Ria sudah ada di depan mata Vea. Dilihatnya Vea begitu sedih sampai tidak bisa berhenti menangis. "Vea, ayo kita pulang ke rumah. Jangan lari lagi dari Mas Wiliam, tadi aku juga sudah bilang sama Cici untuk pulang dulu." Vea bersama Ria masuk ke dalam mobil untuk pulang ke rumah suaminya. Dia sana Ria juga mau membela mati-matian apa yang terjadi pada Vea dan Cici sesuai yang diceritakan Cici pada Ria. Dua puluh menit berlalu mobil Ria sudah ada di depan rumah. Terlihat Cici ada di depan teras menyambut kedatangan Ria dan Vea. "Di mana Mas Wiliam?" Ria dengan berani melangkah bergandengan tangan dengan Vea yang sama sekali tidak bisa berkata-kata lagi. "Di dalam sama Kak Silvi, tapi rasanya mereka sedang berdebat sesuatu yang tidak boleh orang lain tau." Ucapan Cici membuat Ria penasaran, sedangkan Vea sudah tahu apa yang diperdebatkan Silvi dan Wiliam pasti mengenai dirinya yang mandul. "Mas Wiliam, kamu segera ceraikan Vea. Apa yang pantas dipertahankan dari per
Di dalam kamar, Ria dan Cici saling melihat hasil kesuburan mereka masing-masing, tidak ada yang membuat mereka bersedih karena hasil yang asli masih tersimpan rapih di tangan mereka. "Kak Ria, apa kita tidak keterlaluan sama Vea ya? Hasil tesnya Vea mungkin sama dengan kita berdua yang baik-baik saja tapi perbedaannya Vea tidak mengetahui semuanya." Cici mengeluarkan hasil tes kesuburan miliknya beberapa bulan yang lalu ketika dirinya ingin memberikan semua itu pada suaminya, ternyata Silvi lebih dulu memberikan hasil yang lain. "Kamu tidak perlu ikut campur masalah Kak Silvi sama Vea. Mereka sudah dewasa satu sama lain, kita harus tau kalau mereka pasti akan kebaikan jika saling mengenal." Ria tidak mau berpikir macam-macam mengenai Silvi maupun Vea, tetapi memang nasib Vea harus dirundung kebohongan yang tersimpan rapat sejak belasan tahun yang lalu. "Aku juga mau Mas Wiliam melihat hasil tes ini, rasanya aku tidak terima Kak Silvi melakukan yang sama ke Vea juga, tapi kita
Silvi menghalangi Vea untuk keluar rumah, di samping juga sudah ada Wiliam yang menangkap lengan Vea. "Jangan pergi dulu. Kita bisa bicarakan lagi soal kemandulan kamu itu, kamu masih istriku, di luar sana kamu mau hidup sama siapa?" Vea melepaskan tangan Wiliam dari lengannya. Masih tidak mau mendengar apa pun yang keluar dari mulut Wiliam, semuanya masih sama tentang anak. "Cukup Wiliam! Kamu jangan halangi aku pergi, kamu juga Silvi sebaiknya diam dan jangan pernah mengatur aku lagi." Wiliam kebingungan harus membela Silvi lagi di depan Vea atau membiarkan Vea terus berkata yang tidak pantas sama istri pertamanya. "Aku harus mengatur kamu karena lebih dulu berasa di rumah ini, kamu harus tetap menuruti suami kamu sampai Wiliam benar-benar menalak kamu." Disisi lain Silvi ingin marah besar pada Vea yang telah membentaknya, tetapi sorot mata Wiliam mengarah padanya agar lebih sabar menghadapi Vea yang masih terlalu muda menghadapi permasalahan. "Masuklah ke dalam kamar dul
Di dalam rumah ketika pagi hari terlihat jika Vea sudah datang ke ruang makan dengan gaun yang rapih dan berdandan cantik menggunakan makeup-nya senatural mungkin. "Pagi?" Vea bersuara pada mereka semua yang duduk di kursinya masing-masing, tetapi tidak ada jawaban ataupun senyuman untuk dirinya yang baru duduk di kursinya. "Kalian pagi sekali sarapan, apa banyak kegiatan?" Satu pertanyaan terakhir Vea membuat Silvi beranjak dari kursi dan membantu Wiliam merapihkan dasi yang masih berantakan. "Mas Wiliam. Aku betulkan dulu, nanti kalau sudah sampai di kantor, kamu harus langsung menghubungi aku, soalnya siang ini aku juga mau meeting menggantikan kamu, biar kita jalankan bersama-sama, jangan sampai aku hanya menjadi istri yang numpang hidup sama suami." Kata-kata Silvi menyinggung Vea yang hanya di rumah dan tidak memiliki pekerjaan seperti yang lainnya, tetapi dia juga berhenti atas kemauan Wiliam sendiri, jadi bukan salahnya. "Kalau begitu aku berangkat dulu, kamu sama R
Vea berdiri tepat di depan mata suaminya. Wiliam bisa melihat kesedihan wanitanya yang tidak mau pergi dari sana. "Wiliam. Aku sudah tidak memiliki apa pun, kamu sendiri tau keluarga aku membuang aku, mana janji kamu untuk terus bersama denganku?" Saat keduanya saling bertatapan, Silvi merusaknya dengan mendorong tubuh Vea sedikit menjauh dari suaminya. "Singkirkan matamu dari Mas Wiliam!" Begitu kasar didorong oleh Silvi membuat Vea berjarak dengan suaminya. Kini Vea harus menerima kenyataan dirinya pergi dari rumah. Kakinya melangkah keluar perlahan dari gerbang. Terlihat Silvi tersenyum lebar membawanya berpikir kalau sudah menang dari Vea. "Silvi, kamu masuk ke rumah dulu, aku mau melakukan sesuatu." Wiliam berpamitan tanpa menunggu jawaban dari Silvi, Ria dan Cici kelihatan tergesa-gesa pergi dari pintu belakang untuk mengejar Vea di luar sana. "Ayo Ria, kamu harus membantu Vea secara diam-diam, jangan sampai wanita itu celaka di luar sana, kamu tau kemarin dia hampi
"Gimana kondisi Silvi?" Wiliam sudah ada di depan ruang ICU tepat ada Ria dan Cici yang masih berada di sana sejak tiga jam yang lalu. "Kak Silvi belum sadar Mas, kita harus menunggu dokter yang masih memeriksa, aku takut sekali Mas. Tadi Kak Silvi banyak mengeluarkan darah." Wiliam lemas tidak berdaya, dia tidak pernah tahu kalau musibah seperti ini akan menimpa istri pertamanya. "Kenapa bisa Silvi kecelakaan seperti ini, Ria?" Tentu Ria menjadi tegang untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Wiliam, Cici juga diam seribu bahasa, tetapi Ria harus bisa berkata jujur agar Wiliam tahu kebenarannya. "Kak Silvi tadi mengejar mobil Mas Wiliam diam-diam, kami berdua mengikutinya, sampai di depan gerbang rumah baru Mas dan Vea, Kak Silvi sama kami saling tarik menarik hingga tubuh Kak Silvi terpental di jalanan," jawab Ria menceritakan kejadian yang sebenarnya. Disisi lain Ria senang kalau Silvi tidak sadarkan diri, dia juga kesal dengan sikap Silvi yang sudah banyak meru
Saat Cici masih bicara sama Ria, ternyata Wiliam datang bersama Vea. Tangan Ria menarik Cici agar tidak bicara lagi tentang yang tadi mereka bicarakan. "Diam Ci!" Cici diam dan menengok ke belakang, ternyata benar ada suaminya dan Vea yang bergegas sangat cepat bersama dengan dokter juga. "Alhamdulillah darah Vea cocok sama Silvi, Vea akan menyelamatkan Silvi sekarang, dia penyelamat Silvi, semoga jika nanti Silvi sadarkan diri, Silvi bisa baik pada Vea." Wiliam menyatakan itu di depan ketiga istrinya, Ria hanya bisa bersabar menunggu datangnya kematian Silvi tiba, dia harus menerima kenyataan pada akhirnya Silvi bisa di selamatkan. "Vea, benarkah kamu mau menyelamatkan Kak Silvi setelah apa yang dia lakukan sama kamu selama ini?" Cici memegang lengan Vea yang sudah berdiri di sana dengan membawa hasil tes dari dokter. "Aku akan melakukannya demi kemanusiaan. Silvi berhak sembuh dari sakitnya. Aku juga sudah mendengar penjelasan Wiliam kalau Silvi kecelakaan di depan rumah b
Saat Ria sudah selesai memasak, ternyata Wiliam memutuskan untuk pulang ke rumah dikarenakan kata dokter Silvi masih dalam keadaan koma yang berkepanjangan. "Sudah jadi, kalian harus makan masakan aku ini. Kalian harus tau, butuh waktu lama aku mempelajari masakan ala Italia." Cici menghirup aroma harum masakan Ria yang ternyata menggugah seleranya. Sekarang Vea mau mengambil sebanyak mungkin agar perutnya tidak kelaparan lagi. "Aku mau banyakan ya, Ria. Perut aku membutuhkan makanan lebih banyak." Vea memintanya, tetapi ada yang datang langsung duduk ke kursinya, ternyata Wiliam yang tiba-tiba mengambil jatah makanan milik Vea yang sudah diambilkan Ria. "Enak ini, aku mau makan lebih dulu dari kalian semua, masakan istri aku memang enak, semua masakannya aku yang makan, kalian bertiga makan makanan yang aku bawa dari restoran saja." Wiliam memang membawa banyak makanan untuk mereka bertiga, karena dia tahu kalau Vea sedang kelaparan berat, mungkin tidak akan cukup hanya maka