“Kamu harus membantu mewujudkan ambisiku untuk memiliki perusahaan nomor satu di negara ini.” Aletta ingat benar bagaimana reaksinya sewaktu Dominic mengatakan hal itu padanya. Di dalam benaknya hanyalah, 'pria ini sudah gila.'Wanita itu tahu kalau Romero Group memang besar, sangat besar malahan. Tapi masalahnya, di Negara ini, tak ada yang bisa mengalahkan Rahardja Group. Dan semua orang tahu itu. “Sepertinya itu agak sulit, Dom.” Dominic tertawa. “Tidak ada yang sulit untukku, Aletta.”Saat itu, Aletta terkejut bukan main ketika melihat semua kartu truf yang dimiliki Dominic. Dan entah bagaimana, ia merasa Dominic pasti akan menjadi pemenangnya. Dan Aletta kembali disadarkan jika ia seharusnya tidak memikirkan hal lain selain strategi untuk membuat tujuan Dominic berhasil. Ketika Dominic selesai mandi dan berganti pakaian, Aletta yang masih di tempat tidur menatapnya dengan lekat. “Aku sudah punya rencana lain, Dom. Dan akan kupastikan kali ini tidak akan gagal lagi.”Dominic
"Semuanya sudah paham dengan tugas masing-masing, ya?"Pertanyaan itu dijawab dengan anggukan semua orang yang berada di dalam ruangan ini. Setelah melakukan bongkar pasang beberapa rencana yang sudah disiapkan, dan mencoba berbagai simulasi, akhirnya rencana final mereka telah selesai. Nicholas tidak melihat kelegaan maupun kegugupan di wajah mereka, mungkin karena ini bukanlah operasi pertama mereka. Namun, buat Nicholas sendiri, ia merasakan kegugupan yang luar biasa. Apalagi karena ia adalah The Ace Player di dalam operasi ini. Orang yang akan berada di depan layar, dan berhadapan langsung di meja perjudian. “Kau gugup, ya?”Nicholas menoleh, dan mendapati satu-satunya wanita yang ada di dalam tim ini. Sebelumnya, wanita itu tidak begitu sering mengikuti pertemuan. Mungkin karena ia memiliki project lain selain ini. Nicholas tersenyum tipis. “Tidak juga.” Ia melirik ke arah si wanita, dan melihat jejak darah di jaket putih yang ia kenakan. “Hari yang berat?”Wanita itu menaik
"Kalau begitu, yang tadi akan menjadi kemenanganmu yang terakhir, Tuan..."Ronde selanjutnya pun dimulai kembali. Kali ini, permainan berlangsung sangat sengit. Tidak seperti sebelumnya yang terasa sangat mudah untuk Nicholas. Dan benar saja..."I've told you..."Nicholas tersenyum tipis, agak tidak menyangka soal kekalahannya yang pertama ini. "Permainan yang bagus, Nona."Pria muda itu melihat beberapa pemain baru yang ikut bergabung di meja permainan. Sekalipun banyak pemain baru, namun ia tak bisa berhenti memuji akting yang sangat natural dari wanita di hadapannya ini. Jeanne memainkan bagiannya dengan baik. Sebetulnya, Nicholas tidak menyangka jika Jeanne akan turun secepat ini. "Kau terlalu gemilang malam ini, Dan. Kalau dibiarkan terus-menerus, mereka bisa benar-benar mencurigaimu.""Harus ada yang menghentikan kemenanganmu malam ini."Nicholas ingin sekali menjawab kalimat barusan, dan membela diri. Namun ia mengurungkan niatnya. Ia harus mengakui jika Dominic adalah sal
"Tadi Kak Rindang telepon. Kami ngobrol sebentar jadinya.""Kapan?" Kaisar melirik Embun yang ada di sampingnya. Keduanya sedang di jalan pulang menuju penginapan. "Tadi, saat kamu berkuda," jawab Embun. "Agak tiba-tiba teleponnya, jadi cuma bisa sebentar juga."Kaisar mengangguk-angguk. Pria itu kemudian perlahan menyentuh tangan Embun dan menggenggamnya dengan lembut."Kamu rindu kakakmu."Itu bukan sebuah pertanyaan, melainkan pernyataan. Kaisar paham dan mulai bisa membaca ekspresi istrinya tersebut.Embun tersenyum kecil dan mendekat pada Kaisar."Sebenarnya aku agak khawatir," ucap Embun. "Kak Rindang sepertinya sedang ada masalah, tapi dia belum bisa cerita. Atau belum mau, mungkin."Hening sejenak."Mungkin saja memang masalah Kak Rindang bukan urusanku, dan normal-normal saja kalau aku tidak tahu," lanjut Embun. "Hanya saja, aku agak khawatir kalau dia sedang berhadapan dengan Paman dan Bibi.""Hm." Kaisar mengangguk, paham akan kekhawatiran istrinya."Mereka sudah tidak me
Peter Kurniawan yang bergabung di tengah-tengah permainan, membuat Nicholas sangat tidak fokus.'Ini tidak boleh terjadi' Nicholas berusaha menyemangati dirinya. "Next round?" Nicholas masih belum bisa bangkit dari kursi ini karena belum ada perintah selanjutnya. Jeanne juga masih tampak sangat tenang di hadapannya. Beberapa pemain ada yang mengakhiri permainan, sedangkan yang lainnya memilih bertahan. "Ulur waktu, Dan. Sedikit lagi." Nicholas melemparkan chip miliknya ke atas meja. "I'm in..." Permainan pun dimulai lagi. Kali ini, Nicholas tidak berusaha untuk mengungguli siapapun. Dan justru, ia melakukan strategi berbeda."Raise!" Ketika salah seorang pemain menaikkan taruhannya, Nicholas malah berkata, "Fold." Semua orang terkejut. Nicholas meletakkan kartunya di atas meja. Karena hal ini, beberapa pemain ada yang merasa ragu, dan banyak yang memilih menyerah. Ketika pemain yang menaikkan taruhan berhasil menang. Semua kartu dibuka, dan kombinasi kartu Nicholas adalah y
Kenapa ... ada Aletta di sini!?"Aduh, kaget ya?" ucap Aletta dengan nada manis tapi penuh cemooh. "Seperti bertemu hantu saja."Embun menarik napas dalam diam dan mengembuskannya pelan sebelum kembali melangkah menuju pintu kamarnya."Sebutan itu sepertinya pantas untukmu, yang tiba-tiba saja menghilang," balas Embun. Ia meraih gagang pintu.Namun, Aletta langsung berdiri di hadapannya, menghalangi."Kok buru-buru begitu, Embun? Kan kita lama tidak bertemu," kata Aletta dengan senyum manis. "Mengobrol dulu lah. Jangan suka menyimpan dendam."Tangan Embun mengepal tanpa sadar, menahan agar dirinya tidak meledak di sana."Aku tidak menyimpan dendam padamu, Aletta, tapi bukan berarti aku memaafkanmu," ujar Embun dengan suaranya yang tenang. "Dan sekarang, aku anggap kita sudah tidak ada urusan apa pun lagi. Sudah sebagai orang asing saja, jadi aku tidak berminat mengobrol denganmu.""Oh, begitu?" goda Aletta masih dengan senyum. Ia mengangkat sebuah amplop cokelat di tangan. "Tapi aku h
“Seret dia yang benar!”Nicholas menggumamkan sesuatu di balik kantong hitam yang menutupi kepalanya. Ia tidak tahu sekarang dirinya tengah dibawa ke mana dan dengan alasan apa ia diperlakukan demikian.Yang jelas, saat ini tubuh Nicholas terasa lemas dan tidak bisa ia kontrol sesuai keinginannya. Dua orang berbadan kekar tengah mengapit lengan Nicholas, masing-masing satu, dan menyeret pria muda itu.Ujung sepatu Nicholas beradu dengan lantai beton, menimbulkan suara gesekan.Ini pasti karena obat yang dipaksakan Xander padanya tadi. Selain membuat syaraf Nicholas terasa seperti lumpuh, obat tadi membuat Nicholas dalam kondisi setengah sadar.Ia tidak tahu harus melakukan apa sekarang.Keponakan Kaisar itu mendengar suara pintu terbuka dan dia dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan–terdengar dari gemanya.Lalu, pergelangan tangan Nicholas diikat dan tubuhnya yang masih terasa lemah digantung di langit-langit. Sekalipun kakinya bisa menyentuh lantai, tapi Nicholas tidak dapat berdiri.B
"... Berikan aku waktu dulu. Ya?"Bahu Kaisar langsung turun mendengar hal itu. Tubuhnya terasa lemas saat Embun merespons demikian."Embun, jangan seperti itu," ucap Kaisar. Pria itu tampak putus asa. Tangan Kaisar yang besar menyentuh milik Embun yang sedang ada di pipinya, lalu menggenggamnya lembut, menahan tangan sang istri agar tetap di sana. "Aku bisa berikan penjelasan." Kaisar berkata lagi. Enggan melepaskan Embun."Kaisar, aku sudah dengar," ucap Embun. Suaranya pelan dan lembut, tidak meninggi seperti orang marah pada umumnya. "Aku bukannya mengabaikan ceritamu. Penjelasanmu cukup, untuk saat ini.""Aku tidak melakukan apa pun dengan wanita itu, Embun." Kaisar kembali menegaskan. "Aku pingsan saat itu.""Iya." Embun mengangguk. "Tapi ... waktu itu aku juga tidak ingat, Kaisar."Pria itu terkejut. Apakah Embun bicara soal insiden di hotel waktu itu? Saat minuman dengan obat perangsang yang diberikan Aletta pada Kaisar, salah diminum oleh Embun?Memang benar saat itu Embun