“Obrolan kalian sepertinya serius,” kata Anan yang menjemput Kinar di stasiun Bandung setelah Maria menaiki keretanya. Pria itu duduk tak jauh dari Kinar dan maria, sengaja mengping pembicaraan dua wanita yang sedang temu kangen. “Kamu sadis juga.”“Memangnya apa yang aku lakukan?” Kinar ganyem mie goreng dalam boxnya dengan santai. “Kamu sok tahu!”“Saya mendengarnya sendiri. Bukan sok tahu, tapi memang tahu apa yang kamu katakan kepada teman kamu itu. Jangan didik anak saya seperti itu.”Kinar menyeringai. Tersenyum miring dan menghadapkan kepalanya ke arah Anan yang sedang menyetir mobil.“Anak kamu?” ulang Kinar masih dengan seringaian di wajahnya yang berubah dingin. “Kalau begitu, kamu saja yang hamil! Kamu tidak perlu bersusah payah menikahi saya hanya untuk seorang anak.”Anan mendengkus. Mendengar perkataan Kinar yang tidak pantas diucapkan membuat kepala Anan menggeleng dengan penuh keheranan. Kok ada wanita seperti Kinar Dewi ini? Di antara puluhan wanita bahkan jutaan spes
Karena akan menjadi janda sebentar lagi, Ivana mulai kepanasan jika berada di dalam rumah yang satu atap dengan Anan. Ivana memilih pergi sebelum melihat kepulangan sang suami. Mencari angin segar untuk menjernihkan pikirannya sendiri dan melakukan hal-hal yang lebih membuatnya senang.“Kamu gila, ya?” tanya teman Ivana, Stafani. Wanita berambut pirang itu menanggak minumannya langsung dari botol. “Cuma kamu wanita yang paling santai saat akan diceraikan. Asal kamu tahu, jika aku ada di posisimu, mungkin menggila adalah jalanku demi tetap mempertahankan pernikahan. Tapi lihat apa yang kamu lakukan?”Stefani mendesis dan menggelengkan kepalanya tidak percaya. Wanita seperti ini berasal dari belahan dunia mana? Kenapa bisa tidak merasa khawatir atau pun melakukan ancaman-ancaman lainnya demi tetap memiliki ikatan?“Aku tidak mungkin berguling-guling di tanah dan memohon: Anan, jangan ceraikan aku. Aku masih sangat mencintai kamu. Anan aku mohon kembalilah. Aku mohon, Anan! Begitu maksud
Kembali bersitegang dengan Zahra adalah sesuatu yang Banyu benci.“Tapi benar, ‘kan kalau itu kamu?”Yang membuat mood Banyu amblas ke dasar bumi. Tuduhan yang Zahra layangkan tidak mendasar sama sekali. Tidak ada bukti yang bisa ditunjukkan hanya bermodalkan ‘katanya’. Miris. Hidup menuruti katanya yang di sampaikan dari orang lain. Tidak ada hasil yang membaik selain menuju pada kehancuran.“Aku di rumah, jelas!?” Sudah ketiga kalinya jawaban Banyu sama dan memang itu yang terjadi. “Kamu lupa?” Wajah Banyu merah padam sementara Zahra tetap keras kepala dengan tuduhannya. “Aku demam dan kamu berada di apartemenku. Kamu yang membelikan obat penurun demam serta memasakkan aku bubur. Kamu gila menyimpulkan hal yang tidak aku lakukan?”“Setelahnya aku pulang. Bisa saja, ‘kan kamu pergi dengan wanita itu? Sania tidak mungkin salah lihat. Jelas-jelas itu kamu. Kamu lupa pernah punya janji apa ke aku? Kamu bilang tidak akan pernah menginjakkan kakimu ke kelab dan segala bentuk hiburan malam
Kusut adalah suatu kondisi di mana wajah tidak terlihat segar sama sekali meski sudah menggunakan rangkaian skincare. Itu yang Banyu Himawan alami. Pagi ini, moodnya belum membalik seperti sedia kala atau layaknya pagi-pagi yang biasa dilaluinya. Zahra Amira menjadi beban tambahan yang tidak bisa Banyu singkirkan semudah mengedipkan mata. Andai itu bisa, Banyu ingin memindahkan Zahra ke Segitiga Bermuda. Biarlah lenyap di telan bumi ketimbang harus menggerecoki hidup Banyu.Gila saja Banyu harus hidup susah dengan uang dari penghasilannya yang pas-pasan. Zahra tidak berpikir jika Banyu menjadi tulang punggung keluarganya selepas Ayahnya yang meninggal. Meski menghidupi Ibu dan Adiknya di kampong tidaklah berat, namun Banyu sadar untuk kesejahteraan dan masa depan Adiknya haruslah cerah. Banyu tidak mau Adiknya menjalani kehidupan seperti yang Banyu alami. Banyu tidak mau masa tua Ibunya terbuang sia-sia dengan sisa-sisa kelelahan demi menaikkan derajat kedua anaknya.Jangan harap Bany
Apakah Zahra yakin? Apakah memang ini yang Zahra kehendaki: melepas Banyu dan mengakhiri hubungan keduanya?Sangat disayangkan bukan? Zahra pernah jatuh sejatuh-jatuhnya kepada sosok Banyu. Yang memberinya banyak cinta di saat kondisi Zahra benar-benar down. Hanya karena satu pengkhiantan, Zahra memilih menjadi gila sementara ada Banyu yang datang mengucurinya kasih sayang. Apa iya serius ingin berakhir begitu saja?Zahra mengembuskan napasnya. Memutar kursi kerjanya dan meninggalkan laptop dengan berlembar-lembar dokumen yang harus dipelajarinya. Zahra layangkan netra beningnya yang hampa ke luar. Bandung dalam suasana panas dan cerah. Gedung-gedung pencakar langit yang berdekatan dengan tempatnya bekerja cukup memberi hiburan bagi mata Zahra yang kosong.Ingatan Zahra melayang pada malam itu. Mungkin omongan Banyu memang benar. Zahra ingat, dirinya merawat Banyu yang demam meski tidak sampai pagi. Tapi setidaknya itu sudah menjadi bukti yang nyata jika Banyu memang berada di apartem
Kinar Dewi memilih cokelat dingin sebagai minumannya di siang yang terik ini. Bandung dan cuacanya sesekali menjadi sahabat dekat namun bisa juga berlaku seperti musuh. Hanya saat hujan mengguyur bumi pasundan, Kinar akan membutuhkan cokelat panas sebagai temannya. Tapi kali ini, selain teriknya matahari yang menyengat kulit, Kinar juga ingin misuh-misuh. Anan Pradipta penyebabnya. Pria itu merusak mood Kinar yang setengah matu jungkir balik mengembalikannya.“Bapak mengajak saya bertemu hanya untuk menikmati cokelat dingin ini di restoran baru, begitu?” Kinar tersenyum sinis dengan wajah penuh kekesalan. “Bapak memang pengangguran, sekarang saya yakin.”“Sesibuk-sibuknya saya, ketika saya bisa menyisihkan waktu untuk menemui kamu, maka jawabannya harus ‘ya’. Kamu dilarang menolak ajakan saya bahkan perintah saya. Saya tidak menerima itu semua.”Kinar menggelengkan kepalanya penuh keheranan. Karena memang percuma mendebat seorang Anan Pradipta yang punya jawaban atas seribu tanya sela
Banyu Himawan tidak ingin terkejut. Tapi tetap saja bertemu dengan Kinar Dewi setelah sekian tahun bukan suatu harapan yang Banyu panjatkan dalam doanya. Rasanya ini seperti karma. Saat batin sucinya membandingkan Kinar dengan Zahra, wanita yang pernah merajut cinta dengannya itu muncul di hadapannya. Dengan wajah yang bertambah cantik serta penampilan yang menarik. Banyak perubahan yang terjadi dalam diri Kinar dan Banyu tergiur akan rasa penasarannya.Banyu ingin tahu, apa yang saja yang telah Kinar alami setelah berpisah darinya? Meski terlihat baik-baik saja, kedalaman hati seseorang tidak ada yang bisa mengira. Bukan ingin sombong, tapi Banyulah orang yang selalu ada dan paling mengerti tentang Kinar. Banyu yang menjadi penyemangan untuk Kinar di saat mimpi-mimpi buruk itu selalu datang di setiap malamnya.“Baik. Halo juga mantan,” balas Banyu yang Kinar sambut dengan senyuman paling manis. Bahkan senyum yang Kinar lemparkan pun masih sama seperti dahulu. “Aku tidak menyangka aka
Banyu melihat dengan jelas cincin yang tersemat di jari Kinar. Serta ucapan Anan yang menyatakan jika mereka adalah pasangan kekasih yang sebentar lagi akan menikah cukup membuat Banyu berpikir keras. Memutar otaknya dengan cepat, Ivana memang gila dan benar-benar menjalankan rencana yang sudah lama wanita itu susun dengan rapi. Tapi Kinar yang masuk ke dalam perjalanan rumah tangga Anan dan Ivana tidak ada dalam bayangan Anan. Sekejap mata pun Anan tidak pernah membayangkan hal itu.“Ini pertama kalinya aku bertemu secara langsung sama Anan Pradipta. Selama ini yang selalu aku dengar hanya nama dan prestasinya saja. Wah …”Terang-terangan Zahra memuji dan menunjukkan rasa kagumnya pada seorang Anan Pradipta. Banyu tidak akan mangkir dari rasa cemburu yang menggerus dadanya. Meski tidak terlihat tulus menjalin hubungan dengan Zahra, lantaran wanita itu adalah tunangannya, Banyu tetap merasakan sakit hati. Mengingat status sosialnya yang tidak sepadan dengan Anan sementara Zahra terlih