Silvi mendengar suara Cici dibalik pintu kamarnya, segera dia membukakan pintunya supaya bisa mengetahui apa yang ingin disampaikan madunya itu. "Kamu Ci, masuklah dulu kalau mau ada yang ingin disampaikan." Cici langsung masuk ketika dipersilahkan, ternyata Silvi begitu pengertian dengannya yang mau bicara empat mata. "Kak Silvi, aku mau minta tolong sama Kakak untuk malam ini kan jatahnya Vea, tapi waktu itu Vea juga mengambil jatahku, maka aku mau mengambil jatah malamnya bersama Mas Wiliam." Silvi mendengus, baru saja ingin beristirahat sejenak tidak memiliki beban hidup sama sekali, tetapi ini dipusingkan dengan permintaan Cici. "Terus aku bisa bantu apa Ci?" "Tolong berikan obat tidur dalam minuman Vea, aku mau Kak Silvi yang memberikannya." "Jangan Ci, nanti kalau Mas Wiliam tau, gimana?" "Satu kali ini tolong aku Kak Silvi, aku mohon jangan buat Vea menang karena dia selalu bisa melakukan apa saja." Silvi memahami apa yang dirasakan Cici, selama ini juga dirinya in
Wiliam sudah kelelahan. Dia tidur di samping Cici yang masih bersemangat sekali ingin melakukannya, tetapi Cici memiliki tujuan lain sudah melihat suaminya tertidur pulas. "Selamat tidur Mas." Cici turun dan menggunakan pakaiannya lagi, dia segera keluar dari kamar untuk mencari seseorang yang mungkin menunggu suaminya turun dari lantai dua. Ternyata benar kalau Vea masih berada di ruang tengah menunggu Wiliam turun dan bicara di sana, tetapi Vea hanya melihat Cici yang turun dengan menggunakan pakaian yang menjijikkan. "Kamu pasti menunggu Mas Wiliam ya?" Cici begitu santai mengambil minuman yang ada di atas meja, Vea masih santai duduk dengan mengetuk-ngetuk kan tangannya di meja, tetapi malah diganggu. "Di mana Wiliam?" "Dia di dalam kamarku, sedang lelah dengan apa yang dia perbuat sama aku, kamu bisa lihat sendiri." "Apa yang terjadi Ci? Kenapa kamu bersikap seperti ini sama aku? Bukankah kamu tau kalau malam ini hari jatah aku sama Wiliam! Terus kamu merebutnya?" Ve
Vea tertidur setelah dirinya berjam-jam menangis sendirian. Terlebih hatinya yang sedang terluka akibat Cici yang ternyata berbohong memperlihatkan kebaikan di depannya tetapi Cici memiliki niat yang buruk terhadapnya. Pagi-pagi Wiliam bangun tanpa disambut oleh semua istrinya yang masih kelelahan akibat pertengkaran semalam. "Mereka semua belum pada bangun?" Wiliam sendiri tahu kalau Cici masih tertidur di kamarnya karena dia libur hari ini, tetapi Silvi dan Ria yang biasa menemaninya sarapan tidak ada di sana. "Sebenarnya ada apa sama mereka semuanya? Aku harus mencari tau, sepertinya ada yang disembunyikan dari aku." Pria itu tidak sarapan pagi ini, dia berangkat tanpa berpamitan dengan siapapun juga di sana, dengan cepat Wiliam memesankan sarapan untuk empat istrinya. "Aku pesankan mereka paket sarapan sehat saja agar nanti bangun-bangun langsung makan, aku kasihan sama Ria juga selalu bangun pagi-pagi sekali untuk membuatkan aku sarapan." Saat Wiliam sudah masuk ke dal
Saat Silvi, Ria dan Cici berpesta atas kemenangan yang mereka lakukan terhadap Vea, sekarang tinggal Vea yang masih tergeletak di lantai setelah tiga jam. "Di mana aku?" Vea bangun perlahan seluruh tubuhnya sakit, bahkan bagian kedua kakinya memar dan Vea merasakan nyeri yang luar biasa. "Aw ... semua ini perbuatan mereka bertiga, kemana mereka, kenapa aku diletakkan di lantai kamarku seperti ini?" Vea ingin sekali keluar untuk membuat perhitungan pada mereka bertiga, tetapi tubuhnya tidak cukup kuat jika melawan mereka bertiga. "Lebih baik aku istirahat saja di tempat tidur, nanti biar minum obat nyeri agar tidak sakit lagi." Vea masih memiliki obat nyeri ketika berobat waktu itu, dia tidak akan melupakan apa yang dilaluinya hari ini mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakan di rumah suaminya. Di pejamkan matanya perlahan, Vea mendengar suara mobil datang ke rumah, sepertinya Vea tahu kalau itu adalah mobil suaminya, tetapi Vea sendiri bingung kenapa Wiliam pulang siang
Silvi sudah berada di dalam kamar bersama Wiliam, Cici dan Ria menunggu Silvi untuk mengumumkan pada mereka berdua tentang keberadaan Vea. "Mas, kamu mau langsung tidur?" Wiliam sudah merebahkan tubuhnya seperti biasa ketika sangat lelah dengan pekerjaannya. Hidupnya sekarang tidak memiliki semangat seperti ketika Wiliam masih mempercayai Vea dalam hidupnya. "Iya, aku mau langsung tidur, apa kamu mau bermain dulu?" "Bukan Itu Mas, aku cuma mau bertanya tentang tempat kerja Vea, sebenarnya Vea kerja di mana? Kamu pasti tau kan tempat kerjanya. Aku nanti mau memastikan sendiri kalau Vea tidak melakukan sesuatu di tempat kerjanya." Pertanyaan yang membuat Wiliam malas untuk menjawabnya, tetapi tatapan Silvi seolah memiliki tanda sangat penasaran dengan jawaban suaminya. "Aku rasa tidak perlu membahas Vea lagi! Sekarang aku mau tidur, kamu tanya langsung saja sama Vea." Wiliam masih belum mau menjawabnya, seketika Silvi menjadi turun dari tempat tidur untuk memberitahukan kalau
"Sudah! Kita masuk ke dalam dulu jangan sampai Mas Wiliam tau kalau kita bertiga baru bertemu dengan Vea." Cici yang lebih dulu membuka pintu taksi, mereka berdua turun juga setelah Cici, dan ternyata mereka bertiga melihat seseorang di balik pintu ketika mereka membuka pintu rumah. "Dari mana kalian bertiga?" Wiliam berdiri dengan tegapnya dihadapan mereka bertiga, terlihat sekali mereka sedang ketakutan. "M-mas Wiliam. Kamu sudah bangun malam-malam seperti ini? K-kami baru jalan-jalan santai saja." Silvi menjawab dengan penuh gugup di depan suaminya. Begitu juga Ria dan Cici tidak bisa menjawabnya. "Malam-malam seperti ini? Jujur sama aku ada apa sama kalian bertiga! Jangan sampai aku marah karena kalian menyembunyikan sesuatu dariku!" Wiliam ingin memastikan lagi kepada mereka bertiga untuk tidak membohongi dirinya, karena Wiliam sangat tidak menyukai jika istrinya berbohong. "Benar, Mas. Kami bertiga hanya jalan-jalan seperti biasa. Mas Saja yang sudah tidur terlalu ce
Wiliam sudah menghabiskan dua mie instan yang dilahapnya, tidak dengan Vea yang masih menatap suaminya dengan penuh perasaan. "Mie ini sangat enak. Rasanya aku mau tambah lagi, kamu harus mencoba rasa yang lain, kamu pasti akan menyukainya." Vea tersadar kembali di dekatnya masih ada Wiliam yang bicara tentang mie ayam bukan mengenai perasaan atau kemandulan. "Satu saja belum habis mau tambah lagi. Kamu yang harus tambah, lihat mie kamu sudah habis." Wiliam melihat Vea tidak berselera makan, dari tadi yang dilihatnya hanya Vea yang terus melamun. "Baiklah, kamu tunggu di sini." "Wiliam, aku harus kembali bekerja. Waktu aku susah habis, mungkin kamu harus pulang sekarang." Vea sudah melihat jam di tangannya ternyata memang waktu istirahatnya sudah habis dan dia harus segera bekerja seperti biasanya sebelum teman-temannya akan menegurnya. "Oh, kalau begitu kamu bisa lanjut kerja dan aku lanjut makan, lagipula aku tidak masalah makan sendiri. Sudah biasa aku setiap ma
Mereka sampai juga di rumah. Wiliam tidak melihat siapapun kecuali dirinya dan Vea yang ada di dalam ruang tamu, sepertinya memang mereka bertiga sudah tidur. "Vea, kamu mau langsung tidur?" "Iya, aku mau tidur. Kamu sendiri gimana?" "Iya, mau berendam air hangat dulu. Pasti enak kalau berendam." "Kalau begitu aku masuk ke kamar dulu. Kamu jangan lupa tidur." "Iya, Vea." Vea berjalan ke arah kamarnya meninggalkan Wiliam yang masih terus memperhatikan istrinya sampai benar-benar masuk ke dalam kamar. "Vea ... tadinya aku mau mengajak kamu berendam bersama, tapi rasanya tidak enak karena pasti kamu capek." Wiliam berjalan ke arah kamarnya, tidak mengarah ke salah satu kamar istri-istrinya karena dia ingin menenangkan pikiran sekarang. Di dalam kamar Vea sendiri memikirkan Wiliam yang begitu perhatian padanya hari ini, hampir pagi matanya tetap terjaga karena terus memikirkan suaminya yang memandangi tanpa berhenti sepanjang jalan tadi. "Wiliam, kamu memang tampan, pantas s