"Mahira, Rara cantik sahabatku." Rumi memeluk erat tubuh Hira yang mematung, lidahnya pun kelu tak sanggup bersuara.
Gemuruh di dadanya naik satu level saat Ilyas menggendong dua malaikat yang tersenyum padanya tapi urung dibalas dengan senyuman pula.
"Rara, kenalkan ini Ilyas suamiku."
Bak disambar petir, itulah yang dirasakan Hira saat ini.
Demi apa hidupnya kali ini luluh lantak, sahabat tercintanya bersuamikan laki-laki yang sama dalam mimpinya.
"Benarkah," ucap Hira terbata. Susah payah dirinya menarik nafas panjang mengurangi nyeri di dadanya yang baru saja terasa.
Sakit, dadanya seakan tersayat, luka yang dalam tetapi tak berdarah. Dia tidak mungkin memprotes Tuhannya atas apa yang menjadi takdirnya.
Memang sudah takdir Harumi menjadi istri seorang Arkana yang namanya selalu tersimpan di hati Hira.
Bodohnya Hira yang tidak terlau peduli saat Harumi mengabarinya tentang pernikahan mereka. Pernikahan hasil perjodohan orang tua mereka.
Kala itu,
"Rara, minggu depan aku menikah. Hadirmu selalu aku tunggu. Tidak ada penolakan titik." Suara melalui ponsel memekakkan telinga Hira.
"Apa? Sama siapa, Rumi?"
"Laki-laki lah masak iya sama perempuan."
"Iya iya, aku tahu."
"Sama Ilyas."
"Ilyas laki-laki yang dijodohkan orang tuamu?"
"Heem. Beneran datang lho ya."
"Maafkan aku Rumi, besok lusa aku sudah harus ke Jakarta ada panggilan kerja. Aku berangkat sama Mas David dan Mbak Muna. Aku doakan pernikahanmu lancar dan barakah ya. Semoga ada kesempatan kita berjumpa, nanti kamu kenalin suamimu ke aku."
"Rara, hai kenapa malah melamun? Kamu kenal Mas Ilyas?" selidik Rumi sembari mengibaskan tangan di depan wajah Hira yang tergagap tak siap dengan pertanyaan yang dilontarkan.
"Eh itu, Rumi. Hmm, Pak Ilyas itu bos baru di kantorku."
Hira yang semula salah tingkah mampu menguasai diri saat tercetus ide jawaban.
Dia tak mau mengaku sebagai teman kuliah Arkana, bisa-bisa Rumi curiga dengan laki-laki yang disukainya.
Sementara itu, bosnya hanya menatapnya lurus sambil menggendong putrinya.
"Benarkah? Berarti kita bisa sering bertemu, Ra." Binar jelas terpancar di wajah Rumi bertemu kembali sahabat masa kecil hingga remajanya.
"Putrimu cantik-cantik, Rumi."
"Ah iya, Ra. Ini Keisha dan Keyla." Rumi mengenalkan kedua putri kembarnya membuat Hira mendekat ingin mencubitnya.
Tak bisa dipungkiri hati Hira kian tercubit melihat kebersamaan keluarga kecil sahabatnya. Dirinya, jangan ditanya, kesibukannya bekerja benar-benar menenggelamkan keinginannya berumah tangga. Bukan tidak mau, tetapi Hira masih terpaku pada satu hati dan berpengharapan padanya. Namun kini harapan itu musnah sudah.
"Aku juga seneng banget akhirnya bisa memelukmu lagi." Hira memaksakan senyumnya seraya melirik Arkana yang tengah menatapnya penuh selidik. Debaran itu terasa saat manik mata Arkana mengunci pandangannya. Hira mencoba membuang muka agar tak terkesan rasa kecewanya.
"Rumi, sudah sore. Aku harus pulang takutnya Mas David mencariku."
"Tapi hujan, Ra. Kamu naik apa?" seru Rumi penuh kekawatiran.
"Itu taksi online sudah menunggu di sana. Sampai ketemu lagi, Rumi. Mari Pak Ilyas!"
Gegas Hira meninggalkan keluarga kecil nan bahagia yang sepintas menciptakan rasa iri di hatinya. Namun segera ditepisnya pikiran buruk itu.
'Tidak, aku dan Rumi sahabat baik. Harusnya aku bahagia melihat dia bahagia.'
Dia berjalan tak tentu arah dalam guyuran hujan.
Tak dipikirkannya kemana arah tujuan yang penting jauh dari mini market itu.
Berkali-kali ditepuknya dada yang nyeri. Air mata pun melebur jadi satu bersama hujan.
"Ya Rabb, kuatkan aku. Arkana, kenapa harus Rumi sahabatku."
Kenyataan Rumi istri Arkana sungguh menohok Hira. Kondisinya satu kosong untuk Arkana. Harusnya Hira kecewa tetapi urung dilakukannya. Setelah hari ini, Hira akan berat melewatinya.
***
"Assalamu'alaikum."
"W*'alaikumsalam. Eh sudah pulang. Astaghfirullah, bajumu basah kuyup begini, Ra. Ayo lekas ganti, aku buatkan teh hangat."
Muna istri David sangat menyayangi Hira. Setidaknya wanita yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga ini sudah seperti ibu baginya.
"Diminum dulu tehnya, Ra!"
Hira tak menurut justru berhambur ke pelukan Muna. Isak tangis pun pecah membuat Muna tergelak. Hira sedang tidak baik-baik saja pikirnya.
"Ada apa, Ra?"
Tangis tak reda malah bertambah keras. Dielusnya punggung Hira yang bergetar. Muna membiarkan saja tangisan Hira mereda sendiri. Itu akan lebih baik hingga hatinya merasa tenang. Lagian David belum pulang juga jadi tidak perlu ada yang dikawatirkan.
"Ya sudah kalau kamu tidak mau cerita, kapan-kapan kalau sudah lega aja Mbak siap mendengarkan," hibur Muna dengan kelembutannya membuat Hira tenang.
"Aku ketemu Arkana Mbak."
"Arkana? Teman kuliah yang kamu ceritakan dulu?"
Hira mengangguk seraya mengusap air mata yang tersisa.
"Alhamdulillah akhirnya ada kabar juga ya. Ketemu di mana?"
Wajah Muna yang semula bahagia pun memudar seiring dilihatnya Hira yang murung dan menundukkan wajah.
"Dia bos baru di kantorku," lirih Hira.
"Apa, serius?"
Muna terkesiap sedangkan Hira hanya mampu mengangguk.
"Dia membawa keluarga kecilnya."
Muna tersentuh hatinya. Dia tahu kalau Hira sedang kecewa dengan fakta yang tengah diterimanya.
"Hira, coba buka hatimu sedikit saja untuk laki-laki lain yang sekarang perhatian sama kamu. Sudah saatnya kamu move on, tidak baik memikirkan laki-laki yang sudah menjadi suami orang."
Hira kembali menghambur ke pelukan Muna menumpahkan rasa sedihnya.
***
"Mas, Rara itu sahabat baik aku. Dunia ini sempit ya. Ternyata dia karyawan kamu.'
"Hmm."
Rumi mendekati suaminya yang duduk di ranjang fokus pada ipadnya.
"Ini sudah di rumah kenapa masih bekerja."
"Sebentar kok Nda, jawab email penting."
Bunda adalah panggilan sayang dari Ilyas untuk istrinya sejak menjadi ibu dari Keisha dan Keyla.
"Kasihan Hira sampai saat ini masih menjomblo hanya karena hatinya terkunci oleh satu laki-laki di masa lalunya."
Ilyas tersentak kaget lalu perhatiannya beralih pada ucapan Rumi.
"Trus?" Rumi berbinar saat suaminya mengalihkan perhatian padanya dan menaruh ipad di nakas.
Rumi memegang kedua tangan suaminya untuk menyalurkan kehangatan.
"Dia itu memendam rasa pada teman kuliahnya, namanya Ar...,"
Dahi Ilyas mengernyit, rasa gugup pun menderanya.
Rumi memegang kedua tangan suaminya untuk menyalurkan kehangatan."Dia itu memendam rasa pada teman kuliahnya, namanya Ar...,"Uhuk,uhuk,Sontak saja Ilyas terbatuk dan dahinya mengernyit, rasa gugup pun menderanya."Kenapa, Mas?""Nggak apa-apa, Nda. Lanjutkan!""Namanya Ar..., Ah siapa ya aku lupa, Mas. Ardi, Arman, Arya, atau Ar... Eh kalau Arkana nggak mungkin ya?"Jleb,Ilyas menelan salivanya, dia telah dibuat salah tingkah oleh istrinya sendiri."Enggaklah, baru juga ketemu tadi di kantor.""Mas jodohin aja kalau ada karyawan masih jomblo di kantor," pinta Rumi sambil menatap Ilyas yang makin tampan dan berwibawa memegang jabatan barunya.Diusapnya rahang tegas suaminya yang berbalas tanda sayang di keningnya."Iya iya, ada Roby masih jomblo kayaknya lagi ndeketin trus Om Reno juga.""Hah, Om Reno. Nggak terlalu tua untuk Hira, Mas? Cariin yang seumuran Mas dong!""Cinta tak mema
"Pak, Pak Ilyas," ujar Hira memperingatkan Ilyas yang semakin mendekatkan wajahnya.Aroma mint tercium oleh Hira hingga membuatnya makin gugup."Terima kasih sudah mengingat namaku, Hira," bisik Ilyas di telinga kiri Hira membuat jantungnya berpacu tak normal.Cklek."Mas Ilyas?""Rumi."Hira berteriak dan memeluk sahabatnya yang tiba-tiba masuk ke ruangan mengagetkannya. Beruntungnya Hira mampu menguasai diri dari rasa gugupnya.Sementara Ilyas jangan ditanya, bos barunya kembali duduk santai di kursi kebesarannya tanpa merasa bersalah."Kalian lagi membahas apa?"Rumi mencoba memecahkan keheningan setelah mendapati keduanya dalam tatapan dingin."Eh ini Pak Ilyas minta laporan pemasaran, Rumi.""Oh, apa laporannya sudah selesai Mas? Aku mau ngobrol sama Hira. Kangen tahu, nggak?""Sudah, Nda."Senyum tersungging di bibir Ilyas. Memancing Hira untuk meliriknya dilakukan Ilyas dengan mengucap
Deg,Jantung Ilyas tiba-tiba berdebar tetapi dia sanggup menguasai kegugupannya."Memangnya kenapa kalau satu kampus? Banyak mahasiswa yang lulus dari jurusan itu nggak cuma Hira saja, kan?""Maksud aku, Mas Ilyas tahu dong siapa laki-laki yang ada di masa lalu Rara.""Bunda nih lucu, ya banyak lah. Laki-laki yang jadi mahasiswa di jurusan pemasaran tidak sedikit. Sudahlah nggak usah membahas laki-laki masa lalu Hira. Biarkan saja dia mengenal laki-laki di masa sekarang.""Iya juga sih, Mas. Lagian aku lihat ada Om Reno yang perhatian sama dia dan juga karyawan bernama Roby. Sepertinya keduanya mencoba mendekati Hira. Semoga Hira mau mebuka hatinya.""Aamiin."Ilyas merasa lega istrinya tidak bertanya lagi tentang dirinya satu kampus dengan Hira.Pertemuannya dengan Hira tidak akan mengubah apapun. Rasa cintanya terhadap sang istri telah mengaburkan hubungan di masa lalunya dengan Hira. Hubungan tanpa status, hanya teman dekat
Muna terisak di dada bidang suaminya. Seketika dia merasa bersalah mengusulkan sesuatu yang tidak disukai suaminya.Percakapan keduanya memancing keingintahuan Hira saat melintasi pintu kamar yang sedikit terbuka."Mas David, Mbak Muna....""Hira...."Ketiganya merasa berada dalam kecanggungan."Hira. Apa benar kamu mau pindah?" David mencoba memecah keheningan."Maaf Mas David, aku mau belajar hidup mandiri. Izinkan aku tinggal di kontrakan ya!"Sebenarnya David berat membiarkan Hira seorang diri tinggal di kontrakan mengingat pengalaman pahit lalu yang membahayakan keselamatannya. Namun kali ini David dan Muna sepakat memberikan kesempatan Hira mengambil keputusannya sendiri. Lagi pula Hira akan menyewa kontrakan di dekat kantornya hanya berapa ratus meter sehingga dia tinggal berjalan kaki berangkat dan pulang kerja."Alhamdulillah Mas David dan Mbak Muna mengizinkanku. Aku akan sering-sering mengunjungi rumah ini kok."
"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun Allah berkehendak lain. Tolong keluarga dari pasien dikabari untuk mengurus jenazahnya!" ucap duka salah satu dokter yang menangani.Mahira mengangguk lemah, tak pernah dibayangkan sahabat yang ada di saat suka dan duka kini berakhir meregang nyawa oleh sebuah kecelakaan tragis.Suami dari sahabatnya, Ilyas Arkana Wijaya sedang bertarung dengan alat-alat di ruang ICU. Sementara itu, dua anak kembarnya yang cantik dan mungil hanya pingsan dan luka ringan.Dipeluknya erat dua malaikat kecil yang selalu memberikan wajah gemasnya saat Hira pertama bersua Harumi ibunya."Mas David, tolong ke RS sekarang! Hira butuh bantuan," ucapnya disela isakan yang belum reda melalui benda pipih hitam di tangannya.David segera memacu mobil bersama Muna istri yang dinikahinya setahun yang lalu.Laki-laki yang berprofesi sebagai dosen di sebuah universitas ibukota menjadi satu-satunya orang yang menyayangi Hi
"Kamu harus bertanggung jawab atas meninggalnya Rumi, Hira! Satu hal yang harus kamu ingat, aku tidak akan pernah memperlakukanmu selayaknya Rumi. Camkan itu!"Hira bersusah payah menelan salivanya. Dia harus menelan pil pahit perlakuan laki-laki yang sudah resmi menjadi suaminya beberapa jam yang lalu.Kehidupan pernikahan yang akan dijalaninya siap dimulai, bendera perang sudah dikibarkan baru saja oleh sang suami.Malam panjang dilalui Hira dengan melamun dalam keheningan. Tidak ada pembicaraan lebih lanjut setelah kalimat terakhir peringatan Ilyas.Meskipun tidur satu kamar, mereka seperti memiliki dunia sendiri-sendiri. Ilyas sudah berbaring di ranjang dengan deru nafas normal, artinya dia sudah tidur pikir Hira.Langit malam pun tak nampak berhiaskan bulan dan bintang. Hira memikirkan nasib pernikahannya entah mau dibawa ke mana."Rumi, kenapa kamu pergi begitu cepat? Saat aku melihat kebahagiaan ada padamu ternyata Allah lebih menyaya
Sepasang mata menatap tak berkedip dari arah teras kontrakannya.Laki-laki yang berpakaian rapi seperti biasa menghadirkan senyuman untuk Hira kini menatapnya heran.Mau melangkah balik bukanlah solusi untuk Hira karena batang hidungnya sudah kelihatan oleh laki-laki itu.Dia segera memutar otak mencari alasan tepat.'Duh gimana caranya beralasan? Dia satu-satunya orang yang sulit dibohongi.'"Dari mana Hira?""Eh, Roby sepagi ini sudah di sini?""Aku tanya kamu dari mana, kenapa justru tanya balik?"Hira jadi malu sendiri, tidak menjawab justru terburu membuka pintu. Namun Roby tetap tinggal dan duduk di luar.Sudah kebiasaan Hira menerima tamu di luar rumah. Dia tidak mau terkena gosip tak sedap di lingkungan kontrakannya.Apalagi status Hira sekarang sudah mempunyai suami. Tidak mungkin baginya menerima tamu laki-laki di dalam rumah saat tidak ada suaminya.Roby meletakkan bungkusan di meja yang di
Tampak oleh Roby seorang gadis meliukkan badannya ke kiri dan ke kanan.Lelah pasti dirasa oleh Hira yang telah berhasil menyelesaikan setumpuk tugas dari bosnya yang berstatus suami rahasianya.Saat hendak pulang, ponsel Hira berbunyi menandakan notif WA masuk.Ternyata pesan dari Ilyas yang memintanya pulang ke kontrakan atau ke rumahnya terlebih dulu karena ada yang harus dikerjakan Ilyas. Entah benar mengerjakan pekerjaan atau hanya ingin menghindari Hira."Ayo aku antar dari pada jalan kaki sendirian! Kamu kelihatan lelah sekai, Ra," ujar Roby yang sedari tadi mengamati pergerakan Hira sampai di lobby.Hira tak mampu menolak karena badannya pun tak mendukung. Berjalan sempoyongan karena lelah tak terkira tidak mungkin dipilihnya. Alhasil dia membonceng motor Roby sampai depan kontrakan."Beristirahatlah, Ra. Mau aku belikan sesuatu, nggak? Mie godog dan jahe panas misanya.""Tidak, Bi. Makasih banyak ya. Aku lelah, mau istirahat
Bab 41B Tiga Hari Bersamamu Menjelang malam, cacing di perut mulai berteriak protes. Syila mengeluarkan bahan untuk makan malam yang sudah menjadi bekal di tas. Keluar kamar dengan kerudung instan, kaos panjang dan celana training. Wajah celingukan tak nampak laki-laki pemilik nama Arfan. Dia melenggang menuju dapur. Tangan lincah mengadu perkakas dapur. Bukan pandai memasak sih aslinya, hanya khusus menu inilah yang dia bisa, karena sering memasaknya saat tinggal di kontrakan ibukota. Terdengar pintu berderit, sepertinya penyewa kamarnya juga merasa kelaparan. "Hai, Syila! Buatin makan malam buat gue sekalian bisa, nggak?!" teriak Arfan. Hening, Syila tampak memutar otak. Tercetus ide menambah isi kantongnya. "Bisa, tapi mau enggak menunya?! Dan juga ini enggak gratis!" balasnya berteriak. "Hmm, terserah menunya." "Oke, soto dan jahe panas." Arfan menelan ludah sambil meremas perut yang mulai keroncongan." Aroma soto menguar di seluruh ruangan. Pun sedapnya menusuk indra penc
Bab 41A TIGA HARI BERSAMAMU Arsyila Ramadhanti (syila) tak menyangka harus tinggal seatap dengan Arfan Raditya (Arfan) saat diberi liburan oleh bosnya yang super duper berwajah dingin. Tampan sih iya, selangit malah, tapi senyumnya mahalnya minta ampun. Layaknya harga minyak goreng yang semakin meroket hingga mencekik warga kelas bawah. Konon kata karyawan lama, si bos pernah ditinggal kekasihnya hingga jadi seperti es kutub begitu. Apa iya harus nangis atau ketawa guling-guling dulu di depannya biar dia tersenyum. Menyebalkan. Berbeda dengan bosnya, Arfan justru tukang obral senyum alias hobi TP-TP(tebar pesona). Menurut penilaian Syila, Arfan termasuk playboy kelas kakap. Makanya dia harus berjaga-jaga, khawatir jatuh dalam pesonanya. Lihat saja, saat Syila tak sengaja bersitatap dengannya, eh dia mengerlingkan sebelah matanya. Sontak saja, Syila bergidik ngeri. Gubrak. Syila mengaku saja deh sebagai lulusan SMA, bekerja di ibukota sebagai pelayan. Nggak bohong, kan? Sekretaris
"Selamat ya, Ra, Yas. Semoga kelahiran baby twin membawa keberkahan dalam keluarga kalian. Semoga kelak anak-anak kalian menjadi anak sholeh dan sholehah." Ucapan tulus diberikan oleh David yang didukung juga oleh Muna. Mereka berdua sangat senang melihat kebahagiaan hadir untuk Hira dan keluarga kecilnya. Cobaan yang datang bertubi-tubi lantas tidak menjadikan seorang Hira patah semangat. Dia mampu mengembalikan semangat hidupnya serta mendapatkan hati Ilyas suaminya. "Terima kasih juga Mas David dan Mbak Muna yang telah menjaga Hira dengan baik hingga dia menjadi pendamping hidup saya." Ilyas melingkarkan lengannya di pinggang sang istri seraya mencium keningnya. "Terima kasih, Rara Sayang. Kamu wanita terbaik, ibu dari anak-anakku." "Terima kasih juga, Mas Ilyas suami hebatku." Wajah keduanya memancarkan senyum kebahagiaan yang mereka berikan untuk semua keluarganya. *****Waktu berlalu begitu cepat. Hari tergerus oleh minggu, minggu tergerus oleh bulan, dan bulan termakan
MSS 39Dianjurkan untuk 18th keatas.Lima tahun kemudian,"Di sini tidak ada taksi yang menjemput mantan.... Ayolah, kamu lupa denganku?"Jasmine menurunkan kaca mata hitam yang bertengger di matanya. Tusuk sanggul pun ditariknya menampakkan penampilan aslinya saat terakhir berjumpa dengan Reno."Kamu..."Reno terbelalak, ada setitik kesal di masa lalu yang mencuat kembali. Namun dia berusaha menahan diri dengan baik.Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang mewarnai. Sesekali Jasmine menanyakan jalan ke rumah Reno hanya untuk memancingnya bicara. Kenyataannya Jasmine hanya berpura-pura tidak tahu.Sampai di rumah, Reno mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Dihelanya napas panjang seraya memejamkan mata dan menengadahkan kepala bentuk rasa syukurnya pada Allah karena sudah terbebas dari hukuman.Jika bisa memutar ulang waktu, Reno pasti berpikir ulang seratus kali untuk melakukan kejahat
MSS 38 Uhuk, uhuk....Airin tersedak minuman mendengar ungkapan Jasmine yang membuatnya tercengang.Dia terbayang malam itu, jangan-jangan Roby melakukan hal buruk padanya.Dia terlanjur sakit hati dengan ucapan laki-laki itu.'Astaga, kalau aku hamil gimana?' Airin merasa kepalanya pusing mendadak."Kamu tidak apa-apa, Rin?" tanya Hira kawatir."Eh, Airin kan juga ada di sana sama Pak Robert?"Deg, jantung Airin tak bisa diajak kompromi."Maaf, aku permisi dulu mau cari air putih hangat."Airin terburu-buru menghindari mereka sekaligus tak berani menatap Roby. Hatinya semakin tersayat jika mengingat kejadian malam itu."Ra, toiletnya sebelah mana?"Roby mencari alibi untuk membuntuti Airin.Dia mengikuti arah telunjuk Hira seraya mengedarkan pandangan mencari Airin."Kenapa lari menghindar?"Jantung Airin semakin berdebar mendengar suara Roby yang mengagetkannya d
MSS 37Airin mencoba mengingat kejadian semalam. Dia meratapi kesedihan yang menimpanya. Ditengoknya wajah laki-laki yang memunggunginya.Airin menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangan."Mas Roby? Kenapa dia yang tidur bersamaku? Bukankah semalam laki-laki br*ngs*k itu yang membuatku tak sadar."Airin yang semula sedih dan kecewa atas apa yang menimpanya kini justru tersenyum berseringai. Diambilnya ponselnya yang tergeletak di nakas lalu mengabadikan dirinya yang tidur bersama Roby.Dengan tersenyum, Airin mengambil gambar tak cukup sekali."Apa-apaan ini?"Roby yang sadar gadis di sampingnya sudah bangun dan menggambil gambar dengan pose yang bisa diartikan lain oleh orang yang melihatnya segera mencekal tangan Airin."Apa yang kamu lakukan, Airin?""Mas Roby, harusnya aku yang tanya Mas Roby kenapa meniduriku. Kamu harus tanggung jawab menikahiku!""Apa? Jangan gila kamu, Rin. Aku bisa j
MSS 36Pyar,Suara pecahan terdengar menyeruak di ruangan hingga membuat penghuni bangun.Bu Liyan di kamar bawah segera mencari sumber suara."Hira...."Tubuh Bu Liyan kaku melihat menantunya terkapar di kamar mandi dengan tangan kiri yang meneteskan darah segar.Ilyas yang terbangun dari kamar atas berlari meloncati beberapa anak tangga."Ada apa, Ma?"Tak ada jawaban dari Bu Liyan yang lidahnya kelu."Ra, Rara..."Ilyas mendekap tubuh istrinya diliputi penyesalan terdalamnya.Tak butuh lama, Ilyas melarikan Hira ke RS terdekat menggunakan taksi online. Tidak memungkinkan bagi dirinya mengendarai mobil sendiri karena kondisi berjalan saja belum normal.Bu Liyan turut menemani setelah menitipkan si kembar pada Bi Surti."Bagaimana kondisinya, Dok?""Istri Bapak kondisinya lemah karena kecapekan kerja dan banyak pikiran. Saya sarankan istri Bapak untuk istirahat beberapa h
M35Sesi untuk 18th+Mohon bijak memilih bacaannya ya. Agak sedikit sensitif."Apa, kamu kencan sama Pak Reno? Dia laki-laki br*ngs*k, Mine.""Ayolah, laki-laki yang datang ke sini hampir semuanya br*ngs*k.""Ckk, kecuali aku," terak Roby.Roby dibuat tercengang kembali saat melihat ada gadis muda yang duduk tak nyaman di sebelah laki-laki seumuran Pak Reno menatapnya mes*m."Airin."Jasmine mulai melakukan aktingnya sebagai wanita penggoda. Dia mendekati Reno yang baru saja duduk menyapa Robert."Kenapa lama sekali, Sayang?" keluh Jasmine sambil bergelayut manja dan mengalungkan tangannya di leher Reno.Laki-laki itu terlihat gugup dan merasa jantungnya berdesir saat matanya beradu dengan kerlingan mata Jasmine.'Ckk, Jasmine sudah mengalihkan pandanganku pada Hira,' guman Reno."Kenapa melamun, Sayang?""Ah, tidak Mine. Aku hanya membayangkan bersena
M34 "Kamu mau mengelak, hah?" Hira penasaran, segera diambil ponsel itu dan melihat layarnya. "Astaghfirullah." Hira hanya mampu menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Roby. Kenapa semua jadi runyam begini. Rumi maafkan aku yang sudah menikah dengan suamimu. Kenyataan tak sesuai dengan apa yang aku harapkan." Tubuh Hira luruh ke lantai sambil meratapi kesedihannya. Kali ini suaminya pasti murka. "Mas, Mas Ilyas pasti salah paham. Dengarkan penjelasanku dulu! Foto itu tidak seperti yang Mas bayangkan." "Memangnya kamu tahu apa yang kubayangkan?" teriak Ilyas sampai mengundang orang yang tak sengaja lewat depan kamarnya. Foto di layar menampakkan Hira yang berada dalam dekapan Roby tentunya bisa membuat yang melihat menjadi salah paham. "Ada apa?" Reno yang baru saja datang dari kantor bak pahlawan bagi Hira dengan pura-pura lembut membangunkan wanita itu dari posisi duduk d