Motor driver ojek online yang ditumpangi Cantika tiba di depan kontrakan Lian. Cantika segera turun dari motor, kemudian mengembalikan helm pada driver.
“Makasih, Bang,” ucap Cantika sembari membayar ongkos pada driver tersebut. Setelah driver pergi, Cantika melangkah menuju kontrakan Lian dengan langkah gontai. Pikirannya masih melayang, teringat kembali dengan pembicaraan dengan Dion sebelumnya.
“Gue sengaja nyuruh dia deketin lo, bikin lo baper trus bucin sama dia. Dan asal lo tahu, dia mau-mau aja sama suruhan gue itu karena gue bayar!” ucapan Dion terus berputar di kepala Cantika, membuatnya resah dan uring-uringan. Cantika menggeleng, berusaha menepis pikiran tersebut. Dion mungkin brengsek, tapi Lian tidak mungkin seperti itu.
Cantika tiba di depan pintu rumah kontrakan Lian. Saat baru akan mengetuk pintunya, Cantika baru sadar jika pintu tersebut setengah terbuka. Cantika
Dengan langkah tertatih Lian berjalan tergesa menuju kontrakan Cantika sambil menempelkan hp-nya di telinga kanan. “Angkat dong, Can...” gumamnya. Padahal sejak tadi layar hp-nya menampilkan tulisan ‘memanggil’ bukan ‘berdering’, yang mana hal itu menandakan bahwa WA Cantika tidak kunjung aktif. Begitupun dengan chat yang dia kirim, sejak kemarin masih terus centang satu.Lian tahu Cantika memang marah besar padanya. Tapi dia coba percaya bahwa gadis itu masih ada di kontrakannya.“Can? Kamu di dalem, kan?” Lian coba menekan gagang pintu tapi terkunci. “Please, Can, buka pintunya!” teriaknya tidak sabar.Cantika tidak pernah menghilang seharipun dari pandangannya. Jadi ketika hal itu terjadi, Lian semakin menyalahkan diri. Bahkan pikiran-pikiran negatif memenuhi otaknya, takut jika gadis itu nekat lalu kenapa-napa.“Can! Cantika! Buka pintunya!” teriak Lian sambil me
Cantika terbangun karena mendengar suara alarm dari ponselnya. Dengan mata yang masih terpejam, Cantika meraba-raba meja kabinet yang ada di samping ranjang. Setelah mematikan alarm, Cantika berusaha bangkit meski sekujur tubuhnya terasa lemas. Cantika melangkah gontai menuju toilet yang ada di kamarnya, mencuci wajahnya di wastafel kemudian menatap refleksinya di cermin. Wajah Cantika terlihat kacau dengan lingkar hitam di sekitar matanya.“Gara-gara aku nggak bisa tidur semalem…” Cantika keluar lagi dari toilet, lalu berjalan malas kembali ke ranjang. Cantika masih sangat mengantuk saat ini, mungkin dia akan tidur lagi hingga tengah hari. Cantika meraih hp-nya sebelum rebahan di atas kasur. Dibukanya room chat WA dari Morgan.‘Pacar kamu ngajak ketemu jam 7 malam di taman Asther’Cantika termenung, pesan tersebut sebenarnya sudah Cantika terima dari semalam, tapi Cantika memutuskan untuk mengabaikannya. Cantika juga hera
“Bil!” panggil cewek jaket pink yang membonceng Syabila sepulang kuliah.“Apa?” sahut Syabila setengah berteriak. Maklum, pendengaran temannya menurun drastis saat pakai helm.“Gue turunin lo depan gang aja, ya? Gue masih trauma ama Papa lo gegara kita pulang malem waktu itu.”Syabila mendengus kesal. “Tega banget lo biarin gue jalan dari sana ke rumah, Sof!” gerutunya.“Yaelah... Gak ada setengah kilo, juga!” balas temannya. “Daripada dengerin Papa lo khotbah berjam-jam kan mending gue cepet pulang, mandi, rebahan.”Syabila berdecak. “Yaudah, iya!” Toh dia bersyukur tidak perlu berdesakan di angkot karena sedang tak enak badan, jadi saat temannya menawari tebengan gratis langsung dia iyakan.Tapi nyatanya motor matic besar keluaran terbaru yang ditumpangi Syabila itu terus melaju melewati pintu gang. Syabila heran, dia tepuk pundak pemboncengnya. &l
Gincu merah bata terpulas sempurna di bibir Cantika. Dia semprotkan face mist sebagai tahap terakhir ritual dandannya. Setelah menata rambut, dia sempatkan memandangi cermin yang memantulkan wajahnya.“Kalo gitu Kakek akan siapin semuanya! Kali ini akan kita bikin acara yang jauh lebih meriah!”Mendadak Cantika teringat lagi ucapan Rahadi yang penuh semangat setelah dia bilang mau bertunangan dengan Dion. Meski keputusannya itu terlalu impulsif karena marah pada Lian, tapi dia tidak berniat untuk berubah pikiran. Terlebih tekadnya sudah mantap akan menjalani hubungan dengan Dion mau bagaimanapun sikap dingin dan kasar cowok itu terhadapnya.Cantika berdecak. “Bodo, ah!” Dia sambar kunci mobil SUV-nya dari dalam laci meja rias lalu keluar kamar sambil mengenakan blazer flanel. Tak mau ambil pusing, dia putuskan untuk pergi bersenang-senang.Sejurus kemudian mobil Cantika melaju di jalanan kota yang ramai.
Cantika tak pernah menyangka jika acara pertunangannya dengan Dion digelar begitu cepat. Hanya berselang dua bulan setelah Cantika mengatakan jika dia setuju bertunangan dengan pria tersebut. Cantika mengerti— sepertinya Rahadi hanya takut jika Cantika akan berubah pikiran. Alasan lain adalah karena Cantika memang secara khusus meminta agar pertunangan kali ini digelar di rumah Rahadi saja, dan diadakan se-simple mungkin. Cantika agak malu jika acara pertunangan kali ini digelar besar-besaran lagi, dengan status Rahadi sebagai CEO perusahaan besar, media pasti akan hadir dan meliput acara dan memberitakan namanya sebagai perempuan yang demen gonta-ganti pasangan— Cantika tidak mau hal itu sampai terjadi.Bahkan Cantika berharap jika acara tersebut hanya disaksikan oleh orangtua Dion dan Rahadi saja, meski nyatanya tidak mungkin, karena Cantika masih memiliki kerabat yang harus hadir di acara sakral tersebut.Dan kini, Cantika sudah berdiri berhadap
Cantika memarkirkan mobilnya di tepi jalan tak jauh dari kediaman Rahadi. Dia hampiri Fandy yang bersandar di motor gedenya sambil melipat tangan di depan dada. “Mau ngomong apa lo? Buruan!” ketus Cantika. “Plin-plan banget ya lo jadi cewek. Kemaren maksa Lian jadi tunangan lo tapi sekarang lo malah tunangan sama Dion?” bentak Fandy. Cowok itu bahkan tidak mau menyembunyikan ekspresi marahnya pada Cantika. “Nggak usah munafik deh lo!” Cantika menoyor kening Fandy saking kesalnya. “Maksud lo apa?” Fandy melotot tak terima. “Nggak usah pura-pura lagi deh, Fan. Gue udah tahu semua kebohongan kalian!” Cantika meledak. “Selama ini Lian nge-treat gue baik gitu karena disuruh Dion, kan? Emang brengsek ya kalian!” Fandy tersentak. Dia tidak tahu kenyataan Cantika sudah mengetahui rahasia mereka bertiga karena Lian tidak cerita apapun lagi padanya. Jadi dia hanya terdiam, takut salah bicara. “Gue juga udah tahu kalo Lian cuma pur
Cantika mengedar pandang mencari Fandy di dalam cafe. Kemudian keduanya bertemu pandang. Fandy sedang duduk bersama Dion di ujung belakang dekat jendela. Fandy dan Dion yang melihat Cantika langsung melengos. “Males banget gue,” gumam Fandy. “Ya sama,” sahut Dion setengah berbisik. Cantika jalan mendekat. “Nggak usah bisik-bisik, kuping gue nggak budeg!” bentaknya. Padahal jarak mereka masih sekitar tiga meja. Semua pelanggan yang ada di situ sampai menoleh bahkan menatap jengkel pada Cantika. Fandy memutar bola mata. “Dateng-dateng sewot,” sindirnya. “Kalo bukan karena Lian juga gue males ngajak kalian ketemuan.” Cantika mendengus kesal. Dia lirik Dion yang sedang melihat ke arah lain. Tanpa pikir panjang, dia sambar gelas jus yang tersaji di meja seorang pelanggan, sampai pelanggan itu kaget, “Eh, Mbak?” Cantika mengangkat tangannya, memberi tanda untuk tidak usah ribut. Ketika sampai, dia siramkan jus itu di kepala Dion. Sontak Dion
Kursi roda Rahadi didorong oleh seorang pengawal hingga tiba di ruang tengah. Terlihat ruang tengah tersebut dipenuhi dengan barang-barang antik koleksi Rahadi, mulai dari lukisan hingga keramik. Rahadi melambaikan tangannya, memberi kode pada pengawalnya untuk meninggalkan ruang tengah. Pengawal itu mengangguk mengerti sebelum pergi meninggalkan Rahadi sendiri. Sembari menunggu Cantika selesai berganti pakaian, Rahadi meraih ponselnya dan melihat video di sana. Video Cantika yang ribut dengan Dion di sebuah café. Beberapa saat lalu, salah satu anak buahnya mengabari jika video Cantika viral di sosial media. Rahadi memang langsung minta anak buahnya turun tangan untuk mengatasi agar video viral tersebut tidak terus tersebar, namun Rahadi yakin jika masalah sebenarnya bukan karena video viral tersebut. Cantika muncul di hadapan Rahadi setelah berganti baju. “Kakek kenapa manggil aku?” “Kamu sebenernya kenapa?” tanya Rahadi dengan ekspresi lelah. Dia memang sangat lela