Silvi masuk ke dalam rumah, dia mau melihat kondisi madunya yang ada di dalam kamar. Betapa terkejutnya Silvi tidak melihat Vea di atas tempat tidur. "Ke mana dia?" Segera Silvi masuk untuk menggeledah kamar Vea, di dalam kamar mandi kosong, ternyata Silvi melihat Vea ada di balkon. "Rupanya dia ada di sini, sepertinya dia habis menangisi malam mesra aku bersama Mas Wiliam. Lihat matanya bengkak sekali. Aku puas melihatnya seperti ini, tapi aku akan tambahkan agar penderitaannya bertambah sama seperti aku." Diambilnya gelas yang berisi air milik Vea tadi malam. Begitu cepat air itu diguyurkan ke muka wanita itu sampai bangun dan terkejut ada Silvi di depannya. "Kamu?" Vea bangun dari sana dan menghapus air yang tadinya ada di wajahnya. Ternyata Silvi mau menindasnya lagi di saat tidur. "Benar aku. Jadi kamu sedih mendengar aku bermain sama Mas Wiliam? Kamu tau kan malam ini juga masih jatahnya aku sampai dini hari, rasanya sangat nikmat bermain sama Mas Wiliam. Kamu tidak a
Dari sudut mata Silvi berada di depan suaminya yang marah akan tamparannya pada Vea tidak membuatnya sadar. "Mas dengarkan aku dulu. Tadi Vea yang mencari gara-gara sama aku, kamu dengar sendiri apa yang dibicarakan dia tentang aku, dia juga bilang waktu di dalam kamar aku sangat busuk dan munafik, aku cuma manusia Mas, aku bisa sakit hati juga walaupun aku sudah merelakan kalian menikah, tapi seharusnya dia bisa menghargai aku sebagai istri pertama kamu," kata Silvi mengadu pada Wiliam dan membuat seolah pertengkarannya dengan Vea adalah salah madunya. Wiliam mencoba menurunkan emosinya untuk membalas apa yang dikatakan Silvi orang yang selama ini selalu berulah dan pria itu tahu secara diam-diam. "Cukup Silvi! Sekarang kamu minta maaf sama Vea atau aku akan kasih kesempatan Vea untuk menampar balik wajahmu itu!" Dengan tegas Wiliam bersikap adil pada keduanya, bahkan Vea sendiri tidak bicara sama sekali tetapi Wiliam mengerti jika Vea tidak mungkin memulai pertengkaran kalau
Vea duduk di kursi dengan di kompres dengan es batu oleh Cici yang melihat wajah cantik Vea memar. "Kak Silvi kenapa jadi begini ya? Padahal dulu Kak Silvi tidak pernah sejahat ini, aku tidak menyangka kalau dia berani memperlakukan orang seperti ini, pantas Mas Wiliam mau kamu menampar balik Kak Silvi, itu baru adil untuk kamu." Dari tadi Cici terus bicara, sekarang Wiliam yang pergi menemui Ria yang mau dijemput oleh suaminya, ketika itu Ria tidak bisa menghubungi Silvi yang selama ini sangat dekat dengannya. "Mas, kamu sudah datang?" Begitu Wiliam datang Ria sudah rapih membawa barang-barangnya dan beberapa tas kecil yang isinya makanan. "Masuklah dulu ke dalam mobil, aku mau bicara sama kamu," kata Wiliam yang ada di dalam mobil dengan wajah masih tidak menyenangkan. Ria pernah melihat wajah kemarahan Wiliam sebelumnya, dia yakin betul Wiliam sedang marah besar pada seseorang. "Baik Mas, kamu kenapa semarah ini? Ada masalah soal pekerjaan atau rumah?" Wanita itu meleta
Akhirnya Cici menemukan Wiliam yang ada di dekat kolam renang, pria itu tengah duduk berkutat dengan laptopnya. "Mas Wiliam. Akhirnya aku menemukan kamu juga, gawat Mas. Kak Silvi sama Vea dan Ria, mereka bertengkar." Wiliam beranjak bangun dari posisinya dan segera menuju tempat pertengkaran mereka bertiga diikuti Cici yang ada di belakangnya. "Di mana mereka?" Cici menunjukkan arahnya dengan satu jarinya, ternyata memang mereka masih berada di ruangan tersebut. "Aku baru tau kalian menindas orang seperti ini, apa aku pernah minta untuk kamu memberikan jatah harian kamu Ria? Terus Silvi, apa aku pernah memohon padamu untuk dijadikan istri suamimu sehingga kamu seolah-olah merasa paling tersakiti? Tidak 'kan!" Walaupun Vea hanya sendiri di sana dia sangat berani melawan kedua orang yang badannya cukup besar daripada dirinya. "Astaga! Semakin tidak tahu diri dia Kak Silvi, gimana kalau dia kita serang saja, aku tidak terima wanita ini terus menginjak-injak harga diri kakak."
Saat itu juga Vea sekuat tenaga melepaskan diri untuk lepas dari pelukan suaminya yang sangat nyaman berada pada pelukan keempatnya. "Lepaskan bodoh!" Akhirnya Wiliam terbangun bersama ketiga istrinya yang lain. Rupanya Vea sudah berdiri di atas tempat tidur ingin menginjak perut Wiliam. "Jangan Vea!" Tangan Silvi mencegahnya. Vea tersungkur ke bawah, Wiliam segera bangun dan membantu Vea yang terjatuh ke lantai. Silvi menutup mulut menahan tawanya bersama Ria, tidak dengan Cici yang mengikuti suaminya untuk membantu madunya. "Bangun sayang. Kamu tidak apa-apa?" Ketika dilihat Wiliam dan Cici, ternyata bagian dahi Vea sangat memar. Semua ini gara-gara Silvi yang mau Vea terjatuh. "Aw. Rasanya sakit sekali. Dia sengaja membuat aku jatuh!" Tangannya ke arah Silvi yang masih menahan tawa, wanita itu sangat puas sudah memberikan sedikit pelajaran pada Vea. "Mas ayo panggil dokter, aku takut kepalanya kenapa-kenapa," kata Cici mengarah pada suaminya. Wiliam mengambil ponsel
Cici datang dengan membawa obat-obatan yang disarankan oleh Dokter. Silvi menerima obat tersebut untuk segera diminumkan ke suaminya, sedangkan Ria sudah mengambil minuman dan membuatkan bubur. "Biar aku yang akan menyuapi suamiku," kata Silvi lebih dahulu mengambil mangkuk bubur yang ada pada tangan Ria. Sebenarnya Ria ingin sekali menyuapi suaminya, tetapi Silvi memang lebih berhak ada di sana saat kondisi Wiliam seperti ini. "Iya, Kak Silvi saja. Aku rasa Mas Wiliam akan menyukai makanan buatanku," balas Ria. Silvi seperti tidak menyukai ucapan Ria yang memuji masakannya sendiri, dia sekarang membangunkan Wiliam yang sudah sadarkan diri dan duduk di sana. "Makanlah Mas, kamu harus minum obat, aku mau kamu cepat sembuh, kita bisa melanjutkan permainan yang belum selesai," ucap Silvi terlihat ingin mengambil alih tugas istri-istri yang lain. Sedangkan Wiliam melirik ke arah Vea yang sedang memakan roti di tangannya, seperti enak untuk Wiliam, dengan tangannya yang lemas m
Silvi menatap tajam ke arah Ria yang marah padanya, ternyata Ria masih tidak terima jika Silvi tidak menganggap dirinya ada, padahal Ria sudah membela mati-matian Silvi di depan Vea dan suaminya. "Apa katamu? Jadi kamu membelanya? Sekarang seisi rumah ini membela Vea? Mengesankan sekali! Jadi aku hanya sendiri membela diriku yang memiliki suami berbagi suami, jangan lupa kamu siapa Ria, aku bisa mengambil jatahmu dari suamiku, kamu jangan bertingkah dan melawan aku." Sebuah ancaman keluar dari mulut Silvi, Ria semakin panas dan tidak terima, secepat kilat Ria menarik rambut Silvi agar wanita tua itu kesakitan. "Aw! Sakit tau Ria. Kamu kurang ajar, tidak ada bedanya sama Vea, aku menyesal sudah menjadikan kalian maduku." Masih sekali lagi membuat emosi Ria memuncak, padahal Ria tidak pernah sebelumnya berpikir buruk pada Silvi, tetapi Silver jahat padanya. "Terserah kamu Kak Silvi! Kamu sendiri yang mau kita jadi madumu bukan? Jangan salahkan aku! Sekali lagi aku mau Kak Silvi
Malam hari ketika Silvi tertidur kembali bersama suaminya, Ria menunggu Wiliam di dalam kamar, tidak ada Wiliam masuk ke sana untuk menemani tidurnya, sedangkan Cici yang sudah tau Wiliam tidur bersama Silvi setelah dirinya pergi ke kamar Silvi untuk memberikan teh seperti biasanya terkejut. "Astaga! Jadi Mas Wiliam ada di sini, kasihan Ria menunggu, aku harus beritahukan kalau Mas Wiliam tidak mungkin ke sana." Kakinya berjalan dan melihat Vea seperti menuju dapur. Cici mengikutinya dan menyapa madunya itu. "Ve, kamu mau ke mana malam-malam begini?" Vea menoleh ke arah Cici yang membawa teh, sepertinya belum di minum dan masih hangat. "Aku mau bikin teh, apa itu bisa buat aku?" Cici melihat teh yang tidak jadi dimasukkan ke dalam kamar Silvi, sepertinya memang teh buatannya ditakdirkan untuk Vea. "Oh, tentu boleh. Kamu bisa meminumnya, silakan Vea." Vea segera mengambil gelas yang ada di tangan Cici. Rupanya memang teh buatan Cici sangat pas takarannya sesuai dengan seler