Wajah Nathan merah padam ketika mendengar laporan dari salah seorang bodyguard nya.Melihat Eliza diperlakukan dengan semena-mena oleh keluarga suaminya, membuat Nathan emosi. "Kenapa bisa seperti ini? Aku meminta kalian untuk melindungi nona Eliza, tapi mengapa orang itu bisa menyerang nya dan memukuli nya?"Bug!Satu pukulan keras mendarat di perut pria bertubuh tinggi tersebut.Pria itu hanya diam ketika Nathan meninjau perutnya. Bahkan posisi berdirinya tidak bergeser sedikitpun. Namun tetap saja wajahnya tampak menahan sakit."Kami sudah melakukan sesuai dengan perintah tuan, hanya saja nona Eliza tidak mau kami dekat dengannya. Nona meminta agar kami memantau dari jauh. Jika terjadi sesuatu hal, kami tidak diperbolehkan untuk mendekat dan cukup menyaksikan saja," jelas pria tersebut.Nathan mengeratkan giginya. Laporan yang diberikan oleh bodyguard nya sungguh membuat dia marah dan mengamuk. "Jika hanya seperti itu yang bisa kau lakukan, apa gunanya aku membayar mahal?" "Maaf
Setelah Aldo pergi kini Ilham yang datang. Pria itu sudah duduk di depan Nathan. "Apa anda tahu mengapa Saya memanggil anda ke sini?" tanya Nathan dengan wajah suram. Tatapannya yang gelap membuat orang yang duduk di depannya merasa ketakutan."Maaf Pak, saya tidak tahu," jawab Ilham gugup. Selama bekerja di perusahaan HR grup ini merupakan pertemuan yang ke tiga kali bersama dengan Natan."Apa kamu mengenali wanita gila yang ada di video ini?" Nathan menunjukkan pemeran kekerasan yang sedang menarik rambut seorang wanita. "Istri saya pak," jawab Ilham dengan bibir bergetar. Karena wajah wanita di video diblur, ia tidak tahu siapa yang sedang dihajar oleh istrinya.Plak!Nathan memukul meja dengan keras hingga pria yang duduk di depannya terkejut. "Video ini sudah tersebar luas di internet."Wajah Ilham pucat pasih mendengar perkataan dari Nathan. Jika video sudah tersebar di internet itu artinya istrinya mungkin sudah ada di kantor polisi. "Istrimu melakukan tindakan kejahatan d
Nathan berlari menuju ke ruangan interogasi. Di sana dia melihat Eliza duduk sendiri dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari penyelidik. "Apa saya boleh masuk?" tanya Nathan yang sudah berdiri diambang pintu."Pak Nathan, silakan," jawab petugas yang merupakan reserse kriminal. Nathan memandang Eliza dengan perasaan bercampur aduk. Melihat wajah Eliza yang memar, bahkan sudut bibirnya juga terluka, membuat ia marah. Ingin mengamuk dan melampiaskan kemarahannya dengan Wati, Tina dan Tia. Namun sayang, mereka para wanita. Nathan tidak akan menjatuhkan harga dirinya hanya karena memeluk perempuan."Saya datang bersama pengacara. Untuk kasus ini pengacara saya akan langsung menanganinya." Nathan duduk di sebelah Eliza sedangkan pengacara Edwin duduk di sampingnya. "Saya senang Elisa mendapatkan pengacara sehebat Pak Edwin. Sangat sulit bagi tersangka untuk bisa lolos dari jeratan hukum. Karena kita memiliki bukti yang lengkap," kata petugas kepolisian tersebut.Eliza memandang Nathan
Jujur saja jantung Nathan sampai berhenti berdetak beberapa saat ketika melihat video kekerasan yang dialami oleh Eliza."Liza tahu, tapi masalah ini tidak sesederhana yang Mas pikir. Apa mungkin Liza diam aja ketika diperlakukan seperti binatang? Mereka benar-benar membuat Liza seperti orang bodoh, manusia dungu, dan badut lucu. Mereka tertawa terbahak-bahak di saat Liza kesakitan. Mereka tertawa ngakak ketika melihat Liza tersiksa. Mereka tertawa penuh kemenangan ketika melihat tubuh Liza penuh luka dan berdarah. Mereka menghajar mental Liza hingga babak belur. Jika seandainya Liza tetap bertahan di keluarga iblis itu, bisa dipastikan hanya ada dua kemungkinan. Jika tidak mati bunuh diri pasti gila. Jika Mas yang selesaikan masalah ini, sudah pasti mas akan membayar semua uang tuntutan yang di minta Wati. Karena bagi Mas uang bukanlah segala-galanya." Nathan diam mendengar perkataan Eliza. Jika ia yang menyelesaikan masalah ini sudah pasti akan melunasi semua hutang Eliza dan Eli
Jam 03.00 sore pesawat yang ditumpangi Sandy mendarat di bandara Sukarno Hatta. Dengan tergesa-gesa pria itu turun dari pesawat dan langsung mengaktifkan ponselnya. Kerinduannya terhadap Eliza sudah begitu besar sehingga membuat ia ingin segera bertemu. Namun ketika ponsel aktif yang diterimanya adalah panggilan telepon dari salah seorang teman di kantor. "Halo," jawab Sandy. "Halo Pak Sandy, akhirnya saya bisa menghubungi bapak." Terdengar wanita itu menghembuskan napas lega. Sandy mengerutkan keningnya ketika mendengar suara wanita. "Ya halo, ini siapa?" "Pak Sandy, saya Lusi, saya berada bagian pemasaran sama dengan ibu Mirna." Wanita itu menjelaskan dengan terbata-bata. Kejadian yang baru saja dilihatnya membuat tubuh wanita itu lemas. "Terus ada apa?" Sandy malas meladeni wanita itu basa-basi. Ia ngin segera mengakhiri panggilan telepon agar bisa menghubungi Eliza."Ibu Mirna mengalami pendarahan sejak jam 01.00 siang tadi. Saat ini saya ada di rumah sakit Pak. Saya suda
Mirna memandang ke arah Sandy dengan penuh kemarahan. Sikap Sandy yang seperti ini membuatnya merasa kecewa. Seharusnya pria itu lebih mementingkan dirinya yang akan melahirkan, bukan Eliza."Sakit, sakit sekali dokter." Mirna mencekam tangan perawat yang berada di dekatnya. Kukunya yang panjang membuat tangan perawat itu berdarah."Ibu tidak boleh menjerit, karena akan mengurus tenaga. Sebaiknya ibu diam," Kata dokter itu sambil melepaskan kuku-kuku panjang Mirna yang menancap di tangan perawatnya. Sedangkan perawat wanita itu sudah tampak kesakitan dan bahkan matanya sudah berkaca-kaca"Dokter bisa mengatakan seperti ini karena dokter tidak merasakan seperti apa sakit yang saya rasakan." Mirna berkata dengan keras. Rasa sakit yang melanda, membuat tubuhnya gemetar. Kebanyakan pasien, tidak sadarkan diri jika mengambil pendarahan seperti ini. Berbeda dengan Mirna, yang harus merasakan kesakitan yang luar biasa setiap detiknya. Dokter itu sudah tidak berkata-kata lagi. Sejak tadi d
Setelah melakukan transfusi darah Sandy duduk di depan ruang operasi istrinya sambil meminum air kacang ijo yang disediakan oleh pihak rumah sakit. Tubuhnya terasa sangat lemas, kepala pun pusing. Setelah menghabiskan 2 kotak air kacang ijo, barulah ia menghubungi rekan kerjanya di kantor. Ia harus mencari 5 orang pendonor dengan golongan darah B+Sandy juga membuat informasi di grup karyawan, bahwa ia membutuhkan pendonor dengan golongan darah B+.Setelah memberikan pengumuman, masuklah beberapa jawaban dari rekan kerjanya. Ada 5 orang yang mengatakan golongan darah B+ dan akan langsung ke RS untuk melakukan transfusi darah. Hal ini yang membuat Sandy merasa lega. Sewaktu Eliza melahirkan dan butuh transfusi darah, ia mencari pendonor di sekitar rumah sakit. Beberapa 3 orang ojol yang menjadi pendonor nya. Itupun Sandy mencari pendonor selama 3 jam lebih. Tidak seperti Mirna, yang langsung lewat grup chat karyawan. Dalam hitungan menit, 5 orang pendonor langsung didapatkan."Apa be
Hati Sandy terasa sakit seperti diiris ketika melihat kekejaman Wati, Tia, dan Tina. Dengan kejamnya mereka mengeroyok Eliza dan memukulnya. dengan anarkis. Lidah mereka begitu ringan ketika menghina, mencaci dan memaki Eliza.Peristiwa seperti ini sudah sering sekali dilihatnya. Bahkan selama ini dia selalu diam setiap kali melihat Eliza diperlakukan dengan kasar oleh Mama serta kedua kakaknya. Namun tidak untuk sekarang, Sandy merasakan sakit yang luar biasa. Seharusnya dia menonton video itu hingga habis namun ternyata sandy mematikan layar handphonenya. Sandy kembali menghubungi nomor Marwan, dan sambungan telepon pun langsung diangkat oleh sang papa. "Pa, aku sudah melihat beritanya. Mengapa mereka tega melakukan ini terhadap Eliza?""Mengapa bertanya kepadaku? "Marwan justru balik tanya. "Mengapa Mama, kak Tia dan juga kak Tina dengan tega memperlakukan Eliza seperti itu? " Sepertinya Sandy masih belum bisa memahami dengan jelas maksud dari video tersebut. Bahkan dia tidak
Setelah tertidur cukup lama, Mirna tersadar dari pingsannya. Hal pertama yang dilihatnya hanyalah kesunyian. Persalinan yang lebih cepat dari perencanaan, membuat orang tua berserta keluarganya dari kampung belum datang. Sedangkan Sandy, mungkin saja sudah pergi mencari istri pertamanya. Apakah pria itu sama sekali tidak peduli terhadapnya?Lalu bagaimana dengan mama mertua dan juga kedua kakak ipar? Apakah mama mertua yang dulu katanya sangat menyayangi Mirna sekarang sudah tidak peduli?Mirna baru saja bertarung nyawa melahirkan buah cinta mereka, namun mengapa Sandy pergi tanpa menunggu ia terbangun. Apakah Eliza begitu berharga, sedangkan ia tidak? Begitu banyak pertanyaan yang berputar-putar dibenak kepalanya. Namun tidak ada satupun pertanyaan yang mampu dijawabnya.. Pria itu dingin dan tidak peduli terhadap dirinya. Mirna merasakan kakinya yang seperti kesemutan. Bahkan digerakkan pun sulit. Tenggorokannya kering dan sangat haus. Ia ingin minum namun tidak bisa untuk berger
"Bagus, jangan bertahan sama orang yang tidak berhati. Biarkan saja mereka bahagia dengan kehidupannya sendiri. Kita juga bisa bahagia dengan kehidupan kita sendiri." Perkataan Marwan menjadi isyarat bahwa pria itu mendukung semua yang ingin dilakukan oleh Eliza. "Gimana nak lukanya, apa ada yang mengkhawatirkan?" Marwan bertanya sambil memandang luka-luka di wajah Eliza. "Nggak ada yang serius pa, ini hanya luka ringan saja. Sudah nggak sakit juga. "Eliza tersenyum mengusap pipinya. "Seperti ini lukanya kamu bilang nggak apa-apa?" Nathan langsung memotong perkataan Eliza. Eliza yang dipukul, namun dia merasa kesakitan. Apalagi ketika melihat banyak memar serta luka di kening Eliza yang harus mendapatkan jahitan. Eliza terdiam mendengar perkataan dari Nathan. "Papa harap ini yang terakhir kalinya Eliza diperlakukan seperti ini nak." Marwan berkata dengan raut sedih. Sebagai seorang ayah, dia tidak tega melihat kedua anak perempuannya mendekam di penjara. Perbuatan Tia dan juga
Eliza terkejut memandang pria bertubuh tinggi yang berdiri di ambang pintu. "Papa." Pria itu tersenyum hangat memandang Eliza. Rona bahagia terlihat jelas diwajahnya yang tampan."Papa!" Teriak Eliza sambil berlari dan langsung memeluk Marwan. "Iya nak, bagaimana kondisi Eliza?" Marwan tersenyum sambil mengusap kepala Eliza. Di keluarga Sandy hanya pria inilah yang begitu sangat menyayangi Eliza dan juga Ibnu. Suatu hal yang tidak akan pernah dilupakan oleh Eliza. "Liza baik Pak, maafin Liza yang nggak bisa jagain papa sewaktu sedang sakit," sesal Eliza. "Tidak apa-apa nak, papa ngerti kok seperti apa Kondisi Eliza. Bahkan papa selalu berdoa agar Eliza tidak datang ke rumah. Keputusan Eliza untuk pergi sudah sangat tepat." Marwan berkata dengan raut wajah sedih.Marwan tahu Wati akan menjadikan Eliza babu seumur hidup. Karena itu dia tidak mau Eliza menghabiskan masa muda dan masa depannya bersama dengan suami seperti Sandy. Laki-laki yang tidak memiliki prinsip. "Papa sudah seh
"Eliza kenapa tidak cerita sama mami kalau masalahnya seperti ini?" Mawar langsung bertanya setelah perawatan Kiara pergi."Maaf mi," jawab Eliza sambil menundukkan kepalanya. "Kenapa nggak cerita sama mami?" Mawar memandang Eliza dengan kecewa.Padahal Ia sudah menganggap Eliza sebagai anaknya sendiri. Namun mengapa Eliza tidak mau memberitahukan permasalahan ini kepadanya. Jika seandainya tahu masalah yang dihadapi Eliza, ia akan diselesaikan semuanya. Eliza tidak perlu terluka seperti sekarang. "Maaf mi, niatnya mau selesaikan masalah ini sendiri. Liza ingin menyelesaikan semuanya secara baik-baik. Liza udah nabung uang gaji, agar bisa bayar hutang. Kata ibu Wati, kalau hutang sudah lunas, Liza baru boleh cerai dari Mas Sandy. Liza gak menyangka masalahnya akan jadi seperti ini." Eliza menjelaskan secara singkat. Bagi Mawar, Eliza sangatlah menderita karena mendapat pemukulan hingga seperti ini. Namun bagi Eliza, ini hanya luka kecil. Ibarat kata orang, jika ingin menangkap ika
"Eliza, kamu tidak apa-apa kan?" Mawar tidak bisa menyembunyikan kepanikan di wajahnya. Wanita berwajah cantik itu langsung mengusap wajah Eliza dengan lembut. Jika seandainya Wati beserta kedua anaknya tidak ditahan oleh pihak kepolisian, ketiga wanita itu pasti akan merasakan kekejaman yang dilakukan Mawar. Wanita asal Inggris itu memang tidak pernah melakukan hal yang keji, namun bukan berarti dia tidak pandai membalas perbuatan orang lain hingga 10 kali lipat lebih buruk. "Liza nggak apa-apa Pi, mi." Eliza tersenyum memandang Hermawan dan Mawar."Seperti ini kondisi kamu, masih bilang gak apa-apa?" Nathan berkata dengan marah.Eliza tidak berani memandang Nathan. Sejak tadi pria itu selalu saja mengomelinya hingga telinga Eliza terasa panas. Apa lagi cari Nathan menatapnya, seakan menelannya hidup-hidup."Apa ada luka serius dengan Eliza, Riz?" Mawar bertanya dengan Rizki. Sejak tadi Rizki berdiri di samping dokter yang memeriksa Eliza. Secara tidak langsung ia mengawasi dokt
"Sebentar sus," kata Mawar sambil menghentikan kedua perawat tersebut. "Ada apa Bu?" tanya salah seorang perawat. Mawar mengeluarkan uang 5 juta dari dalam tas nya. "Ini saya ada rezeki untuk kalian berdua." Kedua perawat itu terkejut melihat uang yang diberikan mawar. "Ibu ini uang apa?" Tanya kedua perawat itu secara bersamaan. "Kebetulan ada rezeki, kalian bagi dua," jawab Mawar dengan tersenyum."Tapi sebaiknya tidak usah." Perawat cantik itu menolak uang yang diberikan Mawar. "Tidak boleh menolak rezeki, ini rezeki kalian." Mawar menyodorkan uang ke tangan salah seorang perawat. "Tapi Bu." "Saya tahu kalian itu kerjaannya berat tapi gajinya sedikit. Ini sengaja saya kasih untuk kalian, agar kalian bisa makan enak di akhir bulan." Mawar tersenyum ramah."Ibu baik sekali, terima kasih ya Bu," kata kedua perawat itu dengan sangat bahagia. "Kalau boleh tahu bayi yang lahir cacat itu siapa ya?" Tanya Mawar yang pemasaran."Oh itu Bu, Mas yang duduk di ruang operasi itu. Anak
Tubuhnya lemas seketika. Bahkan kakinya tidak mampu menopang berat badannya sendiri. Pria itu terduduk di lantai dengan wajah yang pucat. "Pak Sandy, Apa Anda baik-baik saja?" tanya Dokter pria tersebut. Sandy diam sambil menggelengkan kepalanya. Jika anaknya sudah dibawa ke ruang bayi terlebih dahulu dan barulah melihatnya, dia pasti akan menuduh pihak rumah sakit telah mengganti anaknya. Namun nyatanya tidak, ia langsung melihat kondisi anaknya yang baru terlahir. Bahkan tubuhnya masih banyak lendir dan juga darah. Ini artinya bayi perempuan yang sedang menangis itu memang benar anaknya. "Pak Sandy, apa anda baik-baik saja?" Dokter itu kembali bertanya karena melihat Sandy yang hanya diam seperti patung. Cukup lama pria itu terdiam dan pada akhirnya sebuah kalimat keluar dari bibirnya. "Apa anak saya cacat?""Iya Pak," dokter itu menjawab sesuai dengan kondisi sang bayi. Sandy berusaha berdiri, dibantu oleh seorang perawat. Dilihatnya wajah bayi perempuannya yang sangat cantik.
Hermawan yang sedang memimpin rapat menghentikan ucapannya ketika asisten pribadinya masuk ke dalam ruangan tersebut. Biasanya asisten pribadinya akan melakukan hal tersebut jika ada sesuatu hal yang dianggap darurat. "Maaf Pak, Ibu Mawar ada di ruangan bapak. Beliau mengatakan ada hal buruk yang terjadi terhadap nona Eliza. Ibu Mawar meminta agar anda segera ke ruangan." Pria bertubuh tinggi itu sedikit membungkuk dan berbisik di dekat telinga Hermawan. Jantung Hermawan seakan berhenti berdetak ketika mendengar apa yang dikatakan oleh asisten pribadinya. Setelah diam beberapa detik barulah Hermawan menarik napas panjang dan kemudian menghembuskannya. "Untuk saat ini rapat saya ditunda," Hermawan beranjak dari duduknya dan langsung keluar dari ruangan. Dengan langkah cepat ia langsung berjalan menuju ke ruangannya. Begitu sampai di ruangannya, Hermawan langsung masuk dan melihat Mawar yang sedang menangis. "Mami, ada apa ini?" Hermawan bertanya dengan wajah cemas. "Papi, Eliza."
"Mereka tidak mungkin di penjara, Eliza tidak akan menuntut mama, dan kakak-kakak, aku. Aku sangat tahu seperti apa sifat Eliza." Sandy berkata dengan yakin."Ya kita lihat saja nanti seperti apa perkembangan kasusnya. Oh iya papa lupa memberitahumu kalau papa akan melakukan akad nikah minggu depan di hotel berlian," kata Marwan."Papa tidak sedang bercanda?" Tanya Sandy dengan nada tidak suka. Saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk bercanda."Papa tidak bercanda, kamu silakan datang. Acara akad dimulai jam 09.00 pagi dan dilanjut dengan acara resepsi hingga jam 04.00 sore. Namun jika kamu tidak bisa, ya tidak apa-apa.""Papa, aku lagi pusing jadi jangan bercanda seperti ini." Sandy berulang kali menghirup napas panjang dan kemudian menghembuskan secara berlahan-lahan."Papa tidak bercanda, Kamu boleh datang jika tidak percaya." Marwan berkata dengan serius."Mama sedang mengalami musibah pa, begitu juga dengan kedua anak papa. Apa papa tidak punya hati sedikitpun?" Sandy berkata de