"Pak, Pak Ilyas," ujar Hira memperingatkan Ilyas yang semakin mendekatkan wajahnya.
Aroma mint tercium oleh Hira hingga membuatnya makin gugup.
"Terima kasih sudah mengingat namaku, Hira," bisik Ilyas di telinga kiri Hira membuat jantungnya berpacu tak normal.
Cklek.
"Mas Ilyas?"
"Rumi."
Hira berteriak dan memeluk sahabatnya yang tiba-tiba masuk ke ruangan mengagetkannya. Beruntungnya Hira mampu menguasai diri dari rasa gugupnya.
Sementara Ilyas jangan ditanya, bos barunya kembali duduk santai di kursi kebesarannya tanpa merasa bersalah.
"Kalian lagi membahas apa?"
Rumi mencoba memecahkan keheningan setelah mendapati keduanya dalam tatapan dingin.
"Eh ini Pak Ilyas minta laporan pemasaran, Rumi."
"Oh, apa laporannya sudah selesai Mas? Aku mau ngobrol sama Hira. Kangen tahu, nggak?"
"Sudah, Nda."
Senyum tersungging di bibir Ilyas. Memancing Hira untuk meliriknya dilakukan Ilyas dengan mengucap panggilan sayang pada istrinya.
Hira sebisa mungkin mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Ayo Hira, kita ke kantin!"
"Nda."
Panggilan Ilyas yang kedua kalinya membuat Hira dan Rumi menoleh. Rumi yang melihat kode dari suaminya hanya mencebik lalu tersenyum.
Pasalnya sang suami menaruh telunjuknya di pipi kiri.
'Sudah mulai nih manjanya, masak iya di kantor minta dicium. Untung karyawannya sahabatku,' gerutu Rumi.
Rumi menyalami takzim Ilyas tanpa mengabulkan permintaan konyol sang suami.
Namun tak disangka, Ilyas justru menarik tangan Rumi dan mendaratkan bibirnya di pipi kanan sang istri.
Jangan ditanya lagi, perempuan berjilbab pink itu jadi merona wajahnya. Meski hanya sahabatnya yang melihat, tentu saja Rumi tak enak hati.
Hira melongo melihat aksi Ilyas di depan matanya.
'Keterlaluan Pak Ilyas membuatku terlihat mengenaskan. Dia sengaja melakukannya di depanku.'
Hati Hira kian meradang, nafasnya pun kembang kempis. Ingin rasanya berteriak jika posisinya di bukit yang tinggi.
Namun Hira hanya bisa menyimpan keinginannya di dalam hati. Diraupnya oksigen banyak-banyak untuk mengurangi sesak di dadanya.
'Ingat Hira ada Rumi sahabatmu,' setidaknya itu kalimat sakti yang mampu meredam emosinya terhadap laki-laki masa lalunya.
Hira dan Rumi bercengkerama di kantin perusahaan.
Mereka asyik mengobrol sampai tak terasa dua jam sudah berlalu.
"Rumi, aku harus kembali bekerja. Aku tidak enak sama karyawan lain yang melihatku santai di sini," pinta Hira dengan sedikit raut menyesal.
"Yah, baiklah Rara sayang. Kita lanjutkan besok ya obrolannya."
"Kamu hubungi aku aja kalau mau jalan-jalan. Aku bisa menemanimu tentu saja di luar jam kerja ya."
Rumi terlihat gembira dengan usulan Hira.
"Kalau gitu ayo kembali, aku mau lihat ruang kerjamu sekalian ke ruang Mas Ilyas."
Melewati koridor lantai di mana ruang divisi pemasaran berada mereka berpapasan dengan Reno.
"Rumi, kamu kesini sama siapa?"
"Om Reno, aku sendiri Om. Anak-anak lagi main sama eyangnya."
"Kamu kenal Mahira? Kok kelihatannya akrab sekali?"
Rumi melihat ada binar di mata Reno saat bertemu dengan Hira. Dia teringat obrolan dengan suaminya yang ingin menjodohkan Hura dengan Om Reno.
"Bukan kenal lagi Om. Dia sahabat baikku sejak SD hingga SMA."
Hira yang disebut pun memberi senyuman manisnya yang mampu membuat Reno terhipnotis.
Sudah lama Reno mencoba mendekati karyawan teladannya tetapi tidak ada respon.
"Berarti kamu tahu banyak dong tentang Hira, nanti aku tanya-tanya ya," bisik Reno pada Rumi yang masih bisa didengar Hira.
"Pak Reno mau tanya tentang keburukanku, ya?"
"Haha, jangan kawatir Hira. Ibarat pembeli buah apel pasti ingin mengetahui buah apelnya bagus atau tidak, bukan?"
"Ckckck, apaan sih?" Wajah Hira tersiou malu dibuatnya.
"Om mau dicomblangi sama Hira dong!" pinta Reno pada Rumi.
"Ishhh, bilang aja sendiri, Om. Ni orangnya sudah di depan mata." Kedipan mata Rumi ditujukan pada Hira justru mendapat pelototan dari lawannya.
Reno hanya tertawa kemudian membiarkan Hira dan Rumi melanjutkan langkahnya.
"Sepertinya Om Reno serius sama kamu, Ra."
"Hmm, jangan mulai Rumi. Kamu mau menjodohkanku biar kita jadi saudaraan, ya?" ujar Hira.
"Siapa tahu pesona Om Reno mengalihkan duniamu yang terpaku pada masa lalu," sindir Rumi membuat Hira tersentak.
Rasa perih si hatinya yang sempat hilang kini muncul kembali hanya karena ucapan Rumi tentang masa lalu.
"Pak Reno memang baik, Rumi. Beliau baik tidak hanya sama aku saja tetapi pada semua karyawan," terang Hira membuat Rumi mengangguk.
Sampai di ruang divisi pemasaran sudah ada Roby yang antusias menyapa Hira.
"Ra, kemana saja? Dua jam menghadap Pak Ilyas, betah amat. Biasanya sama Pak Reno kamu nggak mau berlama-lama."
Ucapan frontal Roby mendapat tatapan tajam dari Hira. Dia tak enak hati sahabatnya mendengarkan cerita tak bermutu dari teman kerjanya
"Eh, ini siapa, Ra?"
"Kenalkan ini Harumi sahabatku."
"Karyawan baru?" celetuk Roby.
"Ngawur kamu, dia iatrinya Pak Ilyas."
Roby segera menutup mulutnya karena kaget. Dia merasa bersalah atas ucapannya tadi.
"Maafkan saya Bu Harumi."
Roby membungkukkan badan di depan Rumi membuat perempuan itu jadi canggung.
"Jangan sungkan, saya bukan bos di sini," ujar Rumi sambil tersenyum.
"Oya, Rara kok di divisi pemasaran? Bukannya kamu mau kuliah di jurusan pendidikan sains, ya?"
"Oh, aku memang mengambil jurusan pemasaran sesuai saran Mas David."
"Tapi kampusnya sama dengan yang kamu ceritakan dulu?"
Hira mengangguk tetapi belum mengetahui arah pembicaraan sahabatnya.
"Hira ini memang ahli di bidang marketing, Bu. Dia jadi karyawan teladan kebanggaan Pak Reno."
"Ishh, jangan berlebihan, Bi."
Rumi melihat interaksi keduanya justru tersenyum. Kentara sekali laki-laki di depannya ini juga tertarik sama sahabatnya.
"Kalau begitu, kamu satu kampus dengan Mas Ilyas dong, Ra?"
"Benarkah, Ra? Pantesan waktu ketemu Pak Ilyas pertama kali wajahmu tegang gitu, Ra."
'Ishh, kenapa Roby jadi ember sekali, sih,' batin Hira kesal.
"Ayo kerja-kerja, kenapa malah ngobrol!"
Pak Reno yang memberi teguran dengan nada bercanda membuat ketiganya mengurai jarak.
Roby langsung kembali ke tempat duduknya. Hira pun segera menyusul setelah sebelumnya memberi salam membungkukkan sedikit badannya.
Dia merasa lega Pak Reno telah menyelamatkannya dari pertanyaan Rumi sebelum lebih jauh menanyakan laki-laki di masa lalunya.
Sudah bisa dipastikan Rumi akan memberondongnya dengan pertanyaan konyol tentang siapa laki-laki itu.
Rumi sudah berada di ruang kerja suaminya.
Dia mengamati Ilyas yang sedang bekerja. Terlihat tampan sekali, Rumi semakin mengagumi suaminya. Kelihatan tegas dan berwibawa itulah persepsi Rumi pada Ilyas yang mengenakan jas elegan, duduk memegang pulpen yang menari-nari di atas kertas.
"Sudah selesai ngobrolnya, Nda? Asyik sekali ya sampai dua jam."
Rumi hanya tersenyum mendengar sindiran suaminya.
"Mas kok nggak bilang kalau satu kampus dengan Hira? Dia ternyata kuliah di jurusan pemasaran lho."
Deg,
Jantung Ilyas tiba-tiba berdebar tetapi dia sanggup menguasai kegugupannya.
"Memangnya kenapa kalau satu kampus? Banyak mahasiswa yang lulus dari jurusan itu nggak cuma Hira saja, kan?"
"Maksud aku, Mas Ilyas tahu dong siapa laki-laki yang ada di masa lalu Rara."
Deg,Jantung Ilyas tiba-tiba berdebar tetapi dia sanggup menguasai kegugupannya."Memangnya kenapa kalau satu kampus? Banyak mahasiswa yang lulus dari jurusan itu nggak cuma Hira saja, kan?""Maksud aku, Mas Ilyas tahu dong siapa laki-laki yang ada di masa lalu Rara.""Bunda nih lucu, ya banyak lah. Laki-laki yang jadi mahasiswa di jurusan pemasaran tidak sedikit. Sudahlah nggak usah membahas laki-laki masa lalu Hira. Biarkan saja dia mengenal laki-laki di masa sekarang.""Iya juga sih, Mas. Lagian aku lihat ada Om Reno yang perhatian sama dia dan juga karyawan bernama Roby. Sepertinya keduanya mencoba mendekati Hira. Semoga Hira mau mebuka hatinya.""Aamiin."Ilyas merasa lega istrinya tidak bertanya lagi tentang dirinya satu kampus dengan Hira.Pertemuannya dengan Hira tidak akan mengubah apapun. Rasa cintanya terhadap sang istri telah mengaburkan hubungan di masa lalunya dengan Hira. Hubungan tanpa status, hanya teman dekat
Muna terisak di dada bidang suaminya. Seketika dia merasa bersalah mengusulkan sesuatu yang tidak disukai suaminya.Percakapan keduanya memancing keingintahuan Hira saat melintasi pintu kamar yang sedikit terbuka."Mas David, Mbak Muna....""Hira...."Ketiganya merasa berada dalam kecanggungan."Hira. Apa benar kamu mau pindah?" David mencoba memecah keheningan."Maaf Mas David, aku mau belajar hidup mandiri. Izinkan aku tinggal di kontrakan ya!"Sebenarnya David berat membiarkan Hira seorang diri tinggal di kontrakan mengingat pengalaman pahit lalu yang membahayakan keselamatannya. Namun kali ini David dan Muna sepakat memberikan kesempatan Hira mengambil keputusannya sendiri. Lagi pula Hira akan menyewa kontrakan di dekat kantornya hanya berapa ratus meter sehingga dia tinggal berjalan kaki berangkat dan pulang kerja."Alhamdulillah Mas David dan Mbak Muna mengizinkanku. Aku akan sering-sering mengunjungi rumah ini kok."
"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun Allah berkehendak lain. Tolong keluarga dari pasien dikabari untuk mengurus jenazahnya!" ucap duka salah satu dokter yang menangani.Mahira mengangguk lemah, tak pernah dibayangkan sahabat yang ada di saat suka dan duka kini berakhir meregang nyawa oleh sebuah kecelakaan tragis.Suami dari sahabatnya, Ilyas Arkana Wijaya sedang bertarung dengan alat-alat di ruang ICU. Sementara itu, dua anak kembarnya yang cantik dan mungil hanya pingsan dan luka ringan.Dipeluknya erat dua malaikat kecil yang selalu memberikan wajah gemasnya saat Hira pertama bersua Harumi ibunya."Mas David, tolong ke RS sekarang! Hira butuh bantuan," ucapnya disela isakan yang belum reda melalui benda pipih hitam di tangannya.David segera memacu mobil bersama Muna istri yang dinikahinya setahun yang lalu.Laki-laki yang berprofesi sebagai dosen di sebuah universitas ibukota menjadi satu-satunya orang yang menyayangi Hi
"Kamu harus bertanggung jawab atas meninggalnya Rumi, Hira! Satu hal yang harus kamu ingat, aku tidak akan pernah memperlakukanmu selayaknya Rumi. Camkan itu!"Hira bersusah payah menelan salivanya. Dia harus menelan pil pahit perlakuan laki-laki yang sudah resmi menjadi suaminya beberapa jam yang lalu.Kehidupan pernikahan yang akan dijalaninya siap dimulai, bendera perang sudah dikibarkan baru saja oleh sang suami.Malam panjang dilalui Hira dengan melamun dalam keheningan. Tidak ada pembicaraan lebih lanjut setelah kalimat terakhir peringatan Ilyas.Meskipun tidur satu kamar, mereka seperti memiliki dunia sendiri-sendiri. Ilyas sudah berbaring di ranjang dengan deru nafas normal, artinya dia sudah tidur pikir Hira.Langit malam pun tak nampak berhiaskan bulan dan bintang. Hira memikirkan nasib pernikahannya entah mau dibawa ke mana."Rumi, kenapa kamu pergi begitu cepat? Saat aku melihat kebahagiaan ada padamu ternyata Allah lebih menyaya
Sepasang mata menatap tak berkedip dari arah teras kontrakannya.Laki-laki yang berpakaian rapi seperti biasa menghadirkan senyuman untuk Hira kini menatapnya heran.Mau melangkah balik bukanlah solusi untuk Hira karena batang hidungnya sudah kelihatan oleh laki-laki itu.Dia segera memutar otak mencari alasan tepat.'Duh gimana caranya beralasan? Dia satu-satunya orang yang sulit dibohongi.'"Dari mana Hira?""Eh, Roby sepagi ini sudah di sini?""Aku tanya kamu dari mana, kenapa justru tanya balik?"Hira jadi malu sendiri, tidak menjawab justru terburu membuka pintu. Namun Roby tetap tinggal dan duduk di luar.Sudah kebiasaan Hira menerima tamu di luar rumah. Dia tidak mau terkena gosip tak sedap di lingkungan kontrakannya.Apalagi status Hira sekarang sudah mempunyai suami. Tidak mungkin baginya menerima tamu laki-laki di dalam rumah saat tidak ada suaminya.Roby meletakkan bungkusan di meja yang di
Tampak oleh Roby seorang gadis meliukkan badannya ke kiri dan ke kanan.Lelah pasti dirasa oleh Hira yang telah berhasil menyelesaikan setumpuk tugas dari bosnya yang berstatus suami rahasianya.Saat hendak pulang, ponsel Hira berbunyi menandakan notif WA masuk.Ternyata pesan dari Ilyas yang memintanya pulang ke kontrakan atau ke rumahnya terlebih dulu karena ada yang harus dikerjakan Ilyas. Entah benar mengerjakan pekerjaan atau hanya ingin menghindari Hira."Ayo aku antar dari pada jalan kaki sendirian! Kamu kelihatan lelah sekai, Ra," ujar Roby yang sedari tadi mengamati pergerakan Hira sampai di lobby.Hira tak mampu menolak karena badannya pun tak mendukung. Berjalan sempoyongan karena lelah tak terkira tidak mungkin dipilihnya. Alhasil dia membonceng motor Roby sampai depan kontrakan."Beristirahatlah, Ra. Mau aku belikan sesuatu, nggak? Mie godog dan jahe panas misanya.""Tidak, Bi. Makasih banyak ya. Aku lelah, mau istirahat
"Mas Ilyas, Mas."Dipanggilnya sang suami sambil tangannya memegang erat kain penutup tubuhnya tetapi tak ada jawaban. Hanya suara langkah kaki yang terasa semakin mendekat.Deg, jantung Hira semakin berdetak kencang saat hembusan nafas menerpa lehernya.Terasa semakin dingin saat kedua tangan memegang pundaknya yang terbuka lalu memutar tubuhnya.Mata Hira seketika membola melihat seringai di wajah suaminya."Kamu mau menggodaku?""Mas Ilyas, maaf. Aku..."Ilyas memojokkannya hingga punggungnya membentur lemari baju.Ilyas melonggarkan dasinya dan melempar jasnya ke tempat tidur."Mas Ilyas mau apa?""Menurutmu?"Hira semakin gugup dibuatnya. Dia hanya mampu memejamkan mata saat wajah suaminya kian mendekat. Aroma mint tercium oleh hidungnya. Mau tak mau Hira memang harus siap saat suaminya meminta haknya."Kamu mau bertahan disitu? Aku tidak tertarik sekalipun kamu seperti itu. Sana minggir, aku ma
Semua tercengang melihat sosok yang baru saja datang.Reno yang pertama melihatnya saja dibuat tak berkedip dan hanya mampu meneguk ludahnya. Pasalnya baru kali ini dia melihat penampilan berani dari seorang Hira yang terkenal sopan.Hira mengenakan baju dengan belahan dada lebih rendah dari biasanya membuat sebagian dada atasnya terekspos.Baju yang dipakai tidak tergolong baru karena Hira pernah memakainya. Biasanya Hira akan memakai syal untuk menutupi belahan dadanya tetapi tidak untuk saat ini yang memang disengaja.Dua laki-laki saat ini sedang menggeram tak terima adalah Ilyas dan Roby.'Apa yang Hira lakukan. Berani-beraninya dia memamerkan bagian tubuhnya.'Kepalan tangan semakin erat, Ilyas menggertakkan giginya. Tidak mungkin menegur saat itu juga, Ilyas memilih meredam emosinya lebih dulu.'Tunggu saat meeting selesai, akan kubuat perhitungan dengannya.'"Istrimu kenapa, Yas? Nggak biasanya pakai baju seperti
Bab 41B Tiga Hari Bersamamu Menjelang malam, cacing di perut mulai berteriak protes. Syila mengeluarkan bahan untuk makan malam yang sudah menjadi bekal di tas. Keluar kamar dengan kerudung instan, kaos panjang dan celana training. Wajah celingukan tak nampak laki-laki pemilik nama Arfan. Dia melenggang menuju dapur. Tangan lincah mengadu perkakas dapur. Bukan pandai memasak sih aslinya, hanya khusus menu inilah yang dia bisa, karena sering memasaknya saat tinggal di kontrakan ibukota. Terdengar pintu berderit, sepertinya penyewa kamarnya juga merasa kelaparan. "Hai, Syila! Buatin makan malam buat gue sekalian bisa, nggak?!" teriak Arfan. Hening, Syila tampak memutar otak. Tercetus ide menambah isi kantongnya. "Bisa, tapi mau enggak menunya?! Dan juga ini enggak gratis!" balasnya berteriak. "Hmm, terserah menunya." "Oke, soto dan jahe panas." Arfan menelan ludah sambil meremas perut yang mulai keroncongan." Aroma soto menguar di seluruh ruangan. Pun sedapnya menusuk indra penc
Bab 41A TIGA HARI BERSAMAMU Arsyila Ramadhanti (syila) tak menyangka harus tinggal seatap dengan Arfan Raditya (Arfan) saat diberi liburan oleh bosnya yang super duper berwajah dingin. Tampan sih iya, selangit malah, tapi senyumnya mahalnya minta ampun. Layaknya harga minyak goreng yang semakin meroket hingga mencekik warga kelas bawah. Konon kata karyawan lama, si bos pernah ditinggal kekasihnya hingga jadi seperti es kutub begitu. Apa iya harus nangis atau ketawa guling-guling dulu di depannya biar dia tersenyum. Menyebalkan. Berbeda dengan bosnya, Arfan justru tukang obral senyum alias hobi TP-TP(tebar pesona). Menurut penilaian Syila, Arfan termasuk playboy kelas kakap. Makanya dia harus berjaga-jaga, khawatir jatuh dalam pesonanya. Lihat saja, saat Syila tak sengaja bersitatap dengannya, eh dia mengerlingkan sebelah matanya. Sontak saja, Syila bergidik ngeri. Gubrak. Syila mengaku saja deh sebagai lulusan SMA, bekerja di ibukota sebagai pelayan. Nggak bohong, kan? Sekretaris
"Selamat ya, Ra, Yas. Semoga kelahiran baby twin membawa keberkahan dalam keluarga kalian. Semoga kelak anak-anak kalian menjadi anak sholeh dan sholehah." Ucapan tulus diberikan oleh David yang didukung juga oleh Muna. Mereka berdua sangat senang melihat kebahagiaan hadir untuk Hira dan keluarga kecilnya. Cobaan yang datang bertubi-tubi lantas tidak menjadikan seorang Hira patah semangat. Dia mampu mengembalikan semangat hidupnya serta mendapatkan hati Ilyas suaminya. "Terima kasih juga Mas David dan Mbak Muna yang telah menjaga Hira dengan baik hingga dia menjadi pendamping hidup saya." Ilyas melingkarkan lengannya di pinggang sang istri seraya mencium keningnya. "Terima kasih, Rara Sayang. Kamu wanita terbaik, ibu dari anak-anakku." "Terima kasih juga, Mas Ilyas suami hebatku." Wajah keduanya memancarkan senyum kebahagiaan yang mereka berikan untuk semua keluarganya. *****Waktu berlalu begitu cepat. Hari tergerus oleh minggu, minggu tergerus oleh bulan, dan bulan termakan
MSS 39Dianjurkan untuk 18th keatas.Lima tahun kemudian,"Di sini tidak ada taksi yang menjemput mantan.... Ayolah, kamu lupa denganku?"Jasmine menurunkan kaca mata hitam yang bertengger di matanya. Tusuk sanggul pun ditariknya menampakkan penampilan aslinya saat terakhir berjumpa dengan Reno."Kamu..."Reno terbelalak, ada setitik kesal di masa lalu yang mencuat kembali. Namun dia berusaha menahan diri dengan baik.Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang mewarnai. Sesekali Jasmine menanyakan jalan ke rumah Reno hanya untuk memancingnya bicara. Kenyataannya Jasmine hanya berpura-pura tidak tahu.Sampai di rumah, Reno mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Dihelanya napas panjang seraya memejamkan mata dan menengadahkan kepala bentuk rasa syukurnya pada Allah karena sudah terbebas dari hukuman.Jika bisa memutar ulang waktu, Reno pasti berpikir ulang seratus kali untuk melakukan kejahat
MSS 38 Uhuk, uhuk....Airin tersedak minuman mendengar ungkapan Jasmine yang membuatnya tercengang.Dia terbayang malam itu, jangan-jangan Roby melakukan hal buruk padanya.Dia terlanjur sakit hati dengan ucapan laki-laki itu.'Astaga, kalau aku hamil gimana?' Airin merasa kepalanya pusing mendadak."Kamu tidak apa-apa, Rin?" tanya Hira kawatir."Eh, Airin kan juga ada di sana sama Pak Robert?"Deg, jantung Airin tak bisa diajak kompromi."Maaf, aku permisi dulu mau cari air putih hangat."Airin terburu-buru menghindari mereka sekaligus tak berani menatap Roby. Hatinya semakin tersayat jika mengingat kejadian malam itu."Ra, toiletnya sebelah mana?"Roby mencari alibi untuk membuntuti Airin.Dia mengikuti arah telunjuk Hira seraya mengedarkan pandangan mencari Airin."Kenapa lari menghindar?"Jantung Airin semakin berdebar mendengar suara Roby yang mengagetkannya d
MSS 37Airin mencoba mengingat kejadian semalam. Dia meratapi kesedihan yang menimpanya. Ditengoknya wajah laki-laki yang memunggunginya.Airin menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangan."Mas Roby? Kenapa dia yang tidur bersamaku? Bukankah semalam laki-laki br*ngs*k itu yang membuatku tak sadar."Airin yang semula sedih dan kecewa atas apa yang menimpanya kini justru tersenyum berseringai. Diambilnya ponselnya yang tergeletak di nakas lalu mengabadikan dirinya yang tidur bersama Roby.Dengan tersenyum, Airin mengambil gambar tak cukup sekali."Apa-apaan ini?"Roby yang sadar gadis di sampingnya sudah bangun dan menggambil gambar dengan pose yang bisa diartikan lain oleh orang yang melihatnya segera mencekal tangan Airin."Apa yang kamu lakukan, Airin?""Mas Roby, harusnya aku yang tanya Mas Roby kenapa meniduriku. Kamu harus tanggung jawab menikahiku!""Apa? Jangan gila kamu, Rin. Aku bisa j
MSS 36Pyar,Suara pecahan terdengar menyeruak di ruangan hingga membuat penghuni bangun.Bu Liyan di kamar bawah segera mencari sumber suara."Hira...."Tubuh Bu Liyan kaku melihat menantunya terkapar di kamar mandi dengan tangan kiri yang meneteskan darah segar.Ilyas yang terbangun dari kamar atas berlari meloncati beberapa anak tangga."Ada apa, Ma?"Tak ada jawaban dari Bu Liyan yang lidahnya kelu."Ra, Rara..."Ilyas mendekap tubuh istrinya diliputi penyesalan terdalamnya.Tak butuh lama, Ilyas melarikan Hira ke RS terdekat menggunakan taksi online. Tidak memungkinkan bagi dirinya mengendarai mobil sendiri karena kondisi berjalan saja belum normal.Bu Liyan turut menemani setelah menitipkan si kembar pada Bi Surti."Bagaimana kondisinya, Dok?""Istri Bapak kondisinya lemah karena kecapekan kerja dan banyak pikiran. Saya sarankan istri Bapak untuk istirahat beberapa h
M35Sesi untuk 18th+Mohon bijak memilih bacaannya ya. Agak sedikit sensitif."Apa, kamu kencan sama Pak Reno? Dia laki-laki br*ngs*k, Mine.""Ayolah, laki-laki yang datang ke sini hampir semuanya br*ngs*k.""Ckk, kecuali aku," terak Roby.Roby dibuat tercengang kembali saat melihat ada gadis muda yang duduk tak nyaman di sebelah laki-laki seumuran Pak Reno menatapnya mes*m."Airin."Jasmine mulai melakukan aktingnya sebagai wanita penggoda. Dia mendekati Reno yang baru saja duduk menyapa Robert."Kenapa lama sekali, Sayang?" keluh Jasmine sambil bergelayut manja dan mengalungkan tangannya di leher Reno.Laki-laki itu terlihat gugup dan merasa jantungnya berdesir saat matanya beradu dengan kerlingan mata Jasmine.'Ckk, Jasmine sudah mengalihkan pandanganku pada Hira,' guman Reno."Kenapa melamun, Sayang?""Ah, tidak Mine. Aku hanya membayangkan bersena
M34 "Kamu mau mengelak, hah?" Hira penasaran, segera diambil ponsel itu dan melihat layarnya. "Astaghfirullah." Hira hanya mampu menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Roby. Kenapa semua jadi runyam begini. Rumi maafkan aku yang sudah menikah dengan suamimu. Kenyataan tak sesuai dengan apa yang aku harapkan." Tubuh Hira luruh ke lantai sambil meratapi kesedihannya. Kali ini suaminya pasti murka. "Mas, Mas Ilyas pasti salah paham. Dengarkan penjelasanku dulu! Foto itu tidak seperti yang Mas bayangkan." "Memangnya kamu tahu apa yang kubayangkan?" teriak Ilyas sampai mengundang orang yang tak sengaja lewat depan kamarnya. Foto di layar menampakkan Hira yang berada dalam dekapan Roby tentunya bisa membuat yang melihat menjadi salah paham. "Ada apa?" Reno yang baru saja datang dari kantor bak pahlawan bagi Hira dengan pura-pura lembut membangunkan wanita itu dari posisi duduk d