Maaf ya pembaca-pembaca, author updatenya masih lama dan nggak banyak. Doain author ya!>< Jika menyukai buku ini terus berikan like, vote dan comment, ya! Author menghargai semua dukungan yang diberikan untuk buku ini, terima kasih!
"Ah, kudengar kafe di hotel itu melayani selama 24 jam," gumam yang lainnya. Dengungan mulai menyebar dan makin keras hingga Embun menghela napas. "Tenang, semua," tegur manajer kafe menengahi. "Ini kan baru rencana. Bu Embun pasti ingin yang terbaik untuk kafe ini." Embun mengangguk. "Betul. Ini masih berupa rencana," ucap Embun. Kontrak kerja sama belum ada, dan mereka baru akan membicarakannya dengan bantuan Kaisar. "Saya masih akan bertemu dengan beberapa pihak untuk bicara terkait hal ini. Namun, saya melihat kesempatan ini sebagai hal yang positif." Kemudian, Embun melanjutkan, "Terima kasih atas respons dan pemikiran kalian, tapi jangan khawatir. Untuk saat ini, tetap fokus seperti biasa dan--" Ucapan Embun terhenti saat ponselnya berdering. Wanita itu mengambil ponsel dan melihat siapa yang menghubunginya. Kaisar. Waktu yang tepat. "Baiklah, semua. Selamat bekerja kembali." Embun membubarkan pertemuan singkat pagi itu sebelum mengangkat panggilan tersebut. "Halo, Kaisar
"Jangan berani kamu mengeruk harta yang seharusnya jadi milikku!" Aletta masuk ke dalam mobilnya dan membanting pintu. Gadis itu kemudian menarik napas dalam-dalam beberapa kali, sebelum kemudian berkata pada dirinya sendiri. "Oke. Satu per satu terlebih dahulu." Ia mengetikkan sesuatu di ponselnya, dan menaruh ponsel itu ke dalam tas tangannya. “Lihat saja, Embun. Aku tidak akan tinggal diam.” Setelah itu ia menyalakan mobil dan memindahkan persneling. Ada satu tempat yang harus ia tuju. * Sementara itu, ketika taksi yang ia sewa berhenti di depan lobi hotel, Embun bergegas membayar ongkos dan turun. "Selamat datang di hotel kami, Bu Embun." Wanita berambut sebahu itu heran saat mendapati seorang pria paruh baya, dan berpakaian rapi menyambutnya begitu ia turun dari taksi. Di belakang pria tersebut berdiri beberapa pegawai hotel, yang Embun kenali dari seragam mereka. Para pegawai hotel itu serempak membungkuk dan berseru dengan lantang, “Selamat datang di hotel kami, Bu Em
"Oleh karena itu, baru-baru ini beliau memutus kontrak kerja sama dengan pemilik kafe saat ini." Pak Heru menunjuk ke salah satu sudut di lantai dasar tempat mereka berdiri. Embun bisa melihat di sudut yang ditunjuk oleh Pak Heru, beberapa orang tengah mengangkat beberapa properti yang sepertinya digunakan oleh kafe tersebut. Dan Embun agak terkejut ketika melihat papan dengan nama salah satu kafe terkenal di kota itu. Kafe itu sempat viral beberapa tahun yang lalu, dan sejak saat itu kafe tersebut mengalami lonjakan penjualan yang bisa dibilang sangat tinggi. Pak Heru pun melanjutkan. "Seperti yang saya bilang, beliau sangat perfeksionis. Dia tidak segan memutus kerja samanya dengan siapapun. Tidak peduli seberapa terkenalnya kafe tersebut." Kemudian, pria paruh baya itu tersenyum pada Embun. "Pak Kaisar sangat merekomendasikan kafe Anda, Bu Embun," ujar Pak Heru. "Beliau mengatakan bahwa menu-menu yang disediakan di kafe Bu Embun sangat variatif dan bercita rasa baik. Selain i
Beberapa saat yang lalu .... "Selamat pagi, Pak Kaisar." Kaisar mengangguk pada sekretarisnya dan masuk ke dalam kantornya, sementara si sekretaris mengikuti di belakang pria tersebut dengan tablet di tangan. "Ibu Anda menghubungi saya untuk menjadwalkan makan siang bersama, Pak," lapor sekretaris pemilik Asthana Hotel tersebut. "Beliau mengatakan bahwa nomor Bapak tidak bisa dihubungi." "Saya tidak akan sempat," ucap Kaisar sembari duduk di kursi kebesarannya. Di belakangnya terbentang jendela yang menampilkan pemandangan gedung-gedung perkotaan. "Jadi kamu bisa menolaknya." Sebenarnya, Kaisar akan selalu mampu membuat waktu luang jika memang benar-benar dibutuhkan. Hanya saja, memang hubungannya dengan sang ibu tidak baik. Apalagi sejak terakhir kali ibunya datang berkunjung ke apartemennya dan Embun. Meskipun keluarga, ibu Kaisar tampaknya benar-benar tidak dapat menghargai istrinya. Dan hal itu menyinggung Kaisar. "Baik." Si sekretaris mengangguk. "Kemudian hari ini ... ya
"Begitu?" Kaisar menanggapi. "Namun, apakah Anda setidaknya sudah mengecek kafe tersebut?" Si manajer hotel kembali terdiam, merasa ketakutan. Ia awalnya berpikir ini soal remeh. Rekomendasi dari pusat, baik, akan dia cek nanti. Ia tidak menyangka bahwa penundaan tersebut akan membawa Kaisar ke kantornya dan menegurnya langsung! Diamnya si manajer hotel membuat Kaisar menghela napas. Pria itu kemudian berdiri dan mengancingkan bagian depan jasnya. "Pak Heru," ucapnya. Suaranya terdengar tegas dan penuh kharisma. "Persoalan kafe pengganti ini bukan hal remeh. Terlebih untuk saya, kerja sama ini lebih penting dari apa pun juga." Si manajer hotel buru-buru mengangguk. "Baik, Pak. Saya akan langsung menghubungi pemilik kafe tersebut setelah ini." "Saya harap Pak Heru tahu letak kesalahan Bapak," kata Kaisar lagi. "Lalu, saya yang akan menghubungi pemilik kafe tersebut. Pastikan setelahnya Bapak menangani kerja sama ini dengan baik." Usai menyampaikan itu, Kaisar keluar ruangan untu
"--Bu Embun?" Embun berkedip, seperti baru sadar ada yang memanggilnya. Dengan segera wanita berambut sebahu tersebut menoleh pada Heru, manajer Asthana Hotel yang tengah bersamanya. Pak Heru tampak heran. Pria paruh baya itu sudah beberapa kali memanggil nama Embun, tetapi wanita itu tidak menyahut dan hanya fokus ke grup lima orang tak jauh dari mereka. "Maaf, Pak Heru," ucap Embun, terdengar menyesal. Ia tidak ingin pria di depannya ini berpikir bahwa Embun tidak menghargainya. "Bagaimana?" Meskipun tampak heran, Pak Heru mengulang pertanyaannya, "Apa Bu Embun mau menyapa Pak Kaisar?" Manajer hotel itu berpikir, jika ia bisa sekalian menunjukkan bagaimana sikap baiknya pada Embun setelah teguran Kaisar tadi, pandangan bosnya itu akan lebih baik. Pak Heru tidak mau dipandang sebagai manajer yang lambat bekerja dan suka menunda-nunda pekerjaan. Sementara itu, pertanyaan Pak Heru membuat Embun kembali mengalihkan pandangannya pada Kaisar dan beberapa orang yang bersamanya, term
“Kalau begitu, apakah sudah pasti Ibu Embun ini menerima tawaran kerja samanya?” Nicholas bertanya lagi. Ekspresinya tampak main-main lagi saat menyebut ‘Ibu Embun’, membuat Embun tersenyum kecil. Nicholas benar-benar santai dan tidak kaku seperti Kaisar. Mungkin juga karena usianya yang jauh lebih muda dibandingkan dengan Kaisar, pikir Embun. “Iya,” ucap Embun dengan suara lembutnya. “Justru saya harus berterima kasih karena sudah ditawari kerja sama ini.” Setelah dipikir-pikir, meskipun Kaisar kaku dan kadang bersikap dingin pada Embun, namun pria itu sebenarnya adalah seseorang yang perhatian. Buktinya ya seperti sekarang, tawaran kerja sama dengan hotel besar ini. Mengingat Kaisar ternyata mampu membuat Embun tersenyum diam-diam. Mendengar hal itu, Nicholas mengangguk-angguk sebentar. Kemudian ia menoleh pada Pak Heru. “Kalau begitu, berkasnya harus segera diurus ya, Pak?” Nicholas kemudian melanjutkan lagi, “Jangan biarkan Ibu Embun menunggu terlalu lama.” Pak Heru men
"Kenapa, Kak?" Perhatian Embun kembali ke Nicholas. Pria muda itu mengikuti arah pandang Embun, tapi tidak menemukan apa pun di sana. "Tidak." Embun kembali tersenyum. "Jadi, menu apa yang kamu rekomendasikan?" "Hm ... rigatoni truffle mushroom, nama menunya." Nicholas membawa Embun ke restoran di sebelah lobi. Meski sudah putus kontrak, kafe sebelumnya masih melayani pengunjung hotel hingga kafe pengganti sudah siap. "Kakak suka makanan seperti apa, omong-omong?" Embun tampak berpikir sejenak. "Sebenarnya, aku bukan orang yang pemilih dalam hal makanan," ucap wanita itu. "Jadi aku tidak ada masalah dengan jenis makanan apa pun." Nicholas mengangguk-angguk. "Kalau kafe Kak Embun sendiri apakah fokus ke jenis makanan khusus?" tanya Nicholas kemudian. Ia menanyakan hal tersebut karena ia belum pernah berkunjung ke kafe Embun. Mungkin sekali-sekali Nicholas harus berkunjumg ke sana, begitulah pikir pria itu. "Aku justru merasa menu makanan di kafeku cukup luas." Jawaban Embun mem