Tiba-tiba matanya berbinar, dan wajahnya yang selalu serius kini memancarkan senyum lembut.Aku mengikuti arah pandangannya.Seorang nenek kecil yang juga mengenakan baju pengantin tradisional berdiri di pintu ruang ganti. Rambut peraknya tertata rapi tanpa cela, dan ada bunga terselip di pelipisnya.Inilah wanita yang menjadi tokoh utama lain dalam album foto itu.Mereka berdiri bergandengan tangan, saling menatap penuh cinta.Guntur bergemuruh.Awan gelap akhirnya menggelegar dengan petir, disusul oleh hujan yang turun deras.Aku tidak membawa payung. Dengan canggung, aku berdiri di bawah atap untuk menghindari hujan.Seorang karyawan datang untuk mengangkat papan pengumuman di luar. Begitu melihatku, dia buru-buru menarik tanganku dan mengajakku masuk."Nek, hujan deras sekali. Masuklah ke dalam toko kami supaya nggak kehujanan."Sambil menarikku, dia tidak lupa mempromosikan dagangannya."Sekalian lihat-lihat gaun pengantin untuk berfoto bersama Kakek, Nek. Di sini ada sepasang sua
Setelah memastikan Wanda masuk ke dalam mobil, Sandi dengan penuh perhatian ikut masuk.Kapan aku pernah merasakan perhatian seperti ini?....Aku tidak bodoh untuk terus berdiri di toko menunggu Sandi menjemputku.Aku bisa memanggil taksi sendiri, tidak perlu bersamanya.Aku memanggil taksi yang berhenti di depan pintu, dan meminta sopir untuk membantuku membuka payung agar aku tidak kehujanan.Di usiaku sekarang, sedikit saja ceroboh bisa membuatku jatuh sakit.Aku harus menjaga diriku sendiri.Sandi baru pulang setelah lebih dari dua jam.Begitu dia masuk, dia langsung memasang wajah masam dan berteriak padaku, "Monica, bukannya aku sudah bilang untuk menunggu di toko? Kamu tahu nggak, aku kehujanan karena menjemputmu!"Aku meletakkan gelas air hangat yang baru saja kupersiapkan dan bertanya balik."Berapa jauh perjalananmu sampai aku harus menunggumu lebih dari dua jam?"Kilatan rasa bersalah melintas di matanya, dan dia tidak lagi memperdebatkan masalah ini."Bantu aku cuci bajuku
Sandi tidak setuju dengan permintaan cerai yang aku sampaikan dengan halus, tetapi dia juga tidak menolak.Dia menolak untuk berkomunikasi denganku, sehingga kami terjebak dalam perang dingin.Mungkin karena dia kehujanan hari itu dan tidak segera ditangani, dan usianya yang sudah tua membuat kondisi fisiknya tidak sekuat orang muda, dia mengalami sedikit demam keesokan harinya.Aku tidak lagi seperti sebelumnya yang kaget melihat dia tidak enak badan dan berharap aku yang merasakan penderitaannya.Aku memasak hanya untuk diriku sendiri. Setelah sarapan, aku pergi ke taman untuk berolahraga, sesekali berbelanja dengan teman-teman lama.Sekalian aku juga melihat-lihat rumah, dengan niat segera pindah dalam beberapa hari ke depan.Tidak lagi memikirkan berbagai urusan rumah tangga, rasanya jauh lebih ringan.Masalah perceraianku dengan cepat sampai ke telinga anakku.Dia masih di luar negeri. Awalnya, dia tidak menganggap masalah ini serius, hanya mengira aku sedang bertindak berlebihan.
Menjelang malam, anakku dan keluarganya membawa pulang Sandi yang sudah tidak demam lagi.Sandi terlihat lebih tua setelah sakit, tidak ada semangat di wajahnya.Anakku masih menyimpan rasa kesal karena aku memukulnya. Dia hanya diam dengan wajah cemberut.Hanya menantuku yang menyapaku, sementara cucu perempuanku berlari mendekat dan memanggilku dengan manis."Nenek, jangan pisah dari Kakek, Rara mau kita semua bahagia bersama."Aku tidak menyangka mereka akan memberi tahu anak kecil tentang masalah rumit ini.Dengan lembut, kucubit pipi cucuku yang halus, lalu menjawab dengan senyuman."Meski Nenek pisah dari Kakek, Nenek tetap akan datang untuk menemuimu."Anakku mendengus di sampingku.Sandi tidak dapat menahan diri dan bertanya dengan gigi terkatup, "Apa kamu benar-benar mau seperti ini?"Menantuku yang melihat suasana tidak baik, segera mengajak anaknya ke dalam kamar untuk bermain.Setelah cucuku pergi, aku merasa bebas untuk berbicara."Karena kita semua ada di sini, mari kita
Tetanggaku yang sebaya, Kak Linda, membuka pintu dan berkata dengan suara yang penuh semangat."Dasar kamu, enam puluh tahun itu sudah tua, tapi bukan berarti mati! Hidup dua puluh tahun lagi bukan masalah, tapi siapa yang mau hidup dengan orang seperti kamu? Bertahan satu tahun saja sudah sulit!""Beraninya berteriak di sini, aku malah merasa malu untukmu."Kekuatan perlawanan Kak Linda begitu kuat.Kata-kata anakku tercekat di tenggorokan. Melihat dia tidak bisa berdebat, dia pun pergi dengan lesu.....Tiga puluh hari berlalu begitu cepat. Aku dan Sandi pergi ke kantor catatan sipil untuk mengambil akta cerai.Begitu menerima buku kecil itu, aku merasakan kebebasan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.Beban hidupku selama ini bisa kulepaskan sepenuhnya sekarang.Namun, Sandi tidak tampak seceria yang kubayangkan.Wajahnya tampak muram, dan kelelahan tidak bisa disembunyikan dari wajahnya.Akta cerai itu digenggamnya dengan erat, dia ingin bicara, tetapi ragu-ragu menatapku."Sand
Entah kapan video mengenai aku, Wanda, dan Sandi hari itu di depan kantor catatan sipil direkam dan diunggah ke internet.Wajahku disamarkan, tetapi wajah mereka berdua terlihat jelas."Cinta sampai usia tua apa? Sebenarnya ini cuma hubungan selingkuh antara pria dan wanita!""Banyak orang yang lihat hari itu, kakek ini bercerai dari istri sahnya, dan selingkuhannya masih berani menunggu di luar dan menantang. Benar-benar nggak tahu malu, hidup sampai setua ini nggak punya moral!"Isu ini menjadi viral di internet, dan toko gaun pengantin itu pun dituduh mempromosikan cinta selingkuhan, sehingga mereka harus mengeluarkan klarifikasi.Mereka hanya bertanggung jawab untuk memotret, apalagi Sandi dan Wanda sudah datang selama lebih dari dua puluh tahun, tidak pernah absen. Siapa sangka pemotretan itu dilakukan di belakang istri sahnya.Kini netizen makin marah."Kakek ini dulunya profesor bahasa asing di universitas kami. Dia bekerja sangat teliti. Sungguh, nggak disangka kehidupan pribad
Ternyata cucuku sudah dicuci otaknya dengan pandangan cinta dari Wanda. Bukan hanya menganggap selingkuhan itu mulia, dia juga menjalin cinta di dunia maya.Menantuku hanya bisa tertawa sinis. Malam itu dia segera menelepon putraku untuk segera pulang ke rumah."Lihat deh, anak kita sudah terpengaruh seperti apa!"Dia menunjukkan catatan obrolan cucuku di dunia maya kepada putraku.Putraku memegang ponsel. Makin dia melihat, makin dalam kerut di dahinya.Setelah membaca semuanya, dia langsung mengangkat tangan hendak memarahi anaknya.Cucuku menangis dan berteriak, "Semua ini diajarkan oleh Nenek Wanda. Bukannya Ayah bilang Nenek Wanda itu orang berpendidikan dan aku harus mendengarkan dia seperti guru?"Putraku tertegun, tatapannya beralih ke Wanda."Tante Wanda, kami mempercayakan anak kami kepadamu karena kami yakin Tante bisa mengurusnya. Sebelumnya, ibuku bisa menjaga anak dengan baik."Wanda tampak agak canggung dan mulai berkelit dengan gugup.Sandi tiba-tiba memukul meja, suara
Wajahnya seketika pucat, dan dia terdiam tanpa bisa berkata apa-apa. Rasa sakit di matanya terlihat begitu jelas.Anakku yang tidak tega melihat Sandi begitu linglung, memanggilku pelan, "Bu."Aku tidak menjawab, hanya diam menutup pintu dan memisahkan mereka dari duniaku.Berita tentang Sandi kembali kudengar tiga bulan kemudian.Saat itu, aku sudah cukup menguasai dasar-dasar bahasa asing, setidaknya bisa bercakap-cakap sedikit.Anakku tiba-tiba menelepon, memberi tahu kalau Sandi dirawat di rumah sakit.Dia keracunan gas.Katanya, Wanda sedang memasak, lalu tiba-tiba mereka bertengkar hebat hingga lupa mematikan gas.Untungnya, petugas pemeliharaan datang untuk memperbaiki listrik dan berhasil menyelamatkan keduanya tepat waktu.Wanda tidak terlalu parah dan segera pulih setelah dirawat.Namun begitu sadar, dia tampaknya sudah menyerah pada Sandi. Tanpa banyak bicara, dia langsung pulang, membereskan barang-barangnya, dan pergi.Sebelum pergi, dia meminta nomor kontakku dan mengirim