Senja baru saja jatuh di balik gedung-gedung tinggi ketika Jasmine dan Noah keluar dari ruang rapat. Ruangan itu tadinya dipenuhi ketegangan, namun kini berubah menjadi saksi langkah awal mereka untuk berjalan berdampingan—bukan hanya sebagai orang tua dari seorang anak, tapi juga sebagai dua insan yang mulai mengizinkan hati untuk saling bersandar.Lift turun perlahan menuju lantai parkir eksekutif. Di dalamnya, Noah berdiri di sisi Jasmine, tak berkata apa-apa, namun jemarinya diam-diam menggenggam tangan wanita itu.Jasmine menoleh, sempat terkejut, namun ia tidak menarik tangannya. Ada kehangatan baru di antara mereka, sesuatu yang belum pernah muncul di hari-hari awal pernikahan mereka yang penuh kepalsuan.“Ayo makan malam di luar,” kata Noah pelan saat mereka melangkah ke parkiran pribadi.“Malam ini?” Jasmine menatapnya. “Tumben kamu ngajak duluan.”“Aku butuh suasana yang lebih tenang. Bukan kantor. Bukan rumah yang penuh bayang-bayang kesepakatan.”Jasmine tersenyum kecil. “
Pagi menyelinap perlahan dari balik tirai putih yang berkibar pelan. Sinar matahari menghangatkan kulit Jasmine yang masih terbaring dalam selimut tipis, di sisi ranjang hotel yang masih menyisakan aroma Noah.Ia membuka matanya perlahan. Perasaan damai menyelimuti dadanya, meskipun hatinya berdebar karena kenyataan semalam belum sepenuhnya terasa nyata.Noah belum kembali ke kamar, tapi bantal di sampingnya masih hangat. Jasmine membalikkan tubuh, memeluk guling dan menatap langit-langit kamar."Apakah ini awal atau justru akhir yang lebih menyakitkan?" pikirnya pelan.Pintu terbuka dengan bunyi lembut. Jasmine menoleh cepat. Noah masuk dengan dua cangkir kopi di tangan dan senyum kecil di bibirnya.“Pagi,” ucapnya ringan, namun hangat.“Pagi…” Jasmine membalas dengan suara serak, lalu duduk pelan di ranjang. Gaun tidur putihnya jatuh lembut di pundaknya.“Untukmu.” Noah menyerahkan cangkir. Tangan mereka sempat bersentuhan, dan sejenak waktu terasa membeku.Mereka minum dalam diam. T
Hening pagi di rumah keluarga Dirgantara tak lagi terasa nyaman bagi Jasmine. Sejak Noah mengutarakan niatnya untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Dursilla, hati Jasmine terus dihinggapi kecemasan.Dia tahu, satu kebohongan yang terkuak akan membuka lembaran panjang kebusukan lain. Dan di balik semua itu Zora menunggu.Di sisi lain kota, Zora duduk di dalam mobil hitam mewah yang terparkir di depan gedung kecil bergaya lama. Matanya tertuju pada papan nama di depan bangunan: "Kantor Arsip Kesehatan Kota Beverly".Juan yang duduk di kursi kemudi menoleh. “Kamu yakin Jasmine menyembunyikan sesuatu dari masa lalunya di tempat ini?”Zora menyeringai kecil. “Orang-orang seperti Jasmine selalu menyisakan jejak. Bahkan jika mereka mencoba menutupinya.”Dia turun dari mobil dengan langkah mantap, memasuki gedung arsip dengan mata yang menelusuri tiap sudut. Ia menyodorkan berkas legal yang menunjukkan haknya sebagai wali hukum suami Jasmine—sebuah kartu truf dari pernikahan palsu mereka du
Pagi itu, dunia Jasmine hancur… hanya dalam waktu lima menit.Ponselnya terus bergetar di meja makan rumah keluarga Dirgantara. Puluhan notifikasi dari grup kampus, akun media sosial, dan pesan pribadi masuk bersamaan. Bahkan Nikmah sampai memanggilnya dengan panik dari ruang depan.“Jasmine! Kamu harus lihat ini…”Dengan napas tercekat, Jasmine meraih ponselnya. Begitu layar terbuka, seluruh wajahnya memucat.#JasmineKandunganKontrakSkandal Ibu Pengganti Anak CEO, Siapa Jasmine Ayu Kartika Sebenarnya?"Sumber anonim menyebutkan bahwa seorang wanita muda, mantan mahasiswa dari Universitas Artaloka, diduga terlibat dalam kontrak rahasia sebagai ibu pengganti bagi keluarga konglomerat Dirgantara. Skandal ini mulai memanas setelah dokumen warisan Jorse Corp yang mengatasnamakan Jasmine Ayu Kartika sebagai ahli waris tersebar secara online."Ada foto lamanya—waktu kuliah dengan neneknya di RSUP Candra Mulia—disandingkan dengan potret kabur dirinya tengah berjalan bersama Noah keluar dari
Ruang konferensi lantai dua gedung Jorse Corp mendadak sesak oleh wartawan. Kamera-kamera mengarah ke podium utama, mikrofon dijejerkan seperti senjata, siap merekam setiap kata yang akan menjadi tajuk utama media malam nanti.Di layar proyektor di belakang panggung tertulis:Pernyataan Resmi dari Jasmine Ayu Kartika JorseSuasana penuh ketegangan. Belum ada yang tahu apa yang akan dikatakan wanita yang dalam seminggu terakhir menjadi bahan perbincangan nasional. Sebagian hadir untuk mencari klarifikasi, sebagian lainnya untuk menyaksikan kejatuhan.Noah duduk di barisan kursi belakang bersama tim hukum dan PR. Wajahnya tenang, namun tangannya mengepal erat di atas lutut. Di sebelahnya, Nikmah dan pengasuh bayi duduk dengan wajah penuh harap. Mereka tahu betapa berat keputusan yang diambil Jasmine.Lalu pintu terbuka.Langkah Jasmine menghentak karpet merah yang terbentang menuju podium. Dia mengenakan setelan putih bersih, elegan dan sederhana, namun berwibawa. Rambutnya dibiarkan te
Ruang keluarga utama di rumah besar keluarga Dirgantara malam itu terasa seperti ruang sidang. Sofa-sofa mahal berjajar mengelilingi perapian mati, lampu gantung kristal menyala terang, dan aroma teh melati mengisi udara. Tapi tak ada yang menyentuh cangkir mereka. Semua terlalu sibuk menahan emosi.Jasmine duduk di kursi sebelah kanan, mengenakan gaun biru tua yang sopan namun tetap anggun. Di sisinya, Noah duduk dengan rahang mengeras. Di seberang mereka, Zora duduk dengan tangan bersilang dan mata tajam seperti panah. Tak jauh darinya, pengacara pribadi keluarga berdiri sambil memegang beberapa berkas.Dan di pusat ruangan itu, duduklah Dursilla Dirgantara, mengenakan setelan hitam dengan bros zamrud tua di dada. Usianya sudah lanjut, tapi matanya masih tajam, menusuk seperti sinar X yang mampu menelanjangi rahasia terdalam seseorang.Ia menatap Jasmine lama sebelum membuka suara."Kau anak Sylvia Wijaya?""Ya, Bu." Jasmine menatapnya lurus. "Nama ibu saya Sylvia, dan ayah saya ada
Tiga hari berlalu sejak pertemuan tegang di ruang keluarga Dirgantara. Selama itu pula, rumah besar itu seperti ditelan keheningan. Tidak ada jamuan sore. Tidak ada denting gelas. Bahkan suara burung pun terasa enggan berkicau di halaman depan.Semua menunggu.Hasil tes DNA Jasmine telah selesai.Noah menjemput berkas itu langsung dari laboratorium rumah sakit milik keluarga, tanpa perantara. Ia menyerahkannya ke tangan Dursilla pagi itu, tanpa satu kata pun.Dan kini, pagi di ruang utama kembali dipenuhi wajah-wajah tegang. Jasmine duduk di kursi yang sama, mengenakan blouse lembut berwarna salem dan celana panjang hitam. Di sisinya, Noah mendampingi dengan tatapan tak tergoyahkan. Zora berdiri di belakang kursi Dursilla, menyilangkan tangan di depan dada, dan pengacara keluarga berdiri di dekat pintu, memegang salinan dokumen.Dursilla membuka amplop tebal dengan tangan bergetar halus. Matanya menyapu hasil tes halaman demi halaman, sampai akhirnya berhenti pada bagian bawah.Ia men
Hening menyelimuti ruang tamu utama rumah keluarga Dirgantara setelah Dursilla menyatakan bahwa Jasmine diakui sebagai bagian dari keluarga. Namun, tidak semua pihak menerima pernyataan itu dengan lapang dada.Zora berdiri di sudut ruangan. Tatapannya menusuk ke arah Jasmine. Wajahnya merah padam karena murka yang ditahan.“Kau pikir hanya dengan mengaku sebagai anak dari Ardian Jorse, kau bisa menyingkirkan semua yang sudah kupertahankan selama ini?” desis Zora, suaranya rendah tapi bergetar.Jasmine menatapnya datar. Ia tak mau lagi menghabiskan tenaga untuk membalas dengan amarah. Di sisi lain ruangan, Noah berdiri dengan rahang mengeras, menatap Zora tajam."Zora," ucap Noah dengan nada tegas, "aku sudah mengajukan cerai sejak berbulan-bulan lalu. Dan kamu tahu itu."Zora mendengus. "Tapi aku juga berhak melawan, Noah. Kau pikir aku akan tinggal diam saat wanita ini merebut semuanya?""Kau menunda proses hukum, mengajukan banding, memanipulasi media, bahkan memperalat anak kami un
Tiga hari setelah Dursilla secara terbuka mengakui Jasmine sebagai cucunya, dan Noah kembali mempertegas posisi Jasmine sebagai istri sahnya, dunia maya kembali bergetar.Kanal gosip ternama, yang sebelumnya menjadi senjata diam Zora, merilis konten baru:"Pewaris Palsu? Benarkah Jasmine Ayu hanyalah anak angkat yang memalsukan dokumen demi mendapatkan warisan Jorse Corp?"Video berdurasi tujuh menit itu menyajikan potongan-potongan gambar lama, tangkapan layar kabur, serta narasi yang menyudutkan. Tak ada bukti konkret, tapi cukup untuk memanaskan emosi publik yang mudah tersulut.Zora bermain licik. Lagi.Namun kali ini, Jasmine tidak bereaksi dengan tangis atau pelarian.“Kita akan gugat mereka,” ucap Jasmine tegas di ruang rapat bersama tim hukum dan media.Kiara, pengacara andalannya, mengangguk. “Tim digital forensik kita sudah mengumpulkan bukti bahwa Zora membayar pihak media tersebut melalui rekening tidak resmi milik Juan. Ini cukup untuk menjerat mereka dengan pencemaran na
Hening menyelimuti ruang tamu utama rumah keluarga Dirgantara setelah Dursilla menyatakan bahwa Jasmine diakui sebagai bagian dari keluarga. Namun, tidak semua pihak menerima pernyataan itu dengan lapang dada.Zora berdiri di sudut ruangan. Tatapannya menusuk ke arah Jasmine. Wajahnya merah padam karena murka yang ditahan.“Kau pikir hanya dengan mengaku sebagai anak dari Ardian Jorse, kau bisa menyingkirkan semua yang sudah kupertahankan selama ini?” desis Zora, suaranya rendah tapi bergetar.Jasmine menatapnya datar. Ia tak mau lagi menghabiskan tenaga untuk membalas dengan amarah. Di sisi lain ruangan, Noah berdiri dengan rahang mengeras, menatap Zora tajam."Zora," ucap Noah dengan nada tegas, "aku sudah mengajukan cerai sejak berbulan-bulan lalu. Dan kamu tahu itu."Zora mendengus. "Tapi aku juga berhak melawan, Noah. Kau pikir aku akan tinggal diam saat wanita ini merebut semuanya?""Kau menunda proses hukum, mengajukan banding, memanipulasi media, bahkan memperalat anak kami un
Tiga hari berlalu sejak pertemuan tegang di ruang keluarga Dirgantara. Selama itu pula, rumah besar itu seperti ditelan keheningan. Tidak ada jamuan sore. Tidak ada denting gelas. Bahkan suara burung pun terasa enggan berkicau di halaman depan.Semua menunggu.Hasil tes DNA Jasmine telah selesai.Noah menjemput berkas itu langsung dari laboratorium rumah sakit milik keluarga, tanpa perantara. Ia menyerahkannya ke tangan Dursilla pagi itu, tanpa satu kata pun.Dan kini, pagi di ruang utama kembali dipenuhi wajah-wajah tegang. Jasmine duduk di kursi yang sama, mengenakan blouse lembut berwarna salem dan celana panjang hitam. Di sisinya, Noah mendampingi dengan tatapan tak tergoyahkan. Zora berdiri di belakang kursi Dursilla, menyilangkan tangan di depan dada, dan pengacara keluarga berdiri di dekat pintu, memegang salinan dokumen.Dursilla membuka amplop tebal dengan tangan bergetar halus. Matanya menyapu hasil tes halaman demi halaman, sampai akhirnya berhenti pada bagian bawah.Ia men
Ruang keluarga utama di rumah besar keluarga Dirgantara malam itu terasa seperti ruang sidang. Sofa-sofa mahal berjajar mengelilingi perapian mati, lampu gantung kristal menyala terang, dan aroma teh melati mengisi udara. Tapi tak ada yang menyentuh cangkir mereka. Semua terlalu sibuk menahan emosi.Jasmine duduk di kursi sebelah kanan, mengenakan gaun biru tua yang sopan namun tetap anggun. Di sisinya, Noah duduk dengan rahang mengeras. Di seberang mereka, Zora duduk dengan tangan bersilang dan mata tajam seperti panah. Tak jauh darinya, pengacara pribadi keluarga berdiri sambil memegang beberapa berkas.Dan di pusat ruangan itu, duduklah Dursilla Dirgantara, mengenakan setelan hitam dengan bros zamrud tua di dada. Usianya sudah lanjut, tapi matanya masih tajam, menusuk seperti sinar X yang mampu menelanjangi rahasia terdalam seseorang.Ia menatap Jasmine lama sebelum membuka suara."Kau anak Sylvia Wijaya?""Ya, Bu." Jasmine menatapnya lurus. "Nama ibu saya Sylvia, dan ayah saya ada
Ruang konferensi lantai dua gedung Jorse Corp mendadak sesak oleh wartawan. Kamera-kamera mengarah ke podium utama, mikrofon dijejerkan seperti senjata, siap merekam setiap kata yang akan menjadi tajuk utama media malam nanti.Di layar proyektor di belakang panggung tertulis:Pernyataan Resmi dari Jasmine Ayu Kartika JorseSuasana penuh ketegangan. Belum ada yang tahu apa yang akan dikatakan wanita yang dalam seminggu terakhir menjadi bahan perbincangan nasional. Sebagian hadir untuk mencari klarifikasi, sebagian lainnya untuk menyaksikan kejatuhan.Noah duduk di barisan kursi belakang bersama tim hukum dan PR. Wajahnya tenang, namun tangannya mengepal erat di atas lutut. Di sebelahnya, Nikmah dan pengasuh bayi duduk dengan wajah penuh harap. Mereka tahu betapa berat keputusan yang diambil Jasmine.Lalu pintu terbuka.Langkah Jasmine menghentak karpet merah yang terbentang menuju podium. Dia mengenakan setelan putih bersih, elegan dan sederhana, namun berwibawa. Rambutnya dibiarkan te
Pagi itu, dunia Jasmine hancur… hanya dalam waktu lima menit.Ponselnya terus bergetar di meja makan rumah keluarga Dirgantara. Puluhan notifikasi dari grup kampus, akun media sosial, dan pesan pribadi masuk bersamaan. Bahkan Nikmah sampai memanggilnya dengan panik dari ruang depan.“Jasmine! Kamu harus lihat ini…”Dengan napas tercekat, Jasmine meraih ponselnya. Begitu layar terbuka, seluruh wajahnya memucat.#JasmineKandunganKontrakSkandal Ibu Pengganti Anak CEO, Siapa Jasmine Ayu Kartika Sebenarnya?"Sumber anonim menyebutkan bahwa seorang wanita muda, mantan mahasiswa dari Universitas Artaloka, diduga terlibat dalam kontrak rahasia sebagai ibu pengganti bagi keluarga konglomerat Dirgantara. Skandal ini mulai memanas setelah dokumen warisan Jorse Corp yang mengatasnamakan Jasmine Ayu Kartika sebagai ahli waris tersebar secara online."Ada foto lamanya—waktu kuliah dengan neneknya di RSUP Candra Mulia—disandingkan dengan potret kabur dirinya tengah berjalan bersama Noah keluar dari
Hening pagi di rumah keluarga Dirgantara tak lagi terasa nyaman bagi Jasmine. Sejak Noah mengutarakan niatnya untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Dursilla, hati Jasmine terus dihinggapi kecemasan.Dia tahu, satu kebohongan yang terkuak akan membuka lembaran panjang kebusukan lain. Dan di balik semua itu Zora menunggu.Di sisi lain kota, Zora duduk di dalam mobil hitam mewah yang terparkir di depan gedung kecil bergaya lama. Matanya tertuju pada papan nama di depan bangunan: "Kantor Arsip Kesehatan Kota Beverly".Juan yang duduk di kursi kemudi menoleh. “Kamu yakin Jasmine menyembunyikan sesuatu dari masa lalunya di tempat ini?”Zora menyeringai kecil. “Orang-orang seperti Jasmine selalu menyisakan jejak. Bahkan jika mereka mencoba menutupinya.”Dia turun dari mobil dengan langkah mantap, memasuki gedung arsip dengan mata yang menelusuri tiap sudut. Ia menyodorkan berkas legal yang menunjukkan haknya sebagai wali hukum suami Jasmine—sebuah kartu truf dari pernikahan palsu mereka du
Pagi menyelinap perlahan dari balik tirai putih yang berkibar pelan. Sinar matahari menghangatkan kulit Jasmine yang masih terbaring dalam selimut tipis, di sisi ranjang hotel yang masih menyisakan aroma Noah.Ia membuka matanya perlahan. Perasaan damai menyelimuti dadanya, meskipun hatinya berdebar karena kenyataan semalam belum sepenuhnya terasa nyata.Noah belum kembali ke kamar, tapi bantal di sampingnya masih hangat. Jasmine membalikkan tubuh, memeluk guling dan menatap langit-langit kamar."Apakah ini awal atau justru akhir yang lebih menyakitkan?" pikirnya pelan.Pintu terbuka dengan bunyi lembut. Jasmine menoleh cepat. Noah masuk dengan dua cangkir kopi di tangan dan senyum kecil di bibirnya.“Pagi,” ucapnya ringan, namun hangat.“Pagi…” Jasmine membalas dengan suara serak, lalu duduk pelan di ranjang. Gaun tidur putihnya jatuh lembut di pundaknya.“Untukmu.” Noah menyerahkan cangkir. Tangan mereka sempat bersentuhan, dan sejenak waktu terasa membeku.Mereka minum dalam diam. T
Senja baru saja jatuh di balik gedung-gedung tinggi ketika Jasmine dan Noah keluar dari ruang rapat. Ruangan itu tadinya dipenuhi ketegangan, namun kini berubah menjadi saksi langkah awal mereka untuk berjalan berdampingan—bukan hanya sebagai orang tua dari seorang anak, tapi juga sebagai dua insan yang mulai mengizinkan hati untuk saling bersandar.Lift turun perlahan menuju lantai parkir eksekutif. Di dalamnya, Noah berdiri di sisi Jasmine, tak berkata apa-apa, namun jemarinya diam-diam menggenggam tangan wanita itu.Jasmine menoleh, sempat terkejut, namun ia tidak menarik tangannya. Ada kehangatan baru di antara mereka, sesuatu yang belum pernah muncul di hari-hari awal pernikahan mereka yang penuh kepalsuan.“Ayo makan malam di luar,” kata Noah pelan saat mereka melangkah ke parkiran pribadi.“Malam ini?” Jasmine menatapnya. “Tumben kamu ngajak duluan.”“Aku butuh suasana yang lebih tenang. Bukan kantor. Bukan rumah yang penuh bayang-bayang kesepakatan.”Jasmine tersenyum kecil. “