“Kau terlalu percaya diri, Nak.” Handy Finch menegur Mike. Bocah ini kerap menatapnya dengan rasa tidak suka yang jelas tiap bertemu di kediaman keluarga Barney. Meski tampak lucu dan menggemaskan, Mike dan Mika juga menciptakan kekhawatiran tersendiri bagi Finch. Dulu dia mengira akan bisa menikahi Fay dan merasa kalau kedua anak ini akan sangat sulit dihadapi.“Apa Tuan muda Finch takut dengan tantangan ini?” Kini Mika yang bicara.“Aku tidak mendengarkan perkataan anak-anak.” Handy Finch menegaskan.“Kurasa kau memang takut, Tuan Finch. Bukankah ini sangat mudah? Kalau kalian bisa masuk ke dalam tanpa diusir, aku akan memberikan seluruh barang yang baru kubeli ini pada kalian.” Kini Fay menjadi bersemangat. Meski yang memberi tantangan adalah Mike, dia percaya nyonya besar Goldwin akan mendukungnya. Bukankah akan menyenangkan melihat pasangan ini dipermalukan di depan orang banyak? Mereka memang pantas mendapatkannya.Tapi ada yang tidak terlalu senang mendengar ucapan bersemangat
“Apa Mommy yakin ingin melihatnya? Tapi kau tidak boleh mengambilnya. Daddy pasti akan marah besar.” Mike mencoba mengingatkan.“Berikan saja nomornya. Aku tahu apa yang kulakukan.” Fay meyakinkan kedua anak itu.Mike melirik Mika. Gadis kecil itu membisikkan sebuah kombinasi angka ke telinga Fay.“Sudah ingat?” ujar Mika sambil mengamati Fay yang terlihat berusaha menghapal.Fay mengangguk dan mengulangi deretan angka yang diberikan Mika.Anak perempuan itu mengacungkan jempol sebagai isyarat bahwa Fay telah mengingatnya dengan benar.“Kalian yakin kalau daddy kalian sedang ada di ruang kerja? Sebaiknya aku melihat ke sana du—““Tidak usah. Daddy ada di ruang kerjanya dan terlihat sangat sibuk. Mungkin dia hanya akan keluar dari sana saat makan malam.” Mika dan Mike berebutan menghalangi langkah Fay yang hendak beranjak memeriksa.Fay mengerutkan kening sesaat. Tapi lalu berkata, “Kalau begitu kalian berjaga-jaga. Beritahu aku kalau ayah kalian ke luar dari ruang kerjanya.”“Baik.” K
Cade tidak terlalu yakin dengan ide yang dibuat Fay. Tapi dia mendengarkan juga. Cukup menyenangkan melihat Fay tidak menunjukkan sikap permusuhannya saat ini.“Apa kau punya kertas?” Fay kembali ke dalam, melihat ke sekeliling ruangan.Cade tidak punya pemikiran apa yang mungkin akan dilakukan Fay.“Di laci bawah.” Cade memberitahu, menunjuk pada meja rendah.Fay segera mendapatkan yang dia inginkan. Dia juga mengambil sebuah pulpen dan mulai menulis dengan huruf-huruf besar.“SOS. Kami terjebak di lantai atas Flyod.”Fay menulis berlembar-lembar.“Apa yang akan kaulakukan pada kertas-kertas itu?” Cade mencoba menebak dan keningnya mengernyit karena sebuah pemikiran absurd. “Kau akan menyebarkannya ke atas jalan di bawah sana?”“Bukankah itu sebuah ide brillian?” Fay terlihat makin bersemangat menuliskan huruf-huruf di atas kertas.Cade menyentuh pelipisnya dan merasa sedikit pusing. Ini sangat konyol. “Lebih dari setengah penduduk Axton tahu kalau yang tinggal di lantai atas Floyd a
“Kenapa tidak bilang kalau kau punya camilan di sini?” Fay merenggut kantong besar dari atas sofa sambil memarahi Cade.Dia melihat ke dalam kantong dan matanya bersinar lebih cerah. Ada keripik, biskuit dan berbagai makanan ringan lain. Ini lebih baik dari pada makan malam yang sesungguhnya. Meski dia harus bekerja sedikit lebih keras untuk menghabiskan semuanya agar cukup kenyang. Yah, makanan ringan memang hanya sedikit memiliki komposisi karbohidrat yang memungkinkan perasaan kenyang.Dengan penuh bahagia, Fay mendekap kantong besar itu layaknya harta karun. Sementara di ujung sofa yang lain, Cade melihat adegan berdurasi beberapa detik itu serta mendengar omelan Fay Tadi dia juga tidak memperhatikan kantong plastik itu. Setahu dia benda itu tidak ada saat dia pulang hari ini. Saat Fay bermaksud mencari tempat yang nyaman untuk menikmati camilannya, dia segera teringat. Berbalik pada Cade, Fay bertanya pada lelaki itu, “Apa kau juga mau? Aku bisa memberimu sedikit.”Biasanya Fa
Cade mengangkat alis mendengar ucapan Fay yang penuh percaya diri.Iya, aku harus mengakui kalau kau terlihat sangat cantik tadi malam. Cade hanya menggumamkan itu di dalam pikirannya.“Kenapa kau tidak memeriksanya?” Cade mengingatkan.“Memeriksa apa?” Fay tampak linglung.Cade mengerutkan kening. Gadis ini, apa sepolos itu?“Semacam bukti bahwa telah terjadi sesuatu di antara kita.”“Bukti apa lagi? Sudah jelas kalau kau memelukku.” Fay bersikeras dengan pendapatnya sendiri.“Itu bukan bukti. Dan jelas-jelas yang memeluk adalah kau.” Cade tidak bisa menerima perkataan Fay yang tidak berdasar. “Aku tidak percaya kalau kau sepolos itu. Kau mungkin pernah membaca atau menonton—““Aku tidak menonton film yang menjijikan.” Fay menyela cepat. Pipinya sedikit memerah. Sejujurnya dia pernah menonton film seperti itu, tapi tanpa sengaja. Callie menjebaknya. Itu sangat—memalukan.“Benarkah?” Cade menatap dengan pandangan menyelidik. Dia sempat menangkap semburat merah itu.“Tentu saja benar.”
Dokter Leight segera dipanggil ke Flyod. Anak-anak sudah menangis sebelum pemeriksaan. Mereka mengkhawatirkan Fay dan Cade sibuk menenangkan keduanya.Saat itu Fay sudah sadar dan mulai mengeluhkan sakit perutnya. Dia sempat mendengar dokter berbicara dengan Cade yang menganjurkan agar Fay dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan yang lebih intensif. “Berikan aku obat saja. Aku tidak mau ke rumah sakit.” Fay berkata lemah. Dalam pikirannya, hanya orang-orang dengan sakit parah yang mendekati kematian yang perlu ke rumah sakit.Ini hanya sakit perut, kan?Sebuah serangan nyeri yang luar biasa datang lagi. Fay menggertakkan giginya menahan sakit. Tidak ingin orang-orang menganggapnya memiliki penyakit yang parah. Tapi dia tidak bisa menahan tubuhnya yang gemetar dan keringat yang merembes ke luar dari pori-porinya.Cade mendekat, menyentuh kening Fay. Panas. Dia melihat kalau Fay sangat kesakitan.Fay tengah memejamkan matanya. Saat sentuhan tangan Cade mendarat di kulitnya, dia entah k
“Kau sangat tampan. Apa kau malaikat?” tanya Fay pada lelaki tampan dengan pakaian putih di sebelahnya. Dia belum pernah bertemu malaikat sebelumnya. Tapi malaikat tentunya lebih menawan dari manusia. Lelaki ini jauh lebih tampan dari semua lelaki yang pernah dilihatnya. Dia pasti malaikat. Dan malaikat biasanya ada di surga.Sayang sekali. Ternyata Fay sudah benar-benar mati. Operasi itu tidak berhasil menyelamatkannya seperti perkiraan semua orang. Kini Fay telah berpindah ke surga yang damai. Tapi mungkin itu lebih baik. Dia akan bisa bertemu kedua orangtuanya dan Audrey. Di mana mereka? Fay berpikir untuk mencarinya nanti.Malaikat itu menunduk dan menjadi lebih dekat. Wajahnya bersih dan ramah.“Kau sudah bangun?” Itu lebih mirip sebuah penegasan dari pada pertanyaan.“Apa kau yang akan menjadi pasanganku di surga ini?” Fay balik bertanya.Bukankah para lajang yang meninggal akan mendapatkan pasangan yang lebih baik di surga?Fay menggerakkan tangannya dan mencoba menyentuh mal
“Bibi, siapa sebenarnya gadis tadi?” Baru saja mereka tiba di kamar Fay, Mike yang penasaran segera menanyakan tentang tamu mereka hari ini. “Aku tidak percaya kalau dia dan daddy hanya berteman.”Fay yang sudah menghempaskan diri di atas ranjang segera melempar Mike dengan bantal. “Aku sudah bilang, jangan ikut campur urusan orang dewasa.”“Aku hanya ingin tahu. Apa Mommy tidak penasaran dengan dia?” Mike tidak sempat mengelak. Bantal itu menghantam wajah imutnya. Tentu saja tidak sakit. Hanya membuatnya kaget sesaat.“Aku tidak peduli. Aku tidak suka ikut campur urusan orang.” Fay menyahut acuh. Dia mulai berguling-guling di ranjang. “Ah, nyamannya. Sebagus apa pun ranjang rumah sakit, tetap saja tidak senyaman ranjang sendiri.”Mika mencibir diam-diam. Mommy, ini tempat daddy. Dan semua yang ada di tempat ini tentu saja milik daddy. Sejak kapan menjadi milikmu? Tentu saja kalau kalian menikah suatu hari, kau bisa mengakuinya juga sebagai milikmu.Callie duduk di sofa dan terdiam