Share

Perjuangaan Untuk Bertahan

Author: NHOVIE EN
last update Last Updated: 2024-12-16 10:12:38

Waktu di dinding ruang tamu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Suara detaknya terdengar lebih pelan dari biasanya, seperti memperburuk suasana yang sudah mencekam. Cucu duduk di sofa dengan wajah penuh kekhawatiran, sementara Bintang, yang biasanya ceria, kini tertidur lelap di kamar setelah puas bermain seharian.

Namun, hati Cucu sama sekali tidak tenang. Sesekali ia bangkit dari sofa, berjalan ke teras, lalu mengintip ke jalan dengan harapan melihat lampu mobil Rania muncul dari kejauhan. Tetapi, seperti sebelumnya, jalanan tetap lengang.

“Rania, kamu di mana sih?” gumam Cucu sambil menghela napas berat. Ia memutuskan untuk mencoba menelepon lagi, tetapi hasilnya tetap sama.

Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi. Kalimat otomatis itu semakin membuat dadanya sesak.

Dengan tangan sedikit gemetar, Cucu menekan nomor telepon Rania sekali lagi. Harapan tipis masih ada, tetapi jawaban yang ia dapatkan tetap sama. Ponsel Rania mati.

Di sela keheningan malam, suara langkah kaki ter
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (13)
goodnovel comment avatar
Fatimah Azzahra
siapa nih yg bakal nolongin rania? bastian apa g ada niatan datang ke tempat rania ya?
goodnovel comment avatar
Fatimah Azzahra
habis denger cerita mimpinya rania,terus piring jatuh sekarang rania g pulang² jelas saja bikin panik ya buuu
goodnovel comment avatar
Al-rayan Sandi Sya
maksudnya apa yah Maya suruh orang buat culik Rania, padahal Rania itu kan sudah menghindar tp yah dasarnya si bas aja yg nggak bisa move on
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Semakin Melemah

    Empat hari sudah Rania terkurung di dalam ruangan tua itu. Dingin dan pengapnya udara memenuhi setiap sudut, membuat napas Rania terasa berat. Tubuhnya terkulai lemas di atas lantai beralas tikar lusuh yang baunya menyengat. Rambut panjangnya kusut tak terurus, wajahnya pucat dan penuh gurat lelah. Pakaian yang ia kenakan sejak pertama kali diculik kini kotor, kusam, dan berbau.Rania memejamkan matanya, mencoba melupakan kondisi yang menyiksanya. Namun, setiap kali ia menghirup napas, kenyataan pahit itu kembali menyergapnya. Tubuhnya menggigil, bukan hanya karena dingin, tapi juga karena rasa putus asa yang semakin menggerogoti semangatnya.Di luar ruangan itu, tiga orang penyekap berkumpul di ruang tengah yang sama lusuhnya. Wanita berusia akhir tiga puluhan dengan rambut diikat tinggi—yang dikenal sebagai ketua kelompok—berdiri sambil mondar-mandir. Wajahnya menunjukkan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan. Dua pria lain duduk di kursi kayu yang sudah reyot, saling bertukar pa

    Last Updated : 2024-12-17
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dibuang Begitu Saja

    Waktu terus berlalu. Jam pada ponsel Reni menunjukkan pukul dua dini hari. Suasana di rumah tua itu semakin sunyi, hanya diiringi suara jangkrik yang bersahutan di luar jendela. Dua anak buahnya terlelap di ruang tengah, sementara Reni masih terjaga. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya—entah firasat buruk atau sekadar keresahan yang tak jelas ujungnya.“Ah, lihat dulu si tawanan,” gumamnya lirih sambil mengusap wajahnya yang kusut. Reni bangkit dari duduknya dengan langkah malas, menyambar senter kecil, lalu berjalan menuju ruangan tempat Rania disekap.Reni membuka pintu perlahan, suara engsel berderit membuat bulu kuduk merinding. Sinar lampu redup menerangi sudut ruangan, dan di sana Rania terkulai di lantai dengan tubuh yang tampak lebih lemah dari sebelumnya. Awalnya, Reni hanya memandang dengan mata menyipit, memastikan bahwa tawanan itu masih bernapas. Namun langkahnya mendadak terhenti ketika ia menyadari sesuatu—hening yang mematikan.Wajah Rania terlihat pucat pasi. Napas

    Last Updated : 2024-12-18
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Bastian Menyusul Rania?

    Malam terus saja larut, namun dibalik kegelisahan Bastian, wajah Rania tiba-tiba muncul di benaknya. Entah mengapa, ia teringat senyum lembut wanita itu. Rania yang sering tampak kuat di luar, namun sebenarnya memiliki hati yang rapuh. Ia menggelengkan kepala, berusaha menepis bayangan itu, tetapi semakin ia menolak, semakin nyata gambaran itu terasa.“Rania...” bisiknya tanpa sadar.Bastian menatap langit malam, seolah mencari jawaban di sana. Ia tahu dirinya tidak seharusnya terlalu memikirkan wanita itu. Ia sudah berusaha menjaga jarak, membatasi segala interaksi demi menghindari komplikasi lebih lanjut. Tetapi malam ini, perasaannya tak bisa dibendung.Ada sesuatu yang salah.Tangannya mengepal di atas lutut. Ia meneguk lagi kopinya hingga nyaris habis, tetapi kehangatan minuman itu pun tidak mampu meredakan hatinya. Pikirannya melayang ke Lembang, ke rumah kecil tempat Rania tinggal bersama ibunya dan putranya.“Apa dia baik-baik saja?” tanya Bastian pada dirinya sendiri.Angin m

    Last Updated : 2024-12-18
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kedatangan Yang Dinanti

    Sebuah SUV hitam berhenti perlahan di depan rumah kecil berhalaman asri milik Rania. Mesin mobil dimatikan, dan seorang pria keluar dari kendaraan itu. Bastian menghela napas panjang, tangannya sedikit gemetar saat mengetuk pintu kayu bercat putih itu dengan lembut.“Assalamualaikum,” ucap Bastian, suaranya terdengar tenang meskipun dadanya terasa berdegup kencang.Tak lama, pintu terbuka, dan Cucu muncul di ambang pintu. Wajah wanita itu tampak berbeda dari biasanya—lelah, dengan kantung mata yang jelas terlihat, seolah tak pernah tidur nyenyak selama beberapa malam. Bastian sedikit terkejut melihat perubahan itu.“Waalaikumsalam, Nak Bastian...” jawab Cucu dengan suara serak. Ia mencoba tersenyum, tetapi tidak mampu menyembunyikan kesedihan di matanya. “Masuklah.”Bastian mengangguk, melangkah masuk dengan rasa penasaran yang mengganggu. Rumah itu terasa sunyi, hanya terdengar suara televisi yang samar dari ruang keluarga. Di atas kasur santai yang terletak di sudut ruang, Bintang b

    Last Updated : 2024-12-19
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mendapat Pertolongan

    Rania masih terus berusaha. Keyakinan yang kuat dan rasa rindu yang mendalam pada Bintang memaksanya untuk kuat dan bertahan.“Aku harus... aku harus bangkit,” gumamnya lirih, hampir seperti doa.Matanya mencari sesuatu di sekelilingnya. Samar, ia melihat sebatang kayu tak jauh dari tempatnya terbaring. Dengan sisa tenaga, ia merangkak perlahan, tanah dingin melumuri lengannya. Tangannya akhirnya meraih kayu itu, menggenggamnya erat meskipun jemarinya terasa kaku.Rania menancapkan kayu ke tanah, menjadikannya sebagai penopang. Dengan usaha luar biasa, ia mendorong tubuhnya untuk bangkit. Lututnya gemetar, seolah menolak untuk berdiri, tapi Rania memaksa dirinya tetap tegak. Ia menggertakkan gigi, menahan rasa sakit yang menjalari seluruh tubuhnya.“Aku harus keluar dari sini,” desisnya, suaranya nyaris tak terdengar.Dengan langkah tertatih, Rania mulai berjalan. Setiap langkah seperti menempuh ribuan kilometer. Kakinya yang lemah nyaris tidak bisa menopang tubuhnya, tetapi pikiranny

    Last Updated : 2024-12-19
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Perawatan Terbaik Untuk Rania

    Setibanya di rumah sakit terdekat, mobil SUV itu berhenti di depan pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD). Petugas rumah sakit yang berjaga segera menghampiri dengan tandu. Tanpa membuang waktu, tubuh lemah Rania dibaringkan di atas tandu, dan petugas medis langsung membawanya masuk ke dalam ruang IGD.Wanita anggun bernama Rita berjalan cepat mengikuti para petugas medis. Wajahnya penuh kecemasan, dan ia terus memastikan bahwa Rania mendapatkan perhatian yang layak. Sesampainya di ruang IGD, Rita berbicara dengan dokter jaga yang menyambut mereka.“Dokter, tolong segera tangani dia. Lakukan apa pun yang diperlukan. Saya tidak peduli berapa biayanya, pastikan dia mendapat perawatan terbaik,” ucap Rita dengan nada tegas namun tetap sopan.Dokter mengangguk. “Baik, Bu. Kami akan segera memeriksa kondisinya.”Rita berdiri di luar ruang IGD, memandang ke dalam melalui kaca kecil di pintu. Ia melihat tim medis sibuk memeriksa kondisi Rania. Beberapa selang dipasang untuk memastikan wanita itu

    Last Updated : 2024-12-19
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Menemukan Tanda

    Waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Rita mulai merasa tubuhnya sedikit gerah. Dari pagi, ia belum sempat mengganti pakaiannya, dan rasa tidak nyaman itu mulai mengganggu. Ia memanggil pengawalnya, Deri, yang setia menunggu di luar ruangan.“Deri, tolong ambil koper saya di mobil,” pinta Rita dengan tenang.“Baik, Bu,” jawab Deri singkat, segera bergegas melaksanakan perintahnya.Setelah koper itu sampai, Rita meminta salah seorang suster untuk menjaga Rania selama ia pergi membersihkan diri. Rita masuk ke kamar mandi khusus yang ada di ruangan itu. Usai mandi, ia mengenakan pakaian santai namun tetap elegan—sebuah gaun selutut berwarna krem dengan balutan syal tipis di lehernya. Rambutnya yang sebelumnya diikat rapi kini ia biarkan tergerai, memberikan kesan lebih sederhana namun tetap anggun.Selesai bersiap, Rita kembali duduk di sofa tunggu, memperhatikan ruangan itu yang memang jauh lebih nyaman daripada ruangan rumah sa

    Last Updated : 2024-12-19
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kegelisahan Yang Tidak Dimengerti

    Setelah dokter pergi, Rita mendekati Rania yang masih terbaring di ranjang. Senyuman lembut terlukis di wajah Rita, menunjukkan ketulusan yang membuat Rania merasa sedikit lebih nyaman. Ia menarik kursi di sisi ranjang dan duduk, memperhatikan wanita muda itu dengan penuh perhatian.“Bagaimana kabarmu sekarang, sayang?” tanya Rita dengan suara lembut, seperti seorang ibu yang penuh kasih.Rania mengangguk pelan, tersenyum tipis. “Sudah jauh lebih baik, Bu. Terima kasih atas bantuan dan perhatian Ibu. Saya… saya ingin pulang.”“Syukurlah,” jawab Rita. Ia diam sejenak, mencari kata-kata yang tepat. “Tapi, apa tidak terlalu cepat kalau kamu ingin pulang? Tubuhmu masih terlihat lemah.”Rania tersenyum lagi, kali ini lebih tulus. “Saya rindu, Bu. Ibu saya pasti khawatir, dan… anak saya juga menunggu di rumah.”Rita tertegun mendengar itu. Matanya membulat sedikit, mencerminkan ket

    Last Updated : 2024-12-20

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Ketegasan Rania

    Malam menjelang, suasana di kamar Rania terasa begitu hening. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar samar di sela-sela lamunannya. Ia duduk di tepi ranjang, memeluk lutut sambil menatap kosong ke arah jendela yang sedikit terbuka. Angin malam yang sejuk menyelinap masuk, mengusap lembut wajahnya yang terlihat sendu.Kehadiran Bastian tadi siang benar-benar mengusik pikirannya. Entah kenapa, ada perasaan yang sulit ia jelaskan setiap kali berhadapan dengan pria itu. Apalagi, saat melihat bagaimana Bastian memandang Bintang—anak yang selama ini ia besarkan sendiri tanpa kehadiran seorang ayah.Satria juga ada di sana. Pria itu seolah tidak pernah menyerah untuk mendekatinya dan berusaha mengambil peran dalam hidupnya dan Bintang. Rania menghela napas berat. Kepalanya semakin penuh dengan berbagai pikiran yang berputar tanpa henti.Tiba-tiba, suara nada dering ponselnya membuyarkan lamunannya. Dengan ragu, ia meraih ponsel yang tergeletak di meja nakas. Nama Bastian terpampang jel

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan yang Penuh Ketegangan

    Hari itu, udara Bandung terasa sejuk dengan semilir angin yang menyusup di sela-sela pepohonan. Di rumah keluarga Rania, suasana terasa hangat. Di ruang makan, meja panjang telah dipenuhi hidangan, tanda mereka bersiap untuk makan siang bersama. Rania duduk bersama kedua orang tuanya, Rita dan Boby, serta ibu angkatnya, Cucu. Satria juga ada di sana, duduk di samping Bintang, sambil bercanda dengan bocah kecil itu.Tawa Bintang mengisi ruangan. Anak itu begitu riang ketika Satria menunjukkan cara membuat origami sederhana dari tisu."Om Satria bisa bikin ini lagi?" tanya Bintang sambil memegang hasil origami berbentuk burung kecil."Tentu, Bintang. Om bisa buat yang lebih bagus lagi kalau kamu mau," jawab Satria sambil tersenyum hangat.Namun, suasana ceria itu tiba-tiba terhenti ketika terdengar suara bel dari pintu depan. Semua kepala menoleh ke arah sumber suara."Siapa, ya?" gumam Rita sambil melirik Rania."Aku buka pintu, Ma," ujar Rania sambil beranjak.Saat pintu terbuka, Rani

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Maaf, Aku Tidak Suka!

    Pagi itu, sinar matahari masuk melalui jendela ruang keluarga rumah Rania. Di atas meja, beberapa cangkir teh hangat tersusun rapi, sementara di ruang tamu terdengar tawa renyah Bintang yang sedang bermain di atas karpet bersama mobil-mobilan kecilnya.“Ma, lihat ini!” teriak Bintang sambil menunjukkan mainan barunya yang kemarin ia beli bersama Rania.Sebelum Rania sempat menjawab, suara bel rumah berbunyi.“Sebentar, Bintang,” kata Rania sambil melangkah ke pintu.Begitu pintu terbuka, seorang pria dengan setelan kasual—kaus putih dan celana jeans—tersenyum hangat. Satria, pria yang belakangan ini sering mampir ke rumah Rania, berdiri dengan sebuah kantong kertas besar di tangannya.“Pagi, Rania. Ini untuk Bintang,” ujarnya sambil menyerahkan kantong itu.Rania melirik kantong tersebut, lalu ke arah Satria dengan ekspresi sedikit bingung. “Kamu nggak perlu repot-repot setiap kali datang, Mas.”Satria hanya tertawa kecil. “Aku nggak merasa repot, kok. Aku senang bisa membawakan sesua

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dunia Baru Maya

    Kepulan asap pesawat terbang tampak membumbung tinggi di udara Bandara Soekarno-Hatta. Maya berdiri di tepi jendela kaca besar di ruang tunggu, memandang ke arah landasan pacu. Matanya kosong, wajahnya lelah, tetapi bibirnya tetap membentuk garis tegas seolah ia tidak ingin menunjukkan kelemahan. Di tangannya, paspor dan tiket penerbangan ke Frankfurt, Jerman, tergenggam erat.Hari ini, segalanya berubah. Perceraian yang baru saja disahkan beberapa minggu lalu telah menghapus statusnya sebagai istri dari Bastian, seorang pengusaha ternama di Jakarta.“Bu Maya, sudah waktunya boarding,” suara sopir pribadinya memecah keheningan.Maya menoleh sekilas. “Kamu pulang saja. Terima kasih sudah mengantarkan,” jawabnya singkat.Pria itu mengangguk hormat sebelum pergi, meninggalkan Maya sendirian.Maya menarik napas panjang dan berjalan menuju gerbang keberangkatan. Sepanjang langkahnya, ingatan tentang rumah megah yang pernah ia tinggali bersama Bastian menghantui pikirannya. Di sana, ia pern

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kerinduan Terhadap Kampung Halaman

    Pagi ini, aroma embun bercampur harum bunga dari taman rumah Rania membuat suasana terasa sejuk. Udara segar Bandung menjadi pelengkap sempurna untuk perjalanan menuju Lembang. Sebuah mobil SUV hitam mewah sudah terparkir rapi di depan rumah, menunggu penumpangnya.Seorang sopir pribadi berdiri di sisi mobil, mengenakan seragam rapi, sementara seorang bodyguard berjaga tidak jauh darinya. Tugas mereka hari ini adalah memastikan perjalanan keluarga Rania berjalan lancar dan aman.Rania muncul dari dalam rumah, mengenakan pakaian kasual tetapi tetap elegan. Rambutnya yang tergerai membuat wajahnya terlihat segar meski kesibukan akhir-akhir ini menguras energinya. Di sampingnya, Bintang berlari kecil dengan semangat khas anak kecil, menggenggam tangan boneka superhero kesayangannya.“Mama, nanti di Lembang kita bisa lihat bunga banyak, kan?” tanya Bintang dengan mata berbinar.“Tentu saja, Sayang,” jawab Rania sambil mengusap kepala p

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keteguhan Hati Bastian

    Siang itu, matahari menyinari gedung perkantoran megah yang menjadi pusat kesibukan Bastian sehari-hari. Di lantai paling atas, ruangan kantor Bastian tampak luas dengan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan kota Jakarta yang sibuk. Suasana ruangan beraroma kopi dan kayu cedar, mencerminkan kepribadian Bastian yang tegas dan profesional.Seorang asisten mengetuk pintu sebelum membukanya. “Pak Bastian, ada Bu Ami dan Pak Gery yang ingin bertemu.”Bastian, yang tengah duduk di belakang meja kerjanya, menghentikan pekerjaannya sejenak. Ia menatap asistennya dengan ekspresi tenang. “Persilakan mereka masuk.”Beberapa saat kemudian, Ami dan Gery memasuki ruangan. Ami mengenakan gaun pastel elegan, sementara Gery terlihat rapi dalam setelan formal. Mereka memasang senyum ramah, meskipun ketegangan terlihat di mata mereka.“Selamat siang, Mami, Papi,” sapa Bastian sambil berdiri dan menjabat tangan mereka. “Silakan duduk.”“Terima kasih, Nak,” jawab Ami dengan nada lembut, berusaha me

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Seketika Marah

    Pagi itu, sinar matahari yang hangat menerobos masuk melalui jendela besar di ruang makan. Aroma roti panggang yang baru keluar dari oven bercampur dengan wangi kopi hitam yang pekat memenuhi udara, menciptakan suasana nyaman di rumah keluarga Rania.Di meja makan besar, keluarga kecil itu berkumpul. Boby dan Rita duduk di sisi kepala meja, sementara Cucu, ibu angkat Rania, duduk bersebelahan dengan Bintang yang sibuk menyendokkan bubur ke mulut kecilnya. Rania, mengenakan gaun rumah sederhana berwarna pastel, duduk di sisi lain meja, tampak menikmati secangkir teh hangat.“Mama, tolong minta rotinya,” pinta Bintang dengan suaranya yang riang.Rania tersenyum, mengambil sepotong roti panggang dan menyerahkannya ke tangan kecil putranya. “Pelan-pelan makannya, Sayang. Jangan sampai tumpah lagi, ya.”“Iya, Ma,” jawab Bintang dengan pipi yang sudah menggembung karena bubur.Suasana pagi itu begitu hangat, dipenuhi c

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Berita Yang Mengusik

    Hujan deras mengguyur Bandung sejak semalam, menciptakan suasana dingin dan temaram yang terasa menusuk hingga ke tulang. Di dalam kamar bernuansa krem yang hangat, Rania duduk di tepi ranjang, menggenggam ponselnya dengan wajah terkejut. Portal berita yang terpampang di layar menampilkan sebuah judul yang membuat dadanya berdebar."Pebisnis Ternama Bastian Pramudista Akan Ceraikan Istrinya, Maya Kartika!"Rania membaca ulang judul itu, seolah ingin memastikan bahwa matanya tidak salah menangkap kata-kata yang terpampang di sana. Ia menelusuri artikel tersebut, membacanya perlahan dengan alis berkerut.Keputusan itu tak disangka. Bastian, pria yang dulu pernah mengisi ruang hatinya, kini menjadi pusat perhatian publik karena rencana perceraian ini. Nama Maya disebut-sebut terlibat dalam skandal yang mencoreng reputasi keluarga mereka.“Bastian...” bisik Rania lirih, hampir tidak percaya.Ia meletakkan ponselnya di samping, menarik napas panjang, lalu memandang keluar jendela. Rintik h

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keputusan Bulat Bastian

    Sore ini, Bastian duduk di ruang kerjanya dengan ekspresi wajah yang gelap. Di atas mejanya, berkas-berkas yang menjadi bukti nyata perselingkuhan Maya dan penyelewengan dana yang dilakukan bersama Ronal terhampar dengan jelas. Semua bukti telah ia kumpulkan, dari laporan transaksi mencurigakan hingga foto-foto dan pesan-pesan pribadi yang tidak dapat disangkal lagi.Bastian mengepalkan tangannya, mencoba mengendalikan amarah yang bergejolak dalam dadanya. Namun, semakin ia melihat bukti-bukti itu, semakin sulit baginya untuk menahan diri. Pernikahan yang ia jaga dengan segala usahanya ternyata dihancurkan begitu saja oleh orang yang seharusnya menjadi pasangannya.“Cukup sudah,” gumamnya, suaranya penuh dengan kemarahan yang tertahan.Ia mengambil tumpukan dokumen itu, lalu melangkah cepat menuju kamar utama. Pintu kamar didorongnya dengan keras, membuat Maya yang sedang duduk di depan cermin berdandan terkejut.“Bastian?” Maya berbalik, menatap suaminya dengan bingung.Bastian tidak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status