Share

BAB 4 - Tidak Peka

last update Last Updated: 2024-11-11 09:16:27

Baru saja Viera akan melangkah menuju parkiran, ponselnya berdering. Nama "Pak Mamad" tertera di layar.

"Halo, Pak Mamad? Kenapa belum sampai? Aku sudah di parkiran nih. Pak Mamad di mana?" tanya Viera langsung.

"Maaf, Non Viera. Saya harus menjemput Nyonya Tiara dulu. Ada urusan mendadak di tempat arisan. Ini saya sudah dalam perjalanan menuju lokasi Nyonya," jelas Pak Mamad dengan nada menyesal.

"Hah? Kok gitu sih, Pak? Mama kan bisa bawa mobil sendiri atau minta Pak Abdul aja yang nganter!" protesnya kesal. "Pak Mamad kan sopir khusus untukku!"

"Maaf, Non. Ini perintah langsung dari Nyonya Tiara..."

"Ya udah!" Viera memutus panggilan dengan kesal.

Di tempat parkir yang mulai sepi, Viera mengomel sendirian. "Mama tuh ya, selalu aja seenaknya. Pak Mamad kan sopir pribadiku. Kalau ada acara mendadak harusnya mama bawa mobil sendiri aja atau nyuruh Pak Abdul kan bisa!"

"Belum pulang?"

Suara dingin itu mengagetkan Viera. Ian berdiri tak jauh darinya, kunci mobil di tangannya.

"Pak Mamad harus jemput mama dulu," jawab Viera singkat.

"Oh." Ian hanya merespon seperti itu. "Kalau gitu saya pulang duluan."

Viera melongo melihat calon suaminya itu berjalan begitu saja menuju mobilnya. Mobil Innovasi hitam itu meluncur meninggalkan area parkir sekolah.

"Dasar pria tidak peka!" umpat Viera dalam hati. "Aku ini calon istrimu, tapi ditinggal begitu aja. Minimal nawarin pulang bareng kek! Payah banget sih jadi cowok."

Dengan kesal, Viera memutuskan untuk memesan taksi online. Baru saja akan memilih lokasi tujuan, seseorang menepuk pundaknya dari belakang.

"Lho, Viera? Kok masih di sini?" sapa Felix. Dia sudah berganti pakaian, tidak lagi memakai seragam basket.

"Pak Mamad harus jemput mama dulu ke tempat arisan," jelas Viera. "Ini baru mau pesan taksi online."

"Taksi online?" Felix mengerutkan dahi. "Gak usah. Bareng aku aja. Kebetulan aku bawa motor hari ini."

"Eh, gak usah, Lix. Nanti ngerepotin..."

"Santai aja kali. Aku juga selalu bawa helm cadangan kok, siapa tahu aku harus mengantarmu pulang" Felix menunjuk motor sport Kawasaku hijau metalik yang terparkir tak jauh dari mereka berdua. "Lagian bahaya cewek cantik pulang sendirian sore-sore gini."

Viera tersipu mendengar kata 'cantik' yang meluncur begitu saja dari mulutnya.

"Beneran gak papa?"

"Iya, udah yuk!" Felix menyerahkan helm cadangan pada Viera. "Rumah kamu masih di Emerald Valley Residence kan?"

Viera mengangguk sambil memakai helm. Felix sudah lebih dulu menaiki motornya.

"Pegangan yang erat ya," ujarnya sambil menstarter motor.

Sepanjang perjalanan, Vierau bisa mencium aroma maskulin dari tubuh Felix. Padahal dia baru saja selesai latihan basket, tapi wangi parfumnya masih tercium jelas. Sesekali dia mengajak Viera mengobrol, menanyakan aktivitasnya hari ini atau membahas pelajaran.

Tak terasa, mereka sudah sampai di depan rumah Viera. Ia turun dari motor dan mengembalikan helm pada Felix.

"Thanks ya, Lix. Kamu udah mau nganter aku pulang," ucap Viera tulus.

"No problem!" Felix tersenyum. "Besok jadi kan belajar bareng?"

"Jadi dong!"

"Oke, nanti aku chat ya. Masuk gih, udah sore."

Viera melambaikan tangan pada Felix yang mulai menjalankan motornya. Entah kenapa, ada perasaan hangat yang menyelimuti hatinya. Felix begitu perhatian dan gentle, sangat berbeda dengan Ian yang dingin dan kaku.

“Kenapa gue gak dijodohin sama loe aja sih, Lix. Pasti gue langsung menerima dengan sepenuh jiwa dan raga tanpa ada keraguan di dalam diri gue.” gumam Viera.

Tapi sekali lagi, Viera harus menepis perasaan ini. Viera dan Felix tidak akan pernah bisa bersama. Takdirnya adalah menikah dengan Ian, meski itu artinya ia harus mengorbankan kebahagiaannya sendiri.

Related chapters

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 5 - Kesal

    Viera melangkah gontai memasuki rumah mewah bergaya modern yang sudah ia tinggali sejak lahir. Rumah sebesar istana ini terasa begitu sepi. Papa Viera masih di kantor, sementara Mamanya entah sedang arisan di mana."Selamat sore, Non Viera," sapa Bi Suti yang sedang membersihkan ruang tamu."Sore, Bi," jawab Viera lesu."Mau Bi Suti buatkan minum atau cemilan?" tawar Bi Inah yang baru keluar dari dapur."Nanti aja, Bi. Aku mau mandi dulu."Di rumah ini, mereka hanya tinggal bertujuh. Viera, Papanya, Mamanya, dua pembantu setia mereka—Bi Suti dan Bi Inah—serta dua sopir, Pak Abdul dan Pak Mamad. Bi Suti dan Bi Inah mengurus segala keperluan rumah tangga, dari bersih-bersih hingga memasak.Pak Abdul sebenarnya sopir pribadi Papa Viera, tapi karena Papanya lebih suka menyetir sendiri mobil BMUU mewahnya, Pak Abdul lebih sering mengantar Mamanya. Sementara Pak Mamad khusus mengantar Viera ke sekolah atau kemanapun ia pergi.Sebenarnya, Viera sudah punya mobil sendiri, Lamborghina sport ke

    Last Updated : 2024-11-11
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 6 - Belajar Tanggung Jawab

    Suara deru mobil memasuki salah satu rumah di Emerald Valley Residence. Mobil BMUU hitam itu berhenti tepat di depan pintu masuk rumah mewah itu. Tepat pukul enam malam, Papa Viera pulang dari kantornya. Saat hendak masuk, ia menoleh ke segala arah di ruang tamu.Biasanya, ada yang menyambutnya dengan ceria dan segera memeluknya saat masuk ke ruang tamu. Tapi, hari ini mengapa tidak ada suara ceria yang menyambutnya.Segera, Papa Viera bergegas untuk masuk ke dalam kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Ia mengira bahwa Viera belum kembali dari sekolah.Malam itu, suasana ruang makan keluarga Viera terasa berbeda dari biasanya. Aroma masakan Bi Inah dan Bi Suti yang sedang menata hidangan di meja makan tidak mampu mencairkan ketegangan yang menyelimuti.Papa Viera yang baru selesai mandi dan berganti pakaian sudah duduk di kursinya, sementara Mama duduk di sampingnya dengan raut wajah cemas. Ia sudah mendengar cerita dari Istrinya itu tentang apa yang terjadi pada Viera."Non Vier

    Last Updated : 2024-11-11
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 7 - Belajar Bersama

    "Selamat tidur, sayang," ucap Papa dan Mama Viera bergantian sambil mengecup kening putri kesayangan mereka. Ritual pengantar tidur ini sudah menjadi kebiasaan mereka sejak Viera kecil, sebuah tradisi yang menunjukkan betapa besar kasih sayang mereka.Viera melangkah gontai menuju kamarnya. Kata-kata Papa masih terngiang di telinganya tentang tanggung jawab dan masa depan perusahaan. Ia merebahkan tubuhnya di kasur, menatap langit-langit kamarnya yang dihiasi lampu-lampu kecil berbentuk bintang.Ding!Suara notifikasi dari ponselnya membuyarkan lamunan Viera. Jantungnya berdebar lebih kencang saat melihat nama pengirim pesan itu - Felix."Hai Viera, besok jam 10 pagi kita ketemu di Kafe Kini Kopi ya? Aku akan ajarin kamu matematika. Kafenya dekat rumahmu kok."Senyum lebar mengembang di wajah Viera. Beban yang tadi menghimpit dadanya seolah menguap begitu saja. Dengan semangat ia membalas pesan Felix, menyetujui ajakan tersebut. Malam itu Viera tertidur dengan senyuman, tidak sabar me

    Last Updated : 2024-11-11
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 8 - Siapakah Wanita itu?

    Jantung Viera seakan berhenti berdetak saat melihat Ian melangkah masuk ke dalam Kafe Kini Kopi. Yang membuat dirinya semakin kaget adalah kehadiran seorang wanita cantik di samping Ian.Wanita itu terlihat sangat anggun dengan blazer cream dan rok pendek berwarna hitam. Rambutnya yang hitam legam tergerai rapi, make up-nya natural namun memancarkan kedewasaan yang membuat Viera merasa begitu kecil.Felix yang menyadari kehadiran Ian langsung berdiri. "Selamat pagi, Pak Ian," sapanya sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman dan mencium tangan Ian.Mau tidak mau, Viera juga harus berdiri dan melakukan hal yang sama. "Selamat pagi, Pak," ucapnya pelan sambil mencium tangan calon suaminya itu, sebuah rahasia yang masih ia simpan rapat dari Felix dan semua orang di sekolahnya."Pagi, Felix… Viera," jawab Ian datar seperti biasa.Felix kemudian menyalami wanita yang bersama Ian. Viera mengikuti, mencoba tersenyum meski hatinya dipenuhi tanda tanya. Siapa wanita ini? Mengapa ia terlihat b

    Last Updated : 2024-11-11
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 9 - Mencoba Lari

    Viera kembali ke mejanya dengan langkah berat. Wajahnya yang biasanya cerah kini tampak pucat pasi. Felix yang sedari tadi memperhatikan, langsung menyadari perubahan pada raut wajah gadis di hadapannya itu."Viera, kamu sakit? Kok pucat banget?" tanya Felix dengan nada khawatir.Viera hanya menggeleng lemah, tidak sanggup mengeluarkan suara. Pikirannya masih berkecamuk dengan kata-kata Ian yang begitu misterius.Felix menutup buku matematika di hadapannya. "Kayaknya kita udah kebanyakan belajar deh. Otakmu perlu refreshing," ia tersenyum hangat. "Gimana kalau kita nonton? Kebetulan ada film bagus yang baru rilis.""Boleh," jawab Viera cepat, terlalu cepat malah. Apa saja, asal bisa keluar dari kafe ini, menjauh dari Ian dan wanita misterius itu.Mereka bergegas membereskan buku-buku dan meninggalkan kafe. Viera bahkan tidak menoleh ke arah meja Ian saat mereka lewat. Di parkiran, Felix menyerahkan helm cadangan untuk Viera kenakan."Aku selalu bawa helm cadangan, just in case," Felix

    Last Updated : 2024-12-05
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 10 - Pura-Pura

    Jalanan Kota yang macet membuat perjalanan pulang terasa lebih lama dari biasanya. Ketika Viera akhirnya sampai di rumah, jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Gadis itu segera berlari ke kamarnya, membuka lemari dengan tergesa-gesa. Waktu yang tersisa hanya dua setengah jam sebelum makan malam dengan keluarga Ian."Ya ampun, kenapa harus mendadak sih?" gerutunya sambil memilah-milah gaun yang tergantung rapi di lemari.Setelah mandi secepat kilat, Viera berdiri di depan cermin, mengamati deretan gaun yang ia letakkan di atas tempat tidur. Tangannya terhenti pada sebuah gaun biru muda selutut dengan detail punggung terbuka yang simple namun elegan.Viera tersenyum puas—pilihannya sempurna untuk acara makan malam formal. Sepasang heels berwarna senada dengan tinggi 5 cm melengkapi penampilannya, memberikan kesan dewasa tanpa berlebihan.Di depan meja rias, Viera mulai menata rambutnya. Dengan telaten, ia mem-blow bagian ujung rambutnya hingga terlihat bervolume dan me

    Last Updated : 2024-12-06
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 11 - Kejutan (1)

    Mobil Ian berhenti di depan sebuah restoran mewah bergaya klasik Eropa. Lampu-lampu kristal yang menggantung di sepanjang pintu masuk memberikan kesan mewah dan elegan. Sebelum turun dari mobil, Ian menahan tangan Viera."Tunggu," ujarnya pelan. "Ingat apa yang kita latihan tadi?"Viera mengangguk lemah. "Bergandengan tangan...""Bagus. Ayo."Ian keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk Viera—sebuah gestur yang membuat beberapa pengunjung restoran melirik ke arah mereka. Viera menarik napas dalam-dalam sebelum menyambut uluran tangan Ian. Jemari mereka bertaut, dan entah mengapa, kali ini terasa lebih natural dibanding di mobil tadi."Orang tuaku sudah menunggu di ruang VIP," Ian berbisik sambil menuntun Viera memasuki restoran.Seorang pelayan mengantar mereka ke lantai dua, menuju sebuah ruangan privat dengan pintu kayu berukir indah. Sebelum membuka pintu, Ian mengeratkan genggamannya pada tangan Viera."Kau siap?""Tidak," jawab Viera jujur. "Tapi apa kau peduli pada pilihanku

    Last Updated : 2024-12-07
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 12 - Kejutan (2)

    Ian tersadar lebih dulu. Ia berdehem pelan dan segera menarik diri, kembali ke posisi normalnya di belakang kemudi. Tanpa berkata apa-apa, ia menjalankan mobil, membelah keheningan malam Jakarta.Viera merasakan jantungnya berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Selama 17 tahun hidupnya, tak pernah ada laki-laki yang berada sedekat itu dengannya—bahkan Felix sekalipun. Ia mencuri pandang ke arah Ian yang tetap fokus menyetir dengan wajah datarnya yang biasa.'Bagaimana dia bisa setenang itu?' batin Viera kesal, tangannya meremas ujung gaunnya.Perjalanan pulang dilalui dalam diam. Tidak ada obrolan, tidak ada gandengan tangan seperti tadi—hanya suara mesin mobil dan degup jantung Viera yang entah mengapa tak kunjung normal.Pukul setengah sepuluh, mobil Ian a

    Last Updated : 2024-12-08

Latest chapter

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 80 - Penjelasan

    Di kedai es krim, Viera menyendok es krim vanilanya perlahan, sesekali mencuri pandang ke arah Ian yang duduk di hadapannya."Ada yang mengganggumu?" tanya Ian, menangkap kegelisahan di mata Viera."Tadi..." Viera meletakkan sendoknya, "saat di kantin, Fanny sepertinya sudah mulai curiga. Dia... dia selalu bisa membaca situasi dengan baik."Ian mengangguk pelan. "Dia memang sangat perhatian padamu.""Aku merasa bersalah," Viera berbisik, matanya mulai berkaca-kaca. "Mereka selalu ada untukku. Bahkan saat aku kehilangan ingatan, mereka yang menceritakan ulang setiap detail hidupku. Tapi sekarang... aku malah menyembunyikan sesuatu sebesar ini dari mereka.""Hey," Ian mengulurkan tangannya, nyaris menyentuh tangan Viera sebelum teringat mereka masih di tempat umum. "Kamu tidak perlu merasa bersalah. Ini... ini bukan sesuatu yang mudah untuk dibagi.""Tapi sampai kapan?" Viera menatap es krimnya yang mulai mencair. "Sampai kapan kita harus bersembunyi seperti ini?"Ian terdiam sejenak, m

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 79 - Ketahuan

    Langit sudah mulai memerah saat Viera mengendap-endap ke parkiran belakang sekolah. Koridor-koridor sudah sepi, hanya tersisa beberapa siswa yang masih mengikuti kegiatan klub. Ian sudah menunggu di mobilnya, seperti yang mereka sepakati sebelumnya. "Maaf lama," Viera berbisik saat masuk ke mobil. "Tadi harus mastiin dulu Renna udah pulang." Ian tersenyum, menyalakan mesin mobil. "Tidak apa-apa. Kamu yakin tidak ada yang lihat?" Viera mengangguk, meski ada keraguan samar yang menggelayut di dadanya. Dia tidak menyadari sosok Fanny yang berdiri di balik pilar, mengamati dengan mata melebar saat mobil Ian mulai bergerak meninggalkan area parkir. Sementara itu di dalam mobil Fanny. "Pak Man, Bisa ikuti mobil itu? Yang Innovasi Hitam itu." Sopir paruh baya itu mengernyit heran. "Nona Fanny yakin? Bukannya itu mobil guru matematika..." "Please," Fanny memotong dengan nada mendesak. "Ini penting." Di mobil Ian, Viera mulai merasa rileks. Dia menyandarkan kepalanya ke jok, merasakan ke

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 78 - Peka

    Bel istirahat berbunyi seperti penyelamat bagi Viera. Dia menghembuskan napas yang tanpa sadar ditahannya selama dua jam pelajaran matematika itu. "Oke, sampai di sini dulu," Ian mengumumkan, membereskan bukunya. "Jangan lupa kerjakan latihan halaman 45." Saat Ian melangkah keluar kelas, Viera bisa merasakan tatapannya yang sekilas tertuju padanya. Tatapan yang membuat jantungnya melompat, meski hanya sepersekian detik. "Ra," Fanny mendadak sudah berdiri di samping mejanya, "ke kantin, yuk?" Ada sesuatu dalam nada suara Fanny yang membuat Viera gelisah. "Ah... gue..." dia melirik tasnya, mencari-cari alasan. "Ayolah!" Renna menarik tangannya dengan antusias. "Gue laper banget nih setelah dipaksa mikir limit tadi." Viera tidak punya pilihan selain mengikuti kedua sahabatnya. Mereka berjalan menyusuri koridor yang ramai, dengan Renna yang terus mengoceh tentang betapa sulitnya pelajaran hari ini. "Tapi aneh ya," Renna tiba-tiba menoleh pada Viera, "tumben banget loeu nggak

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 77 - Tatapan

    "Viera!" Suara familiar Renna membuatnya tersentak dari lamunannya. Sahabatnya itu berlari kecil menghampirinya, dengan Fanny yang mengikuti dengan langkah lebih tenang di belakang. "Tumben agak siang?" Renna mengaitkan lengannya dengan lengan Viera, gestur yang sudah menjadi kebiasaan mereka. "Biasanya loe sudah nunggu di depan gerbang." Viera merasakan jantungnya berdegup lebih kencang. Memori tentang sore kemarin masih begitu segar di benaknya. "Ah... iya, tadi bangun agak telat." Fanny, dengan kepekaannya yang biasa, menatap Viera dengan seksama. "Loe... kelihatan berbeda hari ini." "Berbeda?" Viera mencoba tertawa, meski suaranya terdengar sedikit bergetar. "Berbeda gimana?" "Entahlah," Fanny mengangkat bahu, tapi matanya masih menatap penuh selidik. "Kayak... ada sesuatu yang berbeda." Renna mengangguk antusias. "Iya! Gue juga ngerasa gitu. Loe... kayak lagi happy banget?" Viera menggigit bibirnya, merasakan rona hangat mulai merambat di pipinya. Tepat saat itu, sosok Ian

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 76 - Rahasia Kecil

    Viera mengeratkan genggamannya pada pembatas buku di tangannya, mendadak teringat pada dua sosok yang selama ini selalu ada di sampingnya. Renna dan Fanny - sahabatnya sejak SMA yang selalu mendukungnya tanpa syarat, bahkan saat dia kehilangan ingatannya."Ian..." Viera mendongak, menatap pria yang kini menjadi guru matematikanya itu. "Bagaimana dengan Renna dan Fanny?"Ada jeda sejenak sebelum Ian menjawab, seolah dia juga baru tersadar akan kompleksitas situasi mereka. Memang, hubungan guru dan murid ini bukanlah sesuatu yang sederhana untuk dijelaskan, bahkan pada sahabat terdekat sekalipun."Mereka... pasti akan mengerti," Ian akhirnya berkata, meski ada keraguan tipis dalam suaranya. "Mereka sahabatmu yang paling dekat, kan?"Viera menggigit bibirnya, mengingat baga

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 75 - Bunga

    Viera menatap pembatas buku di tangannya, jemarinya menelusuri permukaan bunga yang telah diawetkan itu dengan hati-hati. Ada sesuatu yang menggelitik dalam dadanya - perasaan hangat yang familiar sekaligus asing, seperti menemukan potongan puzzle yang telah lama hilang."Masih ingat waktu kita pertama kali menemukan bunga-bunga ini?" tanya Ian, suaranya lembut seperti angin sore yang membelai dedaunan di atas mereka.Viera mengangguk pelan, matanya masih terpaku pada pembatas buku itu. Memori-memori yang sempat terkubur perlahan mengapung ke permukaan - musim panas yang panjang, tawa yang riang, dan janji-janji kecil yang terucap di bawah pohon mangga ini."Waktu itu kamu bilang bunganya seperti bintang yang jatuh ke bumi," Viera tersenyum kecil, mengingat kata-kata polos mereka di masa kecil. "Dan aku percaya begi

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 74 - Menyatakan

    Viera terdiam, matanya berkaca-kaca menatap tulisan di halaman terakhir buku itu. Tangannya sedikit bergetar saat menyentuh kertas yang menguning, merasakan tekstur dari janji masa kecil mereka."Kamu..." suara Viera tercekat, "kamu benar-benar menyebalkan, Ian."Ian mengerjap bingung, "Eh?""Menciumku di bawah meja guru, membuatku cemburu pada adikmu sendiri, dan sekarang..." Viera mengangkat wajahnya, ada air mata yang mulai jatuh di pipinya, "sekarang kamu mengungkapkan perasaanmu dengan cara yang begitu... begitu sempurna."Ian tersenyum lembut, tangannya bergerak mengusap air mata di pipi Viera. "Maaf membuatmu menunggu lama.""Bodoh," Viera memukul dada Ian pelan. "Kamu yang menunggu lebih lama. Bahkan saat aku lupa, ka

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 73 - Payah

    "IAAANN!" Viera berteriak tertahan, tapi yang tersisa hanya gema langkah kaki Ian yang semakin menjauh dan aroma mint samar yang masih tertinggal di udara. Dia menyentuh bibirnya lagi, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi."Dasar menyebalkan," gumamnya, tapi ada senyum kecil yang tak bisa dia tahan. Dia bersandar pada meja guru, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih tidak beraturan.Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu yang terjatuh dari buku Ian - selembar kertas yang terlipat rapi. Tangannya bergerak mengambil kertas itu. Seharusnya dia tidak membukanya, tapi ada sesuatu yang mendorongnya untuk melakukan hal itu.Di dalamnya, ada tulisan tangan yang rapi: "Untuk adikku tersayang, Terima kasih sudah membantu kakak selama ini. Kamu benar - aku harus lebih berani mengungkapkan perasaanku pad

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 72 - First Kiss

    Tanpa pikir panjang, Viera beranjak dari kursinya. Kakinya melangkah cepat menyusuri koridor, mencari sosok Ian yang baru saja menghilang di balik pintu perpustakaan. Ada sesuatu yang mendorongnya - entah keberanian yang tiba-tiba muncul atau rasa frustasi yang sudah mencapai batasnya.Ruang guru. Tentu saja - Ian selalu ke sana setelah jam pelajaran usai. Viera mempercepat langkahnya, jantungnya berdegup kencang bukan hanya karena berlari kecil, tapi juga karena kata-kata yang sudah menumpuk di ujung lidahnya.Ruangan itu sepi ketika dia masuk. Hanya ada Ian yang sedang membereskan berkas-berkasnya. "Ian," panggilnya, suaranya sedikit terengah. "Tentang yang tadi-"Suara langkah kaki di koridor membuat kata-katanya terputus. Tanpa berpikir, tubuhnya bergerak secara naluriah - bersembunyi di bawah meja Ian. Posisi y

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status