'Arkana...'
Satu kata yang mampu diucapkan Hira dalam hati dengan mulut menganga tak percaya.
'Kenapa harus ketemu dia di sini. Ingin rasanya aku pulang dan bersembunyi di bawah bantal keropi kesayanganku,' batin Hira.
"Hira, kamu kenapa bengong?" seru Pak Reno membuyarkan lamunan Hira.
'Apakah Tuhan sedang menghukumku dengan menghadirkannya kembali di hidupku. Dia tidak tahu kalau aku memendam rasa padanya. Oh sungguh mengenaskan nasibku. Saat hati ini berusaha melupakannya dengan menerima kehadiran orang-orang yang perhatian padaku, justru tiba-tiba dia kembali mengalihkan duniaku.'
Hira masih menerawang dan sesekali mengernyitkan dahi membuat Roby yang sedari tadi fokus padanya pun heran.
"Kamu kenal Pak Ilyas, Ra?" bisik Roby di telinga kanan Hira membuatnya berjengit.
"Ah, tidak, Bi. Mana ada gadis biasa sepertiku bergaul dengan pria tampan dan kaya seperti bos baru kita," kilah Hira.
"Iya juga, Ra. Kamu gaulnya cuma sama aku, sih."
"Aww, sakit, Ra."
"Jangan bercanda, kita lagi meeting serius!" Hira melototi Roby dan mencubit lengannya karena sudah mencandainya.
Meeting sejatinya berlangsung singkat. Namun tidak bagi Hira yang berada satu ruangan dengan masa lalunya. Teman kuliahnya saat sarjana yang selalu hadir di mimpinya dan menghilang tanpa kabar justru kini hadir di depan mata. Satu jam serasa sehari, dinginnya AC yang menyengat kulit tak dirasanya. Udara sejuk pun kian panas menurutnya.
Hira ingin sekali berlari keluar ruangan secepat mungkin.
Lega terasa, Hira menghirup dengan rakus oksigen dan menyudahi pergolakan batinnya yang membuat detak jantungnya tak normal.
'Apakah Arkana masih sendiri? Ah tidak mungkin, pastilah dia sudah berkeluarga dan punya anak. Otakku kenapa berharap yang mustahil, sih,' guman Hira.
"Yuk, Ra. Kembali ke markas!" ajak Roby yang dibalas dengan acungan jempol kanan Hira.
"Eh, sebentar, Bi. Berkasku ada yang ketinggalan di dalam."
Hira melangkah balik masuk ruangan meeting dan pandangannya jatuh pada lembaran putih yang masih tergeletak di meja depan.
Dia segera menghampiri berkasnya dan berniat kembali menyusul Roby.
Belum sampai tangannya meraih berkas itu, sudah ada tangan lain yang menyambarnya.
"Apa kabar, Mahira?"
Jleb,
Hira menelan salivanya, laki-laki masa lalunya ini telah berubah. Keceriaan yang dulu ditunjukkan padanya hilang entah kemana. Kini berganti sikap dingin dan tegas. Panggilan Rara pun berganti menjadi lengkap Mahira.
"Maaf Pak Ilyas, saya permisi dulu." Hira tak mampu menguasai gugupnya. Seandainya dia bertahan dengan menjawab tanya bos barunya pastilah ketahuan sikap canggungnya.
Hira melesat jauh saat Pak Reno mendekati Ilyas.
"Kamu kenal Mahira, Yas?"
"Oh, dia karyawan di sini, Om? Sejak kapan?"
"Sudah dua tahun dia bekerja di sini. Prestasinya bagus, Om suka kinerjanya. Dari sekian karyawan dia menjadi salah satu yang teladan.
"Sepertinya Om mengenal baik gadis itu?"
"Ya begitulah, tapi dia gadis yang sulit ditaklukkan. Banyak karyawan laki-laki yang mendekatinya. Namun hanya satu yang dia percaya."
Kening Ilyas berkerut, ada setitik nyeri di hati mendengar Hira hanya percaya satu laki-laki yang mendekatinya.
"Dia masih single?" tanya Ilyas penasaran.
"Kenapa? Kamu sudah punya Harumi dan dua putri, berniat nambah lagi, huh? Om saja satu belum dapat?"
Ilyas tak mampu menahan tawanya, sedangkan Reno hanya mencebik kesal.
"Jadi, Om ku yang ganteng sedang mengincar gadis muda itu. Semangat berjuang Om."
"Kamu meledekku?"
"Ah tidak." Ilyas segera berlalu meninggalkan Om Reno sebelum kena pukul.
"Mahira Saraswati, aku pikir kamu sudah hidup bahagia bersama David laki-laki kebanggaanmu. Ternyata kamu masih setia dengan menyendiri sampai saat ini."
Deg,
Suara asing tak kasat mata menyapa telinga Hira dan memaksanya berbalik mengikuti arah datangnya.
Hembusan angin dari balkon lantai 7 kantornya menerpa wajah cantiknya yang berpoles make up sederhana.
Rambut panjangnya sebagian tergerai segera dirapikannya dengan tali rambut keropi kesukaannya.
Hira melirik was-was sekitarannya takut manakala ada karyawan memergoki interaksi keduanya.
"Eh, Pak Ilyas mau ke ruang apa? Saya siap mengantar."
Hira berusaha bersikap profesional dengan menghilangkan canggungnya.
"Kamu tidak berubah, selalu dekat dengan keropi."
Senyum terkesan sinis dari bibir Ilyas begitu jelas ditangkap netra Hira. Dia menyesal memakai tali rambut keropi yang masih melingkar di tangan kirinya.
'Astaga, dia masih ingat pernak-pernik kesukaanku. Bahkan dia membahas tentang Mas David. Duh, bagaimana caraku kabur darinya.'
Hira memutar otak cerdasnya berharap ide cemerlang itu muncul secepat kilat.
"Pak Ilyas, ada Pak Reno memanggil," tunjuk Hira ke arah belakang Ilyas hingga bos barunya itu menoleh.
Merasa dibohongi, Ilyas berdecih kesal menoleh kembali ke posisi semula. Namun Hira sudah melesat kabur darinya.
Waktu telah menandakan habis jam kerja, karyawan perusahaan komestik mulai berhamburan di parkiran.
Mobil sport mewah sudah terparkir di lobby menjemput sang empunya yang tak lain adalah bos baru mereka.
"Kamu lihat apa, Ra?"
Hira memicingkan mata fokus pada penumpang di dalam mobil.
Perempuan berjilbab dan dua anak kecil tampak berada di dalamnya.
"Eh, itu istri dan anak Pak Ilyas kayaknya," celetuk Roby.
Namun yang diajak bicara hanya mampu bergeming.
Terlalu sakit hati, rasanya menyayat di dadanya. Hira tak mampu berucap. Tenggorokannya serasa tercekat.
'Ya, Arkana sudah menikah dan punya anak,' lirihnya dalam penyesalan.
"Eh, itu istri dan anak Pak Ilyas kayaknya," celetuk Roby.Namun Hira yang diajak bicara hanya mampu bergeming.Terlalu sakit hati, rasa menyayat di dadanya membuat Hira tak mampu berucap. Tenggorokannya serasa tercekat.'Ya, Arkana sudah menikah dan punya anak,' lirihnya dalam penyesalan."Ayo, malah melamun!"Tin.tin."Eh, Pak Reno. Maaf Pak, silakan."Roby menyilakan bos lamanya untuk melewati jalan."Kalian belum pulang? Ini baru mau ambil motor, Pak.""Udah, ikut mobil saya aja, yuk!""Kemana, Pak?"Pak Reno hanya menatap sekilas karyawan cantiknya terdiam. Heran itulah yang dipikirnya, biasanya ceria dan cerewet tapi ini sebaliknya."Masuk aja dulu!"Roby membukakan pintu belakang untuk Hira sedangkan dirinya di samping Pak Reno.Hira tak menyadari dirinya berada di mobil bos lamanya. Dia tergelak dan menoleh kanan kiri."Astaghfirullah, Bi. Katanya pakai motor, kenapa berg
Hira mengendap dan memicingkan matanya. Tampak olehnya Ilyas sedang membuka ipadnya di samping sopir.Tak ada penumpang lain di dalamnya, pasti mereka sedang belanja.Hira mengurungkan niatnya masuk ke minimarket.Dia tidak siap bertemu anak istri bos barunya. Gegas Hira membalikkan badan melangkah menjauhi tempat tujuannya."Mahira?"Deg.'Kenapa dia bisa tahu aku, bukannya tadi lagi fokus dengan ipadnya,' Hira ragu ingin membalikkan badannya."Mau kemana?"Langkah kaki Hira terhenti kembali dan segera membalikkan badannya. Hal yang tidak mungkin untuk dirinya melarikan diri."Ar... Eh Pak Ilyas. Maaf, Pak." Hira segera membungkukkan badan sebagai tanda permohonan maaf telah mengabaikan panggilan bos barunya."Tadinya saya mau belanja, Pak. Tetapi dompet saya sepertinya ketinggalan," kilahnya membela diri.Ilyas hanya tersenyum kilat membuat hati Hira menghangat.'Senyuman itu masih sama, meski hany
"Mahira, Rara cantik sahabatku." Rumi memeluk erat tubuh Hira yang mematung, lidahnya pun kelu tak sanggup bersuara.Gemuruh di dadanya naik satu level saat Ilyas menggendong dua malaikat yang tersenyum padanya tapi urung dibalas dengan senyuman pula."Rara, kenalkan ini Ilyas suamiku."Bak disambar petir, itulah yang dirasakan Hira saat ini.Demi apa hidupnya kali ini luluh lantak, sahabat tercintanya bersuamikan laki-laki yang sama dalam mimpinya."Benarkah," ucap Hira terbata. Susah payah dirinya menarik nafas panjang mengurangi nyeri di dadanya yang baru saja terasa.Sakit, dadanya seakan tersayat, luka yang dalam tetapi tak berdarah. Dia tidak mungkin memprotes Tuhannya atas apa yang menjadi takdirnya.Memang sudah takdir Harumi menjadi istri seorang Arkana yang namanya selalu tersimpan di hati Hira.Bodohnya Hira yang tidak terlau peduli saat Harumi mengabarinya tentang pernikahan mereka. Pernikahan hasil perjodohan orang
Rumi memegang kedua tangan suaminya untuk menyalurkan kehangatan."Dia itu memendam rasa pada teman kuliahnya, namanya Ar...,"Uhuk,uhuk,Sontak saja Ilyas terbatuk dan dahinya mengernyit, rasa gugup pun menderanya."Kenapa, Mas?""Nggak apa-apa, Nda. Lanjutkan!""Namanya Ar..., Ah siapa ya aku lupa, Mas. Ardi, Arman, Arya, atau Ar... Eh kalau Arkana nggak mungkin ya?"Jleb,Ilyas menelan salivanya, dia telah dibuat salah tingkah oleh istrinya sendiri."Enggaklah, baru juga ketemu tadi di kantor.""Mas jodohin aja kalau ada karyawan masih jomblo di kantor," pinta Rumi sambil menatap Ilyas yang makin tampan dan berwibawa memegang jabatan barunya.Diusapnya rahang tegas suaminya yang berbalas tanda sayang di keningnya."Iya iya, ada Roby masih jomblo kayaknya lagi ndeketin trus Om Reno juga.""Hah, Om Reno. Nggak terlalu tua untuk Hira, Mas? Cariin yang seumuran Mas dong!""Cinta tak mema
"Pak, Pak Ilyas," ujar Hira memperingatkan Ilyas yang semakin mendekatkan wajahnya.Aroma mint tercium oleh Hira hingga membuatnya makin gugup."Terima kasih sudah mengingat namaku, Hira," bisik Ilyas di telinga kiri Hira membuat jantungnya berpacu tak normal.Cklek."Mas Ilyas?""Rumi."Hira berteriak dan memeluk sahabatnya yang tiba-tiba masuk ke ruangan mengagetkannya. Beruntungnya Hira mampu menguasai diri dari rasa gugupnya.Sementara Ilyas jangan ditanya, bos barunya kembali duduk santai di kursi kebesarannya tanpa merasa bersalah."Kalian lagi membahas apa?"Rumi mencoba memecahkan keheningan setelah mendapati keduanya dalam tatapan dingin."Eh ini Pak Ilyas minta laporan pemasaran, Rumi.""Oh, apa laporannya sudah selesai Mas? Aku mau ngobrol sama Hira. Kangen tahu, nggak?""Sudah, Nda."Senyum tersungging di bibir Ilyas. Memancing Hira untuk meliriknya dilakukan Ilyas dengan mengucap
Deg,Jantung Ilyas tiba-tiba berdebar tetapi dia sanggup menguasai kegugupannya."Memangnya kenapa kalau satu kampus? Banyak mahasiswa yang lulus dari jurusan itu nggak cuma Hira saja, kan?""Maksud aku, Mas Ilyas tahu dong siapa laki-laki yang ada di masa lalu Rara.""Bunda nih lucu, ya banyak lah. Laki-laki yang jadi mahasiswa di jurusan pemasaran tidak sedikit. Sudahlah nggak usah membahas laki-laki masa lalu Hira. Biarkan saja dia mengenal laki-laki di masa sekarang.""Iya juga sih, Mas. Lagian aku lihat ada Om Reno yang perhatian sama dia dan juga karyawan bernama Roby. Sepertinya keduanya mencoba mendekati Hira. Semoga Hira mau mebuka hatinya.""Aamiin."Ilyas merasa lega istrinya tidak bertanya lagi tentang dirinya satu kampus dengan Hira.Pertemuannya dengan Hira tidak akan mengubah apapun. Rasa cintanya terhadap sang istri telah mengaburkan hubungan di masa lalunya dengan Hira. Hubungan tanpa status, hanya teman dekat
Muna terisak di dada bidang suaminya. Seketika dia merasa bersalah mengusulkan sesuatu yang tidak disukai suaminya.Percakapan keduanya memancing keingintahuan Hira saat melintasi pintu kamar yang sedikit terbuka."Mas David, Mbak Muna....""Hira...."Ketiganya merasa berada dalam kecanggungan."Hira. Apa benar kamu mau pindah?" David mencoba memecah keheningan."Maaf Mas David, aku mau belajar hidup mandiri. Izinkan aku tinggal di kontrakan ya!"Sebenarnya David berat membiarkan Hira seorang diri tinggal di kontrakan mengingat pengalaman pahit lalu yang membahayakan keselamatannya. Namun kali ini David dan Muna sepakat memberikan kesempatan Hira mengambil keputusannya sendiri. Lagi pula Hira akan menyewa kontrakan di dekat kantornya hanya berapa ratus meter sehingga dia tinggal berjalan kaki berangkat dan pulang kerja."Alhamdulillah Mas David dan Mbak Muna mengizinkanku. Aku akan sering-sering mengunjungi rumah ini kok."
"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun Allah berkehendak lain. Tolong keluarga dari pasien dikabari untuk mengurus jenazahnya!" ucap duka salah satu dokter yang menangani.Mahira mengangguk lemah, tak pernah dibayangkan sahabat yang ada di saat suka dan duka kini berakhir meregang nyawa oleh sebuah kecelakaan tragis.Suami dari sahabatnya, Ilyas Arkana Wijaya sedang bertarung dengan alat-alat di ruang ICU. Sementara itu, dua anak kembarnya yang cantik dan mungil hanya pingsan dan luka ringan.Dipeluknya erat dua malaikat kecil yang selalu memberikan wajah gemasnya saat Hira pertama bersua Harumi ibunya."Mas David, tolong ke RS sekarang! Hira butuh bantuan," ucapnya disela isakan yang belum reda melalui benda pipih hitam di tangannya.David segera memacu mobil bersama Muna istri yang dinikahinya setahun yang lalu.Laki-laki yang berprofesi sebagai dosen di sebuah universitas ibukota menjadi satu-satunya orang yang menyayangi Hi
Bab 41B Tiga Hari Bersamamu Menjelang malam, cacing di perut mulai berteriak protes. Syila mengeluarkan bahan untuk makan malam yang sudah menjadi bekal di tas. Keluar kamar dengan kerudung instan, kaos panjang dan celana training. Wajah celingukan tak nampak laki-laki pemilik nama Arfan. Dia melenggang menuju dapur. Tangan lincah mengadu perkakas dapur. Bukan pandai memasak sih aslinya, hanya khusus menu inilah yang dia bisa, karena sering memasaknya saat tinggal di kontrakan ibukota. Terdengar pintu berderit, sepertinya penyewa kamarnya juga merasa kelaparan. "Hai, Syila! Buatin makan malam buat gue sekalian bisa, nggak?!" teriak Arfan. Hening, Syila tampak memutar otak. Tercetus ide menambah isi kantongnya. "Bisa, tapi mau enggak menunya?! Dan juga ini enggak gratis!" balasnya berteriak. "Hmm, terserah menunya." "Oke, soto dan jahe panas." Arfan menelan ludah sambil meremas perut yang mulai keroncongan." Aroma soto menguar di seluruh ruangan. Pun sedapnya menusuk indra penc
Bab 41A TIGA HARI BERSAMAMU Arsyila Ramadhanti (syila) tak menyangka harus tinggal seatap dengan Arfan Raditya (Arfan) saat diberi liburan oleh bosnya yang super duper berwajah dingin. Tampan sih iya, selangit malah, tapi senyumnya mahalnya minta ampun. Layaknya harga minyak goreng yang semakin meroket hingga mencekik warga kelas bawah. Konon kata karyawan lama, si bos pernah ditinggal kekasihnya hingga jadi seperti es kutub begitu. Apa iya harus nangis atau ketawa guling-guling dulu di depannya biar dia tersenyum. Menyebalkan. Berbeda dengan bosnya, Arfan justru tukang obral senyum alias hobi TP-TP(tebar pesona). Menurut penilaian Syila, Arfan termasuk playboy kelas kakap. Makanya dia harus berjaga-jaga, khawatir jatuh dalam pesonanya. Lihat saja, saat Syila tak sengaja bersitatap dengannya, eh dia mengerlingkan sebelah matanya. Sontak saja, Syila bergidik ngeri. Gubrak. Syila mengaku saja deh sebagai lulusan SMA, bekerja di ibukota sebagai pelayan. Nggak bohong, kan? Sekretaris
"Selamat ya, Ra, Yas. Semoga kelahiran baby twin membawa keberkahan dalam keluarga kalian. Semoga kelak anak-anak kalian menjadi anak sholeh dan sholehah." Ucapan tulus diberikan oleh David yang didukung juga oleh Muna. Mereka berdua sangat senang melihat kebahagiaan hadir untuk Hira dan keluarga kecilnya. Cobaan yang datang bertubi-tubi lantas tidak menjadikan seorang Hira patah semangat. Dia mampu mengembalikan semangat hidupnya serta mendapatkan hati Ilyas suaminya. "Terima kasih juga Mas David dan Mbak Muna yang telah menjaga Hira dengan baik hingga dia menjadi pendamping hidup saya." Ilyas melingkarkan lengannya di pinggang sang istri seraya mencium keningnya. "Terima kasih, Rara Sayang. Kamu wanita terbaik, ibu dari anak-anakku." "Terima kasih juga, Mas Ilyas suami hebatku." Wajah keduanya memancarkan senyum kebahagiaan yang mereka berikan untuk semua keluarganya. *****Waktu berlalu begitu cepat. Hari tergerus oleh minggu, minggu tergerus oleh bulan, dan bulan termakan
MSS 39Dianjurkan untuk 18th keatas.Lima tahun kemudian,"Di sini tidak ada taksi yang menjemput mantan.... Ayolah, kamu lupa denganku?"Jasmine menurunkan kaca mata hitam yang bertengger di matanya. Tusuk sanggul pun ditariknya menampakkan penampilan aslinya saat terakhir berjumpa dengan Reno."Kamu..."Reno terbelalak, ada setitik kesal di masa lalu yang mencuat kembali. Namun dia berusaha menahan diri dengan baik.Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang mewarnai. Sesekali Jasmine menanyakan jalan ke rumah Reno hanya untuk memancingnya bicara. Kenyataannya Jasmine hanya berpura-pura tidak tahu.Sampai di rumah, Reno mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Dihelanya napas panjang seraya memejamkan mata dan menengadahkan kepala bentuk rasa syukurnya pada Allah karena sudah terbebas dari hukuman.Jika bisa memutar ulang waktu, Reno pasti berpikir ulang seratus kali untuk melakukan kejahat
MSS 38 Uhuk, uhuk....Airin tersedak minuman mendengar ungkapan Jasmine yang membuatnya tercengang.Dia terbayang malam itu, jangan-jangan Roby melakukan hal buruk padanya.Dia terlanjur sakit hati dengan ucapan laki-laki itu.'Astaga, kalau aku hamil gimana?' Airin merasa kepalanya pusing mendadak."Kamu tidak apa-apa, Rin?" tanya Hira kawatir."Eh, Airin kan juga ada di sana sama Pak Robert?"Deg, jantung Airin tak bisa diajak kompromi."Maaf, aku permisi dulu mau cari air putih hangat."Airin terburu-buru menghindari mereka sekaligus tak berani menatap Roby. Hatinya semakin tersayat jika mengingat kejadian malam itu."Ra, toiletnya sebelah mana?"Roby mencari alibi untuk membuntuti Airin.Dia mengikuti arah telunjuk Hira seraya mengedarkan pandangan mencari Airin."Kenapa lari menghindar?"Jantung Airin semakin berdebar mendengar suara Roby yang mengagetkannya d
MSS 37Airin mencoba mengingat kejadian semalam. Dia meratapi kesedihan yang menimpanya. Ditengoknya wajah laki-laki yang memunggunginya.Airin menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangan."Mas Roby? Kenapa dia yang tidur bersamaku? Bukankah semalam laki-laki br*ngs*k itu yang membuatku tak sadar."Airin yang semula sedih dan kecewa atas apa yang menimpanya kini justru tersenyum berseringai. Diambilnya ponselnya yang tergeletak di nakas lalu mengabadikan dirinya yang tidur bersama Roby.Dengan tersenyum, Airin mengambil gambar tak cukup sekali."Apa-apaan ini?"Roby yang sadar gadis di sampingnya sudah bangun dan menggambil gambar dengan pose yang bisa diartikan lain oleh orang yang melihatnya segera mencekal tangan Airin."Apa yang kamu lakukan, Airin?""Mas Roby, harusnya aku yang tanya Mas Roby kenapa meniduriku. Kamu harus tanggung jawab menikahiku!""Apa? Jangan gila kamu, Rin. Aku bisa j
MSS 36Pyar,Suara pecahan terdengar menyeruak di ruangan hingga membuat penghuni bangun.Bu Liyan di kamar bawah segera mencari sumber suara."Hira...."Tubuh Bu Liyan kaku melihat menantunya terkapar di kamar mandi dengan tangan kiri yang meneteskan darah segar.Ilyas yang terbangun dari kamar atas berlari meloncati beberapa anak tangga."Ada apa, Ma?"Tak ada jawaban dari Bu Liyan yang lidahnya kelu."Ra, Rara..."Ilyas mendekap tubuh istrinya diliputi penyesalan terdalamnya.Tak butuh lama, Ilyas melarikan Hira ke RS terdekat menggunakan taksi online. Tidak memungkinkan bagi dirinya mengendarai mobil sendiri karena kondisi berjalan saja belum normal.Bu Liyan turut menemani setelah menitipkan si kembar pada Bi Surti."Bagaimana kondisinya, Dok?""Istri Bapak kondisinya lemah karena kecapekan kerja dan banyak pikiran. Saya sarankan istri Bapak untuk istirahat beberapa h
M35Sesi untuk 18th+Mohon bijak memilih bacaannya ya. Agak sedikit sensitif."Apa, kamu kencan sama Pak Reno? Dia laki-laki br*ngs*k, Mine.""Ayolah, laki-laki yang datang ke sini hampir semuanya br*ngs*k.""Ckk, kecuali aku," terak Roby.Roby dibuat tercengang kembali saat melihat ada gadis muda yang duduk tak nyaman di sebelah laki-laki seumuran Pak Reno menatapnya mes*m."Airin."Jasmine mulai melakukan aktingnya sebagai wanita penggoda. Dia mendekati Reno yang baru saja duduk menyapa Robert."Kenapa lama sekali, Sayang?" keluh Jasmine sambil bergelayut manja dan mengalungkan tangannya di leher Reno.Laki-laki itu terlihat gugup dan merasa jantungnya berdesir saat matanya beradu dengan kerlingan mata Jasmine.'Ckk, Jasmine sudah mengalihkan pandanganku pada Hira,' guman Reno."Kenapa melamun, Sayang?""Ah, tidak Mine. Aku hanya membayangkan bersena
M34 "Kamu mau mengelak, hah?" Hira penasaran, segera diambil ponsel itu dan melihat layarnya. "Astaghfirullah." Hira hanya mampu menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Roby. Kenapa semua jadi runyam begini. Rumi maafkan aku yang sudah menikah dengan suamimu. Kenyataan tak sesuai dengan apa yang aku harapkan." Tubuh Hira luruh ke lantai sambil meratapi kesedihannya. Kali ini suaminya pasti murka. "Mas, Mas Ilyas pasti salah paham. Dengarkan penjelasanku dulu! Foto itu tidak seperti yang Mas bayangkan." "Memangnya kamu tahu apa yang kubayangkan?" teriak Ilyas sampai mengundang orang yang tak sengaja lewat depan kamarnya. Foto di layar menampakkan Hira yang berada dalam dekapan Roby tentunya bisa membuat yang melihat menjadi salah paham. "Ada apa?" Reno yang baru saja datang dari kantor bak pahlawan bagi Hira dengan pura-pura lembut membangunkan wanita itu dari posisi duduk d