"Halo pak Hermawan, halo ibu Mawar, apa kabar ?" Sapa pria paruh baya yang menyapa Hermawan dan juga Mawar. "Baik, bagaimana perkembangan bisnis pak Indra di Singapura?" Hermawan tersenyum dengan teman lamanya itu.Sudah 7 tahun Indra menetap di Singapura. Pria itu baru kembali menetap di Indonesia sekitar 6 bulan yang lalu. "Kita masih merintis, jadi masih banyak tahapan yang harus di lewati." Pria yang bernama Indra itu berbicara dengan gaya ramah dan merendah. "Perusahaan Pak Indra bukanlah perusahaan kecil. Mana ada perusahaan besar itu menjadi perintis," sindir Hermawan.Indra tertawa mendengar perkataan Hermawan. "Oh iya ini Yuna, Dia baru saja menyelesaikan studi S2 nya dan kembali dari Washington. Rencananya akan membantu bisnis Aku di sini." Dengan bangganya Pria itu memperkenalkan gadisnya muda yang saat ini menggandeng tangannya."Bagus sekali," kata Hermawan. "Terima kasih Om, aku senang ketemu sama Om. Sudah lama sekali kita gak jumpa." Yuna langsung bergelayut man
"Tante, aku ke situ ya mau ketemu Mas Nathan , kangen." Yuna tersenyum dan kemudian pergi kemeja Nathan. Mawar hanya diam tanpa menjawab perkataan dari wanita tersebut. "Jeng Mawar, ngikutin berita si Wati gak?" Mega sudah mulai menggosip dengan Mawar. "Saya tidak mengikuti perkembangan kasusnya," jawab Mawar. Sedangkan matanya tertuju kearah Nathan. "Dengar kabar dia dituntut 20 tahun penjara karena kasus penganiayaan, penipuan dan pemerasan. Aku nggak nyangka lho kalau dia sejahat itu. Masalah itu berkata dengan anaknya yang bernama Sandy ya?" Meskipun tidak mendapatkan respon dari Mawar, Mega tetap saja bersemangat ketika menggosip.Mawar menghindari topik pembicaraan ini. Karena menyangkut Sandy. Menyangkut Sandy, berarti berkaitan dengan Eliza. "Dengar kabar, si Sandy itu punya istri dua. Jadi menantu kebanggaan Wati yang bernama Mirna itu, seorang pelakor dan istri kedua. Sayang sekali ya, cantik tapi pelakor. Cantik-cantik eh ternyata istri kedua." Bibir wanita itu sampai
"Mas, Liza ke kamar mandi sebentar ya." Eliza tersenyum memandang Nathan. Sejak tadi sudah kebelet namun karena malas ke kamar mandi, Eliza pun menolak panggilan alam. "Apa mau mas temani?" dengan bodohnya Nathan bertanya. Mata Eliza terbelalak mendengar penawaran dari Nathan. "Gak usah, Liza bisa sendiri," tolak Eliza dengan cepat. Aneh, mana boleh laki-laki masuk ke dalam kamar mandi perempuan. Jika Eliza menyetujui penawaran dari Nathan, sudah pasti bos besarnya itu akan keluar dengan wajah babak. "Ya sudah jangan lama, nanti Noah nangis. Sepertinya dia sudah minta pulang." Nathan berkata dengan tersenyum. Eliza menganggukkan kepala dan mengangkat jempolnya. "Oke." Nathan tersenyum memandang Eliza yang bergi ke kamar mandi. Nathan mulai sibuk dengan handphone di tangannya. Begitu banyak email yang masuk dan harus dibaca satu persatu. "Mas Nathan." Nathan terkejut ketika tiba-tiba saja ada seorang wanita yang langsung memeluknya. Tanpa malu wanita itu mencium bibir
Seorang pria berdiri tidak jauh dari ballroom tempat acara resepsi berlangsung. Pria itu datang memakai masker dan juga kacamata hitam. Sebagai seorang anak ia ingin memberikan ucapan selamat untuk sang Papa. Walau bagaimanapun papanya berhak untuk bahagia. Namun saat ini namanya sedang cacat. Begitu banyak orang-orang di luar sana yang membencinya. Jika Mirna mengatakan semua ini karena ulah dari Wati yang merupakan mamanya, Sandy tidak bisa memungkiri. Karena memang wanita itulah yang menjadi biang semua permasalahan yang terjadi. Dengan ragu Sandy melangkahkan kakinya menuju ke ballroom. Namun kakinya terhenti ketika melihat sosok wanita yang begitu sangat cantik bak bidadari. Matanya bakan tidak bisa berkedip sedikitpun. Apakah benar yang dilihatnya adalah Eliza? Sandi seperti orang bodoh yang mengekori wanita itu dari belakang. Disaat berada di tempat yang sepi dan wanita itu ingin masuk akan masuk ke dalam kamar mandi, dengan cepat ia menarik tangan wanita yang dia yakini i
Eliza sangat kesal berjumpa dengan Sandy. Berulang kali ia mengibaskan bajunya dan berharap jejak tangan pria itu bisa hilang. Rasa cinta yang dulu begitu sangat besar hilang tanpa bekas. Yang tersisa hanyalah kebencian serta rasa jijik. Jika bukan karena ulah Sandy, memberikan handphone jadul, mungkin saat ini putranya masih ada. Jika seandainya Sandy tidak selingkuh dan memilih tinggal di apartemen selingkuhannya, mungkin putranya masih hidup. Jika hari itu Sandy pulang ke rumah, mungkin Ibnu tidak harus dilarikan dengan berjalan kaki di tengah malam dan hujan deras. Semua kata mungkin, sungguh menyesakkan di dada Eliza. Bukannya berniat untuk menyalahkan takdir namun yang disesalkan mengapa anaknya pergi dengan begitu cepat. Padahal Ibnu terlahir sehat. Lagi-lagi Eliza merasakan hatinya yang begitu sangat perih. Luka disirami air jeruk nipis dan ditaburi garam kasar. Rasanya begitu sangat menyakitkan. Ia merasa menjadi Ibu yang sangat buruk dan tidak bisa menyelamatkan anaknya.
Pernyataan Sandy terdengar sangat lucu di telinga. Eliza tertawa terpingkal-pingkal ketika membayangkan seperti apa Sandy mencarinya di sana. Bagaimana jika pria itu tahu bahwa ia tidak pernah pulang ke Pekanbaru?" Hanya seperti itu saja sudah mengeluh. Yang lebih aneh lagi mengaku cinta dan tulus.""ha... ha.... ha, lucu aneh." "Eliza berhenti tertawakan mas." Wajah Sandy memerah ditertawakan Eliza. Rasanya tidak ada yang lucu dengan perkataannya, tapi mengapa Eliza tertawa ngakak seperti ini. Eliza tidak menghiraukan perkataan Sandy. Dia terus tertawa ketika membayangkan Sandy yang seperti orang gila berjalan kaki panas-panasan sambil bertanya ke setiap orang yang dijumpainya, "apa kenal istri saya?""Kita akan mulai semuanya dari awal. Mas tidak akan ceraikan Mirna. Kita akan menjalani rumah tangga dengan baik. Mas akan adil terhadap kalian berdua." Meskipun tahu ini hanya Janji yang tidak akan pernah ditempatinya, namun Sandy tetap saja mengatakannya.Meskipun tertawanya sudah b
Nathan berlari ke arah kamar mandi. Dari kejauhan dia melihat Eliza yang sedang bertengkar dengan Sandy. Nathan ingin mendekat, namun ia mengurungkan niatnya ketika mendengar perdebatan antara pasangan suami istri tersebut. Ada kalanya ia harus memilih untuk menjadi penonton di saat mereka harus menyelesaikan masalahnya. Dari tempat berdirinya Nathan bisa mendengar dengan jelas setiap kalimat yang dikatakan Eliza dan juga Sandy. Ada rasa puas dan juga bangga ketika melihat Eliza yang bersikap tegas dengan pecundang seperti Sandy. Eliza bukan lagi wanita lemah seperti dulu, bahkan dia dengan sangat entengnya menghajar Sandy hingga babak belur."Eliza, kamu gak boleh pergi, apa kamu lupa kalau kamu tidak punya saudara dan kenalan di sini. Hanya mas satu-satunya tempat kamu bergantung. Kamu jangan lupa, mas yang bawa kamu ke sini. Asal kamu tahu ini jakarta, begitu banyak tindakan kriminal yang terjadi di sini. Karena itu kamu harus pikir dulu jika ingin bercerai." Sandy berkata sambil
"Pak Nathan." Sandy berkata dengan terbata-bata. Nathan tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Di laporan karyawan kamu mengatakan bahwa Mirna istri sah dan istri pertama tapi sepertinya kamu memiliki istri yang lain?" "Bukan begitu Pak," jawab Sandy dengan wajah pucat pasih. Ia tidak menduga akan berjumpa Nathan di sini. "Jika tidak, berarti ini bukan istri kamu?" Nathan berkata dengan wajah dingin, hingga membuat Sandy merasakan sekujur tubuhnya kaku. Sandy terdiam dan sulit mengatakan Iya, karena dia pasti akan langsung mendapatkan teguran dari perusahaan. Perusahaan Hermawan memang berbeda dengan perusahaan yang lain. Jika perusahaan lain tidak peduli dengan masalah pribadi karyawannya, berbeda dengan Hermawan. Dia memberikan kuasa gaji kepada istri. Dengan seperti itu suami tidak akan berani bermain di belakang istrinya. Sedangkan Sandy mendaftarkan Mirna sebagai istri sah. Sandy tampak serba salah. Ingin mengatakan Eliza adalah istrinya, rasanya tidak mungkin.
"Eliza, mas tidak mau pakai ini." Nathan berkata dengan wajah masam. Kalimat yang terucap dari mulutnya sudah tidak ada manis-manisnya lagi. Bahkan Nathan langsung memanggil nama istrinya. "Liza nggak peduli pokoknya Mas harus pakai." Eliza tidak menghiraukan penolakan dari Nathan. Dia tetap mengikat tali apron di leher suaminya. "Eliza, Apa kamu tahu hukuman yang akan kamu dapatkan karena memaksa Mas seperti ini?" Nathan berusaha menarik apron tersebut Namun Eliza semakin menguatkan ikatan di lehernya. "Eliza, apa kamu mau menjadi janda?" kata Nathan yang sudah kesulitan bernapas. Nathan tidak habis pikir melihat Eliza. Bagaimana mungkin Eliza tega menindas suaminya, demi orang lain."Ya nggak lah, makanya Mas itu harus nurut, agar jangan tercekik lehernya." Eliza kembali meregangkan tali ikatannya. "Si Yuna itu sebenarnya istri siapa? Kenapa harus Mas pula yang pakai-pakai kayak gini?" Nathan memandang apron berwarna pink dengan motif bunga-bunga. Melihat ini saja sudah membu
Meskipun sudah diizinkan mengambil mangga, Dirga masih tetap belum bergerak dari duduknya. "Ambil mangganya sekarang, keburu kesorean nanti," kata Mawar mengingatkan.Melihat Dirga masih belum beranjak dari duduknya, tentu saja membuat Mawar gemes. Bagaimana jika Yuna benaran hamil? Kasihan sekali jika keinginannya tidak didapatkan. "Ya Tante tapi _" Dirga tidak melanjutkan ucapannya."Ada apa? "Mawar sangat penasaran dengan apa yang menjadi masalah bagi Dirga. "Begini tante." Dirga berkata sambil menggaruk kepalanya namun tatapan matanya mengarah ke Nathan."Ada apa kasih tahu saja," desak Hermawan. "Maaf Bos." Sebelum memulai perkataannya Dirga justru meminta maaf terlebih dahulu."Tidak usah memanggil saya bos, karena saya sekarang bukan lagi bos kamu." Nathan mengingatkan Dirga. Sekarang mereka sudah memiliki status yang sama. Sama-sama seorang Presdir. Tampaknya mertua Dirga sangat percaya kepada nya. Hingga memberikan jabatan presiden direktur kepada menantunya. Sebagai pem
"Tapi sepertinya tidak mungkin." Kata Yuna setelah diam beberapa saat. "Kenapa gak mungkin?" Tanya Kiara.Pertanyaan seperti ini sangat sulit untuk dijawab. Pernikahan resminya baru 20 hari. Namun insiden yang terjadi terhadapnya sudah 35 hari. Yuna baru teringat kalau dia sudah tidak datang bulan sejak kejadian itu. Tapi apa mungkin satu kali berbuat, langsung hamil?"Saran Kia, sebaiknya di cek deh. Atau mau Kia bantu untuk periksa pakai tespek?" "Kalau udah dicek tapi nggak positif gimana?" Yuna tampak ragu menerima tawaran dari Kiara. "Ya nggak apa-apa, tinggal dicoba lagi." Kiara tersenyum lebar. "Kalau gak positif, bang Dirga pasti kecewa banget." Yuna tampak ragu."Cobanya diam-diam aja. Jika garis dua muncul, baru deh kasih tahu ke suami, kakak," usul Eliza. "Benar, mau dicoba nggak, kebetulan ini ada tespek?" kata Kiara dengan semangat. "Emangnya ciri-ciri orang hamil seperti apa?" "Ciri-ciri di awal kehamilan nggak kelihatan, ini disebabkan karena perut yang belum mem
"Hai kak Yuna, kakak apa kabar" Eliza menyapa Yuna dengan tersenyum canggung. Kejadian ketika di perusahaan Nathan masih teringat jelas oleh Eliza. Karena itu dia merasa canggung jika berhadapan dengan Yuna seperti ini."Baik. "Yuna menjawab dengan wajah tersenyum. Eliza dapat melihat senyum tulus di bibir merah Yuna. Dari tatapan matanya tidak terlihat sedikitpun jika Yuna membenci Eliza. "Kak Yuna tambah cantik aja. Gimana bulan madunya kemarin?" Eliza mencoba berbicara dengan gaya ramah dan sok akrab. Alangkah baiknya permasalahan yang dulu tidak diingat lagi. Mereka sudah sama-sama menikah. Alangkah lebih baik jika menjadi teman. "Masak sih, perasaan Kakak tambah hitam deh." Yuna berkata sambil melihatkan tangannya. "Enggak lah kulit Kakak putih banget." Eliza berkata sambil memuji Yuna. "Ini kelihatan item banget. Sewaktu Honeymoon, Kakak sangat suka di pantai. Habis dari sana ya kayak gini jadinya." Yuna mulai curhat tentang apa yang terjadi dengannya.Yuna mulai cemas de
"Tas yang ini cantik sekali, mami suka." Mawar menunjukkan tas wanita berwarna coklat."Iya mi, cantik sekali," jawab Eliza sambil memperhatikan model tas tersebut. Mata Eliza terbelalak melihat harga tas yang ditunjukkan Mawar. Harga tas seharga mobil. Tapi uang mami mertuanya sudah berlebihan- lebih. Jadi tidak apa jika beli tas seharga ratusan juta. Jika masalah selera fashion, Mawar tidak perlu diragukan. Meskipun usianya sudah setengah abad, namun penampilan wanita itu trendy. Apa lagi postur tubuhnya yang langsing dan tinggi, membuat ia tampak lebih muda. Jika jalan ke mall bersama Eliza, orang suka beranggapan bahwa Mawar, kakaknya Eliza. Jadi bisa bayangkan seperti apa awet mudanya. Kalau kategori artis, mawar ini seperti Shopia Lajuba. "Mom." Eliza langsung menoleh ke belakang. Dia melihat Noah yang berlari mengejarnya. "Sayang, mommy." Eliza mengembalikan tangannya dan langsung memeluk tubuh putranya. "Anak ganteng mommy sudah bangun?" Tanya Eliza."Cuda," jawab Noah sa
Mawar sedang sibuk menata tempat tidur untuk Yura. Karena Rizky dan Kiara akan menetap di masion. "Akhirnya anak itu mau juga tinggal disini." Wajah Mawar tampak begitu bahagia ketika membayangkan suasana di masion yang semakin hidup dan juga ramai. "Iya mi, lagian kasihan kak Kiara. Jadwal kerja bang Rizky gak tetap. Kadang pulangnya sudah malam-malam sekali. Mana kak Kiara nggak mau pakai pembantu yang menetap di rumah. Liza aja merasa ngeri, membayangkan kak Kiara tinggal berdua sama Yura di rumah yang sangat besar." Eliza berkata dengan raut wajah serius. Mawar tertawa dan gemas melihat wajah menantunya. Ingin sekali ia mencubit pipi Eliza hingga merah, namun tidak tega. Belum lagi Nathan yang akan marah. "Nanti kalau kalian kasih mami cucu, mami mau yang cewek." Wanita paruh baya itu berkata dengan wajah tersenyum. Melihat wajah cantik Eliza dan ketampanan putranya, ia yakin cucunya pasti sangat cantik.Eliza tersenyum nyengir dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Tapi Liz
Rizky pulang ke rumah dengan tubuh yang terasa amat lelah. Bersyukur besok tidak ada jam praktek dan juga jadwal mengajar. Ia bisa beristirahat di rumah sambil memanjakan sang istri. Sesuai janjinya dengan Kiara, besok mereka sudah pindah ke masion milik Hermawan.Rizky membuka pintu rumahnya. Di jam seperti ini kondisi rumahnya sangat sepi. Yura dan Kiara pasti sudah tertidur. Pria itu terkejut ketika melihat Yura yang sedang sibuk mewarnai lukisan yang dibuatnya sendir."Yura!" Panggil Rizky.Yura menoleh ke belakang dan memandang Rizky dengan tersenyum. "Papi sudah pulang." Gadis kecil itu tertawa girang dan langsung mengejar Rizky yang berdiri sekitar 3 meter darinya."Iya, sudah," jawab Rizky yang langsung menggendong tubuh kecil Yura. "Anak kecil, Kenapa belum tidur?" Pria berwajah manis itu tersenyum sambil mencium pipi bulat Yura."Yura sedang membuat gambar, dan menunggu papi pulang." Yura berkata dengan tersenyum lebar."Besok-besok gak usah tunggu papi. Jam 10 setelah be
"Kenapa sudah dimatikan teleponnya? Padahal aku belum selesai bicara." Sherly kesal ketika panggilan telepon diputus sepihak oleh Nathan. "Aku mau minta foto Shelia, tapi sudah di matikan." Sherly mancak-mencak sendiri karena kesal. Dia kembali mencoba menghubungi nomor handphone Nathan, namun sayang nomor yang digunakannya sudah diblokir. Padahal ini sudah kartu yang ke-10 dibelinya dan semuanya sudah diblokir oleh mantan suaminya itu. "Bagaimana jika nanti Albert ingin melihat foto anakku? Kenapa sih anak itu suka nyusahin. Dasar anak pembawa sial." Sherly berkata dengan wajah kesal dan juga marah."Aku lupa, Anak itu masih sangat bermanfaat. Dia yang akan membuat aku kembali dengan Nathan. Jadi aku tidak boleh marah seperti ini." Mimik wajah Sherly yang tampak begitu sangat marah, langsung berubah dengan wajah ramah dan juga senyum merekah. "Kenapa aku bodoh sekali, aku bisa mencari foto anak-anak perempuan di internet. Aku tinggal katakan kalau itu adalah Shelia." Sherly tert
"Baik," jawab Nathan."Bagaimana dengan kabar istrimu? "Sherly berbasa-basi terlebih dahulu. "Sangat baik." Nathan berkata dengan raut wajah datar."Apa kamu tahu bahwa aku sangat merindukanmu." Sherly tahu bahwa Nathan masih sangat mencintainya. Karena itu ia mencoba untuk merayu mantan suaminya. "Jika tidak ada yang ingin kamu katakan aku akan menutup panggilan telepon.""Jangan honey, kamu jangan terlalu kejam kepadaku. Bagaimana kabar anak kita?"Kening Nathan berkerut mendengar pertanyaan dari mantan istrinya. Apa yang terjadi hingga Sherly menanyakan tentang anak mereka?"Honey, apa kamu tidak ingin memberi tahu aku tentang anak kita?" Sherly berkata dengan sangat lembut. Bahkan ia kembali memanggil Nathan honey, seperti dulu awal-awal mereka berpacaran.Nathan diam dan memandang layar handphonenya. "Honey, mengapa kamu diam saja?" "Kondisi anakku baik."Sherly diam sesaat ketika mendengar Nathan mengatakan anakku. Itu artinya pria itu sudah memutuskan hubungan antara diriny