"Ya ini harganya tiga juta dua ratus ribu." Kasir itu tidak langsung menghitung namun memberitahu terlebih dahulu. Mengingat harga boneka yang cukup mahal."Maaf ya Mbak, saya gak jadi beli." Eliza benar-benar panik dan langsung menarik Nathan. Dia berencana untuk membawa Nathan keluar dari toko tersebut. "Hitung saja semuanya," kata Nathan tanpa menghiraukan masalah harga."Mas, nggak usah dibeli bonekanya. Nanti kita beli boneka yang di pinggir jalan aja. Bonekanya cantik-cantik harganya murah-murah kok." Eliza berkata sambil berbisik di telinga Nathan."Dibayar semua pak?" Gadis kasir itu tersenyum lebar sambil memandang Nathan. "Iya," jawab Nathan."Gak, satu yang itu saja," Eliza langsung menunjuk boneka yang dipegang gadis kasir. "Hitung semua!" Perintah Nathan. Gadis kasir itu tersenyum lebar dan langsung menghitung semua belanja milik Nathan. Inilah yang membuat para pegawai senang ketika si pemilik mall datang berbelanja. Karena keluarga Hermawan tidak akan pernah meminta
"Apa mau nonton?" Nathan memberikan menawarkan. Jika hanya membeli boneka saja pasti kurang puas. Karena itu Nathan mengajak Eliza untuk menonton. Anggap saja saat ini dia sedang menghibur Eliza yang sedang bersedih karena baru bercerai dari mantan suaminya.Eliza memandang Nathan dengan mengerutkan keningnya. Dilihatnya jam yang melingkar di pergelangan tangan Nathan, saat ini sudah menunjukkan pukul 12.00 malam."Mana ada bioskop yang buka jam segini mas." Jika ditanya mau menonton atau tidak, tentu saja jawabannya mau. Ada film baru yang ingin ditonton Eliza. Menurut teman-teman di kampus film itu sangat seru."Masih buka kok," jawab Nathan dengan yakin."Gak mungkin, pasti sudah tutup." Eliza tampak ragu menerima tawaran Nathan. "Mau nonton nggak?" Nathan kembali memberikan penawaran.Eliza memandang Nathan dengan bingung. Memangnya mall ini gak ada aturannya, hingga buka sampai pagi. "Mau, kita coba lihat dulu, kalau misalnya tutup ya sudah kita pulang." Akhirnya Eliza member
Nathan terkejut ketika Eliza sudah berpindah posisi di atas pangkuannya. Namun hal itu terjadi hanya beberapa detik. Detik berikutnya ia tersenyum senang. Apakah ini rezeki atau musibah? "Mas hantunya keluar," teriak Eliza sambil memeluk Nathan. Sedangkan wajahnya bersembunyi di dada bidang pria tersebut."Iya hantunya lagi ngintip." Nathan tersenyum geli melihat tingkah Eliza. Padahal tadi ngakunya paling penakut, tapi nyatanya dia yang lebih takut."Mas Liza takut, hantunya serem." Eliza memeluk Nathan dengan sangat kuat ketika mendengar suara jeritan."Iya jangan dilihat." Dengan sengaja Nathan memeluk Eliza dengan erat. Posisi Eliza yang berada di atas pangkuannya seperti ini membuat Nathan menjadi gelisah. Namun tetap saja dia tidak ingin Eliza segera beranjak dari tempatnya."Mas hantunya sudah pergi belum?""Belum dia masih liatin ke arah kita, matanya serem banget." Nathan berusaha menahan tertawanya. Eliza memang benar-benar bocil. Terus gimana coba dia bisa menjadi seorang
Eliza keluar dari dalam bioskop dengan wajah masam. Ada rasa kecewa dan juga sebal dengan film yang ditontonnya. Jika tidak memikirkan malu dengan Nathan, ia sudah menonton film hingga selesai. Namun karena hantu yang suka muncul dengan tiba-tiba, membuatnya ketakutan. Sedangkan Nathan hanya senyum-senyum sendiri memandang Eliza yang sangat menggemaskan. "Mas, kita pulang aja yuk." Eliza melihat jam di handphone yang ternyata sudah jam 01.00 malam."Apa nggak mau makan dulu sebelum pulang?"Eliza menggelengkan kepalanya. "Sudah sangat malam mas? Lagi pula nanti Noha suka bangun tengah malam. Jadi kita langsung pulang aja. Apa Mas lapar?" Eliza justru balik bertanya dengan Nathan.Nathan tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Kalau gitu kita pulang aja, nanti kalau Mas pengen makan apa, kasih tau Liza biar lizza yang masakin di rumah." Eliza berkata dengan tersenyum. Malam ini Nathan sudah melakukan banyak hal untuknya, karena itu Eliza akan memasak menu sesuai dengan permintaa
Nathan masuk ke kamar Eliza. Ternyata di sana sudah banyak boneka yang dibelinya. Boneka-boneka itu tersusun dengan rapi di sebuah lemari. Padahal tadi dia tidak membeli lemari namun ternyata sang Mami sudah langsung memberikan lemari boneka untuk menyusun boneka-boneka yang sudah dibeli oleh Eliza. Nathan mengambil guling kucing milik Eliza, Noha dan juga miliknya. Dia keluar dari kamar dan langsung menuju ke kamar Noha Nathan melihat sang Mami yang ternyata sudah tidak ada di sana. Hal ini pasti jauh lebih baik daripada harus mendengar sang Mami yang mengomel ketika dia akan masuk ke kamar putranya tersebut. Nathan tersenyum memandang Eliza yang sudah tertidur dengan lelap. Dia meletakkan guling kucing diperlukan Eliza dan meletakkan guling kucing kecil di pelukan Noha. Saat ini ibu dan anak itu tampak kompak dengan gaya tidur yang sama sambil memeluk guling. Dan yang lucunya mereka tidur searah dan saling berpandangan. Melihat Eliza dan Noah tidur seperti ini membuat hatinya m
Nathan keluar dari kamar dengan wajah fresh sehabis mandi. Penampilannya juga sangat santai, dengan celana jeans pendek dan kaos berkerah berwarna putih. Dengan langkah ringan ia berjalan menuju ke kamar Noah. Hari ini hari libur, itu artinya ia memiliki banyak waktu bermain dengan putra mungilnya tersebut. Langkah kaki Nathan berhenti tepat di depan kamar Eliza dan mendengar suara tertawa Noah. Pintu kamar yang tidak tertutup rapat membuat ia bisa melihat kejadian di dalam kamar."Ayo Jip, lari yang kencang. kita harus melawan buaya darat itu. kasih korbannya sudah banyak." Eliza tertawa kecil sambil memegang tubuh Noha. Sedangkan boneka harimau ditarik oleh mbak Ani. Noha tertawa ngakak sambil memegang telinga boneka harimaunya. "Jangan malas jip, ayo cepat lari. Buaya nya ada di sana. kita harus melawan buaya itu." Eliza berkata sambil menunjuk ke arah boneka buaya yang berukuran besar. "Siap pangeran." Mbak Ani menarik kepala harimau hingga harimau semakin dekat dengan buaya.
"Yura takut papa?" Tanya Rizky.Gadis kecil bertubuh kerempeng itu menganggukkan kepala. "Yura jangan takut, ada Om di sini. Yura harus cerita sama Om, sebentar apa yang sudah terjadi," Rizki membujuk gadis kecil tersebut.Yura kembali menganggukkan kepalanya. Rizky mengeluarkan Yura dari bawah tempat tidur dan kemudian menaikkannya kembali ke atas tempat tidur pasien. "Dok, Yura sudah jumpa?" Kiara bertanya setelah kembali ke kamar rawat Yura. Dilihatnya risky yang sedang mengangkat tubuh kecil, anak malang tersebut."Iya dia bersembunyi di bawah tempat tidur," kata Rizki sambil meletakkan Yura dengan hati-hati.. Kiara memandang gadis kecil itu dengan rasa kasihan. Ia memasangkan selang infus di tangan kanan gadis kecil tersebut. Karena ulah Yura yang mencabut selang infusnya secara paksa, tangannya banyak mengeluarkan darah. "Om, aku harus segera pergi." Yura berkata setelah berpikir beberapa saat.Bagi anak seusianya, jalan terbaik untuk menyelamatkan diri hanya dengan pergi
Suster Kiara membuka baju yang dipakai Noha dan mengusap kapas beralkohol di bagian kulit yang akan disuntik. Sedangkan Nathan sudah memeluk erat putranya. Tampak jelas kecemasan di wajahnya ketika melihat jarum suntik yang akan menembus permukaan kulit bayi bertubuh subur tersebut. Selama ini Eliza yang selalu memegang Noha setelah kali akan di suntik. Sedangkan Nathan memilih untuk menjauh. Namun karena cemburu terhadap sang dokter, Nathan langsung yang memegang putranya. "Si pintar om, apa sudah sarapan?" Rizky berkata dengan wajah tersenyum. Sedangkan Noah hanya tersenyum memandang sang dokter. Dengan sangat tenang Rizky menyuntikkan vaksin di bagian lengan Noha. Bayi mungil itu awalnya tidak menangis, namun setelah menyadari rasa sakit di tangannya iapun memandang jarum suntik dan kemudian menangis.Ekspresi wajah Noha yang langsung berubah dengan bibirnya yang kecil dan bulat maju ke depan. sungguh sangat menggemaskan hingga membuat Kiara tersenyum. "Sakit ya nak?" Nathan ta
Wajah wanita cantik itu tampak cemberut sambil memandang suaminya. Berbeda dengan Nathan. Pria itu memandang Eliza dengan penuh kemenangan."Kenapa liatin seperti itu?" Nathan berkata tanpa rasa bersalah."Liza sudah bilang kalau Liza mau tidur." Eliza berkata dengan wajah kesal. Keputusan Eliza untuk tidur di dalam kamar ternyata salah. Karena nyatanya dia tidak tidur sama sekali setelah makan siang. Hal ini disebabkan suaminya yang selalu saja mengganggunya. Pada akhirnya Nathan baru berhenti menganggu setelah mereka menuntaskan kewajiban suami istri."Iya Hubby tahu, sini tidur biar dipeluk," kata Nathan dengan tersenyum."Nggak mau." Dengan cepat Eliza menolak. "Loh kenapa tidak mau, bukannya kamu senang dipeluk?" Tanya Nathan."Tangan hubby nggak bisa dipercaya." Dengan waspada Eliza menutup bagian dada dan juga aset bawahnya. Setelah itu ia menarik selimut dan menutup tubuhnya dengan selimut. "Setelah olahraga ranjang, dijamin tidur semakin enak." Nathan berkata sambil menga
Rizky bangun dan melihat jam yang menempel di dinding. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Kondisi kamar juga dalam keadaan kosong. Setelah tidur cukup lama tubuh pria itu terasa lebih segar. Ia menjangkau handphone yang ada di nakas. Yang pertama kali diperiksanya adalah panggilan telepon. Dilihatnya panggilan masuk dari dokter Teddy. Dengan cepat pria itu langsung menghubungi temannya tersebut. "Halo Dokter Rizky," sahut dokter Teddy dari seberang sana. "Ya Dokter Teddy, apa tadi kamu menghubungiku?""Yang menghubungi anda adalah nyonya Rini."DegJantung Rizki berdetak ketika mendengar jawaban dari sang dokter. Jika Rini yang menghubungi itu artinya Kiara mengetahui apa yang terjadi terhadap adiknya. "Yang menerima telepon istri, anda. Ibu Rini langsung berbicara dengan istri anda.""Apa yang dikatakan Kiara dengan mama mertua saya?" Tanya Rizky.Rizky menarik napas panjang dan kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan. Ia harus bisa tenang menghadapi masalah
Nathan kembali ke kamar hotel di jam 11 siang. Dengan langkah ringan pria itu masuk ke dalam kamar. Awalnya dia sengaja ingin membuat kejutan untuk istrinya namun di dalam kamar tampak seperti lenggang. Nathan langsung memandang ke arah tempat tidur. Ternyata istrinya itu masih terbaring di atas tempat tidur dengan mata yang tertutup rapat. Wajah pria itu tersenyum sambil melangkah mendekati tempat tidur. Nathan kemudian duduk di tepi tempat tidur sambil menatap wajah cantik Eliza. Apa dirinya sudah sangat kelewatan, hingga membuat istrinya kelelahan seperti ini?Nathan tidak mungkin melakukan hal yang seperti ini jika Eliza tidak memancingnya semalam. Padahal ia sudah berniat untuk tidak mengajak istrinya bertarung. Namun Eliza sendiri yang memancing dan meminta untuk disantap. Bagaikan harimau lapar, sudah pasti Nathan tidak akan menolak makan enak yang disuguhkan sang istri."Hai sweet heart, apa kamu kamu ingin tidur sampai sore?" Pria itu berkata sambil mengusap kepala Eliza."
Pesawat yang membawa Bobby dan juga Rini mendarat di Bandara Sultan Thaha Saifuddin, Jambi. Begitu tempat tidur pasien diturunkan dari atas pesawat, seorang perawat langsung mendorong tempat tidur ke mobil ambulans yang sudah disediakan rumah sakit. Dengan cepat Bobby dimasukkan ke dalam mobil ambulans. Sedangkan Rini, masuk ke dalam mobil ambulans yang kedua. Ibu dan anak langsung dilarikan ke rumah sakit Abdul Manaf. Rini merasakan dadanya yang terasa sesak setiap kali mengingat Kiara. Rasa bersalah dan malu, membuat ia merasakan sakit hingga uluh hati. Setiap potongan peristiwa terus saja melintas dipandangnya. Bahkan ia seperti menonton cuplikan film yang terus saja berganti-ganti. Begitu banyak dosa yang dilakukannya terhadap Kiara. Setelah nanti ia sembuh, apakah Putri sulungnya itu mau memaafkannya.Rini terus saja menangis. Sejak Kiara lahir hingga sekarang, belum pernah sekalipun ia memperlakukan putri sulungnya itu dengan baik. Bahkan ketika Kiara baru lahir, dengan kejam
Rizky menganggukkan kepalanya. "Abang masih lemas, dek." Pria itu dengan manjang memeluk sang istri."Kenapa ngelakuin transfusi darah?"Semalam ada pasien yang butuh darah. Stok di rumah sakit habis, di PMI juga nggak ada. Dan kebetulan golongan darah pasien sama dengan golongan darah abang. Ya sudah Abang donor aja langsung. Adek tahu sendiri, golongan darah AB, sangat langka." Rizky menjelaskan agar istrinya tidak memiliki pikiran yang aneh-aneh."Iya, golongan darah Bobby juga sama seperti Abang AB. Dulu dia pernah terkena demam berdarah. Pada saat itu, Bobby kekurangan banyak darah. Yang bisa donor darah ke Bobby, cuma Kia. Karena golongan darah kami sama." Kiara berkata dengan wajah tersenyum. Entah mengapa ia teringat dengan adiknya yang super bandel tersebut. Tiba-tiba saja Kiara merasa sesak di dadanya. Rasa sesak seperti sedih yang tidak beralasan."Jadi golongan darah kedua orang tua kalian tidak ada yang AB?" Rizki bertanya sambil memandang Kiara. "Enggak, papa A sedang
"Bagaimana tuan Albert, tuan Thomas, tuan Jhon, apa ada yang mau anda tambahkan?" Nathan bertanya ketika Albert beserta dua orang investor lain selesai membaca rancangan kerja. Para investor itu juga melihat keuntungan yang akan mereka peroleh.Albert tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Menurutku ini sudah sangat baik. Kerja sama ini menguntungkan negara-negara yang ikut bergabung.""Tuan Thomas?" Tanya Nathan."Saya setuju dengan rancangan kerja yang anda buat," jawab Thomas yang tidak banyak berkomentar."Meskipun tuan Nathan masih sangat muda, namun gebrakan yang anda lakukan, luar biasa. Anda memiliki ide yang luas bisa." Pengusaha asal Jerman yang bernama Jhon, ikut memuji kecerdasan Nathan."Saya sudah merancang kerjasama ini sejak 3 tahun yang lalu. Hanya saja saja baru berani mengajukan kerjasama dengan berbagai negara setelah presiden kami menyetujui proyek ini. Saya yakin proyek ini akan sangat bermanfaat bagi warga negara saya.""Jika pengajuan anda di tolak oleh neg
Seorang wanita berdiri di cermin sambil mengusap gincu berwarna merah cabe di bibirnya. Bibir tebal wanita itu tampak semakin seksi dan menggoda."Pagi ini Kamu sangat cantik, sayang." Albert yang berdiri di belakang Sherly memuji kecantikan wanita tersebut. Bukan hanya dandanan saja yang terlihat menor, pakaian yang dipakai wanita itu juga tampak begitu menggoda. Padahal saat ini udara sangat dingin. Namun sepertinya wanita itu tidak perduli."Apakah hari-hari sebelumnya aku tidak cantik?" Sherly berkata dengan gaya menggoda. Pagi ini wanita itu dengan sengaja berdandan sangat cantik. Dia yakin akan bertemu dengan Nathan di restoran nanti. "Hari-hari sebelumnya kau juga cantik." Albert tersenyum sambil menatap ke pantulan cermin."Apa kamu suka?" Wanita itu berkata dengan tersenyum sambil mengigit bibir bawahnya. "Tentu, aku sangat menyukainya. Apa sudah selesai?" Albert yang berdiri di belakang Sherly, dengan sengaja meletakkan tangannya di leher wanita tersebut. Jantung Sherly
Kursi roda didorong semakin dekat dengan tempat tidur. Rini bisa melihat dengan jelas, sosok yang tertidur di atas tempat tidur adalah putra bungsunya. Kamar berukuran besar ini mirip seperti kamar di rumah sakit. Didalam kamar dilengkapi monitor jantung, serta alat medis lainnya. Ada seorang dokter dan juga seorang perawat. "Bobby!" Teriak Rini. Wanita itu merasa sangat bersalah terhadap anaknya. Jika tidak serakah, Bobby tidak akan merasakan penganiayaan yang sangat kejam dari Rudi. Seharusnya ia juga tidak berkenalan dengan Rudi, dan menawarkan anak sulungnya untuk menjadi istri ke 6 pria tersebut. Mata Bobby terbuka ketika mendengar suara ibunya. "Mama," jawabnya lirih.Wajah anak remaja Itu tampak begitu bahagia ketika melihat ibunya. Dulu dia sempat berpikir tidak diberi kesempatan untuk melihat wanita yang begitu sangat ia sayangi. Namun ternyata takdir berkata lain, dia diselamatkan dan sekarang bisa melihat wajah sang ibu. "Na, bagaimana kondisi kamu?" Rini terus saja m
"Kamu semakin nakal, cantik. "Nathan menatap istrinya penuh gairah. Lama tidak berjumpa, ternyata istrinya semakin agresif."Hubby suka?" Eliza mengeling manja. Jari lentiknya dengan lembut bermain di atas dada bidang Nathan. "Sangat suka, Aku menyukai istri yang over aktif sepertimu." Nathan tersenyum miring menatap bibir Eliza yang basah. Bibir Eliza cemberut ketika mendengar ucapan suaminya. "Hubby kirain Liza autis?"Hahaha...," Nathan tertawa mendengar jawaban dari sang istri. "Tidak seperti itu maksud ku, sweet heart.""Nathan duduk di atas tempat tidur. Sedangkan Eliza masih menempel di tubuhnya. Istrinya itu dengan cepat melepaskan baju kaos yang melekat di tubuhnya. Setelah itu melepas pakaiannya sendiri. Melihat tingkah Eliza sungguh membuat Nathan senang. Istrinya yang dulu polos sekarang sudah pintar dan juga nakal. "Lakukan apapun yang kamu inginkan cantik." Nathan memejamkan matanya ketika bibir kecil istrinya sudah mencium bagian leher. Sentuhan Eliza, membuat bul