Ivana Wijaya tidak pernah mempunyai rencana apa pun dalam hidupnya. Yang seringnya Ivana lakukan adalah mengikuti apa yang ada di depan matanya. Menyiapkan rencana untuk menjalani kehidupannya, Ivana tidak menyukai gagasan tersebut. Karena apa, karena Ivana pernah merasakan kegagalan atas rencana dalam hidupnya dan sesal yang Ivana rasakan tak berujung.Awalnya, menikah dengan Anan Pradipta menjadi rencana paling apik yang pernah Ivana siapkan. Segala persiapan telah matang dan tidak ada hambatan apa pun selama acara resepsi berlangsung. Satu bulan pertama di pernikahan mereka, Ivana masih merasakan getaran cinta hingga bulan berganti menjadi tahun. Namun semuanya berubah saat Ivana terus di desak untuk segera memiliki anak. Memang tidak meluncur dari mulut Anan dan suaminya itu tidak ambil pusing perihal belum hadirnya momongan dalam pernikahan keduanya.Karena hidup terlalu sempurna untuk Ivana, rasa bosan itu hadir tanpa di duga-duga. Anan yang monoton dan terlalu baik untuk Ivana
Malam menjadi waktu paling tenang untuk Kinar menulis. Kali ini bertema tentang pernikahan. Di mana yang sejauh ini Kinar temukan adalah teman-temannya yang menjanda di usia muda. Umur pernikahannya berjalan paling lama lima tahun dan paling pendek adalah tiga tahun.Kinar tidak tahu apa yang memutuskan mereka untuk cepat-cepat menikah selain sudah ada calonnya dan siap secara mental. Kinar tidak berani berkomentar panjang lebar karena dirinya saja belum memantapkan niatnya untuk menapaki dunia pernikahan. Membina rumah tangga bukan sesuatu yang mudah. Bukan sekadar menyoal cinta; dua hati yang menjadi satu. Menikah dalam benak Kinar yang sejauh ini tercanang ialah teman mengobrol. Partner kerja sama di dalam rumah yang menjalankan tugasnya tidak berdasarkan gender.Hanya karena kamu seorang suami, maka urusan anak, kamu menjadi abai. Hanya karena kamu kelelahan bekerja, kamu enggan dikeluhkan oleh rasa lelah istrimu menjaga dan mengurusi pekerjaan rumah tangga. Kinar tidak melihatnya
Kabur menjadi pilihan Kinar pagi itu. Merasa tertekan dengan kunjungan yang Anan lakukan, Kinar lebih baik menghindari sementara waktu ini. Di samping sebagai solusi dalam mencari jawaban atas keputusannya, Kinar ingin lebih fokus menggarap novelnya yang akan naik cetak sebentar lagi.Jakarta menjadi tujuan Kinar. Karena tidak mungkin dirinya tetap berada di Bandung di saat Anan bisa mengerahkan anak buahnya untuk mencari keberadaannya. Kinar benar-benar butuh waktu untuk sendiri dan mencari tahu kebenaran atas pilihannya ini.Sempat ragu sesaat kala hendak menaiki eskalator menuju peronnya. Kinar diam bak patung di depan eskalator yang untungnya sepi. Tidak banyak orang yang akan bepergian membuat pikiran Kinar tenang sejenak. Namun detik berikutnya Kinar mendapatkan kesadarannya kembali. Sudah berada di sini, tidak mungkin harus kembali dengan sia-sia. Anan hanya akan merecoki pikirannya dan emosinya akan terus membuncah. Maka dengan kepala yang menggeleng, Kinar melanjutkan langkah
“Kamu serius?”“Hm, aku serius. Ini pertama kalinya aku ke Jakarta lewat jalur kereta.” Kinar berjalan dengan santai. Bersisihan dengan temannya yang telah menunggunya di Stasiun Gambir. “Aku baru tahu rupa dari jembatan cisomang yang viral di media sosial.”“Bukan itu yang aku maksud!” Kinar hentikan langkah kakinya dan menghadap ke arah temannya. Rania Agustin namanya. “Keputusan kamu buat kabur ke sini dan tindakan yang kamu ambil.”“Aku bukan criminal, ya.” Apa pun itu namanya Rania tidak peduli. “Aku hanya sedang mencari ketenangan. Walaupun dinamakan kabur bukan berarti aku pengecut.”“Sejak kapan ada pengecut yang menilai dirinya baik? Jangan konyol.”Rania misuh-misuh. Wanita yang seumuran sebaya dengan Kinar ini adalah teman semasa kuliah dulu. Dan tahun-tahun yang telah berganti, ini adalah pertama kalinya Kinar dan Rania bertemu kembali.“Aku mengatakan jika aku bukan pengecut. Artinya memang aku ini bukan pengecut. Rania, kamu dan emosimu tidak pernah berubah.”“Wah …” Bag
“Jadi kalau kamu bertanya bagaimana kehidupan sebagai seorang ibu yang merawat anaknya di atas padatnya pekerjaan, akan aku jawab bahwa itu sulit. Tapi karena aku tidak punya pilihan alih-alih selalu disbanding-bandingkan dengan saudara iparku, aku memilih tetap waras.”Kinar kaget mendengar penuturan Rania yang keras. Kinar pikir meskipun sudah mempunyai rumah sendiri dan hanya fokus pada keluarganya saja, pihak luar tidak akan ikut campur. Tapi siapa yang sangka jika ibu mertuanya justru menjadi kompor dalam rumah tangganya. Membayangkan itu, Kinar meringis sembari menyeruput es kopinya.“Makanya aku bertanya, bagaimana bisa kamu mengambil langkah ini? Apa kamu yakin? Itu alasan kenapa aku sangat khawatir. Bukan karena asal bertanya tapi aku lebih dulu berada di posisi itu. Sejauh pencarianku …” Rania hentikan ucapannya dan membuka ponselnya. “Anan Pradipta benar-benar konglomerat nomor satu di Indonesia. Kekayaan dan segudang prestasi yang dia sabet tidak main-main. Bukan cuma di p
“Apa temanya?” tanya Ivana menyeruput jus dinginnya. Bali dan cuacanya yang cerah. Berada di bawah terik matahari pagi mampu meregangkan otot-ototnya yang kaku. “Aku masih bingung. Kenapa kita membutuhkan liburan padahal tidak banyak aktivitas yang kita lakukan. Dan sampai sejauh ini …” Ivana menjeda dengan kepala menoleh ke samping. Di mana Banyu sedang tersenyum dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. “Aku lebih suka Lembang. Penginapan di tengah-tengah hutan pinus dan sungai di depannya. Belum lagi ketika rintik-rintik hujan turun menyambut.”Kekehan Banyu terdengar dan Ivana hanya menghela napasnya dalam-dalam. Pria ini memang unik dan sedikit berbeda dari pria pada umumnya yang Ivana kenal. Sifatnya yang sulit untuk Ivana tebak dan karakternya dengan pembawaan yang tenang. Pantas jika banyak wanita dikalangannya yang memujanya. Ivana saja tergiur walaupun tahu itu suatu tindakan yang bodoh. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Ivana hanya akan mengoleh bubur dengan
“Menurut kamu arti dari menikah itu apa?”Teguh menoleh dengan sedotan yang masih menempel di mulutnya. Pertanyaan dari Kinar belum sepenuhnya Teguh pahami namun tahu arti dan arahnya ke mana. Wanita ini mungkin sedang bimbang. Terlihat dari raut wajahnya yang sendu meski segar sepenuhnya. Kualitas tidurnya mungkin terjaga atau semalam bisa memejamkan matanya dengan nyenyak.“Saya juga tidak tahu.”“Karena waktu kamu sudah habis untuk melayani Anan dan segala jadwal yang mengharuskan kamu menghandlenya.” Tidak Teguh sangkal hanya memberi senyuman kecil. “Kamu harus mulai merubah secara perlahan atau akan menjalani masa tuamu sendirian. Aku dengar, tidak menikah dan tidak ada pasangan yang menemani masa tua kita amatlah mengerikan.”Kinar benar dan seandainya Teguh bisa melakukan itu maka tidak akan ada Teguh di sini. Waktu Teguh tidak sepenuhnya tersita di kantor. Teguh bisa berkencan seperti pasangan pada umumnya, makan siang atau makan malam di restoran pilihan kekasihnya dan berman
Capek sekali menjadi Kinar Dewi. Yang isi pikirannya selalu rungsing. Yang diam saja sudah membuatnya tertekan apa lagi melakukan banyak tindakan-tindakan yang terlihat aneh. Kinar Dewi punya satu titik di mana ingin menyerah saja. Mengakhiri yang sedang dijalaninya karena merasa Tuhan tidak pernah adil kepadanya. Seakan takdir yang digariskan untuknya tidak pernah memihaknya. Seolah-olah yang Kinar lakukan bukanlah hal yang pantas untuk dilakukan.Setelah perginya Teguh dari kost Kinar, tidak serta merta membuat wanita berambut panjang hitam legam itu tenang. Kinar masih bimbang dengan pilihannya. Kinar masih belum menemukan keputusan mana yang harus diambilnya. Apakah harus mundur atau tetap melanjutkan penawaran yang Anan berikan. Agar Tuhan tahu jika Kinar sudah sangat berputus asa pada kehidupannya. Alih-alih memilih mati, Kinar lebih ingin menunjukkan rasa murkanya jika dunia tidak pernah memperlakukan dirinya dengan baik.“Kamu pikir menikah tidak butuh biaya!?”Selalu seperti