Setelah bekerja tanpa henti selama sebulan penuh, akhirnya hari ini Ernita mendapatkan gaji pertamanya. Ia merasa sangat bersyukur karena bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain.Pagi itu setelah menyelesaikan tugasnya, ia memberanikan diri untuk berpamitan kepada Taufik, setelah sebelumnya menitipkan bayi kembarnya kepada Tia."Permisi, Tuan, hari ini saya ingin keluar sebentar untuk berjalan-jalan. Hanya sebentar saja," kata Ernita dengan sopan.Taufik yang saat itu sedang menyesap kopi di ruang makan, menatapnya dengan dahi berkerut. "Keluar? Kamu mau ke mana?"Ernita tersenyum. "Saya ingin membeli beberapa keperluan. Lagipula, ini hari gajian pertama saya. Saya ingin sedikit menikmati waktu untuk diri sendiri."Taufik meletakkan cangkir kopinya dan menatapnya dalam. "Kamu yakin tidak ingin aku menyuruh sopir untuk mengantarmu?"Ernita menggeleng. "Tidak perlu, Tuan. Saya ingin berjalan-jalan sendiri, sekalian healing. Lagipula saya tidak akan lama
Malam itu, Ernita duduk di tepi ranjangnya, ia masih memikirkan perhatian Taufik yang semakin hari semakin terasa tulus. Ia tahu bahwa pria itu hanya ingin memastikan dirinya baik-baik saja, tapi perasaan di hatinya mulai sulit dikendalikan."Aku tidak boleh terbawa suasana," batinnya mencoba menepis perasaan aneh yang mulai tumbuh.Namun pikirannya segera teralihkan ketika ia teringat sesuatu. Tatapan pria yang sempat ia lihat sekilas di mall tadi siang. Ia merasa seperti diawasi, tapi saat itu ia tidak terlalu memikirkannya."Apa mungkin hanya perasaanku saja?" gumamnya.Tanpa ia sadari, seseorang memang benar-benar telah mengawasinya dari jauh.Dan keesokan harinya, Ernita bangun lebih pagi dari biasanya. Setelah menyelesaikan tugasnya, ia keluar sebentar ke minimarket dekat rumah untuk membeli beberapa keperluan.Namun saat sedang berjalan kembali ke rumah Taufik, tiba-tiba langkahnya terhenti."Nita?"Suara berat yang sangat familiar itu membuat tubuhnya menegang. Perlahan, ia me
Sementara dari kejauhan, tanpa disadari, dua pasang mata mengintai perdebatan mereka. Ya, mereka adalah Loren dan Helen, ibunda dan adik perempuan Taufik. Mereka berniat mengunjungi Taufik. Namun sebelum sampai di depan rumah Taufik, mereka tanpa sengaja menyaksikan perdebatan Taufik dengan pria yang Loren sama sekali tidak mengenalnya.Loren pun menghentikan mobilnya, "siapa laki-laki yang bersama Taufik?" tanyanya kepada Helen."Mana aku tahu, Bu, aku pun baru melihatnya," jawab Helen acuh tak acuh."Coba kamu selidiki mereka dari dekat, tapi hati-hati jangan sampai ketahuan," titah Loren.Dengan malas, Helen turun dan berjalan mengendap endap kemudian bersembunyi di salah satu pohon yang dekat dengan keberadaan ketiga insan yang dimaksud.Tak lama kemudian, Helen kembali masuk ke mobil. Dia melaporkan semua yang didengarnya.Loren yang duduk di dalam mobilnya, tangannya mengetuk-ngetuk setir dengan gelisah. Helen, yang duduk di sampingnya, tampak berpikir keras setelah melaporkan a
Loren duduk di ruang tamu rumahnya yang megah, jari-jarinya mengetuk meja dengan ritme teratur. Wajahnya menunjukkan ekspresi penuh perhitungan, sementara Helen duduk di seberangnya dengan wajah yang lebih gelisah."Kita tidak bisa langsung bertindak gegabah." Loren memulai pembicaraan. "Kalau kita menyerang Ernita secara langsung, Taufik bisa saja semakin melindunginya."Helen mengangguk pelan, tetapi dalam hatinya ia mulai meragukan niat ibunya. "Lalu, apa yang akan Ibu lakukan?"Loren tersenyum licik. "Kita akan buat Nita terlihat buruk di mata Taufik. Bukan hanya melalui gosip, tapi dengan bukti yang bisa menjatuhkannya."Helen mengernyit. "Apa Ibu berencana menjebaknya?"Loren mengangkat bahu dengan santai. "Sebut saja begitu. Tapi kita harus melakukannya dengan cermat. Aku akan menghubungi seseorang untuk mencari tahu lebih banyak tentang kehidupan pribadinya sebelum bekerja untuk Taufik. Kita perlu menemukan celah yang bisa kita manfaatkan."Helen menghela napas berat. "Ibu yak
Loren duduk di ruang tamunya dengan ekspresi puas. Ia sudah menghubungi beberapa kenalannya untuk menggali lebih dalam tentang masa lalu Ernita. Tak butuh waktu lama baginya untuk mendapatkan informasi yang bisa digunakannya sebagai senjata."Ibu yakin ini akan berhasil?" tanya Helen dengan ragu.Loren meneguk kopinya dengan tenang. "Tentu saja. Aku tidak akan membiarkan perempuan itu terus berada di sisi Taufik."Helen menghela napas. Meskipun ia tidak terlalu menyukai Ernita, ia juga merasa ibunya mungkin sungguh keterlaluan dalam masalah ini.Sementara di Rumah Taufik, Ernita Mulai Merasa Gelisah. Hari itu, ia tengah menyuapi si kembar ketika Tia, asisten rumah tangga Taufik, datang menghampirinya."Mbak Nita, barusan ada yang mencari Mbak di luar," ujar Tia dengan suara pelan.Ernita menoleh dengan bingung. "Siapa?"Tia menggeleng. "Saya tidak tahu, tapi dia laki-laki yang terlihat mencurigakan. Begitu saya bilang Mbak tidak bisa menemui siapa pun sekarang, dia langsung pergi tanp
Loren semakin gencar menyebarkan gosip tentang Ernita, seolah tidak mengenal batas. Baginya, ini bukan sekadar menyingkirkan seorang perempuan yang mengganggu, tetapi juga pembuktian bahwa ia masih memiliki kendali atas kehidupan Taufik.Setiap kesempatan yang ada, Loren menyisipkan cerita miring tentang Ernita kepada kenalan-kenalannya. Dengan statusnya sebagai wanita terpandang, tidak sulit baginya untuk membuat orang-orang percaya bahwa Ernita hanyalah seorang perempuan tak tahu diri yang menempel pada putranya demi kehidupan yang nyaman.Bahkan, ia mulai menyebarkan cerita bahwa Ernita memiliki masa lalu kelam yang membuatnya ditinggalkan oleh mantan suaminya. Tak peduli apakah itu benar atau tidak, Loren tidak memikirkan akibat dari perbuatannya. Yang terpenting baginya adalah Ernita segera keluar dari rumah Taufik.****Suatu hari, Taufik, Loren, dan Helen menghadiri undangan pernikahan seorang klien besar. Acara ini sangat penting bagi Taufik karena bisa memperluas jaringan bis
Loren duduk dengan anggun di ruang kerjanya, jemarinya mengetuk-ngetuk meja dengan ritme pelan. Senyumnya mengembang saat membaca balasan pesan yang baru saja diterimanya."Semuanya berjalan sesuai rencana," gumamnya.Helen yang duduk di seberang meja menatap ibunya dengan tatapan ragu. "Bu, kau benar-benar akan melakukan ini?"Loren menoleh dengan ekspresi tajam. "Tentu saja. Aku tidak akan membiarkan perempuan rendahan itu terus berada di sisi Taufik. Dia harus pergi sebelum keadaan semakin buruk."Helen menggigit bibirnya. Meskipun ia tidak menyukai keberadaan Ernita, ia merasa ibunya mulai kelewatan."Tapi, Bu, kalau Taufik sampai tahu ....""Dia tidak akan tahu," potong Loren cepat. "Semuanya sudah kuatur dengan rapi. Aku tidak akan bertindak gegabah." Helen pun terdiam sementara Loren kemudian menghubungi seseorang, berbicara dengan suara rendah dan penuh perintah."Besok pagi, sebarkan lebih banyak gosip di kalangan sosialita. Pastikan orang-orang mulai mempertanyakan reputasi
Taufik duduk di ruang kerjanya dengan ekspresi dingin. Tangannya menggenggam ponsel, memikirkan langkah selanjutnya. Gosip yang beredar semakin liar, dan ia tahu ini bukan sekadar rumor biasa. Seseorang pasti menyebarkannya dengan sengaja.Sang Presdir pun memutuskan untuk menghubungi beberapa orang kepercayaannya di dunia bisnis dan media. Setelah beberapa panggilan, ia mulai mendapatkan gambaran bahwa gosip itu dimulai dari lingkaran sosial ibunya, Loren. Namun, Taufik belum bisa memastikan apakah ibunya benar-benar dalangnya.Di sisi lain, Ernita pulang ke rumah dengan perasaan kacau. Sejak di pasar tadi, ia merasa seolah semua mata memandangnya dengan tatapan penuh hinaan. Begitu sampai di rumah, ia langsung menuju kamarnya dan duduk di tepi tempat tidur."Siapa yang menyebarkan semua ini?" gumamnya merasa putus asa.Tia yang baru selesai bekerja, melihat Ernita tampak murung. Dengan ragu, ia mendekat."Mbak Nita, ada yang bisa saya bantu?"Ernita tersenyum tipis, berusaha menyemb
Taufik melangkahkan kakinya ke rumah ibunya dengan ekspresi santai, seolah-olah tak ada yang terjadi. Ia sudah memutuskan untuk bermain strategi, berpura-pura tidak tahu bahwa Loren adalah dalang dari semua gosip yang beredar.Saat tiba, Loren menyambutnya dengan senyuman hangat, seakan tak ada hal buruk yang ia lakukan di belakang putranya. "Tumben pulang, Nak. Ada yang mau dibicarakan?" tanyanya, duduk di sofa dengan anggun.Taufik mengangguk, lalu duduk di hadapan ibunya. "Aku cuma ingin menenangkan pikiran. Belakangan ini banyak omongan tidak enak tentang aku dan Ernita. Ibu pasti sudah dengar, kan?"Loren menyesap tehnya perlahan, menyembunyikan ekspresi wajahnya. "Ya, sedikit. Aku juga prihatin, Taufik. Makanya, aku selalu bilang, pilihlah lingkungan dan orang-orang yang pantas berada di sekitarmu."Taufik tersenyum kecil, memperhatikan setiap gerak-gerik ibunya. "Benar juga, Bu. Makanya, aku sedang mencari tahu siapa yang menyebarkan gosip ini. Aku ingin menyelesaikan masalah i
Taufik duduk di ruang kerjanya, matanya menatap layar laptop yang menyala, tapi pikirannya melayang ke tempat lain. Sudah berhari-hari ia mencoba mencari tahu siapa dalang di balik semua masalah yang menimpanya belakangan ini, gosip miring, klien yang menarik diri, dan rumor buruk tentang Ernita yang terus menyebar. Ia tahu seseorang bermain di belakang layar, tapi siapa?Taufik mengingat kejadian di acara pernikahan klien besarnya beberapa waktu lalu. Bagaimana orang-orang berbisik saat melihatnya, bagaimana mereka memandangnya dengan tatapan mencemooh, bahkan ada yang terang-terangan mengatakan, "Tidak kusangka, seorang Taufik bisa jatuh sejauh ini hanya karena wanita rendahan."Itu membuatnya semakin curiga. Siapa yang menyebarkan cerita itu? Apa tujuan mereka?Taufik memejamkan mata sejenak, mencoba menyusun kepingan-kepingan informasi yang ia miliki. Sampai akhirnya, sebuah nama mulai mencuat dalam pikirannya. Loren.Awalnya, ia menepis kemungkinan itu. Loren memang keras dan teg
Hari-hari berlalu dengan semakin banyaknya rumor yang beredar. Gosip mengenai Ernita dan hubungannya dengan Taufik kini semakin liar. Para karyawan di perusahaan Taufik mulai berbisik-bisik di belakangnya, beberapa rekan bisnisnya pun mulai mempertanyakan integritasnya.Sementara itu di rumah, Ernita semakin merasa tertekan. Pesan ancaman yang ia terima semakin menjadi-jadi. Bahkan, kini ada beberapa panggilan telepon tak dikenal yang mengganggunya. Setiap kali ia mengangkatnya, hanya ada suara napas berat di ujung sana sebelum panggilan diputus.Tia, satu-satunya asisten rumah tangga di rumah Taufik, mulai merasa kasihan melihat kondisi Ernita yang tampak semakin gelisah setiap harinya. Namun, ia juga tak berani ikut campur terlalu dalam.Suatu sore, ketika Ernita baru saja selesai menyusui bayi kembar Taufik, ia mendengar ketukan di pintu utama. Dengan sedikit ragu, ia berjalan ke arah pintu dan mengintip melalui lubang intip. Matanya membelalak saat melihat sosok yang berdiri di lu
Beberapa hari setelah pertemuan rahasia antara Loren dan Gudel, gosip tentang Ernita semakin menyebar luas. Kini bukan hanya lingkungan elite yang membicarakannya, tetapi juga beberapa rekan bisnis Taufik.Dan di kantor, Taufik pun mulai merasakan dampak buruknya. Beberapa klien mempertanyakan integritasnya, bahkan ada juga yang mulai menarik diri dari kerja sama."Taufik, apa benar gosip yang beredar tentang wanita itu?" salah satu kolega bisnisnya bertanya saat mereka bertemu dalam sebuah acara.Taufik menghela napas panjang, menahan amarahnya. "Jangan gampang percaya gosip murahan. Aku tahu siapa Ernita."Namun dalam hati, ia mulai bertanya-tanya, siapa sebenarnya dalang di balik semua ini?Sementara di Rumah Taufik, Ernita masih berusaha menjalani hari-harinya seperti biasa. Namun ia tidak bisa menutupi kegelisahannya. Setiap kali keluar rumah, ia merasakan tatapan aneh dari orang-orang sekitar termasuk semua tetangganya.Tia yang memperhatikan perubahan sikap Ernita, akhirnya ang
Pagi itu, suasana di rumah Taufik terasa lebih sunyi dari biasanya. Ernita sudah bangun lebih awal dan memilih untuk tidak banyak berbicara. Semakin hari, tekanan dari gosip yang beredar semakin menghimpitnya.Di dapur, Tia memperhatikan Ernita dengan tatapan khawatir. "Mbak Nita, tadi saya ke pasar dan ... orang-orang masih membicarakan gosip itu."Ernita menarik napas panjang. "Aku juga sudah menduganya, Mbak. Sepertinya mereka tidak akan berhenti dalam waktu dekat."Tia menggigit bibir. "Saya tidak suka melihat Mbak diperlakukan seperti ini. Saya ingin membantu, tapi saya tidak tahu harus bagaimana."Ernita tersenyum tipis. "Mbak sudah cukup membantu dengan selalu baik padaku. Aku hanya berharap masalah ini bisa segera selesai."Tia pun mengangguk ....Sementara di kantor, Taufik sibuk memeriksa laporan keuangan perusahaannya, tetapi pikirannya terus terganggu oleh gosip yang beredar. Semakin ia menyelidiki, semakin jelas bahwa seseorang sengaja menyebarkan kabar buruk tentang Erni
Taufik duduk di ruang kerjanya dengan ekspresi dingin. Tangannya menggenggam ponsel, memikirkan langkah selanjutnya. Gosip yang beredar semakin liar, dan ia tahu ini bukan sekadar rumor biasa. Seseorang pasti menyebarkannya dengan sengaja.Sang Presdir pun memutuskan untuk menghubungi beberapa orang kepercayaannya di dunia bisnis dan media. Setelah beberapa panggilan, ia mulai mendapatkan gambaran bahwa gosip itu dimulai dari lingkaran sosial ibunya, Loren. Namun, Taufik belum bisa memastikan apakah ibunya benar-benar dalangnya.Di sisi lain, Ernita pulang ke rumah dengan perasaan kacau. Sejak di pasar tadi, ia merasa seolah semua mata memandangnya dengan tatapan penuh hinaan. Begitu sampai di rumah, ia langsung menuju kamarnya dan duduk di tepi tempat tidur."Siapa yang menyebarkan semua ini?" gumamnya merasa putus asa.Tia yang baru selesai bekerja, melihat Ernita tampak murung. Dengan ragu, ia mendekat."Mbak Nita, ada yang bisa saya bantu?"Ernita tersenyum tipis, berusaha menyemb
Loren duduk dengan anggun di ruang kerjanya, jemarinya mengetuk-ngetuk meja dengan ritme pelan. Senyumnya mengembang saat membaca balasan pesan yang baru saja diterimanya."Semuanya berjalan sesuai rencana," gumamnya.Helen yang duduk di seberang meja menatap ibunya dengan tatapan ragu. "Bu, kau benar-benar akan melakukan ini?"Loren menoleh dengan ekspresi tajam. "Tentu saja. Aku tidak akan membiarkan perempuan rendahan itu terus berada di sisi Taufik. Dia harus pergi sebelum keadaan semakin buruk."Helen menggigit bibirnya. Meskipun ia tidak menyukai keberadaan Ernita, ia merasa ibunya mulai kelewatan."Tapi, Bu, kalau Taufik sampai tahu ....""Dia tidak akan tahu," potong Loren cepat. "Semuanya sudah kuatur dengan rapi. Aku tidak akan bertindak gegabah." Helen pun terdiam sementara Loren kemudian menghubungi seseorang, berbicara dengan suara rendah dan penuh perintah."Besok pagi, sebarkan lebih banyak gosip di kalangan sosialita. Pastikan orang-orang mulai mempertanyakan reputasi
Loren semakin gencar menyebarkan gosip tentang Ernita, seolah tidak mengenal batas. Baginya, ini bukan sekadar menyingkirkan seorang perempuan yang mengganggu, tetapi juga pembuktian bahwa ia masih memiliki kendali atas kehidupan Taufik.Setiap kesempatan yang ada, Loren menyisipkan cerita miring tentang Ernita kepada kenalan-kenalannya. Dengan statusnya sebagai wanita terpandang, tidak sulit baginya untuk membuat orang-orang percaya bahwa Ernita hanyalah seorang perempuan tak tahu diri yang menempel pada putranya demi kehidupan yang nyaman.Bahkan, ia mulai menyebarkan cerita bahwa Ernita memiliki masa lalu kelam yang membuatnya ditinggalkan oleh mantan suaminya. Tak peduli apakah itu benar atau tidak, Loren tidak memikirkan akibat dari perbuatannya. Yang terpenting baginya adalah Ernita segera keluar dari rumah Taufik.****Suatu hari, Taufik, Loren, dan Helen menghadiri undangan pernikahan seorang klien besar. Acara ini sangat penting bagi Taufik karena bisa memperluas jaringan bis
Loren duduk di ruang tamunya dengan ekspresi puas. Ia sudah menghubungi beberapa kenalannya untuk menggali lebih dalam tentang masa lalu Ernita. Tak butuh waktu lama baginya untuk mendapatkan informasi yang bisa digunakannya sebagai senjata."Ibu yakin ini akan berhasil?" tanya Helen dengan ragu.Loren meneguk kopinya dengan tenang. "Tentu saja. Aku tidak akan membiarkan perempuan itu terus berada di sisi Taufik."Helen menghela napas. Meskipun ia tidak terlalu menyukai Ernita, ia juga merasa ibunya mungkin sungguh keterlaluan dalam masalah ini.Sementara di Rumah Taufik, Ernita Mulai Merasa Gelisah. Hari itu, ia tengah menyuapi si kembar ketika Tia, asisten rumah tangga Taufik, datang menghampirinya."Mbak Nita, barusan ada yang mencari Mbak di luar," ujar Tia dengan suara pelan.Ernita menoleh dengan bingung. "Siapa?"Tia menggeleng. "Saya tidak tahu, tapi dia laki-laki yang terlihat mencurigakan. Begitu saya bilang Mbak tidak bisa menemui siapa pun sekarang, dia langsung pergi tanp