Tiga jam berada di dalam kamar Ria membuat Vea dan Wiliam khawatir dengan orang rumah yang akan mencari keberadaan mereka. "Wiliam. Kamu tau kan Silvi masih setengah hati padaku, nanti dia marah atau tidak kita seperti ini di dalam kamar Ria? Seharusnya kalau memang madunya tidak ada, jatahnya akan diserahkan pada istri pertama." Vea duduk bersama Wiliam di dekat tempat tidur, mereka sudah puas bermain banyak gaya di sana. Sedangkan Wiliam mulai keluar dengan perlahan dan bertatapan langsung dengan Silvi di depan pintu kamar. "Kamu di kamar Ria, Mas?" Silvi menengok ke dalam ternyata benar dugaannya kalau Vea ada di bersama suaminya. Sekarang Vea akan bertanya pada Wiliam. "Kamu tau peraturan di rumah ini kalau maduku tidak ada maka jatahnya hanya boleh sama aku kan? Mas tau sendiri apa yang aku buat ini untuk mendisiplinkan para maduku agar tidak meninggalkan kewajibannya pada Mas," protes Silvi di sela Vea mulai keluar berada di samping Wiliam. Vea mendengar jika peraturan
Kemarahan Silvi berhenti ketika dia harus menyiapkan sesuatu yang sudah dijanjikan dirinya dengan Wiliam untuk menyiapkan segala sesuatu persiapan resepsi pernikahan Vea dan suaminya. "Aku lupa. Pergilah ke kamarmu Cici, aku tidak mau melihat wajahmu dulu, lain kali kamu jangan bicara sebelum aku yang memintanya." Silvi dengan tegas tidak mau Cici berbicara seenaknya dan memberontak seperti Vea. Karena selama ini Silvi yang berkuasa di rumah Wiliam. "Iya, Kak Silvi maafkan aku." Cici pergi dari pandangan Silvi yang sudah memegang ponselnya dan segera menghubungi seseorang agar urusannya bisa selesai hari ini. Semua sudah dipersiapkan, Wiliam sendiri mau malam ini adalah resepsi pernikahannya bersama Vea yang secara langsung akan dilakukan di sebuah hotel ternama yang tidak jauh-jauh dari istrinya yang lain yaitu Ria, dia mau Ria juga bisa hadir walaupun sibuk bekerja di dalam dapur. Pada malam hari ketika Vea sendiri belum bersiap-siap. Secara mendadak tubuh Vea diangk
Jam sudah berputar sangat cepat sehingga malam membuat acara resepsi Wiliam dan Vea selesai. Ada Silvi yang mengikuti Wiliam untuk suaminya segera pergi dari hotel bersamanya. Vea ditinggal bersama Cici yang membantunya untuk berjalan ke arah luar hotel. Sedangkan Ria harus menginap di hotel itu karena tuntutan pekerjaan. "Malam ini sudah selesai, jatah kamu sama Vea telah digunakan untuk resepsi, jadi mulai dini hari kamu akan bersamaku lagi Wiliam." Sontak membuat Wiliam menyadari akan hal itu. Dia sedikit menyesal mengapa acaranya harus di malam bersama Vea. "Kalau begitu kita pulang, kamu jangan berisik dulu aku mau istirahat di dalam mobil, kamu tau tadi aku banyak bertemu sama orang." Wiliam memegangi kepala. Rasanya acara ini membuatnya lelah dan banyak pikiran setelah ujungnya dia tidak bisa menyentuh pengantinnya. "Kalau begitu iya, Mas. Kamu masuk dulu ke dalam mobil, aku mau bicara sama Vea," kata Silvi. Tangan Wiliam menarik paksa Silvi masuk ke dalam mobil untuk
Silvi masuk ke dalam rumah, dia mau melihat kondisi madunya yang ada di dalam kamar. Betapa terkejutnya Silvi tidak melihat Vea di atas tempat tidur. "Ke mana dia?" Segera Silvi masuk untuk menggeledah kamar Vea, di dalam kamar mandi kosong, ternyata Silvi melihat Vea ada di balkon. "Rupanya dia ada di sini, sepertinya dia habis menangisi malam mesra aku bersama Mas Wiliam. Lihat matanya bengkak sekali. Aku puas melihatnya seperti ini, tapi aku akan tambahkan agar penderitaannya bertambah sama seperti aku." Diambilnya gelas yang berisi air milik Vea tadi malam. Begitu cepat air itu diguyurkan ke muka wanita itu sampai bangun dan terkejut ada Silvi di depannya. "Kamu?" Vea bangun dari sana dan menghapus air yang tadinya ada di wajahnya. Ternyata Silvi mau menindasnya lagi di saat tidur. "Benar aku. Jadi kamu sedih mendengar aku bermain sama Mas Wiliam? Kamu tau kan malam ini juga masih jatahnya aku sampai dini hari, rasanya sangat nikmat bermain sama Mas Wiliam. Kamu tidak a
Dari sudut mata Silvi berada di depan suaminya yang marah akan tamparannya pada Vea tidak membuatnya sadar. "Mas dengarkan aku dulu. Tadi Vea yang mencari gara-gara sama aku, kamu dengar sendiri apa yang dibicarakan dia tentang aku, dia juga bilang waktu di dalam kamar aku sangat busuk dan munafik, aku cuma manusia Mas, aku bisa sakit hati juga walaupun aku sudah merelakan kalian menikah, tapi seharusnya dia bisa menghargai aku sebagai istri pertama kamu," kata Silvi mengadu pada Wiliam dan membuat seolah pertengkarannya dengan Vea adalah salah madunya. Wiliam mencoba menurunkan emosinya untuk membalas apa yang dikatakan Silvi orang yang selama ini selalu berulah dan pria itu tahu secara diam-diam. "Cukup Silvi! Sekarang kamu minta maaf sama Vea atau aku akan kasih kesempatan Vea untuk menampar balik wajahmu itu!" Dengan tegas Wiliam bersikap adil pada keduanya, bahkan Vea sendiri tidak bicara sama sekali tetapi Wiliam mengerti jika Vea tidak mungkin memulai pertengkaran kalau
Vea duduk di kursi dengan di kompres dengan es batu oleh Cici yang melihat wajah cantik Vea memar. "Kak Silvi kenapa jadi begini ya? Padahal dulu Kak Silvi tidak pernah sejahat ini, aku tidak menyangka kalau dia berani memperlakukan orang seperti ini, pantas Mas Wiliam mau kamu menampar balik Kak Silvi, itu baru adil untuk kamu." Dari tadi Cici terus bicara, sekarang Wiliam yang pergi menemui Ria yang mau dijemput oleh suaminya, ketika itu Ria tidak bisa menghubungi Silvi yang selama ini sangat dekat dengannya. "Mas, kamu sudah datang?" Begitu Wiliam datang Ria sudah rapih membawa barang-barangnya dan beberapa tas kecil yang isinya makanan. "Masuklah dulu ke dalam mobil, aku mau bicara sama kamu," kata Wiliam yang ada di dalam mobil dengan wajah masih tidak menyenangkan. Ria pernah melihat wajah kemarahan Wiliam sebelumnya, dia yakin betul Wiliam sedang marah besar pada seseorang. "Baik Mas, kamu kenapa semarah ini? Ada masalah soal pekerjaan atau rumah?" Wanita itu meleta
Akhirnya Cici menemukan Wiliam yang ada di dekat kolam renang, pria itu tengah duduk berkutat dengan laptopnya. "Mas Wiliam. Akhirnya aku menemukan kamu juga, gawat Mas. Kak Silvi sama Vea dan Ria, mereka bertengkar." Wiliam beranjak bangun dari posisinya dan segera menuju tempat pertengkaran mereka bertiga diikuti Cici yang ada di belakangnya. "Di mana mereka?" Cici menunjukkan arahnya dengan satu jarinya, ternyata memang mereka masih berada di ruangan tersebut. "Aku baru tau kalian menindas orang seperti ini, apa aku pernah minta untuk kamu memberikan jatah harian kamu Ria? Terus Silvi, apa aku pernah memohon padamu untuk dijadikan istri suamimu sehingga kamu seolah-olah merasa paling tersakiti? Tidak 'kan!" Walaupun Vea hanya sendiri di sana dia sangat berani melawan kedua orang yang badannya cukup besar daripada dirinya. "Astaga! Semakin tidak tahu diri dia Kak Silvi, gimana kalau dia kita serang saja, aku tidak terima wanita ini terus menginjak-injak harga diri kakak."
Saat itu juga Vea sekuat tenaga melepaskan diri untuk lepas dari pelukan suaminya yang sangat nyaman berada pada pelukan keempatnya. "Lepaskan bodoh!" Akhirnya Wiliam terbangun bersama ketiga istrinya yang lain. Rupanya Vea sudah berdiri di atas tempat tidur ingin menginjak perut Wiliam. "Jangan Vea!" Tangan Silvi mencegahnya. Vea tersungkur ke bawah, Wiliam segera bangun dan membantu Vea yang terjatuh ke lantai. Silvi menutup mulut menahan tawanya bersama Ria, tidak dengan Cici yang mengikuti suaminya untuk membantu madunya. "Bangun sayang. Kamu tidak apa-apa?" Ketika dilihat Wiliam dan Cici, ternyata bagian dahi Vea sangat memar. Semua ini gara-gara Silvi yang mau Vea terjatuh. "Aw. Rasanya sakit sekali. Dia sengaja membuat aku jatuh!" Tangannya ke arah Silvi yang masih menahan tawa, wanita itu sangat puas sudah memberikan sedikit pelajaran pada Vea. "Mas ayo panggil dokter, aku takut kepalanya kenapa-kenapa," kata Cici mengarah pada suaminya. Wiliam mengambil ponsel