Megan tak bisa menahan perhatiannya kepada Kiano hanya sekedar menjadi lirikan biasa. Sejak anak kecil itu masuk ke ruang pribadi mereka dan duduk di samping Mikail.
"Ah, ada tante cantik," sapa Kiano dengan senyum yang segera memenuhi wajah mungil dengan pipi gembul anak itu.Megan tercengang, karena Kiano masih mengenalinya. Bahkan setelah dua kali ia meninggalkan anak itu. Karena tak mampu menghadapi emosi yang ditimbulkan Kiano pada dirinya. Yang lebih besar dari yang Megan harapkan.Pandangan Megan beralih pada Mikail. Bahkan pria itu sama sekali tak menegur cara memanggil Kiano padanya. Atau setidaknya Mikail memberi tahu Kiano siapa namanya, meski Megan sama sekali tak keberatan Kiano memanggilnya dengan 'tante cantik.'"Kemarilah, Jagoan." Mikail mengangkat tangannya ke arah Kiano yang terhenti di samping kursi Megan. Anak laki-laki itu pun langsung menghambur ke pangkuan Mikail. Mencium pipi kiri dan kanan sang papa sebelum kemudian bercerita singkat."Tante Alicia sedang pergi menemui temannya di lantai bawah."Mikail hanya mengangguk. Kemudian mendudukkan Kiano di kursi kosong yang tempat sekretarisnya duduk dan sudah berpamit lebih dulu karena harus mengatur pertemuan selanjutnya sang tuan. "Papa sudah memesan seperti yang kau inginkan.""Es krim coklat mint?"Pertanyaan tersebut seketika membuat tubuh Megan menegang dengan wajah yang memucat. Es krim coklat mint? Megan menoleh ke samping, dan langsung bertatapan dengan Jelita yang sama terkejut dengan dirinya.Hingga ketegangan tersebut dipecahkan oleh suara tegas Mikail. "Hanya setelah kau menghabiskan makan siangmu, Jagoan."Kiano tampak memprotes, tetapi tak punya pilihan selain harus berpuas diri dengan penawaran sang papa. Anak laki-laki itu pun mengangguk dengan patuh. "Baik, Papa."Mikail mengangguk dengan puas setelah mengusap kepala sang putra. Mendekatkan piring kosong dan menawarkan beberapa menu makanan yang memenuhi meja besar. Dengan sikap yang penuh perhatian dan sangat lembut. Seolah sudah terbiasa memenuhi dan melayani kebutuhan sang putra.Berbanding dengan Megan, yang masih menegang menyaksikan interaksi ayah dan anak yang terpampang jelas di hadapannya. Cara anak laki-laki itu yang menjadi pemilih untuk setiap makanan dan bahkan makanan favorit Kiano. Sama persis seperti dirinya. Tak hanya penampilan fisik mereka yang mirip. Secara keseluruhan, Kiano Matteo adalah replika dirinya dalam versi laki-laki."Sangat kebetulan, anak saya menyukai kepiting asam manis," ucap Mikail ketika Megan menatap piring berisi kepiting asam manis miliknya. Satu-satunya makanan yang dipesan oleh Megan sendiri di antara banyaknya menu sayuran dan buah yang sehat diet yang dipilihkan oleh Jelita untuknya.Megan menangkap kilat yang melintasi kedua mata Mikail. Hatinya menggeram dengan jengkel. Mikail sengaja mengundang Kiano makan satu meja dengannya bukan kebetulan semata, tetapi karena pria itu ingin mengejeknya. Sengaja menampilkan kebahagiaan yang pria itu miliki bersama Kiano, dengan tanpa dirinya. Bahwa mereka sangat baik-baik saja setelah Megan mencampakkan keduanya.Ialah yang menjadi menyedihkan setelah membuang Mikail dan Kiano. Ialah yang terbuang dari kehidupan Mikail dan Kiano. Kehidupan Mikail terus berjalan, bahkan pria itu sudah memiliki pengganti dirinya. Tengah menyambut anak kedua Mikail dan wanita lain.Hanya hidupnya yang menetap di tempat. Berkubang dengan penyesalan dan kehilangan yang tiada henti. Kesepian dan selalu sendirian di tengah-tengah keramaian dan perhatian begitu banyak orang terhadap dirinya."Tante sangat cantik." Suara mungil Kiano membuyarkan lamunan Megan. Di tengah-tengah anak kecil itu yang sibuk melahap daging kepiting yang sudah dikeluarkan oleh Mikail untuk anak itu. Dan sekarang Mikail sedang sibuk membersihkan tangan dengan tisu.Megan mengerjap, mengangkat pandangannya dan langsung bertemu dengan kedua mata bulat Mikail yang mungil. Jantung Megan sekali lagi berdegup dengan kencang.Ribuan pujian menghujaninya, tetapi tak pernah Megan merasaka degupan seintens ini hanya karena sebuah pujian dari putra kandungnya. Sekali lagi wanita itu mengerjapkan matanya demi mengurai air mata yang menggenang di kedua kelopak matanya. Hatinya serasa disentil dan Megan tak bisa menahan keharuan di dalam dada yang menyeruak."T-terima ..." Megan berhenti, menelan ludahnya karena suaranya keluar dengan kering. "Terima kasih, Tuan Matteo junior."Kiano terdiam sejenak, keningnya berkerut tak suka dengan nama panggilan yang diucapkan oleh Megan. "Tante bisa memanggil Kiano dengan jagoan. Seperti yang papa lakukan," ucap Kiano dengan lugas. Yang mengejutkan Megan dan Mikail.Mikail menoleh ke arah Kiano, dengan keterkejutan yang tak mampu ia sembunyikan. Bahkan Alicia, yang sudah beberapa bulan tinggal di rumah mereka tak membuat Kiano menjadi seterbuka ini.Dalam hati Mikail mendengus sinis akan ikatan darah yang tak bisa berbohong. Ia akui darah memang selalu lebih kental dari air.Megan tak bisa menahan gejolak yang menekan dadanya lebih banyak lagi. Akan keinginan Kiano yang lugas dan ringan, tetapi memiliki dampak yang luar biasa terhadap dadanya."Kiano, kau tidak bisa meminta hal semacam itu pada rekan kerja papa.""Kenapa? Bukankah tante cantik teman papa?"Mikail menoleh ke arah Megan, melemparkan satu tatapan tajamnya sebelum kemudian beralih kepada sang putra dan menolak gagasan polos Kiano. "Tante ini adaah rekan kerja papa."Megan kembali mengerjapkan mata, mengurai kaca yang menggenang di kedua mata. Tetapi karena gejolak di dadanya yang terasa semakin mengembang dan tak tertahankan, Megan melompat bangun dari duduknya dan menghilang dari ruang pribadi tersebut dalam hitungan detik."Megan?!" panggil Jelita, tetapi ketika ia menyelesaikan memanggil nama wanita itu, pintu sudah tertutup rapat dan melenyapkan sosok Megan.Kiano menatap sedih ke arah pintu, membeku dalam keterkejutannya. "Tante cantik?" gumamnya lirih. Kemudian memutar kepala ke arah Mikail, dengan kepedihan yang terlihat begitu nyata.Mikail menekan kuat-kuat amarah di dalam dadanya akan kekecewaan di wajah Kiano yang disebabkan oleh sikap pengecut Megan. Untuk yang kesekian kalinya. Sejak di pesta itu, kehadiran Megan memengaruhi Kiano. Pada awalnya, Mikail tak terlalu serius menanggapi kekecewaan Kiano saat melihat Megan yang pergi dari hadapannya dalam hitungan detil. Kedua di ruangannya dan sekarang, sekali lagi Megan mengecewakan putranya.Mikail tak bisa membiarkan hal ini terus berlanjut. Ia benci dampak yang dibawa oleh Megan di hidupnya dan anaknya. Ia harus meluruskan permasalahan ini dengan lebih jelas dan tegas pada Megan."Apa tante cantik keberatan dengan keinginan Kiano? Atau ... tante cantik tidak menyukai Kiano?"Sekali lagi kalimat Kiano yang dilumuri kesedihan tersebut membuat kemarahan Mikail mendidih di ubun-ubun. Megan Ailee, wanita itu benar-benar perlu diberi pelajaran.***Megan menatap dengan gugup pantulan wajahnya di depan cermin. Wajahnya terlihat begitu pucat meski polesan make up berusaha menutupi segala macam emosi yang terbentuk di hatinya tidak tertampil segamblang itu di permukaan wajahnya. Megan hanya bisa melihat seorang wanita menyedihkan yang menggantungkan segalanya pada harapan setipis kulit ari.Wajah mungil putranya tergambar begitu jelas di benak Megan. Cara anak mungil itu menatapnya, tersenyum dan segalanya. Segalanya tentang Kiano begitu menyentuh hatinya, membuat hatinya terharu sekaligus melayang oleh kebahagiaan. Membuatnya menginginkan lebih dan lebih. Yang Megan yakin akan memberinya kekecewaan yang lebih dan lebih lagi. Yang tak yakin akan sanggup ia tampung di dalam hatinya yang sudah sesak oleh jumbalan emosi yang bercampur aduk.Megan mengerjapkan matanya beberapa kali, mengurai dan menahan butiran bening jatuh ke pipinya sekali lagi. Dan ternyata butuh waktu lebih banyak untuk menenangkan emosinya, mengurai kaca-kaca yang menggenali kedua kelopak matanya. Megan masih terus berusaha, hingga kemudian suara langkah kasar yang entah bagaimana Megan hafal nadanya, bergerak semakin mendekat. Ia tahu milik siapakah langkah tersebut. Megan memutar kepalanya tepat ketika sosok Mikail muncul dari baik pintu toilet. Tatapan wanita itu langsung mengarah pada wajah Mikail yang mengeras dan merah padam. Kedua mata pria itu terlihat berapi-api.Megan tak sempat mencerna keterkejutannya ketika Mikail langsung menghambur ke arahnya. Dari kemarahan yang menyelimutii wajah Mikail. Megan tahu Mikail tidak melihatnya sebagai seorang supermodel yang menjadi brand ambassador untuk perusahaan pria itu. Melainkan seorang Megan Ailee, seorang mantan istri yang telah mencampakkan pria itu."Apa yang kau lakukan, Mikail?" desis Megan tajam. Mengarahkan tubuh menghadap Mikail, siap menghadang untuk apa pun yang akan dilakukan pria itu padanya.Dengan tatapan yang melekat pada kedua mata Megan, Mikail melangkah semakin dekat. Membuat Megan terpaksa mundur. Bahkan pria itu tidak berhenti ketika punggung Megan sudah menyentuh dinding. Jantung Megan berdebar dengan kencang.Hanya sedetik Megan berpikir untuk menyelipkan tubuh rampingnya di antara dinding dan tubuh tinggi Mikail, detik berikutnya Mikail menangkap pinggang Megan dan mengembalikan wanita itu dalam posisi semula. Berada dalam himpitan tubuhnya. Wajahnya tertunduk, agar sejajar dengan wajah Megan."Apa yang kau lakukan, Mikail?" Suara Megan lebih tajam dan tatapan peringatannya ketika Mikail semakin merapatkan tubuh mereka. Bahkan kepala pria itu bergerak semakin turun, menyisakan jarak setipis mungkin di antara bibir mereka. Yang membuat Megan berpikir bahwa pria itu akan benar-benar menciumnya, karena pikiran Mikail yang sedang tidak waras."Kami bukan siapa-siapa mu lagi, Megan. Aku dan Kiano hanyalah orang asing di hidupnya. Dan kita terlibat dalam situasi ini karena sebuah keprofesionalan. Tidak seharusnya kau menjadi emosional seperti ini," desis Mikail tepat di bibir Megan. Napas panas pria itu menerpa seluruh permukaan wajah Megan, yang membuat jantung wanita itu nyaris melompat dari dadanya. Saking kuatnya getaran yang ditimbulkan oleh Mikail pada tubuhnya. Megan tak mengatakan apa pun, selain nyaris melompat dari dadanya. Saking kuatnya getaran yang ditimbulkan oleh Mikail pada tubuhnya. Megan tak mengatakan apa pun, kedua matanya melekat kuat dalam kuncian Mikail. Dan hanya sepersekian detik, Megan berpikir Mikail tersesat dengan keinginan pria itu. Tetapi rupanya kewarasan pria itu berbicara lebih tegas dan keras, yang membuat Mikail mengerjap sekali sebelum kemudian mendorong tubuh pria itu menjauh dari tubuhnya. Seolah terbangun dari kesadarannya. "Kau sudah pernah melukai anakku dan menyisakan luka yang m
Nicholas Matteo, model pria yang entah bagaimana jejak karirnya terus mengekor di belakang Megan Ailee. Dan pria itu memiliki obsesi konyol untuk memasangkan nama Matteo di belakang namanya. 'Kebetulan sekali, namaku Megan Matteo,' tandas Megan dengan delik peringatan ketika Nicholas mengungkapkan keinginannya tersebut. Tepat di hari pernikahan dan Mikail. 'Mulai hari ini.' Senyum Nicholas melengkung dengan tanpa dosa, sebelum kemudian berubah menjadi cemberut yang dibuat-buat. 'Sayangnya, Matteonya bukan milikku.' 'Yup, sayang sekali,' balas Megan dengan cemberut yang dibuat sepalsu mungkin, lalu berbalik pergi meninggalkan Nicholas dengan buket bunga pernikahannya dan Mikail. Megan masih bisa mengingat semua itu di benaknya. Hingga sekarang. Bahkan setelah setahun pernikahannya dan Mikail, perasaan Nicholas padanya tetap tak berubah. Semakin hari, pria itu tak sungkan untuk mengungkapkan perasaannya secara terang-terangan di hadapannya maupun Mikail. Sejak remaja, banyak agens
Begitu Anthony mengatakan cukup dan puas dengan semua sesi foto kali ini, Megan mendorong dada Nicholas menjauh dari tubuhnya. Dengan delikan tajamnya, wanita itu kemudian berbalik dan melangkah pergi. Menyeberangi ruangan dengan langkahnya yang ringan dan feminim. Di sisi lain, Mikail merasa konyol dengan berpikir bahwa dirinya tidak akan terpengaruh ketika memutuskan untuk datang ke tempat ini. meyakinkan diri bahwa keputusannya datang ke tempat ini adalah karena –seperti keprofesionalannya- ia butuh memastikan semua proses dilakukan dengan sempurna. Tepat seperti yang diinginkannya. Dan semua itu malah membuat sesuatu yang sudah terpendam dalam-dalam di kedalaman hatinya mengambang ke permukaan. Membuat dadanya bergemuruh oleh amarah semua itu karena seorang Megan Ailee. Wanita yang sudah mencampakkan dan membuangnya. Tatapan Mikail mengikuti Megan yang melintasi ruangan luas ke arah meja rias. Manager Megan mengekor di belakang. Memberikan jaket untuk menutupi pakaian tipis yan
"Di balik semua kesuksesanmu, aku tak tahu ternyata kau memiliki kenaifan sekonyol ini, Nicky. Benar-benar tak cocok dengan keberengsekan dan keangkuhanmu." Mikail berhasil mengendalikan emosi yang bergemuruh di dadanya, menampilkan ketenagan yang terkendali di raut wajahnya yang dingin. Nicholas hanya tersenyum. Sama sekali tak tersinggung akan kenaifannya yang diejek oleh Mikail, jika itu selalu berhubungan dengan Megan Ailee. "Bahkan setelah tujuh tahun, hanya ini pencapaian yang kau dapatkan?" cibir Mikail menambahkan. "Aku percaya, usaha tak akan mengkhianati hasil." "Hasil yang kau dapat rupanya menunjukkan sebesar apa usahamu, kan?" dengus Mikail lagi. Senyum di bibir Nicholas masih mengembang lebar di kedua ujung bibir Nicholas. "Kali ini usahaku tidak main-main. Aku akan langsung melamarnya." "Bagaimana jika dia menolakmu?" "Bagaimana jika dia menerimaku?" Keyakinan dalam suara Nicholas sangat teguh. Tak ada getar keraguan sedikit pun yang melumuri setiap patah kata ya
Megan terkejut ketika sekretaris Mikail membukakan pintu dan mempersilahkannya masuk. Dan untuk kedua kalinya, ia terkejuta melihat Mikail bukanlah satu-satunya penghuni di dalam ruangan tersebut. Nicholas, pria menjengkelkan itu ternyata juga ada di sana. Dengan senyum semringah yang terlihat berlebihan menyambutnya. Nicholas bangkit berdiri, menghampiri Megan dengan kedua tangan yang membentang terbuka. "Well, umur panjang, Megan. Kami sedang membicarakanmu." Kening Megan berkerut mencerna kalimat Nicholas, yang membuatnya membiarkan Nicholas memeluk dan mendaratkan kecupan singkat di pipi kanan dan kirinya. Dan saat itulah Megan tersadar dan tubuhnya hendak memberikan respon penolakan. Akan tetapi ... Entah kenapa kali ini Megan mempertimbangkan untuk menerima sikap pria itu. Tapi dengan tegas tidak akan membalas sambutan terlalu intim -untuknya jika dilihat dari hubungannya dan Nicholas- yang diberikan sepupu mantan suaminya tersebut. Kemudian perhatian Megan kembali teralih, m
Megan menatap dengan iri melihat Nicholas yang menghujani wajah mungil Kiano dengan kecupan yang membuat bocah kecil itu terbahak karena geli. Merasa hidup begitu tak adil. Orang lain bahkan bisa bebas mencium putranya dan menjadi akrab. Tetapi dirinya, sebagai seorang ibu. Megan hanya diberi satu pilihan ketika dihadapkan oleh putranya. Dan ia harus berpuas diri hanya dengan melihat putranya. Sungguh, ia ingin memeluk putranya dan mencium pipi gembul Kiano. Mendengar suara tawanya yang terbahak dengan lepas karena dirinya. Dan lagi-lagi kecemburuan melingkupi dadanya, Nicholas mendapatkan semua yang diinginkannya dari Kiano.Untuk pertama kalinya, apa yang dimiliki oleh Nicholas membuatnya begitu iri dan cemburu. Pun dengan kebencian dan kemuakan yang ia miliki untuk Nicholas.Sejujurnya, Nicholas bukanlah pria yang jahat dan berengsek padanya. Pria itu selalu memperlakukannya dengan baik dan menghujaninya dengan perhatian. Satu-satunya hal yang ia benci dari Nicholas hanyalah pera
"Kesepakatan yang tak akan kau dapatkan dari siapa pun. Termasuk Mikail," Nicholas melanjutkan tawarannya dengan salah satu alis yang terangkat. Rayuan dan bujukan yang begitu kental menyelimuti kedua mata pria itu. "Tak ada kesepakatan yang lebih sempurna dari ini, Megan. Bahkan sebesar yang bisa kau harapkan dari Mikail."Tawaran Nicholas terdengar begitu menggiurkan. Dan Megan bersumpah, Nicholas mengatakan yang sesungguhnya. Persetujuan sudah berada di ujung lidahnya, akan tetapi jawaban itu segera melebur. Ia tak mungkin membuat kesepakatan dengan Nicholas. Pria itu jelas tidak lebih baik dari Mikail. Megan pun segera menampilkan ketidak peduliannya, yang tentu saja Nicholas melihatnya sebagai sesuatu yang sengaja dibuat-buat."Kau membutuhkanku, Megan. Itu yang tak ingin kau akui."Wajah Megan mengeras dengan jengkel dan membalas dengan telak. "Aku tahu apa yang kau inginkan, Nicholas."Seringai tersungging di kedua ujung bibir Nicholas, mengiyakan jawabah Megan dengan tanpa
Cahaya hangat matahari yang menerpa wajahnya, perlahan membangunkan Megan dari tidurnya yang terlalu lelap. Kelopak mata wanita itu bergerak membuka dengan perlahan. Mengerjap beberapa kali demi menyesuaikan dengan cahaya silau yang menusuk kedua matanya.Wajahnya meringis ketika rasa pusing menusuk di kepalanya. Hanya sedikit, tetapi rasanya sudah sejak lama Megan tidak bangun dengan cara seperti ini. Tangannya bergerak mengurut pelipis, meredakan pusing tersebut. Sembari pandanganya berputar dan menyadari bahwa ia tengah terbangun di tempat yang asing.Tak hanya tempatnya yang asing, tetapi firasa buruk seketika menerjang dadanya ketika Megan merasakan ada yang janggal dengan ... tubuhnya? Kedua mata Megan yang sudah terbuka sempurna, kini lebih lebar. Membuat Megan melompat terduduk.Megan mencoba meraba ingatan terakhirnya sebelum kesadarannya perlahan melayang. Menggali dan menggali lebih dalam lagi hingga menemukan ingatan terakhirnya akan kegelisahannya tentang Kiano yang me
Mikail dan Kiano masih menunggu baby Kylie di ruang bayi setelah mengantarkan Megan ke ruang perawatan. Memastikan sang istri untuk istirahat sebelum pergi, tetapi Megan tak bisa tidur. Pun dengan rasa lelah dan letih yang masih membuatnya lemah dan berbaring di tempat tidur. Perutnya terasa lapar setelah semua tenaga yang ia kerahkan saat persalinan. Suara pintu diketuk, Megan menoleh. Sepertinya perawat yang disuruh Mikail untuk membawakannya makanan untuknya. Tetapi wajahnya berubah masam ketika bukan perawat yang muncul, melainkan Marcel. Satu tangan membawa nampan berisi makanan dan satu tangannya disembunyikan di belakang. Membuat Megan berkerut kening akan sikap aneh pria itu. “Kenapa kau di sini, Marcel?” tanya Megan dengan nada tak bersahabat seperti biasa. Marcel tak menjawab, pria itu meletakkan nampan di nakas. “Aku tahu kau tak akan suka jika aku menyuapimu, kan?” Megan hanya mendengus tipis. Tentu saja ia akan menunggu Mikail. Dan ia langsung mengambil ponsel untuk
Delapan bulan kemudian … Megan memuntahkan seluruh isi perutnya di lubang toilet dengan hentakan yang kuat dari dalam perutnya. Membungkuk dengan kedua tangan bersandar di dinding karena perutnya yang besar membuatnya kesulitan berjongkok. “Kau muntah lagi?” Marcel muncul dari balik pintu yang tak sempat Megan tutup ketika bergegas masuk ke kamar mandi. Berdiri di belakang Megan sembari menggosok pelan punggung wanita itu. Megan yang sudah lemas, tak punya kekuatan untuk menolak perhatian Marcel, apalagi untuk memanggil Mikail yang masih belum turun ke lantai satu. Kedua kakinya melemah dan jatuh bersandar ke tubuh Marcel, sesi muntahan itu akhirnya berhenti dan Marcel mendudukkan Megan di lubang toilet. “Lepaskan dia, Marcel.” Mikail muncul di ambang pintu. Menghampiri Megan dan menarik lengan sang adik untuk menjauh dari istrinya. Marcel hanya mengedikkan bahu dan menuruti keinginan sang kakak meski tidak meninggalkan kamar mandi. Ia mengamati Mikail yang mengambil beberapa lem
Jelita menurunkan ponselnya dari telinga dengan helaan napas yang lolos dari kedua lubang hidung dan bibirnya. Matanya terpejam dengan telapak tangan yang menyentuh perutnya yang masih rata. Pernikahan? Ia tak bisa menolak Nicholas yang ingin menikahinya. Terutama setelah pria itu tahu saat ini dirinya tengah hamil. Ya, seminggu yang lalu. Tiba-tiba ia pingsan di tempat pemotretan Nicholas, pria itu membawanya ke rumah sakit. Dan saat ia terbangun dari pingsannya, pria itu sudah menyelipkan cincin di jari manisnya dengan omong kosong tentang pernikahan. “Apa-apaan ini, Nicholas?” Jelita berusaha melepaskan cincin tersebut dari jari manisnya tetapi ditahan oleh Nicholas. “Menikah? Apa kau kehilangan kewarasanmu? Apa kepalamu baru saja dilempar kamera? Atau kejatuhan lampu?” rentetnya dengan kesal. Bukankah ia yang jatuh pingsan, kenapa malah Nicholas yang kehilangan otaknya. Nicholas hanya menarik seulas senyum sebagai jawaban. “Kita harus menikah. Kita membutuhkan pernikahan ini.”
Sepanjang perjalanan, Megan sengaja membisu. Matanya terpejam, menahan tangisan kekecewaan dan perasaannya yang campur aduk. Semua ingatan buruknya naik ke permukaan. Keberengsekan Marcel, kehamilannya, pertengkarannya dan Mikail, lalu perceraian mereka. Semua memenuhi benaknya, menekan dadanya. Setelah semua ini, kenapa kenyataan ini harus naik ke permukaan. Menamparnya dengan keras.Setelah setengah jam kemudian, Mikail menghentikan mobil tepat di teras rumah. Belum sempat mematikan mesin mobilnya, Megan sudah membuka pintu mobil. “Tunggu, Megan.” Tangan Mikail tak sempat menangkap tangan Megan yang sudah melompat turun. “Kau harus hati-hati. Kakimu …” Mikail pun menyusul melompat turun dari dalam mobil.Mikail semakin dibuat kebingungan oleh perubahan sikap Megan. Ia setengah berlari mengejar dan berhasil menangkap pergelangan tangan wanita itu di tengah ruang tamu. “Apa yang terjadi, Megan? Kenapa denganmu?”Megan menatap wajah Mikail dengan penuh kekecewaan, tetapi bibirnya tetap
Satu bulan kemudian … Setelah satu bulan. Dengan diantar Mikail, akhirnya hari ini Megan kembali ke rumah sakit untuk melepaskan gips di kaki kanannya. Retakan di tulang kaki Megan sudah sembuh, meski harus tetap hati-hati dan menggunakan peyangga demi melatih kaki yang sudah lama tidak digunakan untuk jalan. Sekarang keduanya berada di lift, hendak turun ke lantai basement dan kembali pulang. Megan duduk di kursi roda, meski sudah bersikeras akan berjalan kaki dengan peyangga saja, Mikail malah mendudukkan pantatnya di sana. Mendorong kursi roda dan membungkam protes Megan dengan tegas. “Jam berapa sekarang?” “Dua.” “Kiano sudah pulang?” “Ya, Marcel sudah menjemputnya, dia baru saja sampai di sekolahnya Kiano.” Megan mendesah kesal. Selama satu bulan penuh dan karena kakinya yang butuh perawatan khusus, Mikail menyerahkan semua tentang Kiano pada Marcel. Ya, Megan masih belum sepenuhnya menerima sikap baik Marcel meski pria itu selalu memperlakukannya dengan baik. Seperti yang
Mikail membeku dalam ketercengangannya, kehilangan kata-kata ketika menemukan perut Alicia yang membesar hanyalah sebuah perut palsu yang dililit di pinggang. Sekilas tampak seperti nyata, tapi … itu terbuat dari bantalan kain yang menyerupai perut asli. Bahkan memiliki pusar di tengahnya. Cukup lama bagi Mikail untuk mencerna apa yang disaksikannya saat ini, dalam kebingungannya ia berusaha menemukan pijakannya. Alicia membelalak, terkesiap dengan keras dan wajahnya tertunduk menatap perut palsunya yang sekarang terekspos di hadapan Mikail. Kebohongannya terbongkar, dilucuti habis-habisan tak hanya oleh Mikail, tetapi juga oleh Marcel. Tidak, kebohongannya yang sudah ia bangun mati-matian, tidak bisa terbongkar semudah ini. “M-mi …” bibirnya bergetar hebat, bahkan hanya untuk memanggil nama Mikail. Ia bahkan belum sepenuhnya menyadari apa yang terjadi, tetapi kembali dipatahkan oleh kalimat Marcel. “Dia benar-benar menipumu mentah-mentah, Mikail. Aku sudah mengatakan padamu, kan.
Alicia tak berhenti berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, kedua tangannya saling meremas dengan gugup. Ia sudah membereskan CCTV, bukti kebusukannya. Tapi masih ada satu bukti yang akan memberatkannya. Bukti yang masih hidup itu harus ia lenyapkan. Janji Alicia pada dirinya sendiri. Kedua tangannya mengepal dengan kuat oleh kegugupan yang tak berhenti menghantui benaknya. Wanita itu mengambil ponselnya, sudah hampir tengah malam. Tapi ia jelas tak bisa tidur dengan semua kegelisahan ini. Tidak, malam ini adalah kesempatannya. Ia harus menutup mulut Megan sebelum wanita itu membuka mulut. Alicia memasukkan ponselnya ke dalam tas dan berjalan keluar kamar. Membangunkan sopir untuk membawanya ke rumah sakit sambil memegang perut dan berpura kesakitan. Sopir pun bergegas membawa Alicia ke rumah sakit. Baru saja penjaga keamanan menutup pintu gerbang setelah mobil Alicia pergi, penjaga keamanan itu kembali membukakan pintu gerbang untuk Marcel. Sesampai di rumah sakit, Alicia turun
Akan tetapi, seringai itu hanya bertahan satu detik di ujung bibirnya. Ketika suara langkah kaki yang bergema dari lantai bawah memucatkan seluruh permukaan wajahnya. Dan dari atas ia bisa melihat Marcel yang tercengang menemukan tubuh Megan yang tersungkur di lantai. “Megan?!” Marcel melompat ke arah tubuh Megan yang tergeletak di lantai, tak bergerak dengan kepala yang berdarah. Pria itu terduduk di lantai, membawa kepala Megan dalam pangkuannya. Telapak tangannya menepuk pelan pipi Megan, berusaha menyadarkan wanita itu. “Ada apa ini? Megan?” Mikail muncul, tak kalah tercengangnya dengan Marcel dan ikut duduk di lantai memeriksa keadaan Megan. Marcel mendongak, tatapannya menajam ke ujung tangga. “Alicia?” Sekali lagi Mikail dikejutkan dengan Alicia yang juga tak sadarkan diri di tengah anak tangga. “Aku harus membawanya ke rumah sakit.” Marcel menyelipkan kedua lengannya di balik punggung dan lutut Megan. Menggendong tubuh Megan dan bergegas membawanya keluar. Mikail ingin m
Hari ini, Megan harus berhasil. Janji Megan pada dirinya sendiri yang tengah berdiri di depan cermin. Kedua tangannya saling meremas, memberikan dukungan dan semangat untuk dirinya sendiri. Setelah Mikail berangkat kerja dan ia mengantar Kiano ke sekolah, Megan menghabiskan waktu di lantai satu untuk mengintai kegiatan Alicia. Wanita itu hanya keluar untuk makan pagi, dengan memasang raut pucat yang ditampakkan semenyedihkan mungkin. Mikail terlihat ibat, tapi untuk pertama kalinya ia merasa Marcel memihaknya karena pria itu sama sekali tak terpengaruh dengan tampilan Alicia. Pria itu seolah bisa membaca mata batin Alicia yang sesungguhnya. Jika saja sedikit kecerdasan Marcel dimiliki oleh Mikail, tapi ia sendiri tak bisa menyalahkan Mikail. Dirinyalah yang menciptakan ketakutan itu pada Mikail saat hamil Kiano. Dan rupanya itu membekas begitu dalam di hati Mikail sehingga kebaikan hati pria itu dimanfaatkan oleh wanita licik seperti Alicia. Alicia tampak tak tenang ketika di meja m