Malam hari ketika Silvi tertidur kembali bersama suaminya, Ria menunggu Wiliam di dalam kamar, tidak ada Wiliam masuk ke sana untuk menemani tidurnya, sedangkan Cici yang sudah tau Wiliam tidur bersama Silvi setelah dirinya pergi ke kamar Silvi untuk memberikan teh seperti biasanya terkejut. "Astaga! Jadi Mas Wiliam ada di sini, kasihan Ria menunggu, aku harus beritahukan kalau Mas Wiliam tidak mungkin ke sana." Kakinya berjalan dan melihat Vea seperti menuju dapur. Cici mengikutinya dan menyapa madunya itu. "Ve, kamu mau ke mana malam-malam begini?" Vea menoleh ke arah Cici yang membawa teh, sepertinya belum di minum dan masih hangat. "Aku mau bikin teh, apa itu bisa buat aku?" Cici melihat teh yang tidak jadi dimasukkan ke dalam kamar Silvi, sepertinya memang teh buatannya ditakdirkan untuk Vea. "Oh, tentu boleh. Kamu bisa meminumnya, silakan Vea." Vea segera mengambil gelas yang ada di tangan Cici. Rupanya memang teh buatan Cici sangat pas takarannya sesuai dengan seler
Di rumah sakit Wiliam duduk bersama Silvi menghadap dokter yang mau memberikan hasil tes kesuburan terbarunya. "Bagaimana dokter?" Wiliam mau segera mengetahui hasilnya. Silvi sudah bernafas lega karena dia telah mengubah segalanya sebelum Wiliam menerima hasil tes tersebut. "Dari tes di sini bisa dilihat kalau Pak Wiliam subur dan istrinya memiliki kesulitan untuk bisa hamil dalam waktu dekat." Keterangan dokter membuat lemas Wiliam, Silvi mencoba menguatkan suaminya untuk bisa menerima kenyataan yang ada. "Tidak mungkin dokter! Vea sehat dan dia sudah mau memberikan aku anak, tapi kenapa hasilnya sama seperti ketiga istriku?" Wiliam tidak menduga kalau harus empat kali menerima kekecewaan. Sepertinya Wiliam harus melihat sendiri hasil tes yang dipegang dokter. "Ini benar Pak Wiliam. Hasil ini sangat valid karena telah diuji keasliannya." Dokter membuat Wiliam sekali lagi lemas. Silvi sepertinya tersenyum dengan hasil yang didapatkan bersama Wiliam. "Aku keluar dulu dok
Malam hari ketika jatah tidur bersama Cici. Wiliam masuk ke dalam sana dan memberitahukan apa yang terjadi. "Ci, tadi aku sudah mendapatkan hasil tes kesuburan kami," ucapnya dengan posisi duduk. Cici memiringkan tubuhnya agar bisa melihat suaminya bicara, sepertinya sangat serius dan ini mengenai Vea. "Begitu ya, apa hasilnya Mas? Apa ada alasan mengapa sikap Mas tadi sore berubah?" Wiliam menatap Cici dengan tatapan sedih. Bagian yang paling menyakitkan karena telah harapan sama sekali dengan keempat istrinya. "Benar. Aku tidak tau harus seperti apa menghadapi Vea di esok hari. Aku kecewa padanya, harapanku tidak bisa diwujudkan darinya." Cici mendekati Wiliam memeluk prianya agar lebih tegar menghadapi cobaan yang menerpanya, baginya sama saja memiliki anak atau tidak yang terpenting bisa bersama Wiliam. "Sabar Mas. Pantas tadi kamu seperti itu sama Vea, tapi Mas tidak bisa menyalahkan Vea sepenuhnya, dia tidak salah Mas. Semuanya takdir." Wiliam masih tidak ma
Tepat pukul lima sore Vea datang baru membawakan banyak peralatan keperluan dirinya untuk melanjutkan kebiasaannya menjahit sejak ada di panti asuhan dulu. "Loh, kenapa semua barang-barang aku tidak ada? Kamar ini seperti dikosongkan dan seprainya sudah diganti bukan lagi warna kesukaan aku. Pasti ada sesuatu!" Vea melihat Silvi ada di belakangnya bersama Ria dan Cici yang menatapnya dengan keprihatinan. "Jangan kamu pikir bisa menempati kamar bagus ini dengan sembarangan tanpa izin dariku dan Mas Wiliam. Sekarang Mas Wiliam memerintahkan aku untuk memindahkan kamu ke gudang paling ujung sana sebagai tempat tinggal kamu yang baru." Terkejutnya Vea kamarnya dipindahkan oleh Silvi yang selama ini selalu mengalah padanya, dan Wiliam yang memerintahkannya, ada apa? "Bohong kan kamu! Selama ini Wiliam selalu menomorsatukan aku karena dia membutuhkan rahimku untuk sebuah keturunan, terus masa aku tidur di tempat yang kotor dan sempit? Ayolah Silvi jangan mengarang cerita, aku akan m
Wiliam jatuh pingsan ditolong Silvi memapahnya ke dalam kamar, Ria dan Cici hanya terus berada di dalam kamar Ria yang tidak mau Silvi marah pada mereka. "Mas! Kamu harus bangun, masa kamu kaya begini hanya karena Vea. Aku sudah membuat Vea pergi Mas, tapi kalau hasilnya kamu jadi sakit aku juga tidak mau." Silvi masih kebingungan harus membangunkan Wiliam dengan cara apa? Rasanya dia harus menghubungi dokter pribadi Wiliam. Dalam perjalanan yang tidak tahu kemanapun dirinya pergi, Vea tetap melanjutkannya walaupun kakinya sangat pegal dan tidak memiliki tujuan hidup lagi. "Kenapa hidup ini sepertinya tidak adil untuk aku? Dulu aku dibuang keluarga sendiri, sekarang aku dibuang suami tanpa tau alasan jelasnya apa?" Dilihatnya sebuah foto kecil yang dia miliki selama bersama Wiliam, wanita itu ternyata menyimpan satu untuk dirinya bisa memandangi wajah suaminya. "Kamu tuh kenapa sih, Wiliam? Ada apa sama kamu bisa kaya begini sama aku? Kamu terlalu egois hanya memikirkan soal
Silvi segera mendekati suaminya yang dua kali menyebutkan nama Vea. Padahal Vea sudah tidak ada di rumah itu, dan Silvi berharap suaminya akan segera menceraikan madunya. "Tenang Mas. Kamu harus tenang menghadapi emosi kamu sendiri, Vea sudah diusir sama kamu, apa kamu lupa? Sudahlah Mas jangan menginginkan Vea lagi, kalau perlu kamu ceraikan dia." Kembali mempengaruhi Wiliam lagi, Silvi tidak akan berhenti sampai suaminya melupakan Vea dan kembali mencintai dirinya. "Tidak Silvi! Dia masih istriku, walaupun dia tidak akan memiliki keturunan, tapi aku mencintai dia. Rasanya sakit melihatnya pergi dari rumah, kamu harus mencarinya untuk aku." Permintaan gila Wiliam membuat naik darah Silvi, bisa-bisanya Wiliam meminta itu padanya yang sudah berharap sekali tidak ada Vea di antara mereka. "Aku tidak mau Mas! Dia sudah pergi dari rumah ini dan aku tidak perlu mencarinya, dia sudah merendahkan aku di depan kamu, masa kamu masih mau menerima dia kembali?" Silvi tidak setuju Wiliam
Cici bersama Ria saling memandang ke sumber suara yang ada di belakangnya. Mereka tahu kalau itu adalah Vea. "Benar Vea. Mas Wiliam tadi pingsan setelah mengusir kamu, tapi kami tidak berani mendekatinya hanya karena ada Kak Silvi di dekat Mas Wiliam," jawab jujur Cici. Sekarang Vea tahu kalau kepergiannya begitu berat untuk Wiliam yang selama ini bisa keras maupun lembut kepadanya. "Aku mengira Wiliam tidak akan tumbang hanya karena aku, sekarang bagaimana keadaannya?" Vea tentu saja khawatir dengan kondisi suaminya. Jika memang rumah tangganya masih bisa diperbaiki, dia akan memperbaikinya. "Kami juga belum tau, tadi Kak Silvi beralasan ke sini agar kami berdua pulang, tapi kami curiga Kak Silvi punya maksud lain." Ria yang lebih mengenal Silvi lama di rumah itu, dia tidak mau tertipu dengan kata-kata yang keluar dari mulut Silvi begitu saja. "Kalau begitu kalian pulang saja dulu, aku tidak masalah ada di sini sendirian. Kalian bisa datang kapanpun kalian mau." Vea juga
Mata Vea tertutup rapat melihat apa yang akan dilakukan pria di depannya mau melecehkannya. Bugh! Sebuah pukulan keras dari belakang pria asing sampai dia jatuh pingsan di samping Vea dengan celananya yang terbuka lebar. "Vea, kamu tidak apa-apa 'kan?" Mata Vea terbuka lagi melihat daa Cici di depannya menolongnya dengan tepat waktu, apalagi sekarang dia juga harus menyelamatkan Silvi di dalam ruangan dingin. "Cici. Akhirnya kamu datang, pria asing ini mau memperkosa aku, aku takut Ci." Dengan perasaan takut setelah mendapat pengalaman sangat buruk hari ini, Vea memeluk Cici dengan eratnya. "Tenang ya, Vea. Aku sudah menyelamatkan kamu, pria asing itu tidak akan mengganggu kamu lagi, kita akan pulang. Tadi aku mau mengantarkan uang tambahan dan pesanan tambahan sama kamu dari Ria, tapi ternyata aku melihat kamu seperti ini, sedang apa kamu di belakang gudang?" Vea baru teringat akan Silvi yang masih di dalam mungkin akan membeku apalagi tidak segera di keluarkan. "Silvi