Di dalam rumah ketika pagi hari terlihat jika Vea sudah datang ke ruang makan dengan gaun yang rapih dan berdandan cantik menggunakan makeup-nya senatural mungkin. "Pagi?" Vea bersuara pada mereka semua yang duduk di kursinya masing-masing, tetapi tidak ada jawaban ataupun senyuman untuk dirinya yang baru duduk di kursinya. "Kalian pagi sekali sarapan, apa banyak kegiatan?" Satu pertanyaan terakhir Vea membuat Silvi beranjak dari kursi dan membantu Wiliam merapihkan dasi yang masih berantakan. "Mas Wiliam. Aku betulkan dulu, nanti kalau sudah sampai di kantor, kamu harus langsung menghubungi aku, soalnya siang ini aku juga mau meeting menggantikan kamu, biar kita jalankan bersama-sama, jangan sampai aku hanya menjadi istri yang numpang hidup sama suami." Kata-kata Silvi menyinggung Vea yang hanya di rumah dan tidak memiliki pekerjaan seperti yang lainnya, tetapi dia juga berhenti atas kemauan Wiliam sendiri, jadi bukan salahnya. "Kalau begitu aku berangkat dulu, kamu sama R
Vea berdiri tepat di depan mata suaminya. Wiliam bisa melihat kesedihan wanitanya yang tidak mau pergi dari sana. "Wiliam. Aku sudah tidak memiliki apa pun, kamu sendiri tau keluarga aku membuang aku, mana janji kamu untuk terus bersama denganku?" Saat keduanya saling bertatapan, Silvi merusaknya dengan mendorong tubuh Vea sedikit menjauh dari suaminya. "Singkirkan matamu dari Mas Wiliam!" Begitu kasar didorong oleh Silvi membuat Vea berjarak dengan suaminya. Kini Vea harus menerima kenyataan dirinya pergi dari rumah. Kakinya melangkah keluar perlahan dari gerbang. Terlihat Silvi tersenyum lebar membawanya berpikir kalau sudah menang dari Vea. "Silvi, kamu masuk ke rumah dulu, aku mau melakukan sesuatu." Wiliam berpamitan tanpa menunggu jawaban dari Silvi, Ria dan Cici kelihatan tergesa-gesa pergi dari pintu belakang untuk mengejar Vea di luar sana. "Ayo Ria, kamu harus membantu Vea secara diam-diam, jangan sampai wanita itu celaka di luar sana, kamu tau kemarin dia hampi
"Gimana kondisi Silvi?" Wiliam sudah ada di depan ruang ICU tepat ada Ria dan Cici yang masih berada di sana sejak tiga jam yang lalu. "Kak Silvi belum sadar Mas, kita harus menunggu dokter yang masih memeriksa, aku takut sekali Mas. Tadi Kak Silvi banyak mengeluarkan darah." Wiliam lemas tidak berdaya, dia tidak pernah tahu kalau musibah seperti ini akan menimpa istri pertamanya. "Kenapa bisa Silvi kecelakaan seperti ini, Ria?" Tentu Ria menjadi tegang untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Wiliam, Cici juga diam seribu bahasa, tetapi Ria harus bisa berkata jujur agar Wiliam tahu kebenarannya. "Kak Silvi tadi mengejar mobil Mas Wiliam diam-diam, kami berdua mengikutinya, sampai di depan gerbang rumah baru Mas dan Vea, Kak Silvi sama kami saling tarik menarik hingga tubuh Kak Silvi terpental di jalanan," jawab Ria menceritakan kejadian yang sebenarnya. Disisi lain Ria senang kalau Silvi tidak sadarkan diri, dia juga kesal dengan sikap Silvi yang sudah banyak meru
Saat Cici masih bicara sama Ria, ternyata Wiliam datang bersama Vea. Tangan Ria menarik Cici agar tidak bicara lagi tentang yang tadi mereka bicarakan. "Diam Ci!" Cici diam dan menengok ke belakang, ternyata benar ada suaminya dan Vea yang bergegas sangat cepat bersama dengan dokter juga. "Alhamdulillah darah Vea cocok sama Silvi, Vea akan menyelamatkan Silvi sekarang, dia penyelamat Silvi, semoga jika nanti Silvi sadarkan diri, Silvi bisa baik pada Vea." Wiliam menyatakan itu di depan ketiga istrinya, Ria hanya bisa bersabar menunggu datangnya kematian Silvi tiba, dia harus menerima kenyataan pada akhirnya Silvi bisa di selamatkan. "Vea, benarkah kamu mau menyelamatkan Kak Silvi setelah apa yang dia lakukan sama kamu selama ini?" Cici memegang lengan Vea yang sudah berdiri di sana dengan membawa hasil tes dari dokter. "Aku akan melakukannya demi kemanusiaan. Silvi berhak sembuh dari sakitnya. Aku juga sudah mendengar penjelasan Wiliam kalau Silvi kecelakaan di depan rumah b
Saat Ria sudah selesai memasak, ternyata Wiliam memutuskan untuk pulang ke rumah dikarenakan kata dokter Silvi masih dalam keadaan koma yang berkepanjangan. "Sudah jadi, kalian harus makan masakan aku ini. Kalian harus tau, butuh waktu lama aku mempelajari masakan ala Italia." Cici menghirup aroma harum masakan Ria yang ternyata menggugah seleranya. Sekarang Vea mau mengambil sebanyak mungkin agar perutnya tidak kelaparan lagi. "Aku mau banyakan ya, Ria. Perut aku membutuhkan makanan lebih banyak." Vea memintanya, tetapi ada yang datang langsung duduk ke kursinya, ternyata Wiliam yang tiba-tiba mengambil jatah makanan milik Vea yang sudah diambilkan Ria. "Enak ini, aku mau makan lebih dulu dari kalian semua, masakan istri aku memang enak, semua masakannya aku yang makan, kalian bertiga makan makanan yang aku bawa dari restoran saja." Wiliam memang membawa banyak makanan untuk mereka bertiga, karena dia tahu kalau Vea sedang kelaparan berat, mungkin tidak akan cukup hanya maka
Ria melihat dirinya dengan penuh percaya diri, masih pantas menurutnya jika menggunakan piyama yang menggoda suami sendiri. "Ada apa sama pakaian aku? Aku ini wanita yang bersuami, kamu juga bisa menggunakan piyama seperti aku, apa kamu mau pinjam?" Vea menghentikan makannya, Cici turun dengan tertawa kecil melihat tawaran Ria yang mau membuat Wiliam tergoda. "Haha, Kak Ria jangan asal menggoda suami dengan cara begitu, Mas Wiliam juga mau tidur buka mau bermain, nanti Kak Ria masuk angin lagi, aku rasa perlu piyama yang tebal." Cici sudah sampai di sana lagi menggunakan piyama yang tertutup dengan celana panjang, sedangkan Vea melihat Cici jauh lebih sopan walaupun mau tidur. "Benar Ria, aku lebih suka piyama milik Cici yang tertutup, kamu lebih baik ganti." Vea setuju dengan Cici, tetapi berbeda dengan Wiliam yang harus adil dengan kesukaan istri-istrinya. "Cukup jangan berdebat di sini, biarkan Ria melakukan itu, kita harus menghargai apa yang dia sukai, seperti kalian s
Sepulang dari liburan membuat Vea, Ria, Cici dan Wiliam senang juga terlihat lelah. Mereka akhirnya istirahat di sebuah rumah makan yang tidak jauh dari pantai, ternyata ada tiga orang yang mengikuti keberadaan mereka dari tadi. "Oh, jadi orang tuamu susah bersama adikmu begini cara kamu menikmati hidup? Rupanya kamu bersenang-senang di atas penderitaan kami semua?" Aziz maju menghadap ke Vea yang ada di samping Wiliam. Tentu Wiliam tidak tinggal diam istrinya akan dihina oleh orang lain. "Jangan berani kamu menyalahkan istriku! Apa sikap kamu memang tidak bisa lembut sebagai seorang pria?" Wiliam menyembunyikan Vea di belakang tubuhnya. Ternyata Ria dan Cici juga ketakutan dengan kehadiran keluarga Vea yang sudah membuangnya. "Jadi kamu suami yang membuat usahaku bangkrut? Kembalikan semua hartaku atau istrimu tidak akan pernah selamat!" Ancaman Aziz semakin memperkeruh keadaan, Wiliam memberikan kode agar Ria dan Cici membawa Vea pergi dari sana dan membiarkan dirinya yang
Wiliam sudah menghubungi Ria dan Cici yang ternyata pulang lebih dulu. Vea ada di sampingnya mempertanyakan kenapa Cici dan Ria tidak ada di sana. "Gimana Wiliam, di mana mereka berdua?" Baru Wiliam memasukkan ponsel ke dalam saku kemejanya, ternyata Vea sudah bertanya di mana kedua istrinya. "Mereka sudah ada di dalam taksi, katanya mau pulang lebih dulu karena sedikit pusing kepala Cici," jawab Wiliam. Vea merasakan kelegaan karena mereka berdua bisa berkabar dengan Wiliam. Vea mengira keduanya bermain di pantai kembali. "Syukurlah mereka pulang, kita segera pulang. Aku juga akan pusing kalau terlalu lama di sini." Wiliam memegang tangan Vea, pria itu berjalan menuju parkiran untuk memenuhi permintaan istrinya. "Kita pulang sekarang, tapi kamu harus makan dulu di dalam mobil, tadi aku sudah memesan makanan untuk kamu, jadi kamu tinggal makan di dalam mobil dan suapi aku sedikit." Vea masih tidak percaya kalau Wiliam begitu perhatian sampai membelikan makanan den