Home / Romansa / Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder / Aku, Ingin Memperbaiki Semuanya

Share

Aku, Ingin Memperbaiki Semuanya

Author: NHOVIE EN
last update Last Updated: 2024-12-11 10:00:20

Beberapa menit berlangsung dengan keheningan. Baik Bastian maupun Rania tidak mengucap sepatah kata pun. Hanya senyuman yang terukir di bibir masing-masing sampai akhirnya terdengar kembali suara Bastian di antara mereka.

“Rania,” suara Bastian terdengar pelan, hampir seperti bisikan, namun cukup untuk membuat Rania mendongak.

“Hm?” sahut Rania singkat, meletakkan gelasnya perlahan. Tatapannya penuh kehati-hatian, seolah tak ingin terjebak dalam percakapan yang terlalu dalam.

Bastian menarik napas panjang, mencoba menyusun kata-kata. Tangannya mengusap pelan tepi meja kayu itu. “Aku tahu… tidak mudah bagimu untuk setuju bertemu denganku malam ini.”

Rania diam. Ia hanya memandangi Bastian, menunggu pria itu melanjutkan.

Bastian tersenyum kecut, mencoba meredam gugup yang perlahan menjalari tubuhnya. “Aku ingin minta maaf, Rania. Atas semua yang terjadi di masa lalu. Atas tuduhan-tuduhan yang aku lonta

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (11)
goodnovel comment avatar
Fatimah Azzahra
kalo udah denger gini pasti deh rania jd bimbang,kalaupun rania tau batasan hubungannya dg bastian,tapiii perasaan lama itu mungkin akan bersemi kembali
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
ga usah terlalu memberi harapan pada rania bas... selesaikan dulu pokok masalah dalam hidupmu semakin kamu mendekati rania saat ini artinya kamu menyeret rania dalam masalah pelik mu kasian rania jika dia harus menanggung semua cerita lagi apalagi skrg ada bintang yg harus dilindungi
goodnovel comment avatar
wieanton
seandainya kembali pun msh ada bnyk hal yg hrs di luruskan, gk semudah itu buat Bastian & Rania kembali bersama apalagi status Bastian msh suaminya Maya.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Maya Mulai Tahu

    Mobil SUV hitam yang dikendarai Bastian perlahan berhenti di depan halaman rumah Rania. Malam di Lembang terasa sunyi, hanya diselingi suara gemerisik dedaunan yang tertiup angin. Rania membuka pintu mobil, lalu melangkah keluar sambil membenahi ujung jaket hangat yang dikenakannya. Ia menoleh ke arah Bastian dengan senyum tipis.“Terima kasih sudah mengantar,” ucap Rania dengan nada formal.Bastian membalas dengan senyum kecil. “Sama-sama.” Namun, alih-alih hanya membalas dari dalam mobil, ia ikut membuka pintu dan turun, seolah ingin mengabaikan kenyataan bahwa Rania tidak memberinya undangan untuk itu.Rania hanya bisa menghela napas, merasa tak punya alasan untuk menolak secara langsung. Ia melangkah menuju pintu rumah dengan Bastian mengikutinya beberapa langkah di belakang.Pintu rumah terbuka saat mereka mendekat. Cucu berdiri di ambang pintu dengan senyum ramah, seperti biasa. “Rania, kamu sudah pulang,” katanya

    Last Updated : 2024-12-11
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mencoba Menarik hati, Lagi

    Pagi itu, suasana ruang makan rumah Bastian dan Maya dipenuhi keheningan yang menyesakkan. Bastian duduk di ujung meja makan, mengenakan kemeja putih yang terlihat rapi namun tidak mengurangi kesan dingin pada dirinya. Maya, yang biasanya bersikap ceria, kini tampak lebih pendiam. Wajahnya dihiasi raut tegang saat ia berusaha mengaduk secangkir teh di depannya.Hanya suara lentingan cangkir dan piring yang beradu dengan sendok terdengar di antara mereka. Tidak ada kata yang terucap, tidak ada pandangan yang bersilang. Kehadiran mereka dalam satu ruang terasa seperti dua dunia yang terpisah.Beberapa menit berlalu, Maya menghela napas panjang. Ia meletakkan sendoknya dengan perlahan, menatap Bastian yang masih menunduk memandangi ponselnya. Dengan suara yang ia buat selembut mungkin, ia mulai membuka percakapan.“Bastian,” ucap Maya dengan nada penuh kehati-hatian. “Aku ingin meminta maaf. Aku tahu apa yang kulakukan dulu salah... dan aku hampir menghancurkan segalanya. Tapi aku benar-

    Last Updated : 2024-12-12
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mimpi Buruk

    Langit di atas padang itu terlihat merah jingga, seperti sore yang kehilangan harapan. Bintang kecil berlari-lari dengan riangnya, tangan mungilnya mengejar kupu-kupu putih yang terbang rendah. Tawa ceria anak itu menggema, mengalirkan kehangatan yang membuat Rania tersenyum di kejauhan. Namun, langit perlahan gelap. Awan kelabu menggulung, menutupi mentari.Dari kejauhan, seekor burung elang besar melayang, kepakan sayapnya memotong udara dengan suara nyaring. Rania berteriak, memperingatkan Bintang, tetapi suara angin dan kepakan sayap menenggelamkan suaranya. Burung itu mendekat, matanya yang tajam seperti menusuk hati Rania.“Elang itu tidak akan...,” gumamnya dalam hati, tetapi ketakutannya menjadi kenyataan. Dengan kecepatan tak terduga, elang itu menyambar tubuh mungil Bintang. Teriakan anak kecil itu menggema saat cakar tajam burung itu mencengkeram tubuhnya.“Tidak! Jangan bawa anakku! Jangan!” Rania mencoba berlari, tetapi kakin

    Last Updated : 2024-12-13
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Perangkap Di Jalan Sepi

    Pagi yang tenang dan Rania terus memacu mobil kecilnya melewati jalanan yang mulai sepi seiring dengan jarak yang kian jauh dari keramaian kota. Ia menikmati perjalanan, ditemani musik lembut yang mengalun dari radio mobil. Tidak ada firasat buruk, tidak ada bayangan bahwa sesuatu akan merusak pagi yang damai itu.Namun, semuanya berubah ketika ia mendekati tikungan tajam di jalan pedesaan. Dari kejauhan, Rania melihat sesuatu yang membuat hatinya tercekat. Di tengah jalan, seorang wanita terduduk dengan sepeda motor tergeletak di aspal. Di pelukannya, seorang bayi yang tampak berlumuran darah menangis keras.Naluri kemanusiaan Rania langsung tersentuh. Ia segera menepikan mobilnya, mematikan mesin, dan keluar dengan langkah cepat. “Ibu, Anda baik-baik saja?” tanyanya, setengah berteriak sambil mendekat.Wanita itu mengangkat wajahnya, mata basah oleh air mata, namun tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Ia hanya memeluk bayi itu erat-erat, seola

    Last Updated : 2024-12-14
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Ternyata, Maya

    Di dalam kamar mewahnya, Maya sedang duduk santai di sofa dengan segelas anggur di tangannya. Televisi menyala tanpa suara, hanya menjadi latar yang tidak ia pedulikan. Di meja samping, laptop terbuka menampilkan laporan bisnis yang baru saja dikirimkan sekretarisnya. Namun, perhatian Maya tidak ada pada layar itu. Ia sedang menunggu sesuatu, sesuatu yang lebih penting daripada urusan pekerjaan.Sembari menunggu kabar penting itu, Maya memainkan jarinya di atas layar ponselnya. Ia berselancar di dunia maya walau pikirannya tidak sepenuhnya ada di sana. Bahkan video lucu yang lewat saja, tidak mampu membuat Maya tersenyum dan bergeming. Wajahnya masih datar sebab pikirannya memang tidak ada di sana saat ini.Ponselnya bergetar. Nama yang sudah ia tunggu-tunggu muncul di layar. Senyum tipis menghiasi wajahnya sebelum ia menggeser ikon hijau untuk menjawab panggilan itu. “Halo?” sapanya dengan nada tenang, tapi penuh dominasi.Suara seorang pria dari ujung telepon terdengar. “Bu Maya, se

    Last Updated : 2024-12-15
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Perjuangaan Untuk Bertahan

    Waktu di dinding ruang tamu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Suara detaknya terdengar lebih pelan dari biasanya, seperti memperburuk suasana yang sudah mencekam. Cucu duduk di sofa dengan wajah penuh kekhawatiran, sementara Bintang, yang biasanya ceria, kini tertidur lelap di kamar setelah puas bermain seharian.Namun, hati Cucu sama sekali tidak tenang. Sesekali ia bangkit dari sofa, berjalan ke teras, lalu mengintip ke jalan dengan harapan melihat lampu mobil Rania muncul dari kejauhan. Tetapi, seperti sebelumnya, jalanan tetap lengang.“Rania, kamu di mana sih?” gumam Cucu sambil menghela napas berat. Ia memutuskan untuk mencoba menelepon lagi, tetapi hasilnya tetap sama.Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi. Kalimat otomatis itu semakin membuat dadanya sesak.Dengan tangan sedikit gemetar, Cucu menekan nomor telepon Rania sekali lagi. Harapan tipis masih ada, tetapi jawaban yang ia dapatkan tetap sama. Ponsel Rania mati.Di sela keheningan malam, suara langkah kaki ter

    Last Updated : 2024-12-16
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Semakin Melemah

    Empat hari sudah Rania terkurung di dalam ruangan tua itu. Dingin dan pengapnya udara memenuhi setiap sudut, membuat napas Rania terasa berat. Tubuhnya terkulai lemas di atas lantai beralas tikar lusuh yang baunya menyengat. Rambut panjangnya kusut tak terurus, wajahnya pucat dan penuh gurat lelah. Pakaian yang ia kenakan sejak pertama kali diculik kini kotor, kusam, dan berbau.Rania memejamkan matanya, mencoba melupakan kondisi yang menyiksanya. Namun, setiap kali ia menghirup napas, kenyataan pahit itu kembali menyergapnya. Tubuhnya menggigil, bukan hanya karena dingin, tapi juga karena rasa putus asa yang semakin menggerogoti semangatnya.Di luar ruangan itu, tiga orang penyekap berkumpul di ruang tengah yang sama lusuhnya. Wanita berusia akhir tiga puluhan dengan rambut diikat tinggi—yang dikenal sebagai ketua kelompok—berdiri sambil mondar-mandir. Wajahnya menunjukkan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan. Dua pria lain duduk di kursi kayu yang sudah reyot, saling bertukar pa

    Last Updated : 2024-12-17
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dibuang Begitu Saja

    Waktu terus berlalu. Jam pada ponsel Reni menunjukkan pukul dua dini hari. Suasana di rumah tua itu semakin sunyi, hanya diiringi suara jangkrik yang bersahutan di luar jendela. Dua anak buahnya terlelap di ruang tengah, sementara Reni masih terjaga. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya—entah firasat buruk atau sekadar keresahan yang tak jelas ujungnya.“Ah, lihat dulu si tawanan,” gumamnya lirih sambil mengusap wajahnya yang kusut. Reni bangkit dari duduknya dengan langkah malas, menyambar senter kecil, lalu berjalan menuju ruangan tempat Rania disekap.Reni membuka pintu perlahan, suara engsel berderit membuat bulu kuduk merinding. Sinar lampu redup menerangi sudut ruangan, dan di sana Rania terkulai di lantai dengan tubuh yang tampak lebih lemah dari sebelumnya. Awalnya, Reni hanya memandang dengan mata menyipit, memastikan bahwa tawanan itu masih bernapas. Namun langkahnya mendadak terhenti ketika ia menyadari sesuatu—hening yang mematikan.Wajah Rania terlihat pucat pasi. Napas

    Last Updated : 2024-12-18

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Ketegasan Rania

    Malam menjelang, suasana di kamar Rania terasa begitu hening. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar samar di sela-sela lamunannya. Ia duduk di tepi ranjang, memeluk lutut sambil menatap kosong ke arah jendela yang sedikit terbuka. Angin malam yang sejuk menyelinap masuk, mengusap lembut wajahnya yang terlihat sendu.Kehadiran Bastian tadi siang benar-benar mengusik pikirannya. Entah kenapa, ada perasaan yang sulit ia jelaskan setiap kali berhadapan dengan pria itu. Apalagi, saat melihat bagaimana Bastian memandang Bintang—anak yang selama ini ia besarkan sendiri tanpa kehadiran seorang ayah.Satria juga ada di sana. Pria itu seolah tidak pernah menyerah untuk mendekatinya dan berusaha mengambil peran dalam hidupnya dan Bintang. Rania menghela napas berat. Kepalanya semakin penuh dengan berbagai pikiran yang berputar tanpa henti.Tiba-tiba, suara nada dering ponselnya membuyarkan lamunannya. Dengan ragu, ia meraih ponsel yang tergeletak di meja nakas. Nama Bastian terpampang jel

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan yang Penuh Ketegangan

    Hari itu, udara Bandung terasa sejuk dengan semilir angin yang menyusup di sela-sela pepohonan. Di rumah keluarga Rania, suasana terasa hangat. Di ruang makan, meja panjang telah dipenuhi hidangan, tanda mereka bersiap untuk makan siang bersama. Rania duduk bersama kedua orang tuanya, Rita dan Boby, serta ibu angkatnya, Cucu. Satria juga ada di sana, duduk di samping Bintang, sambil bercanda dengan bocah kecil itu.Tawa Bintang mengisi ruangan. Anak itu begitu riang ketika Satria menunjukkan cara membuat origami sederhana dari tisu."Om Satria bisa bikin ini lagi?" tanya Bintang sambil memegang hasil origami berbentuk burung kecil."Tentu, Bintang. Om bisa buat yang lebih bagus lagi kalau kamu mau," jawab Satria sambil tersenyum hangat.Namun, suasana ceria itu tiba-tiba terhenti ketika terdengar suara bel dari pintu depan. Semua kepala menoleh ke arah sumber suara."Siapa, ya?" gumam Rita sambil melirik Rania."Aku buka pintu, Ma," ujar Rania sambil beranjak.Saat pintu terbuka, Rani

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Maaf, Aku Tidak Suka!

    Pagi itu, sinar matahari masuk melalui jendela ruang keluarga rumah Rania. Di atas meja, beberapa cangkir teh hangat tersusun rapi, sementara di ruang tamu terdengar tawa renyah Bintang yang sedang bermain di atas karpet bersama mobil-mobilan kecilnya.“Ma, lihat ini!” teriak Bintang sambil menunjukkan mainan barunya yang kemarin ia beli bersama Rania.Sebelum Rania sempat menjawab, suara bel rumah berbunyi.“Sebentar, Bintang,” kata Rania sambil melangkah ke pintu.Begitu pintu terbuka, seorang pria dengan setelan kasual—kaus putih dan celana jeans—tersenyum hangat. Satria, pria yang belakangan ini sering mampir ke rumah Rania, berdiri dengan sebuah kantong kertas besar di tangannya.“Pagi, Rania. Ini untuk Bintang,” ujarnya sambil menyerahkan kantong itu.Rania melirik kantong tersebut, lalu ke arah Satria dengan ekspresi sedikit bingung. “Kamu nggak perlu repot-repot setiap kali datang, Mas.”Satria hanya tertawa kecil. “Aku nggak merasa repot, kok. Aku senang bisa membawakan sesua

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dunia Baru Maya

    Kepulan asap pesawat terbang tampak membumbung tinggi di udara Bandara Soekarno-Hatta. Maya berdiri di tepi jendela kaca besar di ruang tunggu, memandang ke arah landasan pacu. Matanya kosong, wajahnya lelah, tetapi bibirnya tetap membentuk garis tegas seolah ia tidak ingin menunjukkan kelemahan. Di tangannya, paspor dan tiket penerbangan ke Frankfurt, Jerman, tergenggam erat.Hari ini, segalanya berubah. Perceraian yang baru saja disahkan beberapa minggu lalu telah menghapus statusnya sebagai istri dari Bastian, seorang pengusaha ternama di Jakarta.“Bu Maya, sudah waktunya boarding,” suara sopir pribadinya memecah keheningan.Maya menoleh sekilas. “Kamu pulang saja. Terima kasih sudah mengantarkan,” jawabnya singkat.Pria itu mengangguk hormat sebelum pergi, meninggalkan Maya sendirian.Maya menarik napas panjang dan berjalan menuju gerbang keberangkatan. Sepanjang langkahnya, ingatan tentang rumah megah yang pernah ia tinggali bersama Bastian menghantui pikirannya. Di sana, ia pern

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kerinduan Terhadap Kampung Halaman

    Pagi ini, aroma embun bercampur harum bunga dari taman rumah Rania membuat suasana terasa sejuk. Udara segar Bandung menjadi pelengkap sempurna untuk perjalanan menuju Lembang. Sebuah mobil SUV hitam mewah sudah terparkir rapi di depan rumah, menunggu penumpangnya.Seorang sopir pribadi berdiri di sisi mobil, mengenakan seragam rapi, sementara seorang bodyguard berjaga tidak jauh darinya. Tugas mereka hari ini adalah memastikan perjalanan keluarga Rania berjalan lancar dan aman.Rania muncul dari dalam rumah, mengenakan pakaian kasual tetapi tetap elegan. Rambutnya yang tergerai membuat wajahnya terlihat segar meski kesibukan akhir-akhir ini menguras energinya. Di sampingnya, Bintang berlari kecil dengan semangat khas anak kecil, menggenggam tangan boneka superhero kesayangannya.“Mama, nanti di Lembang kita bisa lihat bunga banyak, kan?” tanya Bintang dengan mata berbinar.“Tentu saja, Sayang,” jawab Rania sambil mengusap kepala p

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keteguhan Hati Bastian

    Siang itu, matahari menyinari gedung perkantoran megah yang menjadi pusat kesibukan Bastian sehari-hari. Di lantai paling atas, ruangan kantor Bastian tampak luas dengan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan kota Jakarta yang sibuk. Suasana ruangan beraroma kopi dan kayu cedar, mencerminkan kepribadian Bastian yang tegas dan profesional.Seorang asisten mengetuk pintu sebelum membukanya. “Pak Bastian, ada Bu Ami dan Pak Gery yang ingin bertemu.”Bastian, yang tengah duduk di belakang meja kerjanya, menghentikan pekerjaannya sejenak. Ia menatap asistennya dengan ekspresi tenang. “Persilakan mereka masuk.”Beberapa saat kemudian, Ami dan Gery memasuki ruangan. Ami mengenakan gaun pastel elegan, sementara Gery terlihat rapi dalam setelan formal. Mereka memasang senyum ramah, meskipun ketegangan terlihat di mata mereka.“Selamat siang, Mami, Papi,” sapa Bastian sambil berdiri dan menjabat tangan mereka. “Silakan duduk.”“Terima kasih, Nak,” jawab Ami dengan nada lembut, berusaha me

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Seketika Marah

    Pagi itu, sinar matahari yang hangat menerobos masuk melalui jendela besar di ruang makan. Aroma roti panggang yang baru keluar dari oven bercampur dengan wangi kopi hitam yang pekat memenuhi udara, menciptakan suasana nyaman di rumah keluarga Rania.Di meja makan besar, keluarga kecil itu berkumpul. Boby dan Rita duduk di sisi kepala meja, sementara Cucu, ibu angkat Rania, duduk bersebelahan dengan Bintang yang sibuk menyendokkan bubur ke mulut kecilnya. Rania, mengenakan gaun rumah sederhana berwarna pastel, duduk di sisi lain meja, tampak menikmati secangkir teh hangat.“Mama, tolong minta rotinya,” pinta Bintang dengan suaranya yang riang.Rania tersenyum, mengambil sepotong roti panggang dan menyerahkannya ke tangan kecil putranya. “Pelan-pelan makannya, Sayang. Jangan sampai tumpah lagi, ya.”“Iya, Ma,” jawab Bintang dengan pipi yang sudah menggembung karena bubur.Suasana pagi itu begitu hangat, dipenuhi c

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Berita Yang Mengusik

    Hujan deras mengguyur Bandung sejak semalam, menciptakan suasana dingin dan temaram yang terasa menusuk hingga ke tulang. Di dalam kamar bernuansa krem yang hangat, Rania duduk di tepi ranjang, menggenggam ponselnya dengan wajah terkejut. Portal berita yang terpampang di layar menampilkan sebuah judul yang membuat dadanya berdebar."Pebisnis Ternama Bastian Pramudista Akan Ceraikan Istrinya, Maya Kartika!"Rania membaca ulang judul itu, seolah ingin memastikan bahwa matanya tidak salah menangkap kata-kata yang terpampang di sana. Ia menelusuri artikel tersebut, membacanya perlahan dengan alis berkerut.Keputusan itu tak disangka. Bastian, pria yang dulu pernah mengisi ruang hatinya, kini menjadi pusat perhatian publik karena rencana perceraian ini. Nama Maya disebut-sebut terlibat dalam skandal yang mencoreng reputasi keluarga mereka.“Bastian...” bisik Rania lirih, hampir tidak percaya.Ia meletakkan ponselnya di samping, menarik napas panjang, lalu memandang keluar jendela. Rintik h

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keputusan Bulat Bastian

    Sore ini, Bastian duduk di ruang kerjanya dengan ekspresi wajah yang gelap. Di atas mejanya, berkas-berkas yang menjadi bukti nyata perselingkuhan Maya dan penyelewengan dana yang dilakukan bersama Ronal terhampar dengan jelas. Semua bukti telah ia kumpulkan, dari laporan transaksi mencurigakan hingga foto-foto dan pesan-pesan pribadi yang tidak dapat disangkal lagi.Bastian mengepalkan tangannya, mencoba mengendalikan amarah yang bergejolak dalam dadanya. Namun, semakin ia melihat bukti-bukti itu, semakin sulit baginya untuk menahan diri. Pernikahan yang ia jaga dengan segala usahanya ternyata dihancurkan begitu saja oleh orang yang seharusnya menjadi pasangannya.“Cukup sudah,” gumamnya, suaranya penuh dengan kemarahan yang tertahan.Ia mengambil tumpukan dokumen itu, lalu melangkah cepat menuju kamar utama. Pintu kamar didorongnya dengan keras, membuat Maya yang sedang duduk di depan cermin berdandan terkejut.“Bastian?” Maya berbalik, menatap suaminya dengan bingung.Bastian tidak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status