jalan. “Astaga! Siapa mereka?” “Cepat pergi! Aku baik-baik saja!” seruan Romi menyentak Dyra yang masih tertegun melihat pria-pria itu sudah berdiri sejajar memotong jalan, seketika menenggelamkan tubuh pendek Romi dibalik tinggi mereka yang menjulang. “Kamu dimana Mas?” Tapi Dyra justru mencemaskan Ghavin, khawatir pria-pria itu sengaja Romi datangkan untuk mencelakai suaminya. “Cepat pergi Dyra!” seru Romi lagi dan berhasil menyentak Dyra yang masih memperhatikan sekitar. Sorot lampu dari mobilnya yang lurus ke depan, serta sorot mobil Romi yang menghantam pohon besar bisa menjadi sumber penerangan. W
Merasa harga dirinya tercabik setelah kerah kemejanya ditarik paksa seorang bawahan, Romi mengeluarkan senjata dari balik pinggangnya lantas di arahkan tepat ke kepala pria itu. “Aku benci tubuhku disentuh manusia rendahan sepertimu!” Dengan mulut berdesis marah Romi menegaskan perbedaan diantara mereka. “Sama sepertimu, mereka juga sangat sensitif pada siapapun yang berani merendahkan aku. ”Ghavin menyingkirkan moncong senjata Romi menjauhi dahi bawahannya. “Kita memang sudah sepakat kerjasama, tapi kau juga harus ingat! Tanpa aku kau tidak akan mendapat akses semudah itu sekalipun bersama istrinya.” Sebenarnya Romi tahu, hanya saja ia tidak mau mengakuinya. Bisa dengan mudah menemui Ghavin tanpa adanya pemeriksaan lebih dulu, sudah pasti ada campur tangan pria di depannya itu. Tapi sekali lagi, Romi bukanlah jenis manusia yang bisa menghargai hasil dari jerih payah manusia lain. “Aku tegaskan! Jangan terlalu percaya diri uangmu bisa mengendalikan aku dan orang-orangku! Kita ha
Ghavin memutuskan berhenti ketika ponsel di saku atas terus bergetar, berpikir mungkin saja Dyra yang menghubunginya, ia buru-buru memastikan. Tetapi ketika bukan panggilan masuk ataupun notifikasi pesan, ia segera memasukan lagi ponsel ke dalam saku lantas memutar kendaraannya dan melesat kencang. Padahal kurang dari lima menit lagi Ghavin sudah sampai rumah, tapi ternyata pilih kembali membelah jalan raya dengan motornya. Kendati tahu tamu tak diundang itu hanya akan mendapatkan kekecewaan, tetapi atas keberanian mereka Ghavin merasa perlu memberi kejutan. Terus berkendara di jalan yang mulai sepi, Ghavin tampak begitu lihai mengendalikan kuda besinya. Kemampuan yang sebenarnya pilih ia pendam selama ini, lantaran tidak pernah mendapat persetujuan orang tua, terutama mendiang sang ibu yang mengatakan kendaraan roda dua lebih beresiko. Padahal yang Ghavin rasakan dengan mengendarai motor ia bisa mempersingkat waktu. Bisa lebih mudah mendahului kendaraan lain. Setelah hampir satu j
“Mas baru kembali? Jam berapa sekarang?” Dyra bertanya setelah mengangkat kepala, memastikan apakah yang berbaring di depannya benar Ghavin—suaminya.“Sudah hampir pagi, Sayang.” Ghavin mengulurkan tangan di bawah ceruk leher Dyra dan membawa tubuh itu ke dalam pelukannya. Setelah kembali dan membersihkan diri, Ghavin memutuskan langsung naik ke atas ranjang. Masuk ke dalam selimut yang sama dengan sang istri, hal yang sekarang paling membuatnya nyaman dan tenang. “Apa dia berulah?” Dyra menganggap Ghavin pulang terlambat lantaran Romi yang menahannya.“Sebenarnya aku baru dari kantor.” Tapi begitu tahu bukan Romi penyebabnya, Dyra yang cemas kembali mendongak. Menatap wajah Ghavin yang ternyata sedang memperhatikan langit-langit kamar. “Apa sesuatu terjadi?”Mengetahui Ghavin mengangguk sambil mengeratkan dekapannya, Dyra menegang. Kali ini berubah khawatir dirinya telah melakukan kesalahan tanpa disadari. “Marissa dan ibunya berusaha mencuri dokumen penting yang aku simpan di kam
“Putri Anda dengan Bibi Mia.”“Putriku?” Tobias berpikir keras, sampai kerutan di dahinya terlihat jelas. Tapi detik berikutnya tampak keraguan di matanya. “Kau tidak sedang bergurau? Bukankah seharusnya dia putri Mia bersama suaminya?”Masih belum tahu siapa pria yang Tobias bicarakan, tapi lebih dari itu Ghavin merasa ada yang tidak beres. Jelas ada manipulatif yang mungkin Datuk Wira pelakunya. Sebab, bukan hanya kebohongan mengenai mantan suami Mia yang katanya telah meninggal, tetapi juga kabar yang sempat didengar Bella ditinggal sang ayah sejak usia satu tahun. Sedangkan menurut Martin, kala itu ia sempat mendengar Mia akan menikah, tapi tidak berselang lama kembali mendengar kabar Mia telah melahirkan seorang putri. Mengingat waktunya terlalu dekat, Martin menduga Mia dalam keadaan hamil ketika menikah. Namun, sampai berita kematian itu terdengar, tidak ada satu orang pun yang tahu siapa pria yang sudah menikahi Mia. Bahkan tidak sedikit yang menganggap pernikahan itu hanya o
“Jadi dia yang mengirimmu kemari? Untuk apa?”Melihat cara Tobias menatap dan memperhatikan Ghavin dengan sangat intens, menyiratkan keraguan. Tapi Ghavin masih sangat tenang, sama sekali tidak terusik. “Jika bukan Wira, itu artinya Mia sendiri yang memintamu datang. Benar begitu?” Kali ini tatapan Tobias berubah memicing curiga.Mendengar tuduhan Tobias, Ghavin mendenguskan tawa pelan sebelum bicara. “Mana mungkin orang yang sudah mati bisa memberi perintah, Tuan.” Sontak saja, mata Tobias mendelik tajam, dan dari ekspresi itu juga Ghavin meyakini satu hal. Berita kematian Mia yang sempat menggegerkan media belum sampai ke telinga Tobias. Wajar. Mengingat mereka tinggal di negara berbeda, dan mungkin saja Tobias kurang berminat mengikuti berita luar negeri. “Masuk akal jika Wira memang sudah mati. Jadi Mia yang mengutusmu?” tuduh Tobias lagi.Ternyata benar, pria itu belum mengetahui yang sebenarnya terjadi pada mantan istrinya. Jika demikian, bukan tidak mungkin selama ini pria
“Kau sudah dua jam melewatkan sarapan. Sebaiknya bangun dulu. Isi perutmu.” “Mau pergi kemana di akhir pekan, Mas?” Dyra beringsut bangun saat tahu Ghavin sudah wangi dan rapi. “Ada klien baru yang ingin bertemu.” “Apa hidupnya hanya untuk bekerja?” gerutu Dyra dalam hati mencela siapapun yang ingin bertemu suaminya di hari libur. Bahkan Dyra yakin Ghavin belum memejamkan mata sejak kembali dari rumah sakit. “Aku harus pergi sekarang mumpung Megan sudah tidur.” Meninggalkan kecupan singkat di dahi Dyra, Ghavin benar-benar pergi tanpa berniat menjelaskan siapa yang ingin ditemuinya. “Apa yang kau pikirkan, Dyra. Mana mungkin suamimu menemui wanita lain. Klien baru itu pasti laki-laki,” ujarnya menyakinkan diri begitu Ghavin hilang dibalik pintu. Sejak memutuskan kembali ke perusahaan, Ghavin memang sangat sibuk, dan tak jarang pulang hingga larut malam. Benar seperti yang sering Martin keluhkan dulu, Ghavin bisa segila itu dengan pekerjaan. Bahkan sampai mengabaikan kesehat
“Duniaku sudah menunggu,” ujar Ghavin pelan dengan dua sudut bibir tertarik sempurna. Seperti sudah paham suara serta warna mobil Ghavin, Megan yang sebelumnya bermain dengan pengasuhnya seketika berlari ke arah Ghavin yang baru turun dari mobil. Melihat keberadaan putrinya di halaman depan, Dyra mengembangkan senyum. Tetapi mendadak sirna ketika tahu Megan terlalu kencang berlari, sampai pengasuh sigap mengejar. Bayi cantik yang sekarang sudah berusia lebih dari satu tahun itu, hanya ingin segera menghambur pada sang ayah. Tanpa pernah paham bahaya jika ia sampai terpeleset dan jatuh. “Pelan-pelan Sayang, rumputnya licin!” seru Dyra khawatir. Namun, tidak memperdulikan peringatan sang ibu, Megan tetap berlari di atas rerumputan yang masih berselimut embun. Bahkan ketika tahu sang pengasuh mengejar, Megan malah tertawa riang. Menganggap mereka sedang bermain kejar-kejaran. Berpikir polos selayaknya anak-anak yang baru bisa berlarian. Tak kalah khawatir dari Dyra, Ghavin yang sa
“Kau yakin tidak salah mengenali?” Ghavin kembali diam menyimak ketika Derry bicara di seberang sana. “Cari tahu siapa telah membantunya.” Ghavin hanya berpikir, terlalu mustahil Romi bisa seperti yang Derry lihat sekarang jika tanpa bantuan orang lain.“Mas.. .”Mendengar suara lembut Dyra yang ternyata sudah ada di belakangnya, Ghavin segera berbalik badan, dan langsung mematikan panggilan. Ia hanya tidak mau sang istri kembali cemas saat tahu Romi masih hidup. Setelah kematian Darwin, serta mengetahui nasib Romi yang sudah ia buat sekarat dan terlalu mustahil untuk bertahan, Dyra terlihat bisa menikmati hidup seperti sebelumnya.Kendati Ghavin sendiri belum berpuas hati sebelum melihat tubuh kaku Romi tertanam di dalam tanah, setidaknya dua luka yang ia berikan membuat mantan teman baiknya itu butuh waktu lama untuk bisa menuntut balas. Semua sudah terprediksi. Hanya saja Ghavin tidak menyangka Romi bisa secepat itu meninggalkan ranjang. “Sebaiknya kita pulang sekarang. Aku rasa b
Di sisi lain, tepatnya di depan ruang operasi keadaan terasa sepi mencekam. Ketiga orang dewasa yang duduk berjajar di kursi tunggu hanya diam sibuk dengan pikiran masing-masing. Tentunya dengan kekhawatiran yang sama. Terlebih setelah hampir empat puluh menit berlalu, belum ada yang keluar untuk memberitahu mereka bagaimana kondisi Bella beserta anaknya. Apakah keduanya selamat, atau justru ..Menyandarkan kepala di dinding, wajah Galih memucat seperti tak teraliri darah. Pikirannya terlalu kalut sampai ia sendiri lupa belum makan apapun sejak sore.“Aku yakin anak juga istrimu pasti selamat.” Ghavin yang sejak berpindah duduk di sana mengunci mulut rapat-rapat, akhirnya bersuara. Tidak tahan melihat Galih nyaris seperti mayat hidup, ia berani memberi harapan. Meski sebenarnya juga tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Siapa yang berhasil tim dokter selamatkan.Pasalnya begitu mengetahui Bella tidak sadarkan diri, dokter langsung menyarankan untuk melakukan tindakan operasi. Tetapi
Di belahan bumi yang sama tapi dengan waktu yang tidak jauh berbeda, Marissa terus memperhitungkan kapan terakhir kali dirinya mendapat tamu bulanan. Jika pun dirinya hamil, itu sangat tidak mungkin, tapi jika tidak kenapa sampai bulan berikutnya momen itu tak kunjung dirasakan. “Apa yang kau pikirkan, Risa. Itu tidak akan mungkin terjadi. Bukankah hal seperti ini sudah sering terjadi padamu?” ujarnya bermonolog menyakinkan diri dari kerisauan. Sempat timbul kepercayaan itu dalam dirinya, tapi mendadak sirna ketika ingatan dimana dirinya pernah tanpa sengaja mendengar pembicaraan serius sang mama dengan Darwin melintas, hingga akhirnya mengusik benaknya. “Mungkinkah?”Sebenarnya Marissa tidak tahu pasti sejauh mana hubungan Sushmita dengan ayah dari pujaan hatinya itu. Tapi bukan hanya sekali, sudah beberapa kali ia memergoki Sushmita keluar dari hotel di waktu yang hampir bersamaan dengan Darwin. Namun, tidak adanya keberanian untuk bertanya, Marissa memilih menyimpan semua keingin
Menyandarkan punggung di sandaran kursi roda, menatap jauh ke depan dengan sorot mata menajam tapi menyiratkan kesedihan, Romi tidak pernah menyesal dengan apa yang sudah dilakukan sampai sejauh ini dan berakhir menjadi tahanan dokter. Yang terjadi pada dirinya sekarang hanyalah bagian dari sebuah peperangan. Begitu juga dengan kematian sosok pendukung sekaligus sekutu yang selama ini selalu ada di belakangnya. Darwin bukan hanya seorang ayah, tapi juga teman sekaligus motivator baginya. Kematian Darwin sudah pasti akan memicu pembalasan yang lebih kejam, pertumpahan darah yang sebenarnya akan terjadi setelah kondisi tubuhnya benar-benar siap. Untuk sekarang, Romi membiarkan keluarga Pratama tersenyum bahagia merayakan kemenangan mereka, tapi yang pasti akan segera tiba hari pembalasan. “Kau melamun lagi?” Suara lembut itu menyentak Romi yang langsung menoleh ke asal suara. “Sampai kapan alat sialan itu akan ada di tubuhku?” “Sampai kondisi kakimu benar-benar pulih.” Romi seketik
Hanya butuh kesabaran untuk sebuah kepastian. Tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras. Hidup untuk berjuang, jika pun ada keberuntungan itu hanya sebagian kecil, dan tidak bisa selalu diharapkan. Senyum Martin bak awet berformalin kala menatap personil keluarganya yang lengkap penuh kehangatan. Meski sang istri tidak lagi ada disisinya, begitu juga si bungsu penghidup suasana telah pergi lebih dulu, tetapi dengan melihat kebahagian kedua putranya yang lain, ia sudah merasa sangat beruntung. Berharap kebahagiaan itu tetap bisa dinikmati sampai dirinya menutup mata nanti.Bukan hanya hubungan Ghavin dan Dyra yang sudah mulai menuju keluarga bahagia, pun dengan Galih yang terlihat menikmati perannya sebagai suami siaga. Begitu juga Bella tidak canggung lagi menunjukkan perhatian serta kepeduliannya pada sang suami. Pemandangan yang sebelumnya Martin anggap akan sangat mustahil terjadi, ternyata berakhir lebih manis dari yang pernah diharapkan. “Aku sebenarnya semalam sangat ingin dibu