Saat Silvi, Ria dan Cici berpesta atas kemenangan yang mereka lakukan terhadap Vea, sekarang tinggal Vea yang masih tergeletak di lantai setelah tiga jam. "Di mana aku?" Vea bangun perlahan seluruh tubuhnya sakit, bahkan bagian kedua kakinya memar dan Vea merasakan nyeri yang luar biasa. "Aw ... semua ini perbuatan mereka bertiga, kemana mereka, kenapa aku diletakkan di lantai kamarku seperti ini?" Vea ingin sekali keluar untuk membuat perhitungan pada mereka bertiga, tetapi tubuhnya tidak cukup kuat jika melawan mereka bertiga. "Lebih baik aku istirahat saja di tempat tidur, nanti biar minum obat nyeri agar tidak sakit lagi." Vea masih memiliki obat nyeri ketika berobat waktu itu, dia tidak akan melupakan apa yang dilaluinya hari ini mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakan di rumah suaminya. Di pejamkan matanya perlahan, Vea mendengar suara mobil datang ke rumah, sepertinya Vea tahu kalau itu adalah mobil suaminya, tetapi Vea sendiri bingung kenapa Wiliam pulang siang
Silvi sudah berada di dalam kamar bersama Wiliam, Cici dan Ria menunggu Silvi untuk mengumumkan pada mereka berdua tentang keberadaan Vea. "Mas, kamu mau langsung tidur?" Wiliam sudah merebahkan tubuhnya seperti biasa ketika sangat lelah dengan pekerjaannya. Hidupnya sekarang tidak memiliki semangat seperti ketika Wiliam masih mempercayai Vea dalam hidupnya. "Iya, aku mau langsung tidur, apa kamu mau bermain dulu?" "Bukan Itu Mas, aku cuma mau bertanya tentang tempat kerja Vea, sebenarnya Vea kerja di mana? Kamu pasti tau kan tempat kerjanya. Aku nanti mau memastikan sendiri kalau Vea tidak melakukan sesuatu di tempat kerjanya." Pertanyaan yang membuat Wiliam malas untuk menjawabnya, tetapi tatapan Silvi seolah memiliki tanda sangat penasaran dengan jawaban suaminya. "Aku rasa tidak perlu membahas Vea lagi! Sekarang aku mau tidur, kamu tanya langsung saja sama Vea." Wiliam masih belum mau menjawabnya, seketika Silvi menjadi turun dari tempat tidur untuk memberitahukan kalau
"Sudah! Kita masuk ke dalam dulu jangan sampai Mas Wiliam tau kalau kita bertiga baru bertemu dengan Vea." Cici yang lebih dulu membuka pintu taksi, mereka berdua turun juga setelah Cici, dan ternyata mereka bertiga melihat seseorang di balik pintu ketika mereka membuka pintu rumah. "Dari mana kalian bertiga?" Wiliam berdiri dengan tegapnya dihadapan mereka bertiga, terlihat sekali mereka sedang ketakutan. "M-mas Wiliam. Kamu sudah bangun malam-malam seperti ini? K-kami baru jalan-jalan santai saja." Silvi menjawab dengan penuh gugup di depan suaminya. Begitu juga Ria dan Cici tidak bisa menjawabnya. "Malam-malam seperti ini? Jujur sama aku ada apa sama kalian bertiga! Jangan sampai aku marah karena kalian menyembunyikan sesuatu dariku!" Wiliam ingin memastikan lagi kepada mereka bertiga untuk tidak membohongi dirinya, karena Wiliam sangat tidak menyukai jika istrinya berbohong. "Benar, Mas. Kami bertiga hanya jalan-jalan seperti biasa. Mas Saja yang sudah tidur terlalu ce
Wiliam sudah menghabiskan dua mie instan yang dilahapnya, tidak dengan Vea yang masih menatap suaminya dengan penuh perasaan. "Mie ini sangat enak. Rasanya aku mau tambah lagi, kamu harus mencoba rasa yang lain, kamu pasti akan menyukainya." Vea tersadar kembali di dekatnya masih ada Wiliam yang bicara tentang mie ayam bukan mengenai perasaan atau kemandulan. "Satu saja belum habis mau tambah lagi. Kamu yang harus tambah, lihat mie kamu sudah habis." Wiliam melihat Vea tidak berselera makan, dari tadi yang dilihatnya hanya Vea yang terus melamun. "Baiklah, kamu tunggu di sini." "Wiliam, aku harus kembali bekerja. Waktu aku susah habis, mungkin kamu harus pulang sekarang." Vea sudah melihat jam di tangannya ternyata memang waktu istirahatnya sudah habis dan dia harus segera bekerja seperti biasanya sebelum teman-temannya akan menegurnya. "Oh, kalau begitu kamu bisa lanjut kerja dan aku lanjut makan, lagipula aku tidak masalah makan sendiri. Sudah biasa aku setiap ma
Mereka sampai juga di rumah. Wiliam tidak melihat siapapun kecuali dirinya dan Vea yang ada di dalam ruang tamu, sepertinya memang mereka bertiga sudah tidur. "Vea, kamu mau langsung tidur?" "Iya, aku mau tidur. Kamu sendiri gimana?" "Iya, mau berendam air hangat dulu. Pasti enak kalau berendam." "Kalau begitu aku masuk ke kamar dulu. Kamu jangan lupa tidur." "Iya, Vea." Vea berjalan ke arah kamarnya meninggalkan Wiliam yang masih terus memperhatikan istrinya sampai benar-benar masuk ke dalam kamar. "Vea ... tadinya aku mau mengajak kamu berendam bersama, tapi rasanya tidak enak karena pasti kamu capek." Wiliam berjalan ke arah kamarnya, tidak mengarah ke salah satu kamar istri-istrinya karena dia ingin menenangkan pikiran sekarang. Di dalam kamar Vea sendiri memikirkan Wiliam yang begitu perhatian padanya hari ini, hampir pagi matanya tetap terjaga karena terus memikirkan suaminya yang memandangi tanpa berhenti sepanjang jalan tadi. "Wiliam, kamu memang tampan, pantas s
Wiliam masuk ke dalam kamar kembali menuju Vea dan Cici yang ada di tempat tidur. "Iya, Wiliam. Kamu sendiri kenapa ada di sini? Bukannya kamu bekerja?" Vea yang masih tertekan dengan ancaman Cici berpura-pura untuk bisa terlihat kuat di depan suaminya yang mendekatinya. "Aku tidak berangkat, nanti aku kerjakan pekerjaan dari rumah. Aku sudah panggilkan kamu dokter untuk memeriksakan kaki kamu." Wiliam ingin melihat seberapa parah kaki Vea, terlihat Cici sedikit panik karena suaminya mau mengecek sendiri, ternyata Wiliam melihat dengan jarak yang cukup dekat. "Jadi yang seperti ini kamu bilang jatuh di tempat kerja?" Pria itu mengerti kalau istrinya sedang berbohong padanya. Dan dia percaya ada yang melakukan itu pada Vea. "Iya, kamu saja yang terlalu mengkhawatirkan aku, nanti juga sembuh sendiri, Wiliam." "Tidak! Kamu harus tetap diperiksa oleh dokter, aku rasa kamu Ci keluar dari kamar ini biarkan aku bersama dengan Vea." Wiliam mengusir Cici karena melihat wajah Vea y
Silvi dan Ria dibantu berdiri sama Wiliam. Tidak ada yang boleh bersujud sampai seperti itu di depan Wiliam walaupun mereka salah. "Bangunlah kalian berdua! Sekarang kita duduk di ruang depan dan jelaskan semuanya, panggil Cici juga." Wiliam lebih dulu beranjak pergi dari kamar itu. Mereka keluar dengan Vea juga yang mengikuti dari belakang. Ternyata ada Cici di atas tangga dipanggil oleh Silvi. "Ci! Kata Mas Wiliam ke ruang tamu." Cici mendengar betul Silvi bicara apa padanya. Sekarang dia turun mengikuti mereka ke ruang tamu yang sudah ada Wiliam duduk di sana. "Jelaskan!" Wiliam melihat ketiga istrinya duduk, kecuali Vea yang berdiri karena tidak mau duduk bersama mereka. "Maafkan aku Mas, jangan salahkan Ria dan Cici, aku yang selama ini menutupi semuanya dari kamu hanya karena aku tidak mau melihat kamu sedih dan terpuruk melihat kenyataan yang ada di diri kamu sendiri. Aku cuma mau lihat kamu selalu bersemangat, apalagi kamu seorang pemimpin, aku takut semua berpengar
"Aku harus kemana?" Vea berada di jalanan. Dia tidak tahu arah dan tujuan mau kemana untuk menjadi tempat tinggalnya. "Vea, sekarang kamu sendirian. Kamu mau tinggal di mana lagi? Oh, sekarang aku tau mau tinggal di mana." Vea sudah tahu mau kemana dirinya untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak, setidaknya bisa menjadi tempat tinggalnya. Dirinya masih bekerja juga, jadi masih mampu membayar sewanya. Bergegas Vea pergi ke kontrakan yang sudah dibayarnya selama satu bulan itu, dia belum memberikan kunci pada pemiliknya ketika pulang ke rumah Wiliam. Sampai di kontrakan, Vea membuka pintu kontrakan, beruntung Vea tidak memutuskan pergi dari kontrakan pada malam itu karena Ibu kontrakannya tidak ada di sana. "Aku hanya punya kontrakan ini, tapi setidaknya aku mampu untuk hidup di atas kaki aku sendiri, pekerjaan aku juga cukup untuk membayar sewa bulan berikutnya. Untuk makan dan lainnya, semoga Wiliam segera menceraikan aku agar terbebas dari beban menjadi istrinya." Vea