Share

Makan Malam Bersama Rania

Penulis: NHOVIE EN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-10 09:34:35
Pengadilan di Jakarta pagi ini terasa lebih sibuk dari biasanya. Suara langkah kaki bercampur dengan dengungan suara dari ruang-ruang sidang yang penuh sesak. Di salah satu ruangan mediasi, suasana tegang masih terasa meskipun sesi sudah berakhir. Aroma kayu dari meja panjang dan bangku-bangku yang melingkar memenuhi ruangan itu, seolah menyerap setiap emosi yang meluap-luap sejak pagi.

Bastian tampak duduk dengan tubuh sedikit membungkuk, tangannya memijat pelipis. Gurat kelelahan begitu jelas di wajahnya. Lingkaran hitam di bawah matanya menjadi saksi malam-malam panjang yang ia habiskan memikirkan jalan keluar dari semua kekacauan ini. Selama mediasi, ia lebih banyak diam, membiarkan pengacaranya berbicara. Sesekali ia mengangguk, tetapi sorot matanya kosong, seakan pikirannya berada di tempat lain.

Maya, yang duduk di seberangnya, terus berusaha mendominasi pembicaraan. Sesekali ia menghela napas panjang, berusaha menunjukkan bahwa ia adalah pihak yang dirugikan. Sementara itu, Ami
NHOVIE EN

Cieeee ... Bastian dan Rania sudah mulai makan malam nih yeee ... Semoga ke depannya jadi lebih baik ya. Teman-teman setuju nggak sih kalau Bastian dan Rania kita satukan? hehehe

| 8
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (13)
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
haduhhhh pergi makan berdua dan orang suruhan mau ya pasti menguntit mereka memberikan laporan serta foto2 dan maya tau bastian menemui rania posisi rania dalam incaran masalah lagi ini sihhhh...
goodnovel comment avatar
wieanton
blm kelar sm Maya buat apa dtng ke Rania? yg ada nanti si Maya tau trs playing victim LG klo dia di selingkuhi Bastian.. hadeuh gk bakalan lepas2 Bastian dr belitan Maya yg berbisa.
goodnovel comment avatar
wieanton
kdng jengkel sm Bastian rada2 lemot krng tegasnya biarpun aura dingin di dpn mata dll..tp keputusan gk bs teguh sllu ada goyahnya, pdhl dr awal kyk iya ttp pd prinsip seret Maya ke bui .tiap hr cm blng pusing kepala dgn mslh ini tp dah ada jln eh mundur lg dgn syarat2 ... lm2 si maya bertingkah lg.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Aku, Ingin Memperbaiki Semuanya

    Beberapa menit berlangsung dengan keheningan. Baik Bastian maupun Rania tidak mengucap sepatah kata pun. Hanya senyuman yang terukir di bibir masing-masing sampai akhirnya terdengar kembali suara Bastian di antara mereka.“Rania,” suara Bastian terdengar pelan, hampir seperti bisikan, namun cukup untuk membuat Rania mendongak.“Hm?” sahut Rania singkat, meletakkan gelasnya perlahan. Tatapannya penuh kehati-hatian, seolah tak ingin terjebak dalam percakapan yang terlalu dalam.Bastian menarik napas panjang, mencoba menyusun kata-kata. Tangannya mengusap pelan tepi meja kayu itu. “Aku tahu… tidak mudah bagimu untuk setuju bertemu denganku malam ini.”Rania diam. Ia hanya memandangi Bastian, menunggu pria itu melanjutkan.Bastian tersenyum kecut, mencoba meredam gugup yang perlahan menjalari tubuhnya. “Aku ingin minta maaf, Rania. Atas semua yang terjadi di masa lalu. Atas tuduhan-tuduhan yang aku lonta

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Maya Mulai Tahu

    Mobil SUV hitam yang dikendarai Bastian perlahan berhenti di depan halaman rumah Rania. Malam di Lembang terasa sunyi, hanya diselingi suara gemerisik dedaunan yang tertiup angin. Rania membuka pintu mobil, lalu melangkah keluar sambil membenahi ujung jaket hangat yang dikenakannya. Ia menoleh ke arah Bastian dengan senyum tipis.“Terima kasih sudah mengantar,” ucap Rania dengan nada formal.Bastian membalas dengan senyum kecil. “Sama-sama.” Namun, alih-alih hanya membalas dari dalam mobil, ia ikut membuka pintu dan turun, seolah ingin mengabaikan kenyataan bahwa Rania tidak memberinya undangan untuk itu.Rania hanya bisa menghela napas, merasa tak punya alasan untuk menolak secara langsung. Ia melangkah menuju pintu rumah dengan Bastian mengikutinya beberapa langkah di belakang.Pintu rumah terbuka saat mereka mendekat. Cucu berdiri di ambang pintu dengan senyum ramah, seperti biasa. “Rania, kamu sudah pulang,” katanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mencoba Menarik hati, Lagi

    Pagi itu, suasana ruang makan rumah Bastian dan Maya dipenuhi keheningan yang menyesakkan. Bastian duduk di ujung meja makan, mengenakan kemeja putih yang terlihat rapi namun tidak mengurangi kesan dingin pada dirinya. Maya, yang biasanya bersikap ceria, kini tampak lebih pendiam. Wajahnya dihiasi raut tegang saat ia berusaha mengaduk secangkir teh di depannya.Hanya suara lentingan cangkir dan piring yang beradu dengan sendok terdengar di antara mereka. Tidak ada kata yang terucap, tidak ada pandangan yang bersilang. Kehadiran mereka dalam satu ruang terasa seperti dua dunia yang terpisah.Beberapa menit berlalu, Maya menghela napas panjang. Ia meletakkan sendoknya dengan perlahan, menatap Bastian yang masih menunduk memandangi ponselnya. Dengan suara yang ia buat selembut mungkin, ia mulai membuka percakapan.“Bastian,” ucap Maya dengan nada penuh kehati-hatian. “Aku ingin meminta maaf. Aku tahu apa yang kulakukan dulu salah... dan aku hampir menghancurkan segalanya. Tapi aku benar-

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mimpi Buruk

    Langit di atas padang itu terlihat merah jingga, seperti sore yang kehilangan harapan. Bintang kecil berlari-lari dengan riangnya, tangan mungilnya mengejar kupu-kupu putih yang terbang rendah. Tawa ceria anak itu menggema, mengalirkan kehangatan yang membuat Rania tersenyum di kejauhan. Namun, langit perlahan gelap. Awan kelabu menggulung, menutupi mentari.Dari kejauhan, seekor burung elang besar melayang, kepakan sayapnya memotong udara dengan suara nyaring. Rania berteriak, memperingatkan Bintang, tetapi suara angin dan kepakan sayap menenggelamkan suaranya. Burung itu mendekat, matanya yang tajam seperti menusuk hati Rania.“Elang itu tidak akan...,” gumamnya dalam hati, tetapi ketakutannya menjadi kenyataan. Dengan kecepatan tak terduga, elang itu menyambar tubuh mungil Bintang. Teriakan anak kecil itu menggema saat cakar tajam burung itu mencengkeram tubuhnya.“Tidak! Jangan bawa anakku! Jangan!” Rania mencoba berlari, tetapi kakin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Perangkap Di Jalan Sepi

    Pagi yang tenang dan Rania terus memacu mobil kecilnya melewati jalanan yang mulai sepi seiring dengan jarak yang kian jauh dari keramaian kota. Ia menikmati perjalanan, ditemani musik lembut yang mengalun dari radio mobil. Tidak ada firasat buruk, tidak ada bayangan bahwa sesuatu akan merusak pagi yang damai itu.Namun, semuanya berubah ketika ia mendekati tikungan tajam di jalan pedesaan. Dari kejauhan, Rania melihat sesuatu yang membuat hatinya tercekat. Di tengah jalan, seorang wanita terduduk dengan sepeda motor tergeletak di aspal. Di pelukannya, seorang bayi yang tampak berlumuran darah menangis keras.Naluri kemanusiaan Rania langsung tersentuh. Ia segera menepikan mobilnya, mematikan mesin, dan keluar dengan langkah cepat. “Ibu, Anda baik-baik saja?” tanyanya, setengah berteriak sambil mendekat.Wanita itu mengangkat wajahnya, mata basah oleh air mata, namun tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Ia hanya memeluk bayi itu erat-erat, seola

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Ternyata, Maya

    Di dalam kamar mewahnya, Maya sedang duduk santai di sofa dengan segelas anggur di tangannya. Televisi menyala tanpa suara, hanya menjadi latar yang tidak ia pedulikan. Di meja samping, laptop terbuka menampilkan laporan bisnis yang baru saja dikirimkan sekretarisnya. Namun, perhatian Maya tidak ada pada layar itu. Ia sedang menunggu sesuatu, sesuatu yang lebih penting daripada urusan pekerjaan.Sembari menunggu kabar penting itu, Maya memainkan jarinya di atas layar ponselnya. Ia berselancar di dunia maya walau pikirannya tidak sepenuhnya ada di sana. Bahkan video lucu yang lewat saja, tidak mampu membuat Maya tersenyum dan bergeming. Wajahnya masih datar sebab pikirannya memang tidak ada di sana saat ini.Ponselnya bergetar. Nama yang sudah ia tunggu-tunggu muncul di layar. Senyum tipis menghiasi wajahnya sebelum ia menggeser ikon hijau untuk menjawab panggilan itu. “Halo?” sapanya dengan nada tenang, tapi penuh dominasi.Suara seorang pria dari ujung telepon terdengar. “Bu Maya, se

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Perjuangaan Untuk Bertahan

    Waktu di dinding ruang tamu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Suara detaknya terdengar lebih pelan dari biasanya, seperti memperburuk suasana yang sudah mencekam. Cucu duduk di sofa dengan wajah penuh kekhawatiran, sementara Bintang, yang biasanya ceria, kini tertidur lelap di kamar setelah puas bermain seharian.Namun, hati Cucu sama sekali tidak tenang. Sesekali ia bangkit dari sofa, berjalan ke teras, lalu mengintip ke jalan dengan harapan melihat lampu mobil Rania muncul dari kejauhan. Tetapi, seperti sebelumnya, jalanan tetap lengang.“Rania, kamu di mana sih?” gumam Cucu sambil menghela napas berat. Ia memutuskan untuk mencoba menelepon lagi, tetapi hasilnya tetap sama.Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi. Kalimat otomatis itu semakin membuat dadanya sesak.Dengan tangan sedikit gemetar, Cucu menekan nomor telepon Rania sekali lagi. Harapan tipis masih ada, tetapi jawaban yang ia dapatkan tetap sama. Ponsel Rania mati.Di sela keheningan malam, suara langkah kaki ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Semakin Melemah

    Empat hari sudah Rania terkurung di dalam ruangan tua itu. Dingin dan pengapnya udara memenuhi setiap sudut, membuat napas Rania terasa berat. Tubuhnya terkulai lemas di atas lantai beralas tikar lusuh yang baunya menyengat. Rambut panjangnya kusut tak terurus, wajahnya pucat dan penuh gurat lelah. Pakaian yang ia kenakan sejak pertama kali diculik kini kotor, kusam, dan berbau.Rania memejamkan matanya, mencoba melupakan kondisi yang menyiksanya. Namun, setiap kali ia menghirup napas, kenyataan pahit itu kembali menyergapnya. Tubuhnya menggigil, bukan hanya karena dingin, tapi juga karena rasa putus asa yang semakin menggerogoti semangatnya.Di luar ruangan itu, tiga orang penyekap berkumpul di ruang tengah yang sama lusuhnya. Wanita berusia akhir tiga puluhan dengan rambut diikat tinggi—yang dikenal sebagai ketua kelompok—berdiri sambil mondar-mandir. Wajahnya menunjukkan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan. Dua pria lain duduk di kursi kayu yang sudah reyot, saling bertukar pa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17

Bab terbaru

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Makan Malam Istimewa

    Malam itu, ruang makan di rumah mewah milik Boby dan Rita dipenuhi suasana hangat. Meja panjang yang dihiasi vas bunga mawar putih di tengahnya terlihat penuh dengan hidangan lezat. Keluarga kecil yang baru saja merasakan kebahagiaan sejati selama beberapa bulan terakhir duduk bersama, menikmati waktu makan malam yang istimewa.Di ujung meja, Bintang, bocah kecil berusia hampir dua tahun, duduk di kursi tinggi miliknya. Wajah mungilnya tampak berseri-seri, matanya berbinar penuh antusias saat menunjuk ke arah sepiring kue cokelat yang baru saja dihidangkan oleh pelayan rumah.“Mau kue itu, Ma!” serunya, suaranya nyaring dan penuh semangat.Rania, yang duduk di sampingnya, tersenyum lembut namun tetap tegas. “Bintang, kita makan nasi dulu, ya. Kalau sudah habis, baru boleh makan kue.”Bintang mengerucutkan bibirnya, tanda ia tidak setuju. “Enggak mau! Kue dulu!”Rita, yang duduk di sisi lain meja, langsung merespons dengan nada penuh kasih. “Biarkan saja, Rania. Oma ambilkan kuenya, ya

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kehadiran Satria

    Pagi itu, suasana kediaman keluarga Boby terasa berbeda. Sinar matahari menyelinap lembut di antara tirai jendela besar, menyinari seorang wanita muda yang berdiri di depan cermin panjang. Rania tampak luar biasa anggun dalam setelan blazer putih bersih yang dipadukan dengan rok pensil senada. Rambutnya disanggul rapi, memberikan kesan profesional namun tetap bersahaja. Sebuah bros kecil berbentuk bunga tersemat di kerah blazer, menambah sentuhan manis pada penampilannya.“Kamu sudah siap, Sayang?” suara berat namun lembut Boby terdengar dari balik pintu. Pria paruh baya itu melangkah masuk, mengenakan setelan jas hitam yang membuatnya tampak semakin berwibawa. Matanya penuh kebanggaan saat memandang putri semata wayangnya.“Sudah, Pa. Tapi… masih sedikit gugup,” jawab Rania sembari tersenyum tipis. Tangannya sibuk merapikan bros di blazer, mencoba mengusir rasa gugup yang perlahan menyeruak.Boby mendekat, menepuk pundak Rania dengan lembut. “Tidak perlu gugup. Kamu pasti bisa. Papa

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dia Memang Maya!

    Hari masih pagi ketika Boby, Rita, dan Rania tiba di Surabaya. Perjalanan ini bukan perjalanan biasa, ada misi besar yang ingin mereka selesaikan. Bersama mereka, hadir seorang pengacara andal yang dipercaya Boby untuk menangani kasus ini dengan cermat.Berkat koneksi Boby, mereka dengan mudah mendapatkan akses untuk berbicara dengan salah satu tahanan—wanita yang menjadi otak di balik penyekapan Rania. Suasana di ruangan khusus tempat pertemuan berlangsung terasa dingin dan penuh ketegangan. Wanita itu duduk di seberang mereka, dengan raut wajah keras yang menggambarkan pengalaman hidup penuh lika-liku.“Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan?” tanya wanita itu, memecah keheningan dengan nada menantang.Boby duduk dengan tenang, memperhatikan wanita itu dengan tatapan tajam. “Kami ingin tahu kebenaran. Siapa yang menyuruhmu mencelakai putriku?”Wanita itu mendengus, mengalihkan pandangannya. “Saya tidak tahu apa yang Anda bicarakan.”Rita menghela napas, mencoba pendekatan yang lebih

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mereka Tertangkap

    Suasana malam itu masih hening. Boby dan Rita masih saling pandang seraya memerhatikan putri mereka yang terlihat banyak menyimpan luka.Rita kemudian meraih tangan Rania, menggenggamnya dengan lembut. “Kami tidak ingin memaksa, sayang. Apa pun keputusanmu, kami akan mendukungmu. Tapi jika suatu saat kamu merasa siap untuk menghadapi Bastian, kami akan ada di sisimu.”Rania menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih, Ma. Aku hanya butuh waktu untuk menyembuhkan semuanya.”Boby berdiri, berjalan mendekati putrinya. Ia menepuk pundak Rania dengan penuh kasih sayang. “Yang penting kamu bahagia, Rania. Itu yang paling utama.”Malam itu, Rania mencoba merenung di kamarnya. Ia tahu bahwa menghindari Bastian selamanya bukanlah solusi. Namun, hatinya masih terlalu terluka untuk kembali membuka pintu bagi pria itu. Kini, yang ia butuhkan adalah waktu—waktu untuk menemukan kembali kekuatannya, waktu untuk menyembuhkan lukanya, dan waktu untuk menentukan langkah berikutnya dalam hidu

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Maya Melihat Rania Yang Baru

    Dua bulan berlalu, dan kehidupan Rania berubah drastis. Kini ia bukan lagi gadis sederhana yang hidup di Lembang, melainkan seorang wanita anggun yang memancarkan pesona luar biasa. Perubahan itu begitu kentara, dari caranya berbicara hingga kepercayaan diri yang perlahan tumbuh. Namun, selama dua bulan terakhir, Rania memilih menghindar dari dunia luar, termasuk dari Bastian. Ia memutuskan untuk fokus pada dirinya, mempersiapkan diri menjadi sosok yang baru.Hari ini adalah hari besar. Untuk pertama kalinya, Rania akan diperkenalkan kepada keluarga besar dan kolega Boby serta Rita. Sebuah acara istimewa digelar di ballroom mewah salah satu hotel bintang lima di Bandung.Sore itu, ballroom tersebut dipenuhi oleh dekorasi elegan bernuansa emas dan putih. Meja-meja bundar ditata sempurna, dikelilingi tamu undangan dari keluarga besar hingga kolega bisnis Boby. Semua hadir dengan antusias, tak sabar menyaksikan kejutan malam itu.Rania berdiri di balik pintu utama ballroom, mengenakan ga

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Terbuka Pada Rita dan Boby

    Setelah keheningan sejenak yang terasa membebani di pikiran Rania, Rania pun akhirnya membuka suara. Ia pandangi wajah Rita dan Boby bergantian, mencoba meyakinkan hati kalau memang sudah saatnya ia jujur.Pada akhirnya, Rania menghela napas panjang. Ia tahu, cepat atau lambat, ia harus menceritakan semuanya. Setelah beberapa saat, ia akhirnya bersuara.“Bastian…” Rania memulai dengan suara yang gemetar. Ia menatap Rita dan Boby bergantian, mencari keberanian di mata mereka yang penuh perhatian. “Dia adalah… ayah kandung Bintang.”Rita yang tadinya tenang kini sedikit terkejut. Matanya membulat, tapi ia tetap menjaga ekspresinya agar tidak membuat Rania merasa terhakimi. Boby pun mengernyit, namun tetap sabar menunggu penjelasan lebih lanjut.“Hubungan kami dulu sangat rumit,” lanjut Rania dengan suara yang mulai bergetar. “Kami sempat berpacaran ketika masih kuliah. Kami sempat punya Impian untuk hi

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Membuka Kisah Lama

    Udara malam di taman belakang rumah Boby dan Rita terasa sejuk, dihiasi gemerlap bintang di langit yang cerah. Gemericik air dari kolam kecil di tengah taman memberikan ketenangan tersendiri. Rania duduk di salah satu kursi taman, ditemani secangkir cokelat hangat yang mengepul di tangannya. Boby dan Rita duduk di seberangnya, masing-masing dengan secangkir cokelat dan sepiring brownies di atas meja kecil di antara mereka.Setelah Bintang terlelap, mereka memutuskan ini waktu yang tepat untuk berbincang lebih dalam. Boby membuka percakapan dengan suara lembut namun penuh ketegasan.“Rania,” katanya, menatap putrinya dengan penuh haru, “Ada hal yang selama ini belum sempat kami ceritakan. Kami ingin kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi dulu.”Rania memandang ayah kandungnya dengan ekspresi campur aduk. Ia tahu percakapan ini penting, namun ia tidak menyangka akan langsung membahas masa lalu.“Dulu,” Boby melanjutkan, &l

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kebahagiaan Baru Untuk Bintang

    Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam ketika sebuah mobil SUV hitam berhenti perlahan di depan rumah kecil yang dulunya dihuni oleh Rania di Lembang. Lampu depan mobil itu memancar terang, menerangi halaman yang tampak sunyi. Dari dalam mobil, seorang pria bertubuh tegap dengan wajah yang memancarkan ketegasan turun. Itu adalah Bastian.Langkahnya mantap menuju pintu utama. Tangannya mengetuk dengan sopan, berharap suara ketukan itu akan memanggil seseorang dari dalam. Namun, alih-alih melihat Rania atau Cucu, seorang gadis muda yang tak dikenalnya membuka pintu.“Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?” Gadis itu menyapa ramah, menatap Bastian dengan sedikit rasa heran.“Selamat malam,” Bastian menjawab sambil melirik ke dalam rumah yang terlihat berbeda dari yang ia ingat. “Rania dan Bintang ada di rumah?” tanyanya langsung.Gadis itu tersenyum kecil. “Oh, maaf, mbak Rania dan keluarganya sudah pindah ke Band

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Peran Baru

    Setelah hari-hari penuh pertimbangan dan renungan, Rania akhirnya mantap dengan keputusannya. Pagi ini, ia, Bintang, dan Cucu bersiap meninggalkan rumah kecil mereka di Lembang untuk memulai babak baru di Bandung. Udara pagi Lembang terasa sejuk seperti biasa, namun ada rasa haru yang mengiringi kepergian mereka.Mobil SUV putih yang dikemudikan sopir pribadi Rita sudah menunggu di depan rumah. Tidak banyak barang yang mereka bawa, hanya koper kecil berisi pakaian dan beberapa barang penting. Rita sudah menyiapkan segalanya di rumah baru mereka, memastikan Rania dan Bintang tidak perlu repot membawa banyak hal.Mobil pick up milik Rania pun ikut menanti mereka. Mobil itu sudah penuh dengan barang-barang milik Bintang. Mainan baru yang sangat banyak. Tidak hanya dari nenek dan kakeknya, tapi juga dari Bastian. Awalnya Rita meminta agar barang-barang itu ditinggalkan saja, Rita akan belikan yang baru di Bandung. Namun Rania menolak, ia sudah terbiasa hidup sederhana. Jadi Rania tidak ma

DMCA.com Protection Status