"Kecuali kau bisa memberikan sesuatu padaku."Nicholas menahan rasa sakit akibat cengkeraman tangan Dominic di rahangnya. Pria muda itu mempertahankan ekspresi datar tak terbaca, sembari membalas tatapan Dominic.Hal itu membuat Dominic kembali tertawa."Tidakkah kau penasaran apa yang aku inginkan?" ucap Dominic."Saya punya dugaan," balas Nicholas. Nada suaranya datar, bahkan tidak seperti Nicholas yang biasanya."Begitu? Apakah kau mau memberikan hal itu untukku, demi bisa bebas dari sini?"Nicholas tidak menjawab pertanyaan Dominic. Pria muda itu hanya diam menatap raja dunia hiburan itu hingga Dominic kembali menyeringai. "Kau--"Tiba-tiba ponsel Xander berdering nyaring, membuat Dominic langsung mengarahkan pandangan dinginnya pada si bawahan."Mohon maaf, Tuan," kata Xander buru-buru, sebelum memutar tubuhnya dan mengangkat panggilan tersebut.Tak berapa lama, pria bermata abu-abu itu berkata, "Tuan Dominic, pihak Rahardja ingin membuka forum negosiasi."Nicholas melihat serin
Di tempat Dominic, pria itu juga memantau jalannya negosiasi dengan pihak Rahardja. Jemarinya mengetuk-ngetuk lengan kursi dengan tidak sabar."Masih belum?" tanyanya untuk yang ke sekian kalinya pada sang asisten.Si asisten sendiri tampak gugup dan gelisah karena bosnya makin tampak uring-uringan saja."Masih diusahakan, Tuan. Pihak Rahardja menawar di bawah lima persen."Dominic mendengus. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa lagi karena tengah menekan dirinya agar bersabar.Jika ia berhasil mendapatkan saham dari Rahardja, otomatis ia akan menjadi pemegang saham yang diperhitungkan di Rahardja Group, sesuatu yang memang diincarnya sejak awal. Dominic akan bisa menguasai bisnis negara ini seperti yang ia inginkan.Karena, ya, Dominic Romero memiliki rahasia yang ia sembunyikan. Sesuatu yang ia dapatkan dari Henri Pradana.***Beberapa hari yang lalu ...."Kita sudah sampai, Pak."Dominic bergumam pelan. Ia menunggu asistennya membukakan pintu mobil dan menjinjing keranjang buah yang
"Asalkan Anda bersedia memberikan saham Rahardja Group pada saya.”Henri tidak menjawab. Sebagian dari dirinya masih merasa terkejut dan bingung, sebagian lagi mencoba berpikir apa motivasi penguasa industri hiburan ini sebenarnya.Lalu, kenapa juga ia menyasar keluarganya? Apakah Dominic ada sangkut pautnya dengan penculikan istri dan anak Henri?Karena lawan bicaranya cukup lama terdiam, Dominic kemudian menambahkan, “Kalau Anda lebih teliti lagi, ada rekaman juga saat Anda sedang bermesraan dengan Nyonya Lidya.”Henri kembali tekesiap. Seperti orang kesetanan, Henri mengaduk-aduk amplop hitam di tangannya dan menemukan sebuah flashdisk. Namun, sebelum ayah Dion itu mengecek isinya, Dominic sudah berlalu.“Saya tunggu kabar baiknya, Tuan Henri.” Itulah ucapan Dominic sebelum pria itu berlalu, meninggalkan Henri yang perasaannya campur aduk.Di sisi lain, Dominic merasa puas. Sejak ia mulai bekerja sama dengan Aletta, hidupnya jadi penuh hiburan seperti ini.Sesuai dugaan Dominic, He
“Katakan, saya akan datang langsung.”Satria menatap wajah atasannya yang tampak tenang tersebut, lalu mengangguk. Tak bisa ditahan, asisten Kaisar tersebut berpikir, apakah ini adalah tantangan Kaisar untuk perang terbuka. Sekalipun bosnya bukanlah tipe yang senang menyenggol pihak-pihak lain–apalagi Rahardja Group sudah ada di puncak industri negeri ini, rupanya Kaisar sendiri pun tidak bisa menahan dirinya jika orang-orangnya diusik.Terutama keluarga Kaisar sendiri.“Baik, Pak.” Satria mengangguk. Pria berkacamata tersebut kemudian kembali fokus pada earpiece di telinganya.Kaisar memantau perdebatan yang ada, sebelum kemudian disepakati bahwa baik Kaisar maupun Dominic akan terlibat dalam serah terima sandera, yang tidak lain akan dilakukan di properti milik Ganesha.Kesepakatan terakhir tersebut membuat Dominic menyeringai puas karena ia akan bertemu dengan pria yang akan ia hancurkan perlahan tersebut.Ya. Itu juga termasuk dalam rencananya.***“Beliau sudah menunggu di dalam
“Bisa kita percepat prosesnya, Tuan Dominic? Saya ingin segera bertemu dengan keponakan saya.” Ada kilat marah dalam sepasang mata Dominic. Pria itu tampak jelas sedang tersinggung dan kesal karena merasa Kaisar tidak menghormatinya. Padahal saat ini, jelas-jelas Dominic berada di posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kaisar. Ialah yang memegang kuasa atas pertemuan ini, dan Dominic pulalah yang menahan Nicholas sekaligus memiliki kesempatan untuk melakukan apa pun pada pria muda tersebut. Nyawa Nicholas Rahardja ada di tangannya dan Kaisar berani-beraninya meremehkan Dominic! "Sepertinya Anda tidak memiliki rasa takut ya," komentar Dominic dengan nada sakartis. "Apakah Anda sadar bahwa saat ini juga, saya bisa memerintahkan anak buah saya untuk menghabisi keponakan Anda?" Kaisar tidak menyahut. Pandangannya yang dingin terarah langsung ke sepasang mata Dominic. Namun, di sana memang tidak ada rasa takut dan suami Embun tersebut tetap tampak tenang. "Anda tersinggung deng
"Jangan memancing saya. Atau Anda akan menyesal karena sudah mencoba mencari tahu sejauh mana saya bisa membalas dendam, Tuan Dominic." Tubuh Dominic bereaksi lebih dulu tanpa sadar. Badannya yang besar dan kekar tersebut menegang karena waspada, sebelum kemudian pria itu membuat wajahnya lebih rileks dan tenang. "Begitu?" tantang Dominic dengan senyum tipisnya. "Saya jadi penasaran." Kaisar tidak menanggapi kembali ucapan Dominic dan menoleh pada kepala tim legalnya. "Selesai?" tanya suami Embun tersebut. Si kepala tim legal mengangguk. "Sudah, Pak. Semua sudah dibereskan." Kaisar mengalihkan pandangannya ke arah Nicholas. "Nic." Si keponakan mengangguk dan bangkit berdiri. Namun, dua orang anak buah Dominic langsung mencekal bahunya, lalu menekan Nicholas agar kembali duduk, menahan pria muda itu. "Lepaskan dia," ucap Dominic, yang baru saja selesai mengecek berkas. Ada senyum penuh kepuasan di wajahnya. Nicholas sedikit menggerakkan bahunya, menepiskan tangan yang masih
"Kamu fokus pada pemulihanmu saja. Biar aku yang urus." "Tapi, Paman--" "Nic." Kaisar memotong protes keponakannya. Perlahan, pria itu menepuk bahu Nicholas dan melanjutkan, "Kamu sudah bekerja keras. Istirahatlah." Ucapan itu membuat Nicholas terdiam. Apakah ... itu berarti ia sudah cukup menebus keteledorannya waktu itu? Meskipun Kaisar memang tidak pernah menyalahkannya, tapi Nicholas tetap berpikir bahwa ialah hang bertanggung jawab. Namun ... karena Kaisar sudah mengatakan itu. Mungkin benar. Ini adalah waktunya Nicholas menyerahkan sisanya pada sang paman. "... Terima kasih, Paman." *** "Minum dulu jusnya, Embun." Dirawat oleh Rindang yang cukup bawel memiliki sisi baik dan buruknya sendiri. Embun senang mendapatkan perhatian kakaknya. Karena toh ia merindukan si kakak. Sudah lama sekali rasanya perhatian Rindang terfokus sepenuhnya pada Embun. Namun, sisi buruknya ... kakaknya terlampau terlalu perhatian padanya. Benar-benar--fokus pada Embun. Bahkan lebih parah dar
"Kita akhiri saja sampai di sini, Lidya. Hubungan kita adalah sebuah kesalahan." Setelah sebuah telepon singkat yang ia terima dari Henri, Lidya jadi makin tidak tenang. Apalagi mengingat ancaman yang diberikan oleh Aletta. Bagaimana Lidya merasa tertekan karena ucapan Henri dan ancaman Aletta membuat wanita paruh baya tersebut sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan. Sebesar apa pun ia menikmati kebersamaannya dengan Henri, jika hal tersebut diketahui oleh suaminya, Surya, dan Rahma, istri Henri, tentunya itu akan membuat semua pihak sakit hati. Tidak peduli bagaimana Lidya akan menjelaskan bahwa ia melakukan itu karena merasa iri akan kesempurnaan hidup Rahma yang memiliki suami yang begitu perhatian itu--berbeda dengan Surya yang kini membiarkan Lidya bersenang-senang sendiri semaunya. Ditambah lagi, saat ini Rahma tengah berada di rumah sakit karena ulah wanita iblis yang sama dengan yang mengancamnya. "Aletta sudah gila. Sebenarnya apa yang ia ingin capai dari semua ini?"