Suasana hati Eliza mendadak buruk karena mendengar jawaban dari Nathan. Jika pria itu sudah buat janji dengan seorang wanita, lalu mengapa harus mengajaknya. Tahu seperti ini, Eliza memilih untuk pulang ke rumah dan bermain bersama Noah sampai puas. Eliza tidak berkata apa-apa. Ia hanya diam dan terus mengikuti Nathan. Pria itu berhenti di depan lift dan kemudian masuk. Ia juga melakukan hal yang sama. Pintu lift terbuka, Nathan keluar dari lift begitu juga dengan Eliza. Nathan tahu bahwa Eliza sangat kesal, namun ia tidak perduli. Bahkan Nathan seperti sedang sibuk dengan handphone di tangannya. "Mas Nathan!" Panggil Eliza dengan kesal."Ada apa?" Nathan menoleh ke belakang dan melihat wajah Eliza yang sedang cemberut."Liza tunggu di kafe aja ya." Eliza berhenti di depan sebuah kade sambil menunjuk ke arah kafe tersebut.Jika Nathan bertemu dengan seorang wanita, itu artinya mereka akan berkencan. Eliza tidak ingin menjadi pengganggu dan memilih untuk bersantai minum jus di kafe
"Apa harus gitu ya mas?" Eliza mendongakkan kepalanya memandang Nathan. Tubuh pria itu memang sangat tinggi, bahkan Eliza hanya sedadanya."Harus gitu apanya?" tanya Nathan ."Suka sama orangnya, wajib beli barangnya." Nathan memandang Eliza dengan tersenyum. "Saya beli karena butuh," jawabnya.Eliza hanya menganggukkan kepala dengan wajah tidak percaya. "Apa jadi ke toko perlengkapan bayi?" Tanya Nathan."Jadi dong, apa lagi susah sampai di sini," jawab Eliza dengan tersenyum lebar."Tapi kita makan dulu," ajak Nathan. "Boleh, soalnya Liza juga sudah lapar." Eliza tersenyum sambil memegang perutnya.Nathan membawa Eliza ke restoran khas eropa. "Mau pesan apa?" tanya Nathan yang sudah duduk di ruang VIP bersama dengan Eliza.Eliza tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Liza tahunya makanan lokal mas. Kalau makanan yang seperti ini Liza belum pernah cicipi. Gimana kalau mas aja yang pilih. Apa yang masuk suka, pasti Liza ikutan suka. Apalagi Liza orangnya nggak pernah milih-mil
Eliza diam memandang Nathan. Membeli semua, katanya? Apa Nathan tidak sedang bercanda?"Semua ini tuan?" Pegawai toko itu bertanya dengan tersenyum merekah."Iya, semuanya," jawab Nathan sambil menunjuk ke baju yang sudah dilihat oleh Eliza. "Termasuk untuk ayah dan ibunya." "Mas jangan beli semua, harganya mahal banget." Eliza menarik tangan Nathan. "Saya punya banyak uang," jawab Nathan dengan gaya pongahnya.Eliza hanya bisa tersenyum nyengir mendengar perkataan pria itu. Niatnya ingin membelikan Noah costum karakter animal namun sudah diambil ahli Nathan. Tapi ya sudahlah, pria itu memang banyak uang. Kalau sudah seperti ini solusi terbaik mengalah."Mas, beli untuk mami dan papi juga ya," pinta Eliza.Nathan diam memandang Eliza. Apakah sang papi mau memakai costum konyol seperti ini?"Mas, boleh ya, biar nanti mainnya makin seru." Eliza berkata dengan riang. Seperti apa nanti senangnya Noah, sudah bisa dibayangkan olehnya. Apa lagi Noah sudah semakin pintar main."Dasar anak
Senja sudah menyingsing berganti langit yang sudah mulai gelap. Lampu-lampu malam tampak menyala secara serentak. Eliza duduk manis disebelah kursi kemudi sambil menikmati kepadatan lalu lintas.Mungkin hal ini terkesan aneh, semua ke orang benci kemacetan, tapi tidak dengan Eliza. Wajah cantiknya tampak berseri-seri dan menikmati pemandangan lewat jendela mobil yang ditutup rapat.Eliza kembali mengenang masa lalu. ia selalu terkurung di rumah. Hanya melakukan rutinitas pekerjaan rumah sambil menunggu suami yang tidak jelas kapan pulangnya. Namun sekarang, Eliza bisa menikmati keindahan jalan raya yang padat dan macet sama seperti orang-orang. Hal ini bertolak belakang dengan Nathan. Pria itu sudah tampak tidak sabaran ketika mengemudikan mobilnya. Setelah puas menikmati pemandangan di luar jendela, Eliza mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Wanita muda itu sudah asik bermain handphone. Sekali-sekali ia akan tersenyum jika merasakan sesuatu yang lucu.Hari ini Eliza sangat senang. K
Sandy duduk termenung di ruang kerjanya.Sudah 2 bulan, ia tidak mendapatkan kabar dari Eliza. Nomor handphone Eliza juga tidak bisa dihubungi."Eliza, kamu di mana sayang?" Sandy memandang deret nomor ponsel dikontak telpon. Selama 2 bulan ini ia sudah seperti orang gila yang ditinggalkan istri. Makan tidak berselera, pikiran tidak tenang, tidur juga tidak nyenyak. Awalnya ia beranggapan bahwa Eliza memblokir nomor handphonenya karena marah. Namun ternyata tidak. Setelah mencoba menghubungi dengan nomor baru, tetap saja tidak aktif.Sandy membuka setiap pesan yang pernah di kirimkan Eliza. Air matanya tiba-tiba saja menetes ketika membaca pesan terakhir Eliza. [Talak saja Liza, mas. Dengan seperti ini mas terbebas dari tanggung jawab sebagai suami. Liza juga ingin melihat mas bahagia dengan mbak Mirna. Masalah hutang, Liza akan bayar semuanya. Jika tidak bisa mendapatkan uang dari hasil kerja, Liza akan jual organ dalam. Jadi mas tidak perlu cemas.]"Eliza, maafkan mas yang tidak b
Mirna memandang Sandy dengan penuh kemarahan. Selama 2 bulan ini dia selalu bersabar menghadapi perubahan sikap Sandy yang begitu sangat drastis. Namun tidak untuk saat ini. Emosinya memuncak kesabaran habis dan dada terasa panas ketika mendengar Sandy mengungkit masalah istri pertamanya. "Aku menyesal," jawab Sandy dengan suara bergetar. Penyesalan terbesarnya sudah menyia-nyiakan Eliza. Sandy tahu bahwa Eliza tidak memiliki orang tua serta keluarga. Seharusnya ia yang menjadi pelindung untuk Eliza. Namun nyatanya, dia yang sudah menghancurkan hati serta menyakiti wanita tersebut.Plak!Satu tamparan keras mendarat di pipi Sandy."Kau bilang menyesal?" Mirna kembali melayangkan tangannya di wajah Sandy.Namun pria itu tidak memberikan respon apapun. Dia hanya diam seperti orang mati rasa. "Setelah Apa yang kuberikan kepadamu kau mengatakan menyesal?" Mirna naik darah dan mengamuk. Dia menarik rambut Sandy dengan keras. Sejak Eliza pergi, penampilannya tidak serapi yang dulu. Bahk
Eliza masuk ke dalam kamarnya. Betapa terkejut Eliza ketika melihat laptop beserta printer yang tadi dibeli Nathan sudah ada di atas meja belajarnya. Sedangkan barang yang lainnya sudah disusun rapi oleh asisten rumah tangga."Bibi Eli pasti salah letak nih. Bisa jadi masalah besar kalau seperti ini," batin Eliza.Sebelum terjadinya kesalahpahaman maka ia harus meminta bibi Eli untuk memindahkan barang tersebut. Eliza membatalkan niatnya untuk mandi. Dengan cepat dia bergegas keluar dari kamar dan mencari keberadaan Bibi Eli. Namun sayangnya Eliza tidak melihat keberadaan kepala pelayan tersebut. Tatapan mata Eliza tertuju ke arah wanita yang mengenakan blazer hitam. Wanita itu sedang mengelap Vas dengan tinggi sekitar 16 inci dan dihiasi dengan gambar ikan. Dari tempat Eliza berdiri, ia bisa melihat bagaimana wanita itu sangat berhati-hati ketika mengerjakan tugasnya."Mbak Lina, apa ada lihat Bibi Eli?" Akhirnya Eliza bertanya kepada wanita yang sedang membersihkan vas tersebut.
Sore ini hujan turun dengan derasnya. Bagi pengemudi mobi, melintasi jalan yang diturunin hujan deras adalah hal yang menyenangkan. Karena kemacetan lalu lintas sangat berkurang. Jika kondisi jalan seperti ini, hanya sedikit pengemudi motor yang tetap melanjutkan perjalanan menuju tempat tujuan. Namun berbeda dengan Sandy. Ia lebih memilih pulang dengan memakai taksi online. Sedangkan mobil miliknya dibawah pulang oleh Mirna. Sudah 2 Minggu ini hubungannya dengan Mirna semakin memburuk. Mereka begitu sangat jarang berkomunikasi. Jika berangkat dan pulang kerja bersama, tidak ada percakapan sama sekali. Terkadang Mirna memancing nya untuk berbicara, namun Sandy hanya menjawab seperlunya. Sandy tidak berniat pulang ke rumahnya. Pria itu justru datang ke rumah orangtuanya. Dalam beberapa bulan ini ia sangat sibuk sehingga tidak bisa melihat kondisi sang papa. Jika bertanya dengan Wati, wanita itu akan mengatakan baik-baik saja.Sandy masuk ke dalam rumah setelah ART membukakannya pi
Sherly sampai di kediaman Albert. Berhubung hari ini kematian nyonya rumah. Orang-orang bebas ngelayat di masion Albert. Para bodyguard yang berjaga hanya memeriksa setiap orang yang akan masuk kedalam rumah. Mereka hanya memastikan bahwa bahwa pelayat tidak ada yang membawa benda tajam ataupun senjata api. Hal ini yang membuat Sherly bisa masuk dengan mudah. Rasa percaya diri yang terlalu tinggi membuat wanita itu langsung berlari mengejar Albert. Tanpa rasa malu ia langsung memeluk pria itu dari belakang."Sayang, maaf aku baru datang." Sherly berkata sambil menahan suara Isak tangisnya.Sebagai artis profesional, menangis bukanlah hal yang sulit baginya. Bahkan Apa yang dilakukannya tampak begitu sangat natural. Tatapan mata anak-anak Albert langsung mengarah ke arah wanita yang dengan berani memeluk Daddy mereka. Wajah Albert merah padam begitu juga dengan matanya. Mata yang sejak tadi terus meneteskan air, kini seperti mata setan yang berwarna merah pekat. "Apa yang kau lakuk
Suara tertawa seorang wanita menggemah di dalam kamar. Wajah wanita itu tampak sangat bahagia. Bukan hanya sekedar tertawa saja, wanita itu sampai guling-guling di atas tempat tidur dan kemudian lompat-lompat kegirangan. Berita yang didengarnya sungguh sangat membuat ia bahagia."Hahaha, akhirnya aku bisa menjadi Nyonya Albert. Kuasai harta kemudian bunuh!" Seburuk apa Albert memperlakukannya selama ini, kembali terbayang di pelupuk matanya. Wanita itu sangat marah hingga wajahnya merah padam. Harga diri yang dulu sangat tinggi, sudah diinjak-injak oleh Albert. Hal ini yang membuat Sherly sangat marah dan benci. Bahkan pria itu sudah memasung kaki dan tangannya hingga tidak bisa pergi.Kematian Anna, merupakan keberuntungan untuknya. Padahal ia sudah pasrah di jadikan gundik selama oleh Albert. Gundik atau lebih sering di kenal dengan istilah istri siri, istri simpanan atau selir. Ternyata posisi ini lebih bermartabat dari pada posisinya. Karena, pada kenyataannya pria itu hanya menj
"Dokter tolong selamatkan istriku. Dokter tolong selamatkan istriku." Albert berteriak sambil menekan tombol yang ada di samping tempat tidur istrinya. Namun pria itu tampaknya tidak puas dia kemudian berlari keluar dari kamar dan berteriak memanggil dokter. Dari arah sebelah kiri beberapa orang dokter langsung berlari menuju ke ruang ICU tempat Anna dirawat "Ada apa?" tanda dokter tersebut."Dokter, Kenapa mulut istriku mengeluarkan darah yang sangat banyak." Albert berkata dengan kaki dan tangan gemetar.Dokter itu langsung masuk ke dalam ruang perawatan dilihatnya darah yang terus saja keluar dari mulut pasiennya. Albert tidak ingin lagi menunggu di luar dia juga ikut masuk ke dalam. Air mata yang tadi sudah sempat berhenti. Kini kembali menetes. Dokter itu memberikan suntik, hingga darah berhenti keluar dari mulut Anna. "Honny, kamu baik-baik saja?" Albert bertanya sambil memegang tangan istrinya. Wanita itu sudah tidak menjawab. Ia hanya diam ketika dokter kembali memasang
"Ya aku tahu, aku bisa mengatasinya. Kamu tenang saja. Tapi bagaimana caranya kamu bisa tahu tentang dia?""Tubuhku yang sakit, tapi otakku masih tetap berjalan dan juga bekerja. Apa kamu tahu aku ini istri dari Albert Aliando. Aku memiliki uang yang banyak. Tidak sulit bagiku Untuk mencari informasi. Termasuk wanita yang dekat denganmu." Anna menjawab pertanyaan suaminya dengan sangat jujur. "Ternyata kamu masih terus saja mencemaskanku." Bukannya marah, Albert justru senang ketika mengetahui Anna masih sangat peduli terhadapnya. "Aku sangat mencinta mu, kamu adalah cinta terakhirku. Aku ingin yang terbaik untukmu." Anna berkata dengan tulus. "Terimakasih honey," kata Albert."Perusahaan yang saat ini kamu pimpin, merupakan hasil kerja keras kita berdua. Kita mendirikannya dari mulai bisnis kecil hingga sampai memiliki perusahaan yang besar. Hanya saja setelah kita memiliki anak, kamu memintaku untuk fokus menjaga anak-anak. Sehingga aku tidak aktif lagi di perusahaan." Wanita i
Albert merasa sangat senang ketika melihat wajah Anna hari ini. Wajah istrinya tidak pucat seperti biasanya. Bahkan wanita itu bernapas tanpa mengunakan alat pernapasan."Honey, bisakah kamu ambilkan rambut palsuku di sana?" Wanita itu tersenyum sambil menunjuk ke arah nakas. "Tentu bisa baby." Nathan mengambilkan rambut palsu milik istrinya. "Mengapa ingin memakai rambut palsu?" Albert memasangkan rambut itu di kepala sang istri. Wanita itu tersenyum sambil merapikan rambut yang sudah dipasangkan oleh suaminya. "Aku ingin terlihat cantik. ""Di mataku kau yang paling cantik." Albert berkata sambil menatap wajah istrinya. "Albert, kamu tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Kamu adalah cinta pertama dan terakhir ku. Apa kamu ingin kapan kita berjumpa?" Albert tersenyum dan mencium punggung tangan istrinya. Kenangan ketika pertama melihat Anna kini kembali melintas dalam pandangannya. Penilaian pertama ketika melihat istrinya itu sudah pasti cantik. Selain cantik, Anna sosok gadis pol
Wajah wanita cantik itu tampak cemberut sambil memandang suaminya. Berbeda dengan Nathan. Pria itu memandang Eliza dengan penuh kemenangan."Kenapa liatin seperti itu?" Nathan berkata tanpa rasa bersalah."Liza sudah bilang kalau Liza mau tidur." Eliza berkata dengan wajah kesal. Keputusan Eliza untuk tidur di dalam kamar ternyata salah. Karena nyatanya dia tidak tidur sama sekali setelah makan siang. Hal ini disebabkan suaminya yang selalu saja mengganggunya. Pada akhirnya Nathan baru berhenti menganggu setelah mereka menuntaskan kewajiban suami istri."Iya Hubby tahu, sini tidur biar dipeluk," kata Nathan dengan tersenyum."Nggak mau." Dengan cepat Eliza menolak. "Loh kenapa tidak mau, bukannya kamu senang dipeluk?" Tanya Nathan."Tangan hubby nggak bisa dipercaya." Dengan waspada Eliza menutup bagian dada dan juga aset bawahnya. Setelah itu ia menarik selimut dan menutup tubuhnya dengan selimut. "Setelah olahraga ranjang, dijamin tidur semakin enak." Nathan berkata sambil menga
Rizky bangun dan melihat jam yang menempel di dinding. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Kondisi kamar juga dalam keadaan kosong. Setelah tidur cukup lama tubuh pria itu terasa lebih segar. Ia menjangkau handphone yang ada di nakas. Yang pertama kali diperiksanya adalah panggilan telepon. Dilihatnya panggilan masuk dari dokter Teddy. Dengan cepat pria itu langsung menghubungi temannya tersebut. "Halo Dokter Rizky," sahut dokter Teddy dari seberang sana. "Ya Dokter Teddy, apa tadi kamu menghubungiku?""Yang menghubungi anda adalah nyonya Rini."DegJantung Rizki berdetak ketika mendengar jawaban dari sang dokter. Jika Rini yang menghubungi itu artinya Kiara mengetahui apa yang terjadi terhadap adiknya. "Yang menerima telepon istri, anda. Ibu Rini langsung berbicara dengan istri anda.""Apa yang dikatakan Kiara dengan mama mertua saya?" Tanya Rizky.Rizky menarik napas panjang dan kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan. Ia harus bisa tenang menghadapi masalah
Nathan kembali ke kamar hotel di jam 11 siang. Dengan langkah ringan pria itu masuk ke dalam kamar. Awalnya dia sengaja ingin membuat kejutan untuk istrinya namun di dalam kamar tampak seperti lenggang. Nathan langsung memandang ke arah tempat tidur. Ternyata istrinya itu masih terbaring di atas tempat tidur dengan mata yang tertutup rapat. Wajah pria itu tersenyum sambil melangkah mendekati tempat tidur. Nathan kemudian duduk di tepi tempat tidur sambil menatap wajah cantik Eliza. Apa dirinya sudah sangat kelewatan, hingga membuat istrinya kelelahan seperti ini?Nathan tidak mungkin melakukan hal yang seperti ini jika Eliza tidak memancingnya semalam. Padahal ia sudah berniat untuk tidak mengajak istrinya bertarung. Namun Eliza sendiri yang memancing dan meminta untuk disantap. Bagaikan harimau lapar, sudah pasti Nathan tidak akan menolak makan enak yang disuguhkan sang istri."Hai sweet heart, apa kamu kamu ingin tidur sampai sore?" Pria itu berkata sambil mengusap kepala Eliza."
Pesawat yang membawa Bobby dan juga Rini mendarat di Bandara Sultan Thaha Saifuddin, Jambi. Begitu tempat tidur pasien diturunkan dari atas pesawat, seorang perawat langsung mendorong tempat tidur ke mobil ambulans yang sudah disediakan rumah sakit. Dengan cepat Bobby dimasukkan ke dalam mobil ambulans. Sedangkan Rini, masuk ke dalam mobil ambulans yang kedua. Ibu dan anak langsung dilarikan ke rumah sakit Abdul Manaf. Rini merasakan dadanya yang terasa sesak setiap kali mengingat Kiara. Rasa bersalah dan malu, membuat ia merasakan sakit hingga uluh hati. Setiap potongan peristiwa terus saja melintas dipandangnya. Bahkan ia seperti menonton cuplikan film yang terus saja berganti-ganti. Begitu banyak dosa yang dilakukannya terhadap Kiara. Setelah nanti ia sembuh, apakah Putri sulungnya itu mau memaafkannya.Rini terus saja menangis. Sejak Kiara lahir hingga sekarang, belum pernah sekalipun ia memperlakukan putri sulungnya itu dengan baik. Bahkan ketika Kiara baru lahir, dengan kejam