“Sepele kamu bilang?” Cantika terbelalak. Dia tak terima dengan tuduhan Lian padanya. “Justru kamu yang nge-judge aku tanpa mikir dulu.”
“Itu karena kata nikah selalu keluar dengan gampangnya dari mulut kamu, Cantika.”
“Jelas, dong. Kan kita udah tunangan. Dan cuma kamu cowok yang aku sayang.” Cantika mengurut kening. “Aku bahkan ninggalin segalanya demi kamu, Lian.”
Lian mendengus sambil tersenyum sarkas. “Emang siapa yang nyuruh kamu ngelakuin itu?”
Cantika seperti kehabisan kata-kata. Selama beberapa waktu dia berhasil mendapatkan perhatian dan perlakuan yang baik dari Lian, tapi ternyata itu semua seperti tidak ada gunanya.
“Jadi kamu mau terus tarik ulur, gitu?” tanya Cantika dengan penekanan. “Apa jangan-jangan selama ini aku udah salah paham sama perlakuan baik kamu ke aku?” suara Cantika tercekat. Dia berusaha menahan amarahnya yang nyar
Hanya berbekal pensil 2B dan kertas HVS, jari Cantika tampak lincah saat menggambar desain. Lian yang duduk di sampingnya hanya melongo, bahkan hingga lupa cara berkedip. Dia memerhatikan tangan Cantika yang dengan cepat mencoret-coret kertas hingga membentuk desain pakaian yang indah. Selesai membuat desain pakaian untuk wanita, Cantika lalu mengangkat kertas HVS dan memamerkannya pada Lian.“Gimana, Yank?” sebelah tangan Cantika mengusap-usap dagu dengan ekspresi penuh kesombongan. Lian memerhatikan gambar buatan Cantika, lalu menatap wajah Cantika dengan tatapan tak percaya. “Kalo aku nggak nungguin langsung, aku pasti nggak akan percaya,” gumam Lian.Cantika kembali meletakkan gambarnya di meja. “Aku juga bisa bikin desain buat cowok, lain kali aku bakal bikinin buat kamu. Sekalian aku jahitin sendiri.”“Kamu juga bisa jahit?” Lian makin tak percaya.“Yank, kenapa kamu ngeremehin aku banget?”
Cantika berdiri mematung di dekat jendela sambil menggigit kuku jari dengan tatapan mata yang menerawang. “Can?” panggil Lian.Cantika menoleh lalu tersenyum. “Udah mandinya?” Dia mendekat pada Lian yang baru keluar dari kamar mandi.Lian mengangguk. “Kamu kenapa berdiri terus? Nggak capek apa dari tadi udah jalan jauh sambil dorong kursi rodaku?”Cantika menggeleng cepat. Dia jongkok di hadapan Lian. “Asal buat kamu, aku nggak ngerasa capek sama sekali kok.”Lian mencubit ujung hidung Cantika. “Gombal.”“Iiih, seriusan!” protes Cantika.“Trus kenapa kamu bengong barusan?” tanya Lian. Ekspresinya tampak serius. Dia sangat ingin tahu apa yang sedang Cantika pikirkan.“Emm... Aku...” Cantika ragu. “Aku cuma ngerasa duit pinjeman Navi tadi masih kurang.”Lian mengernyit. “50 juta masih kurang tuh emang mau kamu pake bu
Setengah jam setelah Morgan pergi, Cantika hanya duduk termenung sambil menatap ke luar jendela dengan tatapan mata kosong. Fandy dan Lian memerhatikan itu, kemudian saling pandang dengan ekspresi bingung. Lian yang tidak tega melihat Cantika akhirnya menggerakkan kursi rodanya mendekat pada Cantika. “Can, aku tau kamu cemas sama kakek kamu. Mending sekarang kita ke rumah sakit, aku temenin kamu.”Cantika menggeleng. “Gak usah, Lian. Kamu istirahat aja di rumah, biar aku ke rumah sakit sendiri.” Cantika menarik tas selempangnya dan segera bersiap pergi. Lian yang masih khawatir menoleh pada Fandy, menatapnya dengan mata memohon. Fandy mengangguk seolah mengerti dengan kode yang diberikan Lian. Fandy segera mengikuti Cantika yang berjalan keluar rumah. “Gue anterin lo, Can…”***Motor Fandy yang berboncengan dengan Cantika tiba di parkiran rumah sakit. Cantika segera turun dari boncengan sambil mengembalikan helm pada Fa
“Silahkan duduk, Non Cantika,” ujar ramah seorang ART sambil mempersilakan Cantika di ruang tamu. “Saya sudah panggilkan Ibu, Non tunggu ya, sebentar lagi beliau turun.”Cantika mengangguk. “Makasih ya, Bik.”ART mengangguk sambil tersenyum kemudian bergegas pergi ke belakang.Cantika duduk lalu mengedar pandang. Dia perhatikan setiap sudut ruangan yang besar dan berinterior mewah itu, meski masih kalah dibanding rumah Robby maupun Rahadi. “Kapan ya terakhir aku ke sini?” gumamnya. Pandangannya terhenti pada sebuah bingkai foto kecil dengan hiasan kulit kerang. Dia pun beranjak mendekat ke meja tempat bingkai foto itu berada.“Masih aja dipajang.” Cantika mengangkat benda yang terpasang foto dirinya dan Dion saat purnawiyata SMP itu. Dia ingat betul, saat itu mereka berdua baru dikenalkan. Rahadi menggandengkan mereka sebagai sahabat, padahal ada maksud terselubung yaitu perjodohan.Cantik
Motor driver ojek online yang ditumpangi Cantika tiba di depan kontrakan Lian. Cantika segera turun dari motor, kemudian mengembalikan helm pada driver.“Makasih, Bang,” ucap Cantika sembari membayar ongkos pada driver tersebut. Setelah driver pergi, Cantika melangkah menuju kontrakan Lian dengan langkah gontai. Pikirannya masih melayang, teringat kembali dengan pembicaraan dengan Dion sebelumnya.“Gue sengaja nyuruh dia deketin lo, bikin lo baper trus bucin sama dia. Dan asal lo tahu, dia mau-mau aja sama suruhan gue itu karena gue bayar!” ucapan Dion terus berputar di kepala Cantika, membuatnya resah dan uring-uringan. Cantika menggeleng, berusaha menepis pikiran tersebut. Dion mungkin brengsek, tapi Lian tidak mungkin seperti itu.Cantika tiba di depan pintu rumah kontrakan Lian. Saat baru akan mengetuk pintunya, Cantika baru sadar jika pintu tersebut setengah terbuka. Cantika
Dengan langkah tertatih Lian berjalan tergesa menuju kontrakan Cantika sambil menempelkan hp-nya di telinga kanan. “Angkat dong, Can...” gumamnya. Padahal sejak tadi layar hp-nya menampilkan tulisan ‘memanggil’ bukan ‘berdering’, yang mana hal itu menandakan bahwa WA Cantika tidak kunjung aktif. Begitupun dengan chat yang dia kirim, sejak kemarin masih terus centang satu.Lian tahu Cantika memang marah besar padanya. Tapi dia coba percaya bahwa gadis itu masih ada di kontrakannya.“Can? Kamu di dalem, kan?” Lian coba menekan gagang pintu tapi terkunci. “Please, Can, buka pintunya!” teriaknya tidak sabar.Cantika tidak pernah menghilang seharipun dari pandangannya. Jadi ketika hal itu terjadi, Lian semakin menyalahkan diri. Bahkan pikiran-pikiran negatif memenuhi otaknya, takut jika gadis itu nekat lalu kenapa-napa.“Can! Cantika! Buka pintunya!” teriak Lian sambil me
Cantika terbangun karena mendengar suara alarm dari ponselnya. Dengan mata yang masih terpejam, Cantika meraba-raba meja kabinet yang ada di samping ranjang. Setelah mematikan alarm, Cantika berusaha bangkit meski sekujur tubuhnya terasa lemas. Cantika melangkah gontai menuju toilet yang ada di kamarnya, mencuci wajahnya di wastafel kemudian menatap refleksinya di cermin. Wajah Cantika terlihat kacau dengan lingkar hitam di sekitar matanya.“Gara-gara aku nggak bisa tidur semalem…” Cantika keluar lagi dari toilet, lalu berjalan malas kembali ke ranjang. Cantika masih sangat mengantuk saat ini, mungkin dia akan tidur lagi hingga tengah hari. Cantika meraih hp-nya sebelum rebahan di atas kasur. Dibukanya room chat WA dari Morgan.‘Pacar kamu ngajak ketemu jam 7 malam di taman Asther’Cantika termenung, pesan tersebut sebenarnya sudah Cantika terima dari semalam, tapi Cantika memutuskan untuk mengabaikannya. Cantika juga hera
“Bil!” panggil cewek jaket pink yang membonceng Syabila sepulang kuliah.“Apa?” sahut Syabila setengah berteriak. Maklum, pendengaran temannya menurun drastis saat pakai helm.“Gue turunin lo depan gang aja, ya? Gue masih trauma ama Papa lo gegara kita pulang malem waktu itu.”Syabila mendengus kesal. “Tega banget lo biarin gue jalan dari sana ke rumah, Sof!” gerutunya.“Yaelah... Gak ada setengah kilo, juga!” balas temannya. “Daripada dengerin Papa lo khotbah berjam-jam kan mending gue cepet pulang, mandi, rebahan.”Syabila berdecak. “Yaudah, iya!” Toh dia bersyukur tidak perlu berdesakan di angkot karena sedang tak enak badan, jadi saat temannya menawari tebengan gratis langsung dia iyakan.Tapi nyatanya motor matic besar keluaran terbaru yang ditumpangi Syabila itu terus melaju melewati pintu gang. Syabila heran, dia tepuk pundak pemboncengnya. &l