"Di balik semua kesuksesanmu, aku tak tahu ternyata kau memiliki kenaifan sekonyol ini, Nicky. Benar-benar tak cocok dengan keberengsekan dan keangkuhanmu." Mikail berhasil mengendalikan emosi yang bergemuruh di dadanya, menampilkan ketenagan yang terkendali di raut wajahnya yang dingin. Nicholas hanya tersenyum. Sama sekali tak tersinggung akan kenaifannya yang diejek oleh Mikail, jika itu selalu berhubungan dengan Megan Ailee. "Bahkan setelah tujuh tahun, hanya ini pencapaian yang kau dapatkan?" cibir Mikail menambahkan. "Aku percaya, usaha tak akan mengkhianati hasil." "Hasil yang kau dapat rupanya menunjukkan sebesar apa usahamu, kan?" dengus Mikail lagi. Senyum di bibir Nicholas masih mengembang lebar di kedua ujung bibir Nicholas. "Kali ini usahaku tidak main-main. Aku akan langsung melamarnya." "Bagaimana jika dia menolakmu?" "Bagaimana jika dia menerimaku?" Keyakinan dalam suara Nicholas sangat teguh. Tak ada getar keraguan sedikit pun yang melumuri setiap patah kata ya
Megan terkejut ketika sekretaris Mikail membukakan pintu dan mempersilahkannya masuk. Dan untuk kedua kalinya, ia terkejuta melihat Mikail bukanlah satu-satunya penghuni di dalam ruangan tersebut. Nicholas, pria menjengkelkan itu ternyata juga ada di sana. Dengan senyum semringah yang terlihat berlebihan menyambutnya. Nicholas bangkit berdiri, menghampiri Megan dengan kedua tangan yang membentang terbuka. "Well, umur panjang, Megan. Kami sedang membicarakanmu." Kening Megan berkerut mencerna kalimat Nicholas, yang membuatnya membiarkan Nicholas memeluk dan mendaratkan kecupan singkat di pipi kanan dan kirinya. Dan saat itulah Megan tersadar dan tubuhnya hendak memberikan respon penolakan. Akan tetapi ... Entah kenapa kali ini Megan mempertimbangkan untuk menerima sikap pria itu. Tapi dengan tegas tidak akan membalas sambutan terlalu intim -untuknya jika dilihat dari hubungannya dan Nicholas- yang diberikan sepupu mantan suaminya tersebut. Kemudian perhatian Megan kembali teralih, m
Megan menatap dengan iri melihat Nicholas yang menghujani wajah mungil Kiano dengan kecupan yang membuat bocah kecil itu terbahak karena geli. Merasa hidup begitu tak adil. Orang lain bahkan bisa bebas mencium putranya dan menjadi akrab. Tetapi dirinya, sebagai seorang ibu. Megan hanya diberi satu pilihan ketika dihadapkan oleh putranya. Dan ia harus berpuas diri hanya dengan melihat putranya. Sungguh, ia ingin memeluk putranya dan mencium pipi gembul Kiano. Mendengar suara tawanya yang terbahak dengan lepas karena dirinya. Dan lagi-lagi kecemburuan melingkupi dadanya, Nicholas mendapatkan semua yang diinginkannya dari Kiano.Untuk pertama kalinya, apa yang dimiliki oleh Nicholas membuatnya begitu iri dan cemburu. Pun dengan kebencian dan kemuakan yang ia miliki untuk Nicholas.Sejujurnya, Nicholas bukanlah pria yang jahat dan berengsek padanya. Pria itu selalu memperlakukannya dengan baik dan menghujaninya dengan perhatian. Satu-satunya hal yang ia benci dari Nicholas hanyalah pera
"Kesepakatan yang tak akan kau dapatkan dari siapa pun. Termasuk Mikail," Nicholas melanjutkan tawarannya dengan salah satu alis yang terangkat. Rayuan dan bujukan yang begitu kental menyelimuti kedua mata pria itu. "Tak ada kesepakatan yang lebih sempurna dari ini, Megan. Bahkan sebesar yang bisa kau harapkan dari Mikail."Tawaran Nicholas terdengar begitu menggiurkan. Dan Megan bersumpah, Nicholas mengatakan yang sesungguhnya. Persetujuan sudah berada di ujung lidahnya, akan tetapi jawaban itu segera melebur. Ia tak mungkin membuat kesepakatan dengan Nicholas. Pria itu jelas tidak lebih baik dari Mikail. Megan pun segera menampilkan ketidak peduliannya, yang tentu saja Nicholas melihatnya sebagai sesuatu yang sengaja dibuat-buat."Kau membutuhkanku, Megan. Itu yang tak ingin kau akui."Wajah Megan mengeras dengan jengkel dan membalas dengan telak. "Aku tahu apa yang kau inginkan, Nicholas."Seringai tersungging di kedua ujung bibir Nicholas, mengiyakan jawabah Megan dengan tanpa
Cahaya hangat matahari yang menerpa wajahnya, perlahan membangunkan Megan dari tidurnya yang terlalu lelap. Kelopak mata wanita itu bergerak membuka dengan perlahan. Mengerjap beberapa kali demi menyesuaikan dengan cahaya silau yang menusuk kedua matanya.Wajahnya meringis ketika rasa pusing menusuk di kepalanya. Hanya sedikit, tetapi rasanya sudah sejak lama Megan tidak bangun dengan cara seperti ini. Tangannya bergerak mengurut pelipis, meredakan pusing tersebut. Sembari pandanganya berputar dan menyadari bahwa ia tengah terbangun di tempat yang asing.Tak hanya tempatnya yang asing, tetapi firasa buruk seketika menerjang dadanya ketika Megan merasakan ada yang janggal dengan ... tubuhnya? Kedua mata Megan yang sudah terbuka sempurna, kini lebih lebar. Membuat Megan melompat terduduk.Megan mencoba meraba ingatan terakhirnya sebelum kesadarannya perlahan melayang. Menggali dan menggali lebih dalam lagi hingga menemukan ingatan terakhirnya akan kegelisahannya tentang Kiano yang me
Butuh beberapa menit bagian Megan untuk benar-benar berhenti dari isalan tangisnya. Kembali tenang dalam pelukan Nicholas. Usapan lembut Nicholas di kepala Megan pun berhenti. Pria itu menunduk ketika tubuh Megan bergerak menjauh mengurai pelukannya. Dan wajah mungil wanita itu bergerak terdongak, menatap wajahnya dengan emosi yang begitu dalam. Tangannya menyapa basah di bawah kedua katanya sembari berkata dengan suara lirih yang serak. "Kumohon jangan katakan apa pun kepada siapa pun tentang semua ini."Nicholas tak mengatakan apa pun. Seorang Megan Ailee tak pernah mengatakan sebuah permohonan kepadanya. Keangkuhan wanita itu begitu sulit dan tak pernah mampu ia gapai. Membuat Nicholas merasakan satu langkah pencapaian dalam meraih hati Megan. Dengan hati yang tersenyum bangga, pria itu menganggukkan kepala sembari berkata dengan suara lembut yang penuh dengan ketulusan. "Aku akan menganggap semua ini tak pernah terjadi. Bagaimana?"Megan sendiri dibuat terkejut dengan penawaran N
Tak hanya wanita hamil yang Megan temui di ruangan Mikail saat itu, dan sekarang Mikail terlihat keluar hotel bersama dengan wanita lainnya lagi. Di saat kekasih Mikail sedang hamil besar. Pemandangan yang terpampang jelas di hadapannya saat ini, membuat Megan teringat akhir hubungan Mikail dan dirinya yang semakin meruncing dalam kerapuhan. Layaknya telur di ujung tanduk. Mungkinkah Mikail juga memiliki hubungan dengan wanita lain saat ia tengah hamil Kiano? Pertanyaan tersebut tak mampu Megan tahan dan menggantung di atas kepalanya begitu saja. Ya, wajah tampan Mikail memiliki banyak alasan bagi wanita mana pun untuk jatuh cinta dengan pria itu. Tubuh seksi yang harus Megan akui lebih seksi dari NIvholas. Hanya saya, Mikail tak suka memamekan keseksian pria itu seperti yang selalu dilakukan oleh Nicholas. Jika Nicholas sadar betul akan kesempurnaan ketampana pria itu, Mikail sama sekali tidak menyadari hal tersebut. Yang sering kali menjadi bahan pertengkaran dalam hubungannya d
Seluruh tubuh Megan membeku, dengan sudut matanya ia melirik ke arah Nicholas yang mencoba membagi konsentrasi antara dirinya dan jalanan di depan. "Siapa?Megan hanya menggeleng singkat dan menjawab dengan kebohongan, "Jelita." Yang disusul geraman dari seberang. Megan tak peduli meski ia bisa merasakan kemarahan Mikail. Ia bahkan bisa membayangkan seperti apa wajah pria itu. Gurat-gurat kemarahan yang menggaris dengan keras di seluruh permukaan wajah pria itu. Dengan kedua tangan yang mengepal dan menyusup desisan tajam pria itu, "Jelita kau bilang?"Megan menelan ludahnya dan bulu kuduknya merinding. Ketakutan mulai memanjat naik ke dadanya. Tetapi kemudian wanita itu sadar bahwa Mikail bukan lagi suaminya. Yang bisa mengatur-atur kehidupan nya. Apalagi peduli apakah ia tidur dengan Nicholas atau tidak. "Apa dia khawatir kau tidak pulang semalam?" tanya Nicholas lagi. "Hmm, tapi aku sudah dewasa, bukan. Aku bisa melakukan apa pun yang kusuka," jawab Megan kemudian."Aku sedang d
Mikail dan Kiano masih menunggu baby Kylie di ruang bayi setelah mengantarkan Megan ke ruang perawatan. Memastikan sang istri untuk istirahat sebelum pergi, tetapi Megan tak bisa tidur. Pun dengan rasa lelah dan letih yang masih membuatnya lemah dan berbaring di tempat tidur. Perutnya terasa lapar setelah semua tenaga yang ia kerahkan saat persalinan. Suara pintu diketuk, Megan menoleh. Sepertinya perawat yang disuruh Mikail untuk membawakannya makanan untuknya. Tetapi wajahnya berubah masam ketika bukan perawat yang muncul, melainkan Marcel. Satu tangan membawa nampan berisi makanan dan satu tangannya disembunyikan di belakang. Membuat Megan berkerut kening akan sikap aneh pria itu. “Kenapa kau di sini, Marcel?” tanya Megan dengan nada tak bersahabat seperti biasa. Marcel tak menjawab, pria itu meletakkan nampan di nakas. “Aku tahu kau tak akan suka jika aku menyuapimu, kan?” Megan hanya mendengus tipis. Tentu saja ia akan menunggu Mikail. Dan ia langsung mengambil ponsel untuk
Delapan bulan kemudian … Megan memuntahkan seluruh isi perutnya di lubang toilet dengan hentakan yang kuat dari dalam perutnya. Membungkuk dengan kedua tangan bersandar di dinding karena perutnya yang besar membuatnya kesulitan berjongkok. “Kau muntah lagi?” Marcel muncul dari balik pintu yang tak sempat Megan tutup ketika bergegas masuk ke kamar mandi. Berdiri di belakang Megan sembari menggosok pelan punggung wanita itu. Megan yang sudah lemas, tak punya kekuatan untuk menolak perhatian Marcel, apalagi untuk memanggil Mikail yang masih belum turun ke lantai satu. Kedua kakinya melemah dan jatuh bersandar ke tubuh Marcel, sesi muntahan itu akhirnya berhenti dan Marcel mendudukkan Megan di lubang toilet. “Lepaskan dia, Marcel.” Mikail muncul di ambang pintu. Menghampiri Megan dan menarik lengan sang adik untuk menjauh dari istrinya. Marcel hanya mengedikkan bahu dan menuruti keinginan sang kakak meski tidak meninggalkan kamar mandi. Ia mengamati Mikail yang mengambil beberapa lem
Jelita menurunkan ponselnya dari telinga dengan helaan napas yang lolos dari kedua lubang hidung dan bibirnya. Matanya terpejam dengan telapak tangan yang menyentuh perutnya yang masih rata. Pernikahan? Ia tak bisa menolak Nicholas yang ingin menikahinya. Terutama setelah pria itu tahu saat ini dirinya tengah hamil. Ya, seminggu yang lalu. Tiba-tiba ia pingsan di tempat pemotretan Nicholas, pria itu membawanya ke rumah sakit. Dan saat ia terbangun dari pingsannya, pria itu sudah menyelipkan cincin di jari manisnya dengan omong kosong tentang pernikahan. “Apa-apaan ini, Nicholas?” Jelita berusaha melepaskan cincin tersebut dari jari manisnya tetapi ditahan oleh Nicholas. “Menikah? Apa kau kehilangan kewarasanmu? Apa kepalamu baru saja dilempar kamera? Atau kejatuhan lampu?” rentetnya dengan kesal. Bukankah ia yang jatuh pingsan, kenapa malah Nicholas yang kehilangan otaknya. Nicholas hanya menarik seulas senyum sebagai jawaban. “Kita harus menikah. Kita membutuhkan pernikahan ini.”
Sepanjang perjalanan, Megan sengaja membisu. Matanya terpejam, menahan tangisan kekecewaan dan perasaannya yang campur aduk. Semua ingatan buruknya naik ke permukaan. Keberengsekan Marcel, kehamilannya, pertengkarannya dan Mikail, lalu perceraian mereka. Semua memenuhi benaknya, menekan dadanya. Setelah semua ini, kenapa kenyataan ini harus naik ke permukaan. Menamparnya dengan keras.Setelah setengah jam kemudian, Mikail menghentikan mobil tepat di teras rumah. Belum sempat mematikan mesin mobilnya, Megan sudah membuka pintu mobil. “Tunggu, Megan.” Tangan Mikail tak sempat menangkap tangan Megan yang sudah melompat turun. “Kau harus hati-hati. Kakimu …” Mikail pun menyusul melompat turun dari dalam mobil.Mikail semakin dibuat kebingungan oleh perubahan sikap Megan. Ia setengah berlari mengejar dan berhasil menangkap pergelangan tangan wanita itu di tengah ruang tamu. “Apa yang terjadi, Megan? Kenapa denganmu?”Megan menatap wajah Mikail dengan penuh kekecewaan, tetapi bibirnya tetap
Satu bulan kemudian … Setelah satu bulan. Dengan diantar Mikail, akhirnya hari ini Megan kembali ke rumah sakit untuk melepaskan gips di kaki kanannya. Retakan di tulang kaki Megan sudah sembuh, meski harus tetap hati-hati dan menggunakan peyangga demi melatih kaki yang sudah lama tidak digunakan untuk jalan. Sekarang keduanya berada di lift, hendak turun ke lantai basement dan kembali pulang. Megan duduk di kursi roda, meski sudah bersikeras akan berjalan kaki dengan peyangga saja, Mikail malah mendudukkan pantatnya di sana. Mendorong kursi roda dan membungkam protes Megan dengan tegas. “Jam berapa sekarang?” “Dua.” “Kiano sudah pulang?” “Ya, Marcel sudah menjemputnya, dia baru saja sampai di sekolahnya Kiano.” Megan mendesah kesal. Selama satu bulan penuh dan karena kakinya yang butuh perawatan khusus, Mikail menyerahkan semua tentang Kiano pada Marcel. Ya, Megan masih belum sepenuhnya menerima sikap baik Marcel meski pria itu selalu memperlakukannya dengan baik. Seperti yang
Mikail membeku dalam ketercengangannya, kehilangan kata-kata ketika menemukan perut Alicia yang membesar hanyalah sebuah perut palsu yang dililit di pinggang. Sekilas tampak seperti nyata, tapi … itu terbuat dari bantalan kain yang menyerupai perut asli. Bahkan memiliki pusar di tengahnya. Cukup lama bagi Mikail untuk mencerna apa yang disaksikannya saat ini, dalam kebingungannya ia berusaha menemukan pijakannya. Alicia membelalak, terkesiap dengan keras dan wajahnya tertunduk menatap perut palsunya yang sekarang terekspos di hadapan Mikail. Kebohongannya terbongkar, dilucuti habis-habisan tak hanya oleh Mikail, tetapi juga oleh Marcel. Tidak, kebohongannya yang sudah ia bangun mati-matian, tidak bisa terbongkar semudah ini. “M-mi …” bibirnya bergetar hebat, bahkan hanya untuk memanggil nama Mikail. Ia bahkan belum sepenuhnya menyadari apa yang terjadi, tetapi kembali dipatahkan oleh kalimat Marcel. “Dia benar-benar menipumu mentah-mentah, Mikail. Aku sudah mengatakan padamu, kan.
Alicia tak berhenti berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, kedua tangannya saling meremas dengan gugup. Ia sudah membereskan CCTV, bukti kebusukannya. Tapi masih ada satu bukti yang akan memberatkannya. Bukti yang masih hidup itu harus ia lenyapkan. Janji Alicia pada dirinya sendiri. Kedua tangannya mengepal dengan kuat oleh kegugupan yang tak berhenti menghantui benaknya. Wanita itu mengambil ponselnya, sudah hampir tengah malam. Tapi ia jelas tak bisa tidur dengan semua kegelisahan ini. Tidak, malam ini adalah kesempatannya. Ia harus menutup mulut Megan sebelum wanita itu membuka mulut. Alicia memasukkan ponselnya ke dalam tas dan berjalan keluar kamar. Membangunkan sopir untuk membawanya ke rumah sakit sambil memegang perut dan berpura kesakitan. Sopir pun bergegas membawa Alicia ke rumah sakit. Baru saja penjaga keamanan menutup pintu gerbang setelah mobil Alicia pergi, penjaga keamanan itu kembali membukakan pintu gerbang untuk Marcel. Sesampai di rumah sakit, Alicia turun
Akan tetapi, seringai itu hanya bertahan satu detik di ujung bibirnya. Ketika suara langkah kaki yang bergema dari lantai bawah memucatkan seluruh permukaan wajahnya. Dan dari atas ia bisa melihat Marcel yang tercengang menemukan tubuh Megan yang tersungkur di lantai. “Megan?!” Marcel melompat ke arah tubuh Megan yang tergeletak di lantai, tak bergerak dengan kepala yang berdarah. Pria itu terduduk di lantai, membawa kepala Megan dalam pangkuannya. Telapak tangannya menepuk pelan pipi Megan, berusaha menyadarkan wanita itu. “Ada apa ini? Megan?” Mikail muncul, tak kalah tercengangnya dengan Marcel dan ikut duduk di lantai memeriksa keadaan Megan. Marcel mendongak, tatapannya menajam ke ujung tangga. “Alicia?” Sekali lagi Mikail dikejutkan dengan Alicia yang juga tak sadarkan diri di tengah anak tangga. “Aku harus membawanya ke rumah sakit.” Marcel menyelipkan kedua lengannya di balik punggung dan lutut Megan. Menggendong tubuh Megan dan bergegas membawanya keluar. Mikail ingin m
Hari ini, Megan harus berhasil. Janji Megan pada dirinya sendiri yang tengah berdiri di depan cermin. Kedua tangannya saling meremas, memberikan dukungan dan semangat untuk dirinya sendiri. Setelah Mikail berangkat kerja dan ia mengantar Kiano ke sekolah, Megan menghabiskan waktu di lantai satu untuk mengintai kegiatan Alicia. Wanita itu hanya keluar untuk makan pagi, dengan memasang raut pucat yang ditampakkan semenyedihkan mungkin. Mikail terlihat ibat, tapi untuk pertama kalinya ia merasa Marcel memihaknya karena pria itu sama sekali tak terpengaruh dengan tampilan Alicia. Pria itu seolah bisa membaca mata batin Alicia yang sesungguhnya. Jika saja sedikit kecerdasan Marcel dimiliki oleh Mikail, tapi ia sendiri tak bisa menyalahkan Mikail. Dirinyalah yang menciptakan ketakutan itu pada Mikail saat hamil Kiano. Dan rupanya itu membekas begitu dalam di hati Mikail sehingga kebaikan hati pria itu dimanfaatkan oleh wanita licik seperti Alicia. Alicia tampak tak tenang ketika di meja m