Nathan mengemudikan mobil menuju ke kampus Eliza. Terkadang ia suka kesel dengan sang mami yang suka semena-mena seperti ini. Bukankah ini sudah termasuk kedalam kategori penindasan? Nathan yang merupakan seorang majikan disuruh antar jemput pengasuh anaknya. Tapi entahlah, terkadang ia juga suka aneh. Apakah mengikuti perintah Eliza, atau justru memikirkan malaikat kecilnya. Setiap sore Nathan akan menjemput Eliza dari kampus dengan mengendarai sepeda motor. Dengan alasan menghindari kemacetan. "Bagaimana kuliah kamu Nathan memandang ke arah Eliza yang duduk di sebelahnya. Melihat mata Eliza yang sembab, membuat ia ingin bertanya. Namun Nathan tahu bahwa Eliza baru kehilangan anaknya. Mungkin saja wanita itu menangis karena merindukan putranya. "Banyak tugas dari dosen mas," jawab Eliza dengan tersenyum manis. Meskipun hatinya sedang sedih, namun Eliza tidak ingin memperlihatkan itu kepada siapapun. "Apa kamu tidak mampu?"Eliza memajukan bibirnya beberapa senti ke depan. Nath
"Eliza, Kamu itu sebenarnya masih gadis atau sudah bersuami?" Teman Eliza yang bernama Tari bertanya. Eliza tersenyum. Jika ada yang menanyakan tentang statusnya, Eliza bingung menjelaskan. "Kenapa kamu diam?" Tanya Tari yang sudah tidak sabar mendengar jawaban dari Eliza. "Aku udah nikah," jawab Eliza dengan tersenyum. "Oh pantas saja." Tari menganggukkan kepalanya. Jika Eliza sudah menikah itu berarti Nathan adalah suaminya. "Suami kamu sengaja nikahin kamu buru-buru, pasti karena nggak mau ngasih kesempatan untuk yang cowok-cowok lain. Soalnya kamu cantik banget sih." Tari memandang Eliza dengan penuh rasa iri.Di kampus ini Eliza termasuk salah seorang mahasiswi tercantik. Begitu banyak mahasiswa laki-laki yang mengidolakannya. Mulai dari teman seangkatan hingga kakak tingkat. Mendengar status Eliza yang sudah bersuami, tentu saja Tari senang. Itu artinya ia masih memiliki kesempatan mendekati Aksa. Eliza hanya tersenyum nyengir mendengar perkataan temannya. Jika wajah canti
"Mas, jangan marah lagi dong." Mirna menggenggam tangan Sandy. Wanita itu kemudian tersenyum dan mencium pipi suaminya tanpa menghiraukan tatapan mata para pengunjung yang tertuju padanya."Ini warung bakso favorit kita lho mas. Walaupun tempatnya sangat biasa tapi rasa bakso di sini sangat enak sekali. Sejak kemarin aku pengen makan bakso di sini tapi masnya nggak mau." Mirna berkata dengan manja.Mirna sengaja mengingatkan hal ini. Agar sandy mengingat kembali kenangan-kenangan mesra mereka berdua. Sandy diam mendengar perkataan Mirna. Selama Eliza pindah ke Jakarta belum pernah dia membawa istri pertamanya itu makan di restoran atau tempat-tempat yang enak seperti ini."Mas, aku mungkin memang salah. Tapi uang itu juga untuk membeli keperluan anak kamu." Mirna mengusap perutnya yang besar. "Uang 2 juta yang aku beri ke Eliza, dengan teganya kamu minta kembali." Sandy. memandang Mirna dengan marah. "Ya jelas aku minta lah mas, itu uang aku." Aku nggak nyangka ternyata Eliza bisa
"Mas kenapa kita berhenti di sini?" Eliza merasa heran ketika Nathan memberhentikan motornya di depan warung bakso. "Aku belum kenyang," jawab Nathan dengan gaya santai."Maaf ya mas, gara-gara Liza, mas makannya jadi nggak nyaman," sesal Eliza.Nathan memandang Eliza yang sedang membuka helm. Cara Eliza membuka helm sambil mengibaskan rambutnya, terlihat begitu cantik di matanya. Entah mengapa dia semakin tertarik dengan Eliza. Dengan cepat Nathan menghalau rasa ketertarikannya tersebut. Ia kukuh dengan pendiriannya, bahwa menyukai Eliza hanya karena Ibu susu dari anaknya. "Ayo mas kita makan lagi." Eliza berkata dengan riang. Nathan diam memandang Eliza yang sudah turun dari atas motornya. Wanita cantik itu benar-benar pandai menyembunyikan kesedihannya. Sikap dan perilaku Eliza sudah kembali normal, seakan tidak terjadi apa-apa.Entah seperti apa Sandy memperlakukannya hingga dia bisa menjadi sosok yang sangat kuat.Nathan turun dari motor dan mengikuti Eliza yang sudah masuk
Setelah selesai jam kuliah, Eliza mengemasi barang-barangnya dan bersiap-siap untuk pulang. Dia juga sudah membaca pesan yang dikirim Nathan sejak 45 menit yang lalu. Daddy Noah itu mengatakan bahwa Eliza harus menunggunya datang menjemput. "Eliza."Eliza memandang ke asal suara. Ia tersenyum ketika melihat Rizki yang jalan mendekat ke arahnya. "Halo Pak Rizki," siapa Eliza dengan sangat manis."Iya, apa kamu tidak dijemput? "Rizki duduk di kursi yang ada di sebelah Eliza. "Dijemput, ini mas Nathan chat Liza, katanya jangan pergi kemana-mana tunggu di sini saja." Eliza menunjukkan layar ponselnya. Dan di sana Rizki dapat membaca pesan dari Nathan. Pria berwajah manis itu hanya diam namun wajahnya terlihat kesal. "Pak, kalau di kampus jangan terlalu dekat-dekat sama Liza. Liza nggak enak. Mahasiswa di sini semuanya pada mandang-mandang Liza." Eliza berkata dengan suara yang sangat kecil sehingga tidak ada yang bisa mendengar perkataannya. "Biarkan sajalah," jawab Rizki yang masa
Suasana hati Eliza mendadak buruk karena mendengar jawaban dari Nathan. Jika pria itu sudah buat janji dengan seorang wanita, lalu mengapa harus mengajaknya. Tahu seperti ini, Eliza memilih untuk pulang ke rumah dan bermain bersama Noah sampai puas. Eliza tidak berkata apa-apa. Ia hanya diam dan terus mengikuti Nathan. Pria itu berhenti di depan lift dan kemudian masuk. Ia juga melakukan hal yang sama. Pintu lift terbuka, Nathan keluar dari lift begitu juga dengan Eliza. Nathan tahu bahwa Eliza sangat kesal, namun ia tidak perduli. Bahkan Nathan seperti sedang sibuk dengan handphone di tangannya. "Mas Nathan!" Panggil Eliza dengan kesal."Ada apa?" Nathan menoleh ke belakang dan melihat wajah Eliza yang sedang cemberut."Liza tunggu di kafe aja ya." Eliza berhenti di depan sebuah kade sambil menunjuk ke arah kafe tersebut.Jika Nathan bertemu dengan seorang wanita, itu artinya mereka akan berkencan. Eliza tidak ingin menjadi pengganggu dan memilih untuk bersantai minum jus di kafe
"Apa harus gitu ya mas?" Eliza mendongakkan kepalanya memandang Nathan. Tubuh pria itu memang sangat tinggi, bahkan Eliza hanya sedadanya."Harus gitu apanya?" tanya Nathan ."Suka sama orangnya, wajib beli barangnya." Nathan memandang Eliza dengan tersenyum. "Saya beli karena butuh," jawabnya.Eliza hanya menganggukkan kepala dengan wajah tidak percaya. "Apa jadi ke toko perlengkapan bayi?" Tanya Nathan."Jadi dong, apa lagi susah sampai di sini," jawab Eliza dengan tersenyum lebar."Tapi kita makan dulu," ajak Nathan. "Boleh, soalnya Liza juga sudah lapar." Eliza tersenyum sambil memegang perutnya.Nathan membawa Eliza ke restoran khas eropa. "Mau pesan apa?" tanya Nathan yang sudah duduk di ruang VIP bersama dengan Eliza.Eliza tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Liza tahunya makanan lokal mas. Kalau makanan yang seperti ini Liza belum pernah cicipi. Gimana kalau mas aja yang pilih. Apa yang masuk suka, pasti Liza ikutan suka. Apalagi Liza orangnya nggak pernah milih-mil
Eliza diam memandang Nathan. Membeli semua, katanya? Apa Nathan tidak sedang bercanda?"Semua ini tuan?" Pegawai toko itu bertanya dengan tersenyum merekah."Iya, semuanya," jawab Nathan sambil menunjuk ke baju yang sudah dilihat oleh Eliza. "Termasuk untuk ayah dan ibunya." "Mas jangan beli semua, harganya mahal banget." Eliza menarik tangan Nathan. "Saya punya banyak uang," jawab Nathan dengan gaya pongahnya.Eliza hanya bisa tersenyum nyengir mendengar perkataan pria itu. Niatnya ingin membelikan Noah costum karakter animal namun sudah diambil ahli Nathan. Tapi ya sudahlah, pria itu memang banyak uang. Kalau sudah seperti ini solusi terbaik mengalah."Mas, beli untuk mami dan papi juga ya," pinta Eliza.Nathan diam memandang Eliza. Apakah sang papi mau memakai costum konyol seperti ini?"Mas, boleh ya, biar nanti mainnya makin seru." Eliza berkata dengan riang. Seperti apa nanti senangnya Noah, sudah bisa dibayangkan olehnya. Apa lagi Noah sudah semakin pintar main."Dasar anak
"Sekarang Eliza sudah jadi menantu papi. Posisi mommy Noah tidak bisa digeser lagi." Hermawan berkata sambil mengusap kepala Eliza. Memberikan ibu yang baik untuk Noah adalah impian dari seorang kakek. Cukup satu kali cucunya ditelantarkan oleh ibu kandungnya sendiri dan Hermawan tidak ingin hal seperti ini terulang untuk yang kedua kalinya. Eliza tersenyum dan kemudian menganggukkan kepalanya. Sebagai istri yang baik, Eliza harus bisa bersikap baik di depan Mami serta Papi mertuanya. Namun setelah ini dia akan membuat perhitungan dengan Nathan. "Tapi kenapa nikahnya nggak kasih tahu Liza?" Eliza memandang Hermawan dengan bibir mengerucut ke depan. Hermawan sosok ayah yang sangat baik dan bijaksana, Eliza yakin bahwa pria itu tidak akan tega melihatnya diperlakukan seperti ini."Nathan larang papi kasih tahu." Hermawan berkata sambil memandang ke arah putranya. Nathan menelan air ludahnya berulang-ulang kali. Bagaimana mungkin Mami serta papinya begitu kejam terhadapnya. Jelas-je
Pak penghulu menyelesaikan tugasnya setelah menghalalkan pasangan suami, istri tersebut. Pak Ibrahim memberikan sedikit education tentang pernikahan. Meskipun yang disampaikan adalah hal yang sederhana namun ini sangat penting dalam suatu pernikahan. Tidak sedikit pasangan suami istri yang bercerai hanya karena masalah sepele seperti ini."Setelah menikah, aib suami adalah aib istri, aib istri adalah aib suami. Dalam artian jika istrimu memiliki kekurangan maka simpan kekurangannya itu hanya untukmu. Jangan sampai ada seorangpun yang tahu. Begitupun dengan istri. Jika suamimu memiliki kekurangan maka cukup kamu saja yang mengetahuinya jangan kamu sebar luaskan kekurangan suamimu kepada siapapun termasuk sanak keluarga. Ibarat memakai kain sarung, tarik atas terbuka di bawah, tarik bawah akan terbuka di atas. Seperti itulah jika istri membuka aib suami, yang malu siapa? Istri itu sendiri. Begitu Pula sebaliknya. Pak penghulu menjelaskan secara panjang lebar. Eliza dan Athan mengan
"Pukul Mas?" Nathan mengulang perkataan dari Eliza. Ia berharap pendengarannya sudah bermasalah.Eliza menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Ya udah pukul aja." Dengan pasrah Nathan memberikan tangannya. Eliza memandang Nathan dengan air mata yang terus saja mengalir. Air mata ini ungkapan perasaannya. Antara haru, bahagia dan juga kesal karena merasa dikerjain. "Mas jahat, kenapa nggak kasih tahu Liza?" Eliza memukul dada Nathan sambil terus menangis. "Maaf." Nathan memegang tangan istrinya dan kemudian memeluknya Eliza merasakan jantungnya yang berdebar dengan cepat ketika Nathan memeluknya. Aroma wangi tubuh pria itu begitu sangat tercium di Indra penciumannya. Pelukan hangat sang suami mampu meredam tangis Eliza. "Seperti ini jika menikah dengan gadis yang belum cukup umur. Kita laki-laki harus sangat sabar." MC yang sejak tadi hanya mengamati akhirnya angkat bicara dan memberikan penilaiannya. MC berkata seperti ini karena tidak tahu permasalahannya. Namun jika tahu apa y
Eliza memandang Nathan dengan hati yang tidak menentu. Rasa rindu, cinta serta kecewa, bercampur menjadi satu. Jika disuruh ikhlas, Eliza akan ikhlas melepaskan Nathan. Ia akan pergi dan menata kembali hati yang sudah porak-poranda."Nona Eliza Afrina," Pak Ibrahim selaku penghulu memanggil nama Eliza. Eliza yang sudah berada di dalam ruangan memandang pria tersebut dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Saya Pak." Eliza berkata sambil memegang dadanya. "Iya, silakan duduk di sini." Penghulu itu meminta agar Eliza duduk di sebelah Nathan.Wajah Eliza tampak kebingungan. Apa maksudnya? Kenapa ia diminta untuk duduk di sana? Pertanyaan ini hanya diucapkan dalam hati. Sehingga tidak ada yang mendengar dan tidak ada yang menjawab."Nak, duduk di sana?" Marwan yang berdiri di samping Eliza berkata dengan tersenyum sambil menunjuk ke arah Nathan.Mawar sudah mempersiapkan semuanya dengan sebaik mungkin. Meskipun sudah menganggap Eliza sebagai anak, namun saat ini adalah pernikahan putra
Eliza memandang pantulan wajahnya di depan cermin. Ada rasa tidak percaya ketika melihat sosok bidadari yang ada di depannya. Sosok Itu tampak begitu sangat cantik dan sempurna. "Wow cantik sekali." Perias make up itu tersenyum dan memuji kecantikan Eliza. Eliza tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Liza sampai nggak kenal sama diri sendiri." "Jika Liza secantik ini, apakah tidak membuat pengantin wanitanya kesal dan juga marah? Karena tamu lebih cantik daripada yang memiliki acara." Eliza berkata dengan wajah kesal. Perias make up itu tertawa mendengar celetup Eliza "Jika orangnya sudah cantik, mau di apapun hasilnya tetap cantik. Jika tamunya seperti ini, saya yakin pak penghulu akan salah menikahkan pengantin perempuannya. Dan si pengantin laki-laki akan salah ketika membaca ijab Kabul," kata wanita yang sudah membuat Eliza semakin cantik, bak boneka Barbie.Eliza diam sambil memandang wajah prias make up yang berdiri di belakangnya. Meskipun tidak memandang wanita itu se
Meskipun mengatakan iya, namun Eliza masih berdiri di tempatnya. Sedangkan tatapan matanya hanya tertuju kearah gaun yang diletakkan di atas tempat tidur. "Silahkan nona, jam 9 pagi ini Nona harus sudah siap." Bibi Eli memberikan perintah dengan senyuman. "Baik, bi, ini gaun untuk Liza pakai?" Eliza masih tidak yakin dengan gaun tersebut."Iya," jawab bibi Eli."Kenapa gaunnya cantik sekali ya Bi. Eliza tidak mengerti dengan yang namanya berlian. Namun melihat batu permata yang melekat di gaun itu, ia seakan melihat Kilauan berlian yang begitu sangat indah."Iya Nona, baju ini nyonya Mawar yang menyiapkannya," jawab bibi Eli.Eliza tersenyum. Ternyata Mawar masih mengingatnya. Ia akan menjadi anak yang baik dan menuruti semua yang diperintahkan Mawar. Yang terpenting Eliza tidak diusir dari mansion ini. Karena ia belum sanggup meninggalkan Noah. "Nona suka?" Tanya Bibi Eli."Jika Mami yang memilihkan pasti sangat bagus sekali. Apalagi ini beneran cantik banget. Sudah pasti Liza su
Jantung Nathan berdebar dengan cepat ketika memandang jas yang akan dikenakannya untuk acara jam 11 siang nanti. Jas berwarna putih dengan dasi kupu-kupu berwarna hitam. Hari ini adalah hari bersejarah untuknya. Namun begitu banyak kecemasan yang muncul di benak kepalanya. Apakah keputusannya ini sudah tepat? Ataukah dia terlalu ingin terburu-buru sehingga tidak memikirkan hal buruk ke depannya? Lalu bagaimana jika Eliza marah, bahkan sampai membencinya? "Jika nanti Eliza marah Aku akan berusaha membujuknya." Nathan bertekad dalam hatinya. Sesulit apapun dia pasti akan berusaha dan berjuang membujuk Eliza agar tidak marah lagi dengannya. Namun bagaimana jika Eliza membencinya? Hal yang begitu sangat ditakutkan oleh Nathan.Rasanya tidak mungkin Eliza sangat menyayangi Noah. Ia yakin Eliza pasti akan menerima keputusan yang telah diambilnya demi Noah.Nathan mulai memakai pakaiannya dan memandang pantulan tubuhnya dari depan cermin. Wajah tampan, tubuh tinggi berisi tampak begitu
Cukup lama menenangkan hati, akhirnya malam ini Eliza bisa tertidur lelap. Eliza baru terbangun ketika hari sudah pagi. Dan dia baru menyadari bahwa tadi malam tidur sendiri, tanpa Noah. Seharusnya ia senang karena bisa tertidur dengan lelap tanpa ada gangguan dari anak susunya. Namun nyatanya hatinya terasa semakin sakit dan juga perih. Apakah memang seperti ini cara Nathan memisahkannya dengan Noha. Lagi-lagi air mata Eliza mengalir dengan sendirinya. Rasa sayang yang diberikannya untuk Noha, benar-benar tulus dan sepenuh hati. Namun mengapa ia harus berpisah dari Noha?Dulu Nathan dan Mawar pernah mengatakan bahwa Eliza boleh menjadi mommy Noha, untuk selamanya. Apakah janji yang mereka ucapkan sudah tidak berlaku? Eliza menangis sambil memegang dadanya yang terasa begitu sangat sakit. Berulang kali mengusap air matanya, namun tetap saja air mata itu meluncur dengan sendirinya. Mungkin terlalu banyak menangis, hingga mata Eliza mengecil dan sembab.Setelah puas menangis, ia
Mengapa waktu berjalan sangat lambat. Eliza sangat tidak bersemangat dan hanya berbaring di dalam kamar. Apalagi Noha dibawa Mawar pergi berkunjung ke rumah kerabatnya. Sudah 3 hari terakhir, Mawar dan Herman tampak sangat sibuk. Sedangkan Nathan, tidak terlihat sama sekali. Eliza tahu bahwa pria itu tidak pulang selama beberapa hari. Namun apa masalahnya, ia juga tidak tahu."Nona Eliza, ini makan malamnya." Bibi Eli berkata sambil meletakkan menu makan malam untuk Eliza."Terimakasih Bi," jawab Eliza dengan tidak bersemangat. Eliza lebih memilih makan di dalam kamar daripada makan di meja makan. Karena hanya dia sendiri yang ada di rumah sedangkan Hermawan dan Mawar belum pulang dari rumah kerabatnya. "Iya Nona Eliza, jika tidak ada yang dibutuhkan, bibi permisi," jawab Bibi Eli dengan tersenyum."Bi, Mas Nathan ke mana?" Eliza tidak tenang karena tidak tahu kabar Nathan. Suasana di masion juga terasa dingin. Tidak ada candaan, ketika sarapan pagi, dan makan malam. Biasanya Natha