”Nyonya mau sarapan apa?” tanya Nikmah.
Pagi itu, Jasmine duduk di meja makan, menikmati teh hangat yang disiapkan oleh Nikmah. Sinar matahari masuk melalui jendela besar di dapur, tetapi hatinya masih terasa berat.
”Nasi goreng boleh,” jawab Jasmine singkat.
Dia memikirkan percakapannya dengan Noah tadi malam, serta kejadian kecupan Noah yang membuat wajahnya memerah. Meski sedikit lega, dia merasa hidupnya masih seperti berada di persimpangan tanpa arah.
’Untung saja dia melepas tubuhku, sebelum matanya terbuka,’ ujarnya dalam hati sambil tersenyum simpul.
Banyak hal yang Jasmine pikirkan, terutama rasa bosan. Saat ini dia masih libur kuliah. Satu hal yang jelas dalam pikirannya. dia tidak bisa terus berdiam diri di rumah ini.
Jasmine adalah seorang mahasiswi yang terbiasa aktif. Menghabiskan hari-harinya tanpa tujuan membuatnya merasa sepert
Dua hari kemudian, Jasmine melangkah masuk ke gedung Dirgantara Corp, perusahaan milik Noah yang terkenal sebagai salah satu konglomerasi terbesar di negara itu.Bangunan megah dengan dinding kaca dan lantai marmer mengintimidasinya, tetapi dia menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri.’Semangat Jasmine, ini hari pertamamu. Kamu bisa melakukan yang terbaik. Fighting!’ batinnya menyemangati diri.Di lobi, seorang wanita berpakaian rapi menyambutnya. "Selamat pagi, Nona Jasmine. Perkenalkan Saya Astin Sekertaris Tuan Noah.” Astin Mengulurkan tangan yang di balas jabatan tangan itu oleh Jasmine dengan senyuman.Jasmine sudah membuat janji dengan wanita itu, satu hari sebelumnya. Bermodal nomor kontak yang di kirim Noah, hanya tentang dia bekerja di Dirgantara Corp. belum di ketahui oleh Zora.”Tuan Noah telah memberi tahu saya ten
“Jasmine, kamu oke?” suara Tania, rekan satu divisinya, memecah lamunannya. Tania menatapnya dengan ekspresi khawatir. “Wajah kamu pucat banget. Sakit ya?”Langkah kaki Jasmine terasa berat saat keluar dari lift. Aroma kopi dari pantry bercampur dengan suara riuh rendah percakapan rekan-rekannya di divisi pemasaran.Jasmine berusaha memaksakan senyum tipis, meskipun pikirannya masih terguncang oleh percakapan dengan Noah di lift tadi.Jasmine menggeleng cepat, mencoba menguasai dirinya. “Enggak kok, aku cuma kurang tidur tadi malam,” jawabnya sambil meletakkan tas di meja kerjanya.“Kalau gitu, istirahat dulu aja deh. Tapi ingat, ada rapat sore ini,” kata Tania sebelum kembali ke mejanya.Jasmine terkejut mendengar itu. “Rapat? Hari ini?” tanyanya bingung.Tania mengangguk sambil memandang Jasmine dengan heran. “Iya, bener. Biasanya sih karyawan baru cuma but
Sudah tiga minggu sejak Jasmine mulai magang, dan selama itu, Noah tak sekalipun datang menjenguknya di rumah. Pertemuan dan interaksi hanya terjadi di kantor, Dirgantara Corp.Rutinitas bekerja dan pulang ke rumah yang sepi semakin membuat Jasmine tertekan. Yang lebih parah, meski sudah berusaha mengikuti pola hidup sehat seperti saran Zora, tidak ada tanda-tanda kehamilan.”Kenapa sejak malam itu aku belum ada merasakan tanda kehamilan, seperti yang ada di informasi kehamilan lainnya, ya?” tanya Jasmine, sendiri.Pagi itu, Zora datang tanpa pemberitahuan. Ia membawa Jasmine ke dokter kandungan untuk memeriksakan kondisi rahimnya. Jasmine tahu Zora tak pernah peduli pada perasaannya, tetapi ia tetap menurut.”Aku sengaja majukan, soalnya aku gak sabar mau punya bayi,” ujar Zora , yang tetap berusaha terlihat ramah di depan Jasmine.Jasmine tersenyum dan hanya menjawab satu kata, ”Iya.”Jarak dari perumahan kompleks Raflesia Hill menuju , Klinik Dokter Arindia Wiryagunadi, Sp.OG. me
Siangnya, Zora dengan sengaja memberi tahu Noah tentang hasil pemeriksaan Jasmine. Dan seperti yang sudah bisa ditebak, Noah meledak di kantornya.“Dia terlalu sibuk bekerja! Aku sudah bilang fokus pada kontrak, bukan malah magang di tempat ini,” seru Noah sambil melempar dokumen ke meja.Tak menunggu lama, Noah langsung pulang untuk menemui Jasmine. Ketika ia membuka pintu rumah, Jasmine yang baru selesai menyeduh teh hampir tersedak melihatnya.“Noah? Kenapa pulang mendadak?” tanyanya heran.Tanpa basa-basi, Noah langsung mendekat. Ekspresi wajahnya keras. “Kamu serius tanya itu, Jasmine? Aku dengar dari Zora kalau kamu belum juga hamil. Apa ini karena kamu terlalu sibuk bekerja?”Jasmine terdiam beberapa detik, mencoba mencerna tuduhan itu. “Maksudmu apa?” tanyanya dengan nada hati-hati.Noah menggeleng, wajahnya semakin tegang. “Kamu menganggap kontrak ini main-main, ya? Aku sudah bilang, fokus saja pada tanggung jawabmu. Kalau kamu terlalu sibuk magang, bagaimana kamu bisa memenu
"Aduh, aku terlambat lagi!" gumam Jasmine sambil berlari kecil menuju pintu utama Noah Dirgantara Corp.Tangan kanannya memegang setumpuk dokumen proposal proyek, sementara tangan kirinya sibuk merapikan rambut yang tergerai terkena angin. "Kalau ini gagal, tamat sudah magangku," tambahnya dalam hati, mencoba menenangkan kegugupannya.Langkahnya cepat, sambil memastikan dokumen di tangannya aman. Sebagai magang, ia tahu ini tanggung jawab penting yang harus dijalani dengan baik.Sesampainya di kantor, resepsionis menyapanya dengan senyum ramah, "Selamat pagi, Nona Jasmine. Pak Noah sudah menunggu di ruangannya."Jasmine mengangguk sopan dan melangkah menuju lift dengan hati yang sedikit berdebar. Noah Rizky Dirgantara selalu membuatnya gugup, bukan hanya karena statusnya sebagai CEO, tetapi juga tatapan tajam dan aura dinginnya.Ketukan pelan Jasmine di pintu ruang kerja Noah menggema, membuat detik terasa lebih lambat.Dari dalam, suara berat Noah memecah keheningan, "Masuk."Ada ses
Noah merasa tertekan, namun ia tetap mencoba untuk mempertahankan prinsipnya. "Zora, kita sudah sepakat tentang kontrak ini. Jasmine tidak melanggar aturan apapun."Zora membuang napas kasar. "Kalau kamu terus membiarkan ini berlarut-larut, aku tak tahu apa yang akan terjadi dengan keluarga kita. Semua ini bisa mengganggu rencana kita untuk punya anak!"Jasmine menunduk, merasa hatinya semakin berat. "Kak Zora, saya hanya ingin semuanya berjalan baik." Ia menahan air mata, merasakan tekanan dari semua arah.Zora memberi perintah dingin, "Jasmine, keluar dari sini sekarang. Fokuslah pada kehamilan, bukan pekerjaan di perusahaan Noah."Jasmine mengangguk pelan, menahan emosinya. Ia membungkuk sedikit kepada Noah dan Zora sebelum melangkah keluar dari ruangan dengan langkah yang terasa berat.Setelah Jasmine pergi, Noah menatap Zora dengan tajam. "Apa yang baru saja kamu lakukan? Jasmine tidak melakukan kesalahan."Zora menjawab dengan suara keras, "Aku tidak akan biarkan kamu mengabaika
Jasmine memasuki rumah dengan langkah berat. Zora sudah berada di ruang tamu, duduk di sofa dengan ekspresi serius yang sulit dibaca. Begitu melihat Jasmine masuk, Zora langsung berdiri, wajahnya menunjukkan penyesalan.“Jasmine, aku minta maaf,” kata Zora dengan suara lembut, jauh dari nada tajam yang tadi.Jasmine berhenti di pintu, menatap Zora dengan tatapan penuh kebingungan. "Minta maaf? Untuk apa? Karena tadi menamparku atau karena kamu ingin aku berhenti magang?"Zora menundukkan kepala, menghela napas dalam. “Aku… aku takut kamu akan membatalkan kontrak ibu pengganti. Aku tidak bisa kehilangan itu. Kami sudah merencanakan semuanya. Ini… ini sangat penting bagi kami, bagi keluarga kita.”Jasmine terdiam. Suasana itu terasa semakin menyesakkan, ada sesuatu di hatinya yang ingin dia ungkapkan, namun kata-kata itu terasa terhalang. “Aku tidak pernah berniat membatalkan kontrak itu, Zora. Aku hanya… merasa terlalu banyak tekanan. Semua ini… tidak sesuai dengan harapanku.”Zora men
Setelah Zora pergi, meninggalkan rumah Jasmine di Komplek Raflesia Hill dalam ketegangan yang tak terungkapkan, Jasmine duduk terdiam, matanya kosong menatap pintu yang tertutup.Hatinya penuh dengan kebingungan, otaknya seakan berhenti berpikir. Semua masalah datang begitu cepat, saling tumpang tindih, dan Jasmine merasa terperangkap dalam labirin tanpa jalan keluar."Harus bagaimana?" gumamnya, meremas tangan di atas meja. Ia tak bisa memutuskan mana yang lebih penting, melanjutkan kontrak ibu pengganti yang sudah penuh dengan tekanan atau merawat neneknya yang kondisi kesehatannya semakin menurun.Akhirnya, Jasmine bangkit dari kursi, bertekad untuk mencari sedikit ketenangan. Dia harus melihat neneknya, memastikan bahwa keadaan wanita yang sangat berarti baginya itu masih baik-baik saja. Jasmine meraih jaket dan keluar dari rumah dengan langkah terburu-buru.”Nikmah, kalau ada yang mencari saya bilang saya ke rumah sakit. Ngak Kabur!” seru Jasmine setelahnya, dia pergi menggunakan
Ruang konferensi lantai dua gedung Jorse Corp mendadak sesak oleh wartawan. Kamera-kamera mengarah ke podium utama, mikrofon dijejerkan seperti senjata, siap merekam setiap kata yang akan menjadi tajuk utama media malam nanti.Di layar proyektor di belakang panggung tertulis:Pernyataan Resmi dari Jasmine Ayu Kartika JorseSuasana penuh ketegangan. Belum ada yang tahu apa yang akan dikatakan wanita yang dalam seminggu terakhir menjadi bahan perbincangan nasional. Sebagian hadir untuk mencari klarifikasi, sebagian lainnya untuk menyaksikan kejatuhan.Noah duduk di barisan kursi belakang bersama tim hukum dan PR. Wajahnya tenang, namun tangannya mengepal erat di atas lutut. Di sebelahnya, Nikmah dan pengasuh bayi duduk dengan wajah penuh harap. Mereka tahu betapa berat keputusan yang diambil Jasmine.Lalu pintu terbuka.Langkah Jasmine menghentak karpet merah yang terbentang menuju podium. Dia mengenakan setelan putih bersih, elegan dan sederhana, namun berwibawa. Rambutnya dibiarkan te
Pagi itu, dunia Jasmine hancur… hanya dalam waktu lima menit.Ponselnya terus bergetar di meja makan rumah keluarga Dirgantara. Puluhan notifikasi dari grup kampus, akun media sosial, dan pesan pribadi masuk bersamaan. Bahkan Nikmah sampai memanggilnya dengan panik dari ruang depan.“Jasmine! Kamu harus lihat ini…”Dengan napas tercekat, Jasmine meraih ponselnya. Begitu layar terbuka, seluruh wajahnya memucat.#JasmineKandunganKontrakSkandal Ibu Pengganti Anak CEO, Siapa Jasmine Ayu Kartika Sebenarnya?"Sumber anonim menyebutkan bahwa seorang wanita muda, mantan mahasiswa dari Universitas Artaloka, diduga terlibat dalam kontrak rahasia sebagai ibu pengganti bagi keluarga konglomerat Dirgantara. Skandal ini mulai memanas setelah dokumen warisan Jorse Corp yang mengatasnamakan Jasmine Ayu Kartika sebagai ahli waris tersebar secara online."Ada foto lamanya—waktu kuliah dengan neneknya di RSUP Candra Mulia—disandingkan dengan potret kabur dirinya tengah berjalan bersama Noah keluar dari
Hening pagi di rumah keluarga Dirgantara tak lagi terasa nyaman bagi Jasmine. Sejak Noah mengutarakan niatnya untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Dursilla, hati Jasmine terus dihinggapi kecemasan.Dia tahu, satu kebohongan yang terkuak akan membuka lembaran panjang kebusukan lain. Dan di balik semua itu Zora menunggu.Di sisi lain kota, Zora duduk di dalam mobil hitam mewah yang terparkir di depan gedung kecil bergaya lama. Matanya tertuju pada papan nama di depan bangunan: "Kantor Arsip Kesehatan Kota Beverly".Juan yang duduk di kursi kemudi menoleh. “Kamu yakin Jasmine menyembunyikan sesuatu dari masa lalunya di tempat ini?”Zora menyeringai kecil. “Orang-orang seperti Jasmine selalu menyisakan jejak. Bahkan jika mereka mencoba menutupinya.”Dia turun dari mobil dengan langkah mantap, memasuki gedung arsip dengan mata yang menelusuri tiap sudut. Ia menyodorkan berkas legal yang menunjukkan haknya sebagai wali hukum suami Jasmine—sebuah kartu truf dari pernikahan palsu mereka du
Pagi menyelinap perlahan dari balik tirai putih yang berkibar pelan. Sinar matahari menghangatkan kulit Jasmine yang masih terbaring dalam selimut tipis, di sisi ranjang hotel yang masih menyisakan aroma Noah.Ia membuka matanya perlahan. Perasaan damai menyelimuti dadanya, meskipun hatinya berdebar karena kenyataan semalam belum sepenuhnya terasa nyata.Noah belum kembali ke kamar, tapi bantal di sampingnya masih hangat. Jasmine membalikkan tubuh, memeluk guling dan menatap langit-langit kamar."Apakah ini awal atau justru akhir yang lebih menyakitkan?" pikirnya pelan.Pintu terbuka dengan bunyi lembut. Jasmine menoleh cepat. Noah masuk dengan dua cangkir kopi di tangan dan senyum kecil di bibirnya.“Pagi,” ucapnya ringan, namun hangat.“Pagi…” Jasmine membalas dengan suara serak, lalu duduk pelan di ranjang. Gaun tidur putihnya jatuh lembut di pundaknya.“Untukmu.” Noah menyerahkan cangkir. Tangan mereka sempat bersentuhan, dan sejenak waktu terasa membeku.Mereka minum dalam diam. T
Senja baru saja jatuh di balik gedung-gedung tinggi ketika Jasmine dan Noah keluar dari ruang rapat. Ruangan itu tadinya dipenuhi ketegangan, namun kini berubah menjadi saksi langkah awal mereka untuk berjalan berdampingan—bukan hanya sebagai orang tua dari seorang anak, tapi juga sebagai dua insan yang mulai mengizinkan hati untuk saling bersandar.Lift turun perlahan menuju lantai parkir eksekutif. Di dalamnya, Noah berdiri di sisi Jasmine, tak berkata apa-apa, namun jemarinya diam-diam menggenggam tangan wanita itu.Jasmine menoleh, sempat terkejut, namun ia tidak menarik tangannya. Ada kehangatan baru di antara mereka, sesuatu yang belum pernah muncul di hari-hari awal pernikahan mereka yang penuh kepalsuan.“Ayo makan malam di luar,” kata Noah pelan saat mereka melangkah ke parkiran pribadi.“Malam ini?” Jasmine menatapnya. “Tumben kamu ngajak duluan.”“Aku butuh suasana yang lebih tenang. Bukan kantor. Bukan rumah yang penuh bayang-bayang kesepakatan.”Jasmine tersenyum kecil. “
Cahaya matahari pagi menembus jendela ruang kerja pribadi Jasmine di kantor pusat Jorse Corp. Di meja kayu besar berwarna gelap, berbagai dokumen tertata rapi, tetapi matanya hanya terpaku pada satu berkas yang membuatnya terdiam lebih dari lima menit.Suara ketukan pelan di pintu memecah keheningan."Noah?" gumam Jasmine saat melihat pria itu masuk tanpa menunggu izin.Noah tersenyum kecil, tetapi sorot matanya menunjukkan bahwa ia tidak datang hanya untuk menyapa. “Kita perlu bicara.”Jasmine mengangguk, memberi isyarat agar Noah duduk di seberangnya. Begitu pria itu duduk, Jasmine langsung menunjukkan berkas yang tadi ia tatap. “Ini... proposal ekspansi ke sektor teknologi AI untuk Jorse Corp. Aku rasa ini adalah langkah tepat untuk masa depan.”Noah menatapnya sejenak, lalu menggeleng pelan. “Aku tidak yakin ini saat yang tepat, Jasmine. Dirgantara Group juga sedang menghadapi pergeseran besar di sektor logistik. Jika kita tidak fokus mempertahankan kekuatan utama, semuanya bisa k
Hari-hari berikutnya di Jorse Corp semakin menantang bagi Jasmine. Meskipun ia mulai membangun kredibilitasnya, masih ada bayang-bayang keraguan dari beberapa eksekutif yang lebih senior. Setiap keputusan yang ia buat tampaknya selalu mendapat pengawasan ketat, seolah mereka menunggu kesalahannya.Pagi itu, Jasmine baru saja tiba di ruangannya ketika sekretaris pribadinya, Aline, datang dengan ekspresi gelisah."Nona Jasmine, saya baru saja mendengar kabar bahwa ada sekelompok direksi yang diam-diam mengadakan pertemuan tertutup tadi malam," ucap Aline.Jasmine meletakkan tasnya di meja dan menatap Aline dengan serius. "Pertemuan tertutup? Tentang apa?"Aline menelan ludah. "Saya tidak tahu detailnya, tapi rumor yang beredar mengatakan bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk mengusulkan pergeseran kepemimpinan perusahaan."Jasmine mengernyit. Ia sudah menduga akan ada perlawanan, tetapi tidak menyangka mereka akan bergerak secepat ini."S
Hari pertama Jasmine kembali bekerja di Jorse Corp terasa lebih berat dari yang ia perkirakan. Sejak pagi, ia sudah tenggelam dalam tumpukan dokumen yang menunggu persetujuannya. Tim keuangan, pemasaran, dan pengembangan bisnis bergantian datang ke ruangannya untuk meminta arahan.Di satu sisi, Jasmine menikmati tantangan ini. Namun, ia juga tidak bisa mengabaikan tatapan beberapa karyawan senior yang tampaknya masih meragukan kemampuannya. Meskipun ia adalah putri pemilik lama perusahaan ini, banyak yang menganggapnya hanya sebagai pewaris yang tidak berpengalaman.Saat rapat pertama bersama tim eksekutif dimulai, Jasmine merasakan ketegangan di ruangan itu. Beberapa direktur tampak enggan menerima perintahnya, dan bahkan ada yang secara terang-terangan mempertanyakan keputusannya.“Nona Jasmine, dengan segala hormat, apakah Anda yakin dengan perubahan strategi ini? Selama ini, kebijakan yang kami jalankan sudah cukup stabil,” ucap salah satu direkt
Pagi itu, cahaya matahari menerobos masuk melalui tirai kamar Jasmine dan Noah. Burung-burung berkicau di luar jendela, memberikan suasana yang lebih hidup dibanding hari-hari sebelumnya. Jasmine membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan yang begitu berbeda. Untuk pertama kalinya, ia bangun tanpa beban di dadanya.Saat ia berbalik, Noah masih tertidur di sampingnya, napasnya teratur, wajahnya tampak lebih damai dari biasanya. Jasmine tersenyum kecil. Ada ketenangan di sana, sesuatu yang selama ini sulit ia temukan dalam hubungan mereka.Ia bangkit perlahan dari tempat tidur, mencoba tidak membangunkan Noah. Setelah membersihkan diri, ia turun ke ruang makan, di mana Dursila sudah duduk dengan secangkir teh di tangannya. Aroma roti panggang dan kopi memenuhi ruangan, menciptakan kehangatan yang terasa lebih akrab.“Selamat pagi, Jasmine,” sapa Dursila tanpa mengalihkan pandangannya dari surat kabar di tangannya.“Selamat pagi, Nek,&r