Dalam waktu 20 menit Eliza sudah sampai di rumah. Karena memang masion milik Hermawan berlokasi tidak jauh dari kampus Eliza. Hanya saja kalau memakai mobil, mereka bisa menempuh perjalanan 1 hingga 2 jam. Tergantung kemacetan lalulintas.Eliza langsung turun dari atas motor sambil tersenyum kearah Noah. Bayi tampan itu sudah terlihat sangat keren dengan memakai baju kemeja putih ropi Dongker dan celana Dongker panjang. "Anak mommy, ganteng banget." Eliza langsung mencium pipi Noah dengan gemas. "Noah sejak tadi nungguin mommy sama Daddy nya pulang," kata Mawar. "Masih belum terlalu sore, mas. Liza mandi sebentar ya habis itu kita ajak Noah jalan-jalan pakai motor." "Emang bisa?" tanya Nathan dengan terkejut."Ya bisalah, Noah Liza pegang di belakang dari nggak. Kita gak usah jauh-jauh, deket-deket sini aja," usul Eliza. "Boleh mi?" Nathan bertanya kepada Mawar terlebih dahulu. Ia tidak ingin nanti putranya jadi sakit karena naik motor."Boleh saja," jawab Mawar dengan tersenyum
"Halo sayang," jawab Sandy gugup."Halo mas, gimana uang yang Liza minta apa mas bisa kirimkan?"Hatinya terasa perih ketika mendengar suara Eliza yang begitu sangat lemah. Andaikan bisa melakukan video call, mungkin dia akan melihat wajah pucat Eliza."Maaf ya sayang, mas beneran nggak bisa kirim uangnya. Adek pinjam uang teman dulu ya untuk ke dokter. Awal bulan ini bonus mas dari kantor cair, mas akan kirim uang ke adek. Adek bayar utang semua di sana kemudian balik ke Jakarta. "Sandi berkata dengan penuh semangat. "Liza gak minta banyak mas, Liza cuman minta uang untuk berobat aja. Sejak kemarin Liza gak makan karena gak ada uang. Mau pinjam lagi sama teman-teman di sini, Liza malu. Hutang yang kemarin aja belum Liza bayar. Beberapa orang teman juga sudah bolak balik nagih hutang ke Liza, mereka bahkan sampai marah-marah. Uang kosan juga sudah nunggak. Kata ibu kos kalau gak bisa lunasi dalam Minggu ini, Liza di suruh pergi.m," kata Eliza sambil menangis.Meskipun ia tidak mengal
Eliza sudah di sofa bersama dengan Mawar. Mereka sangat bertepuk tangan ketika melihat Noah yang sudah pantai telungkup dan berbalik sendiri. "Meskipun badannya subur, tapi Noah lincah ya mi." Eliza berkata dengan semangat. Umur 2 bulan, Noah sudah bisa tengkurap. Hanya saja tidak bisa membalikkan badannya sendiri. Bayi tampan itu akan selalu minta bala bantuan untuk membalikkan badannya. "Iya, padahal Noah lahir prematur. Dulu mami sempat pikir, bahawa perkembangannya sangat lambat. Sewaktu belum dapat asi dari Liza, berat badan Noah tidak naik, padahal usianya sudah 2 Minggu. Setiap kali melihat badannya, mami selalu saja menangis," Mawar berkata dengan wajah sedih. "Alhamdulillah, Liza diberi kesempatan untuk menjadi ibu susu Noah. Mi, Liza mau buat aqiqah Ibnu." Eliza berkata sambil tersenyum."Kenapa gak ngomong kalau Ibnu belum di Aqilah. Kalau tahu seperti itu, mami akan langsung buat acara aqiqah Noah bersamaan dengan Ibnu," kata Mawar dengan sedikit kecewa. "Liza segan
Sejak pagi Sandy begitu sangat sibuk ke lokasi untuk memeriksa proyek pembangunan hotel. Hingga belum sempat ke ruang bendahara untuk mengambil bonusnya. Begitu jam istirahat ia bergegas ke ruangan bendahara. Tidak bisa dipungkiri bahwa sekarang dia sudah sangat merindukan Eliza. Mendengar kesulitan yang dialami Eliza selama berada di Pekanbaru tentu membuatnya sedih. Jika nanti Eliza kembali ke Jakarta, apa mungkin dia membiarkan Eliza tinggal bersama dengan Wati. Sandy benar-benar bingung bagaimana harus bertindak dengan istri pertamanya itu. Satu sisi merasa tidak tega namun di sisi lain, ia tidak kuasa menolak keinginan orang tua berserta istri keduanya."Pak Sandy, ada apa?" Tanya bendahara yang duduk di depannya. "Biasa Bu Nita, Saya mau ambil bonus." Sandy tersenyum memandang wanita yang berusia sekitar 40 tahun tersebut. Sudah menjadi peraturan perusahaan, untuk bonus tidak ditransfer. Para karyawan yang bersangkutan bisa langsung mengambilnya di ruang bendahara. "Maaf pa
Hari ini Eliza benar-benar sibuk mengantar paketan aqiqah anaknya ke panti asuhan. Karena biaya untuk paket aqiqah serta nasi box sudah dibayar oleh Mawar, Eliza memutuskan untuk memberikan santunan kepada anak yatim. Walau bagaimanapun uang yang sudah diniatkan untuk sedekah untuk Ibnu beserta orang tuanya harus di laksanakan.Eliza mendatangi panti asuhan kasih bunda. Panti asuhan di mana tempat ia dulu menyumbangkan pakaian Ibnu. "Ibu sangat senang lihat Eliza datang. Gimana kabarnya nak?" Wanita yang merupakan pengurus panti asuhan langsung memeluk Eliza. "Baik Bu," jawab Eliza dengan tersenyum manis."Eliza cantik sekali sekali. Wajahnya sudah tidak pucat, badan juga tidak kurus seperti waktu itu." Ibu panti tersenyum sambil mengusap pipi Eliza. Melihat tampilan Eliza saat ini, ia tahu bahwa kehidupan Eliza sudah sangat baik. "Terimakasih ibu, maaf baru datang ke sini. Sejak beberapa bulan ini Liza sangat sibuk." "Gak apa nak, ibu sangat berterima kasih karena Eliza selalu
Sandy menoleh ke arah kotak makanan yang saat ini dipegang oleh istrinya. "Ibnu Ramadhan." "Iya mas namanya bagus ya Ibnu Ramadhan," jawab Mirna. Mirna tersenyum sambil mengusap perutnya yang sudah besar. Anak yang saat ini dikandungnya juga laki-laki. Usia kandungannya sudah memasuki 6 bulan. Setelah anak ini lahir, cinta Sandy hanya untuk ia seorang. "Namanya sama dengan nama anak aku." Sandy berkata dengan nada sedih. "Hahaha, Namanya sama dengan anak kamu tapi ini bukan anak, kamu. Mana mungkin kamu bisa buat aqiqah seperti ini. Duit dari mana? Oh iya aku lupa, ngasih duit ke Eliza aja gak bisa." Mirna berkata sambil tertawa.Sandy terdiam. Dia baru ingat bahwa anaknya mamang belum aqiqah. Dulu Eliza sering bercerita, ingin membuat acara aqiqah Ibnu. Namun ia tidak pernah peduli sama sekali."Anak, Sandy sudah mati, mana mungkin di aqiqah." Wati ikut mentertawan anaknya.Sandy merasakan nyeri di hatinya. Apakah seperti ini rasa sakit yang selama ini dirasakan Eliza, ketika di
Sandy tidak berani mengaktifkan ponselnya. Mengapa semakin lama ia semakin pengecut. Bukannya menyelesaikan masalah, namun menghindar dari masalah.Sejak Mirna mengambil uangnya tanpa izin, Sandy lebih banyak melamun tanpa berbicara satu katapun. Benar kata orang, jika masih bisa marah, membentak dan memaki orang, itu artinya hanya emosi. Namun kalau sudah benar-benar marah dan kecewa, orang tidak akan bisa berkata apa-apa.Permasalah ini tidak mungkin dibiarkan berlarut begitu saja. Saat ini Eliza sangat membutuhkan dirinya. Sandy mengatur napasnya terlebih dahulu dan kemudian mengaktifkan ponselnya. Entah apa yang harus dijelaskannya kepada Eliza nanti. Jantungnya berdebar-debar ketika melihat pesan dari Eliza.[Mas, apa sudah ada uangnya?] Eliza.[Mas, uangnya apa sudah dikirim?] Eliza.[Mas, teman-teman di kos sudah pada nagih hutang.][Mas, ibu kos suruh Liza pindah sekarang juga? Liza harus ke mana.][Mas, Liza mau cari kerja, Liza gak mungkin gak makan-makan.]Dadanya sesak d
Sandy terdiam tanpa bisa berkata satu katapun. Begitu banyak kalimat yang ingin ia keluarkan dari bibirnya, namun semua kalimat itu justru tersangkut di tenggorokannya. Ia hanya terduduk lemas sambil memandang handphonenya yang sudah tidak menyala.Semua peristiwa yang terjadi selama mengenal Eliza, kembali terlintas dipandangnya. Dulu ia begitu sangat menyukai Eliza. Hampir setiap sore Eliza menjejalkan dagang gorengannya sambil berkeliling. Untuk bisa mendekati Eliza, ia membeli gorengan setiap hari. Setiap kali berbelanja, ia akan selalu mengajak Eliza ngobrol. Mendapatkan hati gadis kecil seperti Eliza tidaklah sulit. Dengan sengaja membeli banyak gorengan, bahkan memborong habis. Setelah itu membayar dengan uang lebih. Jika gorengan 50 ribu, Sandy akan memberikan uang 100 ribu. Sedangkan kembalikan nya diberikan untuk Eliza. Cara ini benar-benar mampu mendapatkan hati Eliza. "Eliza, mas tidak mau kita bercerai." Sandy menggeleng-gelengkan kepalanya. Jika dulu ia mendengarkan
Wajah wanita cantik itu tampak cemberut sambil memandang suaminya. Berbeda dengan Nathan. Pria itu memandang Eliza dengan penuh kemenangan."Kenapa liatin seperti itu?" Nathan berkata tanpa rasa bersalah."Liza sudah bilang kalau Liza mau tidur." Eliza berkata dengan wajah kesal. Keputusan Eliza untuk tidur di dalam kamar ternyata salah. Karena nyatanya dia tidak tidur sama sekali setelah makan siang. Hal ini disebabkan suaminya yang selalu saja mengganggunya. Pada akhirnya Nathan baru berhenti menganggu setelah mereka menuntaskan kewajiban suami istri."Iya Hubby tahu, sini tidur biar dipeluk," kata Nathan dengan tersenyum."Nggak mau." Dengan cepat Eliza menolak. "Loh kenapa tidak mau, bukannya kamu senang dipeluk?" Tanya Nathan."Tangan hubby nggak bisa dipercaya." Dengan waspada Eliza menutup bagian dada dan juga aset bawahnya. Setelah itu ia menarik selimut dan menutup tubuhnya dengan selimut. "Setelah olahraga ranjang, dijamin tidur semakin enak." Nathan berkata sambil menga
Rizky bangun dan melihat jam yang menempel di dinding. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Kondisi kamar juga dalam keadaan kosong. Setelah tidur cukup lama tubuh pria itu terasa lebih segar. Ia menjangkau handphone yang ada di nakas. Yang pertama kali diperiksanya adalah panggilan telepon. Dilihatnya panggilan masuk dari dokter Teddy. Dengan cepat pria itu langsung menghubungi temannya tersebut. "Halo Dokter Rizky," sahut dokter Teddy dari seberang sana. "Ya Dokter Teddy, apa tadi kamu menghubungiku?""Yang menghubungi anda adalah nyonya Rini."DegJantung Rizki berdetak ketika mendengar jawaban dari sang dokter. Jika Rini yang menghubungi itu artinya Kiara mengetahui apa yang terjadi terhadap adiknya. "Yang menerima telepon istri, anda. Ibu Rini langsung berbicara dengan istri anda.""Apa yang dikatakan Kiara dengan mama mertua saya?" Tanya Rizky.Rizky menarik napas panjang dan kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan. Ia harus bisa tenang menghadapi masalah
Nathan kembali ke kamar hotel di jam 11 siang. Dengan langkah ringan pria itu masuk ke dalam kamar. Awalnya dia sengaja ingin membuat kejutan untuk istrinya namun di dalam kamar tampak seperti lenggang. Nathan langsung memandang ke arah tempat tidur. Ternyata istrinya itu masih terbaring di atas tempat tidur dengan mata yang tertutup rapat. Wajah pria itu tersenyum sambil melangkah mendekati tempat tidur. Nathan kemudian duduk di tepi tempat tidur sambil menatap wajah cantik Eliza. Apa dirinya sudah sangat kelewatan, hingga membuat istrinya kelelahan seperti ini?Nathan tidak mungkin melakukan hal yang seperti ini jika Eliza tidak memancingnya semalam. Padahal ia sudah berniat untuk tidak mengajak istrinya bertarung. Namun Eliza sendiri yang memancing dan meminta untuk disantap. Bagaikan harimau lapar, sudah pasti Nathan tidak akan menolak makan enak yang disuguhkan sang istri."Hai sweet heart, apa kamu kamu ingin tidur sampai sore?" Pria itu berkata sambil mengusap kepala Eliza."
Pesawat yang membawa Bobby dan juga Rini mendarat di Bandara Sultan Thaha Saifuddin, Jambi. Begitu tempat tidur pasien diturunkan dari atas pesawat, seorang perawat langsung mendorong tempat tidur ke mobil ambulans yang sudah disediakan rumah sakit. Dengan cepat Bobby dimasukkan ke dalam mobil ambulans. Sedangkan Rini, masuk ke dalam mobil ambulans yang kedua. Ibu dan anak langsung dilarikan ke rumah sakit Abdul Manaf. Rini merasakan dadanya yang terasa sesak setiap kali mengingat Kiara. Rasa bersalah dan malu, membuat ia merasakan sakit hingga uluh hati. Setiap potongan peristiwa terus saja melintas dipandangnya. Bahkan ia seperti menonton cuplikan film yang terus saja berganti-ganti. Begitu banyak dosa yang dilakukannya terhadap Kiara. Setelah nanti ia sembuh, apakah Putri sulungnya itu mau memaafkannya.Rini terus saja menangis. Sejak Kiara lahir hingga sekarang, belum pernah sekalipun ia memperlakukan putri sulungnya itu dengan baik. Bahkan ketika Kiara baru lahir, dengan kejam
Rizky menganggukkan kepalanya. "Abang masih lemas, dek." Pria itu dengan manjang memeluk sang istri."Kenapa ngelakuin transfusi darah?"Semalam ada pasien yang butuh darah. Stok di rumah sakit habis, di PMI juga nggak ada. Dan kebetulan golongan darah pasien sama dengan golongan darah abang. Ya sudah Abang donor aja langsung. Adek tahu sendiri, golongan darah AB, sangat langka." Rizky menjelaskan agar istrinya tidak memiliki pikiran yang aneh-aneh."Iya, golongan darah Bobby juga sama seperti Abang AB. Dulu dia pernah terkena demam berdarah. Pada saat itu, Bobby kekurangan banyak darah. Yang bisa donor darah ke Bobby, cuma Kia. Karena golongan darah kami sama." Kiara berkata dengan wajah tersenyum. Entah mengapa ia teringat dengan adiknya yang super bandel tersebut. Tiba-tiba saja Kiara merasa sesak di dadanya. Rasa sesak seperti sedih yang tidak beralasan."Jadi golongan darah kedua orang tua kalian tidak ada yang AB?" Rizki bertanya sambil memandang Kiara. "Enggak, papa A sedang
"Bagaimana tuan Albert, tuan Thomas, tuan Jhon, apa ada yang mau anda tambahkan?" Nathan bertanya ketika Albert beserta dua orang investor lain selesai membaca rancangan kerja. Para investor itu juga melihat keuntungan yang akan mereka peroleh.Albert tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Menurutku ini sudah sangat baik. Kerja sama ini menguntungkan negara-negara yang ikut bergabung.""Tuan Thomas?" Tanya Nathan."Saya setuju dengan rancangan kerja yang anda buat," jawab Thomas yang tidak banyak berkomentar."Meskipun tuan Nathan masih sangat muda, namun gebrakan yang anda lakukan, luar biasa. Anda memiliki ide yang luas bisa." Pengusaha asal Jerman yang bernama Jhon, ikut memuji kecerdasan Nathan."Saya sudah merancang kerjasama ini sejak 3 tahun yang lalu. Hanya saja saja baru berani mengajukan kerjasama dengan berbagai negara setelah presiden kami menyetujui proyek ini. Saya yakin proyek ini akan sangat bermanfaat bagi warga negara saya.""Jika pengajuan anda di tolak oleh neg
Seorang wanita berdiri di cermin sambil mengusap gincu berwarna merah cabe di bibirnya. Bibir tebal wanita itu tampak semakin seksi dan menggoda."Pagi ini Kamu sangat cantik, sayang." Albert yang berdiri di belakang Sherly memuji kecantikan wanita tersebut. Bukan hanya dandanan saja yang terlihat menor, pakaian yang dipakai wanita itu juga tampak begitu menggoda. Padahal saat ini udara sangat dingin. Namun sepertinya wanita itu tidak perduli."Apakah hari-hari sebelumnya aku tidak cantik?" Sherly berkata dengan gaya menggoda. Pagi ini wanita itu dengan sengaja berdandan sangat cantik. Dia yakin akan bertemu dengan Nathan di restoran nanti. "Hari-hari sebelumnya kau juga cantik." Albert tersenyum sambil menatap ke pantulan cermin."Apa kamu suka?" Wanita itu berkata dengan tersenyum sambil mengigit bibir bawahnya. "Tentu, aku sangat menyukainya. Apa sudah selesai?" Albert yang berdiri di belakang Sherly, dengan sengaja meletakkan tangannya di leher wanita tersebut. Jantung Sherly
Kursi roda didorong semakin dekat dengan tempat tidur. Rini bisa melihat dengan jelas, sosok yang tertidur di atas tempat tidur adalah putra bungsunya. Kamar berukuran besar ini mirip seperti kamar di rumah sakit. Didalam kamar dilengkapi monitor jantung, serta alat medis lainnya. Ada seorang dokter dan juga seorang perawat. "Bobby!" Teriak Rini. Wanita itu merasa sangat bersalah terhadap anaknya. Jika tidak serakah, Bobby tidak akan merasakan penganiayaan yang sangat kejam dari Rudi. Seharusnya ia juga tidak berkenalan dengan Rudi, dan menawarkan anak sulungnya untuk menjadi istri ke 6 pria tersebut. Mata Bobby terbuka ketika mendengar suara ibunya. "Mama," jawabnya lirih.Wajah anak remaja Itu tampak begitu bahagia ketika melihat ibunya. Dulu dia sempat berpikir tidak diberi kesempatan untuk melihat wanita yang begitu sangat ia sayangi. Namun ternyata takdir berkata lain, dia diselamatkan dan sekarang bisa melihat wajah sang ibu. "Na, bagaimana kondisi kamu?" Rini terus saja m
"Kamu semakin nakal, cantik. "Nathan menatap istrinya penuh gairah. Lama tidak berjumpa, ternyata istrinya semakin agresif."Hubby suka?" Eliza mengeling manja. Jari lentiknya dengan lembut bermain di atas dada bidang Nathan. "Sangat suka, Aku menyukai istri yang over aktif sepertimu." Nathan tersenyum miring menatap bibir Eliza yang basah. Bibir Eliza cemberut ketika mendengar ucapan suaminya. "Hubby kirain Liza autis?"Hahaha...," Nathan tertawa mendengar jawaban dari sang istri. "Tidak seperti itu maksud ku, sweet heart.""Nathan duduk di atas tempat tidur. Sedangkan Eliza masih menempel di tubuhnya. Istrinya itu dengan cepat melepaskan baju kaos yang melekat di tubuhnya. Setelah itu melepas pakaiannya sendiri. Melihat tingkah Eliza sungguh membuat Nathan senang. Istrinya yang dulu polos sekarang sudah pintar dan juga nakal. "Lakukan apapun yang kamu inginkan cantik." Nathan memejamkan matanya ketika bibir kecil istrinya sudah mencium bagian leher. Sentuhan Eliza, membuat bul