"Selamat pagi diriku, sekarang kamu harus sarapan dan berangkat kerja jalan kaki seperti biasanya, nanti aku juga mau minta jadwal kerjaku diganti seperti dulu kerja malam." Vea lebih menyukai kerja malam daripada harus selalu kerja pagi dikarenakan dia sendiri kurang menyukai bangun pagi. "Rasanya aku harus katakan sama diriku, aku mau membiasakan diri semuanya sendiri seperti dulu, aku pasti bisa." Wanita itu berangkat kerja mengunci pintu kosannya, tidak lupa berdoa agar dia diberikan keselamatan oleh Tuhan. Di tempat kerja seperti biasanya Vea harus merapihkan barang-barang baru ke stok lama yang sudah ada di sana, dia begitu antusias menjalani harinya sampai melupakan makan siangnya. "Kerja, ayo semangat kerja Vea." Begitu terucap di mulutnya sendiri, Vea merasakan perutnya keroncongan belum di isi ulang untuk makan siangnya. "Aku lupa!" Sekarang Vea membeli tiga roti yang ada di dalam toko dan memakannya di sana dengan minuman segar. "Rasanya makan siangku cukup se
Satu minggu berlalu. Dengan adanya pekerjaan yang di lakukan Vea tidak membuat dirinya terus mengingat statusnya sekarang, antara sudah memiliki suami tetapi dibiarkan hidup sendiri. "Sekarang waktunya ke rumah sakit lagi untuk mendapatkan hasil yang aku harapkan bisa membawa Mas Wiliam memaafkan aku." Vea berangkat ke rumah sakit sesudah dirinya pulang kerja jam malam dan pulang pagi, itu kesempatannya untuk bisa pergi mencari tahu kebenarannya. Ketika datang di rumah sakit dua puluh menitan, Vea bertemu dengan dokter Irwansyah yang sudah menangani masalahnya ini. "Gimana Dok?" "Hasilnya positif." "Positif apa Dok?" "Positif jika Anda subur dan tidak memiliki riwayat penyakit apa pun, karena dari beberapa tes yang di lakukan, hasil tes pertama ini sepertinya tertukar dengan yang lain, atau ada yang merubahnya secara sengaja untuk membuat Anda dirugikan." "Sudah aku duga!" "Kalau begitu aku permisi dulu Dok, terima kasih untuk hasilnya." "Silakan, sama-sama." Vea mengamb
"Silvi, kenapa kamu begini? Dia sudah mengkhianati aku sama pria lain! Masa kamu tidak paham juga aku sakit hati. Sekarang aku minta sama kamu untuk tidak ikut campur masalah aku sama Vea." Wiliam masih belum bisa menerima Vea dalam hidupnya. Untuk kali ini kasus perselingkuhan Vea terlalu menyakitkan untuknya. "Mas, aku tau semuanya menyakitkan. Tapi coba kamu pikirkan apa benar Vea selingkuh? Kamu melihat sendiri atau kamu sudah tanya sama Vea? Kita tau kalau Vea selama ini berkata jujur apa adanya, kamu juga kenal Vea Mas." Silvi kembali mengingatkan Wiliam demi dirinya bisa tetap menyembunyikan kenyataan fakta yang ada, semua itu juga untuk suaminya yang paling dicintainya. "Mas, aku mohon jangan mengusir Vea dari sini, kita bisa memberikan dia kesempatan untuk memperbaiki sikapnya. Aku tidak pernah meminta apa pun dari mu, tapi kali ini coba kamu turuti permintaan Kak Silvi Mas, aku mohon." Cici membela Vea juga, begitu juga Ria yang memegang lengan Wiliam, ketiga istrinya
Wiliam sekarang duduk tanpa memperdulikan Vea bicara apa padanya. Silvi bisa merasakan kalau suaminya sedang marah besar. "Cukup Vea! Lebih baik kamu mengalah daripada terus berdebat di depan makanan, nanti makanan kamu kita bertiga yang habiskan," kata Silvi melirik ke Cici dan Ria. "Benar, kami akan bantu habiskan." Ria membenarkan kata-kata Silvi, suaminya memang keterlaluan sudah memperlakukan Vea sebegitu bencinya. "Terserah! Aku sudah tidak lapar lagi, bilang sama Wiliam nanti aku mau pergi belanja, jadi aku mau lama di luar rumah." Padahal sudah terdengar oleh Wiliam yang sedang menunggu roti panggang yang dibuatkan Ria, Cici memakan jatah makanan yang tadinya untuk Wiliam sebagai tanda dirinya tidak mau makanan seenak itu dibuang. Saat Vea pergi, Wiliam berdengus melihat Vea yang tidak menganggap dirinya ada. "Bisa-bisanya dia mau keluar tapi tidak langsung izin tatap muka padaku? Kalian dengar sendiri istri macam apa dia sekarang!" Wiliam murka Vea mau pergi send
Saat Vea tengah sibuk belanja, Silvi dan Ria sudah bertemu dengan seseorang yang bertugas menyelidiki semua yang terjadi pada Vea waktu malam itu. "Gimana?" "Semua ada di map biru ini, aku akan berikan asalkan bayarannya memuaskan." "Tenang saja. Semua sudah disiapkan dari kemarin-kemarin, jadi bisa langsung aku mengambilnya?" Silvi mengeluarkan uangnya dan memberikan pada seseorang itu, Ria juga duduk di sana mengambil apa yang diserahkan oleh seseorang itu. "Kalau begitu saya pamit dulu, tugas saya sudah selesai. Lain kali hubungi jika ada kerjaan seperti ini." "Ok." Jawaban singkat Silvi membuat seseorang itu pergi, dengan cepat Ria membuka sebuah bukti yang bisa membuktikan jika Vea tidak bersalah. "Ya, ampun. Tidak mungkin!" Ria terkejut melihat foto-foto seseorang yang dirinya kenal. Ternyata. "Cici, dia pelakunya." Silvi mengambil paksa dari tangan Ria yang dari tadi sangat terkejut sekali dengan apa yang didapatkannya. "Ini tidak mungkin! Untuk apa Cici melaku
Cici kembali bekerja, Ria dan Silvi menunggu Cici selesai karena beberapa foto lagi. Mereka tidak masalah menunggu sampai selesai dan pulang sama-sama. "Kak Silvi, aku rasa Cici perlu kita awasi, aku takut dia berbuat yang tidak-tidak terhadap Vea." Silvi bisa merasakan kebencian Cici jauh lebih besar daripada dirinya dan Ria, dan semua yang dikatakan orang itu benar, orang terdekat selalu menjadi pisau untuk bisa membunuh diam-diam. "Kalau begitu kita awasi dia jangan sampai berbuat nekat, kita tidak boleh cenderung mencurigai Cici terang-terangan, kita cegah dia agar tidak melakukan sesuatu yang membuatnya dibenci sama Mas Wiliam, aku takut Mas Wiliam menceraikan Cici." "Baik, Kak Silvi." Ria setuju dengan Silvi, tidak mau juga kalau Cici sampai pergi dari rumah itu karena Cici termasuk orang yang sangat baik pada semua orang yang ada di rumah itu. "Kalian sudah lama menunggu aku?" Cici sudah selesai ketika setengah jam menuntaskan pekerjaannya. Dan terlihat jika Ria dan Si
Silvi mendengar suara Cici dibalik pintu kamarnya, segera dia membukakan pintunya supaya bisa mengetahui apa yang ingin disampaikan madunya itu. "Kamu Ci, masuklah dulu kalau mau ada yang ingin disampaikan." Cici langsung masuk ketika dipersilahkan, ternyata Silvi begitu pengertian dengannya yang mau bicara empat mata. "Kak Silvi, aku mau minta tolong sama Kakak untuk malam ini kan jatahnya Vea, tapi waktu itu Vea juga mengambil jatahku, maka aku mau mengambil jatah malamnya bersama Mas Wiliam." Silvi mendengus, baru saja ingin beristirahat sejenak tidak memiliki beban hidup sama sekali, tetapi ini dipusingkan dengan permintaan Cici. "Terus aku bisa bantu apa Ci?" "Tolong berikan obat tidur dalam minuman Vea, aku mau Kak Silvi yang memberikannya." "Jangan Ci, nanti kalau Mas Wiliam tau, gimana?" "Satu kali ini tolong aku Kak Silvi, aku mohon jangan buat Vea menang karena dia selalu bisa melakukan apa saja." Silvi memahami apa yang dirasakan Cici, selama ini juga dirinya in
Wiliam sudah kelelahan. Dia tidur di samping Cici yang masih bersemangat sekali ingin melakukannya, tetapi Cici memiliki tujuan lain sudah melihat suaminya tertidur pulas. "Selamat tidur Mas." Cici turun dan menggunakan pakaiannya lagi, dia segera keluar dari kamar untuk mencari seseorang yang mungkin menunggu suaminya turun dari lantai dua. Ternyata benar kalau Vea masih berada di ruang tengah menunggu Wiliam turun dan bicara di sana, tetapi Vea hanya melihat Cici yang turun dengan menggunakan pakaian yang menjijikkan. "Kamu pasti menunggu Mas Wiliam ya?" Cici begitu santai mengambil minuman yang ada di atas meja, Vea masih santai duduk dengan mengetuk-ngetuk kan tangannya di meja, tetapi malah diganggu. "Di mana Wiliam?" "Dia di dalam kamarku, sedang lelah dengan apa yang dia perbuat sama aku, kamu bisa lihat sendiri." "Apa yang terjadi Ci? Kenapa kamu bersikap seperti ini sama aku? Bukankah kamu tau kalau malam ini hari jatah aku sama Wiliam! Terus kamu merebutnya?" Ve