“Hahh….apa, Ma?” tanya Chalista dengan wajah melongo kebingungan, tapi Mayang malah menatapnya dengan tatapan menggoda karena mengira dia menyembunyikan Abian di dalam kamarnya.
“Jangan bohong, deh sama mama, Cha mama itu tau kamu dari kecil semua gerak gerik kamu mama bakal tau,” ujar Mayang berusaha memberitahu Chalista kalau dia sangat kentara sekali tengah menyembunyikan sesuatu darinya. “Lagian, sejak kapan kamu jam segini masih tidur? Pura-pura ngantuk lagi,” sindir Mayang sudah tau semua akal bulus putrinya itu.
“Bener, kan? Abian di dalem?” Kini Mayang berbicara dengan berbisik ke arah Chalista sambil sedikit mengintip dari celah pintu yang terbuka, membuat Chalista benar-benar frustasi dalam kondisi ini.
Tak mungkin kan dia mengaku kalau dia tidur dengan Abian? Bisa kacau jika mamanya memberitahu papanya mereka sudah pernah tidur bersama. Ya, walaupun Chalista merupakan wanita dewasa tapi tetap saja
“Ahhh ini! Sendal….” Chalista ingin menghilang dari dunia ini detik ini juga karena ia tak tau harus menjawab apa. Sendal yang memang didapat dari villa itu tertinggal di sana, itu pasti milik Rafael karena milik Chalista masih diluar.Mayang menatap bingung ke arah Chalista yang mendadak menjadi gagap. “Hmm kenapa bingung? Ini sendal siapa? Kamar mandinya juga ditutup,” curiga Mayang, apalagi melihat putrinya yang terlihat tegang sepertinya memang benar dugaannya ada yang disembunyikan di kamar ini.“Ini sendal aku, siapa lagi, Ma?” ujar Chalista sambil tertawa hambar, berharap Mayang bisa cepat-cepat pergi dari sini karena Rafael ada di dalam kamar mandi tengah bersembunyi, jika Mayang membuka pintunya maka tamat sudah riyawat mereka kali ini.“Ahh masak Cha, kamu mau bodohin mama? Ini sendal ukuran berapa? Ukuran sepanjang kaki Rafael ini, Cha masak kamu bilang punya kamu,” sinis Mayang sambil menatap dengan tatapan curiga kali ini semakin curiga.“Iya, itu sendal aku emang kebesara
“Mama….mama tau apa?” tanya Chalista masih berusaha bertahan di tengah-tengah keadaan yang sangat genting itu. Dia sungguh sudah kehabisan tenaga untuk berpikir lagi. Rasanya apapun yang dia katakan tak akan terrdengar seperti kebenaran lagi karena dia sudah panik setengah mati.Bukannya menjawab, Mayang malah menyibak rambut Chalista yang tergerai panjang itu, hingga memperlihatkan leher jenjangnya. “Mama sudah lihat ini sejak tadi, tapi mama tetap diam mama mau kamu yang terbuka sendiri sama mama,” ucap Mayangg membuat Chalista mengernyit kebingungan.Dia langsung melihat ke arah cermin karena mamanya menunjuk arah leher dan bawah lehernya hingga dia syok sendiri karena melihat bekas ciuman Rafael yang masih berwarna merah keunguan itu terjiplak sempurna di lehernya.Argh! Rafael! Ini semua salah Rafael!“Hm? Kamu mau mengelak bagaimana lagi?” tanya Mayang saat melihat wajah syok Chalista.Sial! Kali ini Chalista benar-benar sudah tak punya pilihan lagi, mau mengelak bagaimanapun sud
Pagi ini, Chalista kembali ke rutinitas awalnya menjadi sekretaris Rafael dan menyembunyikan hubungan mereka dengan rapat-rapat.Chalista dan keluarganya kembali dari Bali dua hari yang lalu dan semuanya berjalan dengan lancar dari berangkat hingga pulang dan mamanya juga tak mencurigai Rafael setidaknya walaupun kini Abian yang tak tau apa apa menjadi kambing hitamnya.Dan hal terkonyol dari semua itu adalah saat Chalista menanyai Rafael dimana pria itu berada pagi itu, Rafael mengatakan ia awalnya memang bersembunyi di kamar mandi dan mendengar suara Mayang dari luar dengan panik Rafael langsung memanjat jendela yang ada di kamar mandi dan meloncat keluar dengan cepat lalu karena ia berpikir Mayang sedang menginterogasi Chalista ia langsung mengetok pintu dengan cepat dari arah luar.Chalista menggelengkan kepalanya jika mengingat kejadian itu lagi karena ia tak pernah merasa setegang itu sebelumnya bahkan wawancara paling mematikan sekalipun tak akan rasanya setegang itu.Namun h
Chalista tak henti-hentinya tersenyum setelah acara itu selesai dari sepanjang perjalanan dari lorong ballroom acara itu hingga di lantai 2 tempat kerjanya berada, ia sudah seperti orang gila karena terus tersenyum.Jika dipikir pikir sekarang memang tak ada gunanya dia merasa terganggu dengan Monika sama sekali karena walau dia yang berstatus sebagai istri sahnya tapi tetap saja dirinyalah pemilik hati CEO tampan itu.Chalista tersenyum lagi membayangkan tatapan kesal Rafael saat Chalista sengaja menjaga jarak agar tidak terlalu kentara hingga ia menjadi lebih dekat dengan wakil CEO ketimbang Rafael dan pria itu tanpa berpikir langsung menarik pinggangnya dari belakang di depan istrinya sendiri yang hanya bisa duduk sambil melihat itu tanpa tau apa apa tentunya.“Yah..untuk apa aku harus sakit hati hanya karena wanita licik itu!” Chalista berucap untuk menghilankan rasa kesalnya tadi saat melihat keduanya masuk sambil bergandengan dengan decak pujian dari semua orang dan itu sempat m
“Aku? Maksudmu kita melakukannya?” tanya Rafael dengan wajah yang sangat tajam. Dia menatap wajah Monika yang mulai kebingungan karena Rafael terlihat bingung dengan perkataannya barusan.Monika mengerjapkan matanya berkali-kali, posisinya masih diatas pangkuan Rafael walau pria itu tak sudi menyentuh paha Monika. Dia sangat ingat malam itu di Bali, saat dia sudah mnunggu Rafael selama beberapa jam dan akhirnya Rafael masuk. Walaupun mereka sempat bertengkar tapi setelahnya Rafael luluh kembali dan akhirnya mulai menyentuhnya dengan buas.Ya, Monika sangat yakin dia telah berhasil menjebak Rafael, ia sangat yakin malam itu dia melakukannya dengan Rafael.“Kenapa sayang? Apa aku perlu mengingatkanmu bagaimana rasa tubuhku karena kau pura pura tak ingat, hm?” goda Monika sambil menggesekkan gunung kembarnya di dada bidang Rafael membuat dasi pria itu bergeser.Wajah Rafael terlihat menegang, rahangnya mengeras dengan tangan yang dikepalnya dengan sangat erat. Dia sungguh tak tau apa yan
“R-af….ihh bercanda kamu gak lucu tau gak!” kesal Monika mengira Rafael bercanda padahal raut wajah pria itu tidak ada bercandanya sama sekali. “Kenapa sih susah banget bagi kamu buat ngaku, segede itu ya ego kamu padahal aku istri kamu loh Raf,” ucap Monika lagi.Mendengar itu Rafael yang cukup pusing dengan apa yang sebenarnya terjadi memilih diam. Di kepalanya ada dua kemungkinan, pertama adalah tentu wanita ini selingkuh di belakangnya dan melakukannya dengan pria lain tanpa dia ketahui. Kedua adalah ada yang menyusup masuk ke kamar Monika saat dia sedang mabuk tanpa wanita ini ketahui.Rafael terpikir lagi. Siapa pria yang berani masuk ke kamar Monika jika memang dia tidak memiliki hubungan spesial kan? Ya benar! Dugaan Rafael pasti benar wanita ini berselingkuh di belakangnya dan tak tau dirinya telah membeberkannya tanpa sadar.“Kau menikmatinya malam itu?” tanya Rafael lagi seakan belum puas dengan jawaban Monika karena ini terasa sangat lucu baginya. Jelas jelas Rafael bersam
“S-siapa....” Chalista menegang ketika melihat siluet seorang yang tertimpa cahaya bulan di pojok kamarnya. Suaranya gemetar tanpa bisa ditahan.Wanita berusia 23 tahun itu baru saja pulang dari Indonesia malam ini dan langsung masuk ke dalam kamarnya di lantai 3 untuk merebahkan diri. Ia tidak peduli dengan lampu kamar yang tidak mau menyala.Namun, apa yang ada di kamarnya itu? Hantu? Atau pencuri?Ting!Chalista semakin menegang ketika mendengar suara dentingan gelas, atau botol? Yang jelas, itu suara benda terbuat dari kaca. Napas berat seseorang pun terdengar samar-samar.Dengan gerakan cepat, Chalista hendak berlari keluar ruangan dan berteriak sekencang mungkin, tapi dirinya terlambat. Sosok itu, yang diketahui Chalista sebagai seorang pria, sudah menarik tangannya lebih dulu.“Tol—"Brak!“AKHH!!!”Pria itu menghimpit Chalista tepat di ambang pintu hingga pintu itu tertutup rapat kembali. Napas gadis itu menjadi tidak teratur dan jantungnya hampir copot.“Akhirnya kamu datang,
“Raf, kamu di dalem, kan? Udah siang, bangun!” mamanya kembali memanggil dari balik pintu. “Kamu harus fitting baju sama Monika hari ini, inget kan?”Rafael menoleh ke arah Chalista sejenak.“Kamu tunggu dulu, jangan ke mana-mana,” Rafael berucap sambil memakai bajunya yang berserakan di lantai. “Kita akan membahas ini lagi setelah aku mengurus Mama. Aku janji.”Saat Rafael berjalan menuju pintu, saat itulah Chalista melihat noda darah di kasur berseprai abu-abu milik Rafael. Itu… darah keperawanannya.‘Aku benar-benar sudah dinodai kakak angkatku sendiri… terlebih dia yang memaksaku.’ Chalista menutup mulutnya sambil terisak, khawatir sang mama mendengar suaranya dari luar.“KAMU MABUK LAGI, IYA KAN?!” suara bentakan khas Mayang, mama tirinya terdengar sampai ke dalam kamar. “Sudah berapa kali Mama bilang, berhenti melakukan kebiasaan buruk kamu itu!”Calista kembali menegang, takut tiba-tiba wanita paruh baya itu menerobos masuk ke dalam. Namun, mendengar suara tenang Rafael setelah