Cici datang dengan membawa obat-obatan yang disarankan oleh Dokter. Silvi menerima obat tersebut untuk segera diminumkan ke suaminya, sedangkan Ria sudah mengambil minuman dan membuatkan bubur. "Biar aku yang akan menyuapi suamiku," kata Silvi lebih dahulu mengambil mangkuk bubur yang ada pada tangan Ria. Sebenarnya Ria ingin sekali menyuapi suaminya, tetapi Silvi memang lebih berhak ada di sana saat kondisi Wiliam seperti ini. "Iya, Kak Silvi saja. Aku rasa Mas Wiliam akan menyukai makanan buatanku," balas Ria. Silvi seperti tidak menyukai ucapan Ria yang memuji masakannya sendiri, dia sekarang membangunkan Wiliam yang sudah sadarkan diri dan duduk di sana. "Makanlah Mas, kamu harus minum obat, aku mau kamu cepat sembuh, kita bisa melanjutkan permainan yang belum selesai," ucap Silvi terlihat ingin mengambil alih tugas istri-istri yang lain. Sedangkan Wiliam melirik ke arah Vea yang sedang memakan roti di tangannya, seperti enak untuk Wiliam, dengan tangannya yang lemas m
Silvi menatap tajam ke arah Ria yang marah padanya, ternyata Ria masih tidak terima jika Silvi tidak menganggap dirinya ada, padahal Ria sudah membela mati-matian Silvi di depan Vea dan suaminya. "Apa katamu? Jadi kamu membelanya? Sekarang seisi rumah ini membela Vea? Mengesankan sekali! Jadi aku hanya sendiri membela diriku yang memiliki suami berbagi suami, jangan lupa kamu siapa Ria, aku bisa mengambil jatahmu dari suamiku, kamu jangan bertingkah dan melawan aku." Sebuah ancaman keluar dari mulut Silvi, Ria semakin panas dan tidak terima, secepat kilat Ria menarik rambut Silvi agar wanita tua itu kesakitan. "Aw! Sakit tau Ria. Kamu kurang ajar, tidak ada bedanya sama Vea, aku menyesal sudah menjadikan kalian maduku." Masih sekali lagi membuat emosi Ria memuncak, padahal Ria tidak pernah sebelumnya berpikir buruk pada Silvi, tetapi Silver jahat padanya. "Terserah kamu Kak Silvi! Kamu sendiri yang mau kita jadi madumu bukan? Jangan salahkan aku! Sekali lagi aku mau Kak Silvi
Malam hari ketika Silvi tertidur kembali bersama suaminya, Ria menunggu Wiliam di dalam kamar, tidak ada Wiliam masuk ke sana untuk menemani tidurnya, sedangkan Cici yang sudah tau Wiliam tidur bersama Silvi setelah dirinya pergi ke kamar Silvi untuk memberikan teh seperti biasanya terkejut. "Astaga! Jadi Mas Wiliam ada di sini, kasihan Ria menunggu, aku harus beritahukan kalau Mas Wiliam tidak mungkin ke sana." Kakinya berjalan dan melihat Vea seperti menuju dapur. Cici mengikutinya dan menyapa madunya itu. "Ve, kamu mau ke mana malam-malam begini?" Vea menoleh ke arah Cici yang membawa teh, sepertinya belum di minum dan masih hangat. "Aku mau bikin teh, apa itu bisa buat aku?" Cici melihat teh yang tidak jadi dimasukkan ke dalam kamar Silvi, sepertinya memang teh buatannya ditakdirkan untuk Vea. "Oh, tentu boleh. Kamu bisa meminumnya, silakan Vea." Vea segera mengambil gelas yang ada di tangan Cici. Rupanya memang teh buatan Cici sangat pas takarannya sesuai dengan seler
Di rumah sakit Wiliam duduk bersama Silvi menghadap dokter yang mau memberikan hasil tes kesuburan terbarunya. "Bagaimana dokter?" Wiliam mau segera mengetahui hasilnya. Silvi sudah bernafas lega karena dia telah mengubah segalanya sebelum Wiliam menerima hasil tes tersebut. "Dari tes di sini bisa dilihat kalau Pak Wiliam subur dan istrinya memiliki kesulitan untuk bisa hamil dalam waktu dekat." Keterangan dokter membuat lemas Wiliam, Silvi mencoba menguatkan suaminya untuk bisa menerima kenyataan yang ada. "Tidak mungkin dokter! Vea sehat dan dia sudah mau memberikan aku anak, tapi kenapa hasilnya sama seperti ketiga istriku?" Wiliam tidak menduga kalau harus empat kali menerima kekecewaan. Sepertinya Wiliam harus melihat sendiri hasil tes yang dipegang dokter. "Ini benar Pak Wiliam. Hasil ini sangat valid karena telah diuji keasliannya." Dokter membuat Wiliam sekali lagi lemas. Silvi sepertinya tersenyum dengan hasil yang didapatkan bersama Wiliam. "Aku keluar dulu dok
Malam hari ketika jatah tidur bersama Cici. Wiliam masuk ke dalam sana dan memberitahukan apa yang terjadi. "Ci, tadi aku sudah mendapatkan hasil tes kesuburan kami," ucapnya dengan posisi duduk. Cici memiringkan tubuhnya agar bisa melihat suaminya bicara, sepertinya sangat serius dan ini mengenai Vea. "Begitu ya, apa hasilnya Mas? Apa ada alasan mengapa sikap Mas tadi sore berubah?" Wiliam menatap Cici dengan tatapan sedih. Bagian yang paling menyakitkan karena telah harapan sama sekali dengan keempat istrinya. "Benar. Aku tidak tau harus seperti apa menghadapi Vea di esok hari. Aku kecewa padanya, harapanku tidak bisa diwujudkan darinya." Cici mendekati Wiliam memeluk prianya agar lebih tegar menghadapi cobaan yang menerpanya, baginya sama saja memiliki anak atau tidak yang terpenting bisa bersama Wiliam. "Sabar Mas. Pantas tadi kamu seperti itu sama Vea, tapi Mas tidak bisa menyalahkan Vea sepenuhnya, dia tidak salah Mas. Semuanya takdir." Wiliam masih tidak ma
Tepat pukul lima sore Vea datang baru membawakan banyak peralatan keperluan dirinya untuk melanjutkan kebiasaannya menjahit sejak ada di panti asuhan dulu. "Loh, kenapa semua barang-barang aku tidak ada? Kamar ini seperti dikosongkan dan seprainya sudah diganti bukan lagi warna kesukaan aku. Pasti ada sesuatu!" Vea melihat Silvi ada di belakangnya bersama Ria dan Cici yang menatapnya dengan keprihatinan. "Jangan kamu pikir bisa menempati kamar bagus ini dengan sembarangan tanpa izin dariku dan Mas Wiliam. Sekarang Mas Wiliam memerintahkan aku untuk memindahkan kamu ke gudang paling ujung sana sebagai tempat tinggal kamu yang baru." Terkejutnya Vea kamarnya dipindahkan oleh Silvi yang selama ini selalu mengalah padanya, dan Wiliam yang memerintahkannya, ada apa? "Bohong kan kamu! Selama ini Wiliam selalu menomorsatukan aku karena dia membutuhkan rahimku untuk sebuah keturunan, terus masa aku tidur di tempat yang kotor dan sempit? Ayolah Silvi jangan mengarang cerita, aku akan m
Wiliam jatuh pingsan ditolong Silvi memapahnya ke dalam kamar, Ria dan Cici hanya terus berada di dalam kamar Ria yang tidak mau Silvi marah pada mereka. "Mas! Kamu harus bangun, masa kamu kaya begini hanya karena Vea. Aku sudah membuat Vea pergi Mas, tapi kalau hasilnya kamu jadi sakit aku juga tidak mau." Silvi masih kebingungan harus membangunkan Wiliam dengan cara apa? Rasanya dia harus menghubungi dokter pribadi Wiliam. Dalam perjalanan yang tidak tahu kemanapun dirinya pergi, Vea tetap melanjutkannya walaupun kakinya sangat pegal dan tidak memiliki tujuan hidup lagi. "Kenapa hidup ini sepertinya tidak adil untuk aku? Dulu aku dibuang keluarga sendiri, sekarang aku dibuang suami tanpa tau alasan jelasnya apa?" Dilihatnya sebuah foto kecil yang dia miliki selama bersama Wiliam, wanita itu ternyata menyimpan satu untuk dirinya bisa memandangi wajah suaminya. "Kamu tuh kenapa sih, Wiliam? Ada apa sama kamu bisa kaya begini sama aku? Kamu terlalu egois hanya memikirkan soal
Silvi segera mendekati suaminya yang dua kali menyebutkan nama Vea. Padahal Vea sudah tidak ada di rumah itu, dan Silvi berharap suaminya akan segera menceraikan madunya. "Tenang Mas. Kamu harus tenang menghadapi emosi kamu sendiri, Vea sudah diusir sama kamu, apa kamu lupa? Sudahlah Mas jangan menginginkan Vea lagi, kalau perlu kamu ceraikan dia." Kembali mempengaruhi Wiliam lagi, Silvi tidak akan berhenti sampai suaminya melupakan Vea dan kembali mencintai dirinya. "Tidak Silvi! Dia masih istriku, walaupun dia tidak akan memiliki keturunan, tapi aku mencintai dia. Rasanya sakit melihatnya pergi dari rumah, kamu harus mencarinya untuk aku." Permintaan gila Wiliam membuat naik darah Silvi, bisa-bisanya Wiliam meminta itu padanya yang sudah berharap sekali tidak ada Vea di antara mereka. "Aku tidak mau Mas! Dia sudah pergi dari rumah ini dan aku tidak perlu mencarinya, dia sudah merendahkan aku di depan kamu, masa kamu masih mau menerima dia kembali?" Silvi tidak setuju Wiliam