Waduh, waduh. Bakalan ada apa lagi ini ya. Yuk, dampingi Kaisar-Embun agar tetap aman dan halal, hehehe ^^ Oh ya, author ada pertanyaan. Kira-kira di sini ada yang suka sama dinamika hubungannya Dion-Aletta nggak ya? Yuk, tinggalkan pendapat kalian di kolom komentar.
Pesta pernikahan Subagja menjadi salah satu yang paling dibicarakan di seluruh penjuru negeri, bahkan diberitakan oleh media nasional. Namun, tak ada satu pun media yang berhasil masuk ke dalam pesta karena pestanya tertutup dan aksesnya dijaga ketat. Hanya staf dan para undangan saja yang diperbolehkan masuk ke dalam aula Ashtana Hotel. Sejujurnya, hal ini membuat Embun gugup setengah mati. Apalagi sejak pagi tadi, Embun melihat pasukan keamanan mondar-mandir di aula, lobi hotel, dan bahkan dapur serta gudang di mana Embun bekerja bersama para karyawannya. Tak bisa dicegah, Embun sekilas memikirkan betapa besar koneksi ayah mertuanya dengan orang penting seperti ini. Kenalan, mereka bilang. Relasi bisnis, katanya. Namun, bukankah untuk memiliki kenalan atau rekan seperti ini, orang itu harusnya memiliki posisi yang penting juga? Atau bagaimana? Meski begitu, pemikiran mengenai hal tersebut tidak bercokol terlalu lama di kepala Embun karena ia terlalu disibukkan oleh persiapa
“Tidak dapat balasan istri?”Kaisar melirik keponakan yang sejak tadi menggoda dirinya dan berkata, “Urusi yang lain, jika kamu tidak ada kerjaan, Nicholas.”Mendengar itu, si keponakan meringis lebar. Jelas sekali tampak terhibur.“Aku tadi lihat Kak Embun di area dapur. Lebih baik, kalau ingin bertemu, Paman hampiri saja,” ucap Nicholas santai. “Daripada mengganjal selama acara. Siapa tahu Kak Embun juga ingin bertemu Paman, bukan?”Meskipun dikatakan dengan maksud baik, nada biacara Nicholas yang terlampau santai dan ekspresi menggoda pria muda itu tetap saja membuat Kaisar jengkel.Tak terelakkan, suami Embun itu memandang Nicholas dengan tatapan dingin yang membuat si keponakan langsung mengusap tengkuknya yang tidak gatal.“Hanya saran, Paman.” Pria muda itu buru-buru menambahkan. “Kan aku–”“Dia tantemu. Panggil dia dengan benar.” Kaisar memotong ucapan Nicholas, otomatis membuat pria muda itu tertegun.Nicholas kira, pamannya itu marah karena ia menggodanya terus-terusan. Namu
“Hidangan pembuka akan keluar sepuluh menit lagi.” Suara Embun terdengar lantang dan berwibawa, meskipun masih menyisakan karakter lembut dalam nada bicaranya. Ia sengaja mengeraskan suaranya agar seluruh dapur bisa mendengar. Sepasang mata cokelat Embun dengan gesit dan penuh perhatian mengawasi jalannya proses memasak dan menyiapkan makanan, serta melirik jam dapur dan mencocokkan dengan jadwal acara yang telah ia terima. Dengan tidak adanya pasukan keamanan yang memenuhi dapur, Embun dan para staf makanan lebih leluasa untuk bergerak dan cekatan dalam melaksanakan arahan Embun. Dua menit sebelum tenggat waktu, Embun mengarahkan para staf yang bertugas sebagai pramusaji untuk membawa makanan ke aula pesta. “Pastikan tidak ada kesalahan,” ucap Embun. Meskipun tidak segugup dan setegang tadi, Embun tetap waspada. Ia tidak ingin mengecewakan klien yang telah memakai jasanya. Apalagi mengecewakan Kaisar yang memercayainya. Wanita itu memastikan semua hidangan yang keluar sudah sem
“Ikut aku.” Mendengar ucapan Kaisar tersebut, Embun merasa heran. Namun, ia menurut lantaran Kaisar sudah menarik tangannya dengan lembut. Meskipun wanita itu tengah bertanya-tanya dalam hati. Sementara itu, otak Kaisar berputar cepat, kembali memikirkan cara untuk membantu Embun. Ia berniat mengecek apakah terjadi masalah di dapur, karena meskipun ia melihat makanan lancar dihidangkan, pikiran Kaisar tetap tertuju pada Embun. Aneh sekali, padahal pria itu percaya bahwa Embun mampu mengurusi pekerjaan kali ini dengan baik. Tepat saat Kaisar hendak membuka pintu dapur, terdengar suara ribut sejenak yang disusul oleh permintaan maaf seseorang pada Embun. Lalu saat Embun keluar baju bagian depannya basah. Dan cukup berbau. Kaisar langsung menyadari hal tersebut begitu melihat Embun. “Kaisar. Kita mau ke mana?” Menanggapi pertanyaan Embun, Kaisar hanya menoleh sekilas pada istrinya tersebut. Embun pun tidak bertanya lagi dan hanya mengikuti langkah Kaisar. Ternyata pria itu mem
“... Sepertinya resletingnya tersangkut. Bisakah kamu membantuku?”Kaisar berdeham, kemudian melangkah lebih dekat ke Embun. Matanya berusaha memandang lurus pada resleting bagian belakang gaun Embun, yang mana membuat pria itu tidak bisa untuk tidak melihat kulit mulus sang istri mengintip dari balik gaun tersebut.Sementara itu, Embun kembali menghadap depan, merasa kikuk ketika menatap Kaisar dalam kondisi seperti ini.Tentunya ia tahu bahwa mereka adalah suami istri, dan sadar sepenuhnya mengenai status mereka tersebut.Namun, apa yang diharapkan dari dua orang yang tidur di dua kamar terpisah meski mereka tinggal serumah?“... Maaf merepotkanmu, Kaisar,” ucap Embun kemudian.“Tidak masalah,” gumam Kaisar sebagai tanggapan. Dengan hati-hati, ia menarik risleting gaun Embun ke atas. “Seharusnya aku meminta asistenku untuk membelikan gaun yang lebih mudah dikenakan.”Pria itu tidak bisa membayangkan bagaimana jika Embun mengganti baju sendiri, tanpa pendampingannya.“Tidak, tidak. B
“Apa kabar, Embun?”Embun sempat tertegun dengan sapaan Dion, sebelum kemudian membalas dengan ramah.“Selamat malam, Dion. Ada masalah dengan hidangannya?” tanya Embun, fokus pada pekerjaannya.“Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini.” Alih-alih menjawab pertanyaan Embun, Dion justru berkomentar. Ia menarik kursi di sebelahnya untuk Embun. “Silakan duduk, Embun.”Sedang dalam mode profesional, Embun tersenyum. “Saya sedang bekerja, Dion,” ucapnya kemudian.“Aku tahu. Aku berniat mengatakan padamu soal hidangan ini,” balas Dion dengan santai. Ia menepuk tempat duduk di sebelahnya. “Akan lebih nyaman jika kamu duduk.”Embun masih saja tersenyum. Namun, ia tidak bergerak. “Apakah hidangannya mau diganti dengan yang baru?” Wanita itu justru kembali bertanya. “Atau mungkin tambahan saus dengan level pedas yang lebih tinggi?”Sementara Embun menangani Dion karena ia tidak bisa mengabaikan pria itu begitu saja, Kaisar tengah berbincang dengan relasi bisnisnya di tepi ruangan, de
“Katakan. Untuk apa kamu di sini?” Kaisar kembali bertanya dengan dingin. Sorot matanya tampak tajam saat beradu pandang dengan Aletta, membuat wanita itu menggigit bibir. Merasa kesal. Namun, Aletta menyembunyikannya. “Kan tadi sudah aku jawab. Aku mencarimu,” jawab Aletta dengan lembut. Di tangannya, ada segelas cocktail berwarna cerah. “Apa kamu pikir aku membohongimu?” Pria yang pernah menjadi kekasih Aletta tersebut mengalihkan pandangan, sama sekali tidak memercayai alasan Aletta. Pun, jika benar Aletta memang mencarinya, wanita itu pastilah memiliki motif lain. Sebenarnya, Kaisar pernah beberapa kali melihat Aletta di tempat-tempat yang sering ia kunjungi setiap hari, mulai dari hotel, restoran yang menjadi lokasi pertemuan dengan relasi bisnisnya, dan di sini. Sekalipun Aletta merupakan selebgram yang memiliki popularitas tinggi, serta memang memiliki akses ke tempat-tempat tersebut, Kaisar meragukan bahwa pertemuannya dengan Aletta selama ini adalah sebuah kebetulan bela
“Semoga dia benar-benar meminum cocktail yang aku berikan.” Aletta kembali mengedarkan pandangannya, mencari sosok Kaisar. Namun, ia tidak menemukan pria itu. Sekelompok remaja awal dua puluh tahun tadi benar-benar menyita fokus Aletta. Jelas ia tidak bisa menolak permintaan para penggemarnya, karena hal tersebut akan memengaruhi reputasi Aletta. Akibatnya, Kaisar hilang. Padahal Aletta sedang bersusah payah untuk melaksanakan rencananya kali ini. “Sial, semua gara-gara si berengsek Lidya,” gumam Aletta pada dirinya sendiri sebelum ia berbalik dan berjalan pergi, mencari Kaisar di tempat lain. Otaknya memutar ucapan ibu mantan kekasihnya tersebut di kepala. Kemarin, Lidya mendesak Aletta dan mengancam tidak akan memberikan sisa uang yang diminta Aletta karena ia sama sekali tidak mendengar hasil maupun sekadar laporan dari wanita berambut cokelat tersebut. Ternyata Lidya tidak sebodoh yang Aletta pikirkan. “Tapi aku butuh satu miliar itu,” batin Aletta. Karenanya, ia datang den