Share

Meniti Ulang di Usia Senja
Meniti Ulang di Usia Senja
Penulis: Ratna

Bab 1

Di hari ulang tahun pernikahan kami, aku membersihkan rumah dan menemukan sebuah album foto.

Ternyata, setiap tahun di hari ini, suamiku selalu mengambil foto pernikahan bersama cinta sejatinya.

Dari usia 40 hingga 60 tahun, dari rambut hitam hingga beruban, selama dua puluh tahun dia tidak pernah absen.

Di balik setiap foto ada tulisan tangan suamiku: "Cinta abadi selamanya."

Jika yang dia cintai bukan aku, aku tidak perlu lagi mencucikan bajunya, memasak untuknya, mengurus anak, hingga membesarkan cucu.

Setengah hidupku telah kujalani dengan sia-sia, tetapi tidak ada kata terlambat untuk berubah sekarang.

....

Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahanku dan suamiku, Sandi Setiawan, tetapi dia selalu memilih untuk pergi dari rumah pada waktu seperti ini.

Selama lebih dari empat puluh tahun pernikahan, dia tidak pernah mau merayakan hari-hari romantis bersamaku.

Setelah selesai sarapan sendirian, saat aku sedang mengepel, aku lewat di depan ruang kerja dan sekilas melihat rak buku yang berantakan.

Aku menghela napas, meletakkan alat pel dan masuk untuk merapikan.

Saat mencapai rak paling atas, sebuah buku jatuh, dan sampul tebalnya menghantam dahiku, seketika rasa sakit pun menyerang.

Butuh beberapa saat bagiku untuk melihat dengan jelas bahwa benda itu bukan buku, melainkan album foto pernikahan.

Di dalamnya ada foto-foto sepasang pria dan wanita yang sama, mengenakan berbagai gaun pernikahan, berpose mesra, dengan senyum bahagia di wajah mereka.

Pria itu sangat aku kenal. Dia adalah Sandi.

Tetapi, wanita itu bukan aku.

Aku memegangi dahiku yang terluka, kepalaku berputar, entah mana yang lebih sakit, hatiku atau lukaku.

Foto terbaru mereka diambil tahun lalu pada hari ini. Meskipun rambut mereka sudah memutih, mereka tetap tampak seperti pasangan muda yang sedang jatuh cinta.

Di belakang foto itu ada catatan tulisan tangan Sandi.

Huruf-hurufnya ditulis dengan rapi, sangat jelas bahwa dia menganggap ini hal yang penting.

"Cinta abadi selamanya."

Setelah diamati lebih dekat, di setiap foto ada tanggal di bawahnya.

Dari usia 40 hingga 60 tahun, dari rambut hitam hingga putih, selama dua puluh tahun, dia tidak pernah absen sekali pun.

Ternyata, setiap tahun di hari ulang tahun pernikahan kami, suamiku meninggalkanku dengan berbagai alasan untuk mengambil foto pernikahan dengan cinta sejatinya.

Betapa konyolnya.

Dengan gemetar, aku menutup album foto itu, mengingat kembali sikap Sandi semalam sebelum dia pergi.

Dia bilang putra kami harus pergi ke luar negeri untuk urusan pekerjaan, dan penerjemahnya mendadak berhalangan, jadi dia harus pergi untuk membantu.

Waktu itu aku tidak terlalu memikirkannya. Lagi pula, sebelum pensiun, dia adalah seorang profesor bahasa asing.

Tetapi, ketika aku mengusulkan untuk ikut serta menikmati pemandangan luar negeri, wajahnya langsung berubah muram dan dia memarahiku.

"Anak kita pergi untuk bekerja, buat apa kamu mau ikut? Lagi pula, kamu nggak bisa bahasa asing dan cuma akan jadi beban."

Kata-katanya sangat membuatku merasa tidak nyaman, meskipun sebenarnya tidak salah.

Sekarang kalau dipikir-pikir, putra kami sangat menghormati Sandi. Kalau dia akan mengajak Sandi ke luar negeri, bagaimana mungkin dia tidak menjemput ayahnya sendiri di rumah?

Aku segera mengeluarkan ponsel dan menelepon anak kami untuk mengonfirmasi.

"Nak, ayahmu bilang dia pergi ke luar negeri bersamamu. Ibu khawatir dengan kesehatannya. Apa di sana semua baik-baik saja?"

Di ujung telepon sana, ada keheningan sejenak sebelum putraku menjawab dengan santai.

"Semuanya baik-baik saja, jangan khawatir, Bu. Meski usianya sudah lebih dari 60 tahun, Ayah tetap sehat dan kuat!"

Putraku sedang menutupi kebohongan Sandi.

Setelah menyadari hal ini, hatiku langsung membeku. Aku tidak banyak bicara lagi dan segera menutup telepon. Air mataku mengalir deras tanpa henti.

Tidak kusangka, bahkan anak kandungku sendiri bersekongkol dengan ayahnya untuk menipuku.

....

Setiap tahun, Sandi selalu mengambil foto pernikahan di studio foto yang sama.

Aku naik taksi menuju studio foto itu.

Setelah puluhan tahun menikah, mungkin hanya dengan melihat kebenaran yang menyakitkan ini dengan mata kepala sendiri, aku bisa benar-benar mengikhlaskannya.

Saat turun dari mobil, cuaca mendung, pertanda akan datangnya hujan badai.

Dengan cemas, aku berjalan menuju pintu masuk toko.

Melalui jendela, aku melihat Sandi di dalam, duduk di sofa dengan mengenakan pakaian pernikahan tradisional.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status