Dev baru saja masuk ke ruangan kantornya di perkebunan ketika ponselnya berdering. Kamalia menelepon."Ada apa, Sayang?" "Mas, sudah sampai di kebun?""Baru masuk kantor. Ada apa?""Dokter Ani ngabari kalau beliau ada di klinik sampai setengah hari saja. Jadi kita ditunggu kalau mau ke sana. Mas, bisa nganter, enggak? Kalau misalnya repot, biar kubilang besok saja kita pergi ke klinik.""Tunggu setengah jam lagi Mas akan pulang.""Iya."Devin melangkah langsung ke belakang, menemui Tony untuk memberitahunya beberapa hal, karena ia harus segera pulang."Dev, apa kamu tidak butuh security sendiri untuk gudang yang di kota? Apa kita hanya mengandalkan satpam yang jaga di pintu gerbang saja. Aku khawatir mengenai ceritamu kemarin. Takutnya mantan napi itu akan merecoki di sana.""Barang kita tidak banyak lagi, 'kan, di sana? Atau kita kirim barang saat kapal udah mau sandar saja, jadi tidak perlu menginap lama di gudang.""Gitu?""Ya.""Baiklah kalau begitu.""Aku ada perlu ngantar Lia k
Eva pulang hampir satu jam kemudian, ketika anak-anak telah terlelap di depan TV."Sorry, Mbak kelamaan. Habis antri beli siomay tadi. Ayo, makanlah! Ini Mbak beli di tukang siomay kesukaanmu.""Sudah buka jam segini?""Sudah. Sekarang Mamang itu bukanya dari pagi."Kamalia membuka bungkusan. Keduanya makan dengan lahap di sebelah anak-anak yang terlelap."Mbak, habis ini aku pinjam motornya sebentar?""Mau kemana?""Keluar sebentar."Eva mengangguk.Matahari tepat berada di atas ubun-ubun kepala saat Kamalia mengendarai motor menuju rumah pamannya. Untungnya ada semilir angin siang itu, jadi panasnya tidak begitu menyengat.Lelaki tua yang duduk di balai-balai samping rumah tampak senang saat melihat kedatangan Kamalia. Beliau tergopoh-gopoh menghampiri. Setelah bertahun-tahun baru sekarang ia bisa kembali bertemu keponakannya."Paman," sapa Kamalia sambil mencium tangan lelaki itu."Paman kangen sama kamu, Nduk. Lama kita tidak bertemu." Netra Pak Dandi berkaca-kaca.Diajaknya sang
"Sini." Dev menepuk lengannya agar Kamalia rebah di sana.Keduanya sekarang menatap langit-langit kamar dalam cahaya lampu malam kebiruan."Ada sesuatu yang ingin kamu bagi cerita sama Mas, malam ini?" tanya Dev dengan suara pelan.Kamalia menatap wajah suaminya sejenak. Kemudian kembali memandang plafon kamar."Terima kasih, karena sudi menerimaku masuk dalam kehidupan, Mas. Meskipun Mas pernah dikhianati oleh Mbak Eva."Dev menoleh sejenak. "Sudah Mas bilang, kalau uang bukan segalanya, Lia.""Bukan uang saja, 'kan? Mas, juga menutupi aib kakakku bahkan dihadapan adiknya sendiri. Aku sudah tahu apa yang terjadi suatu siang itu."Dev menarik napas dalam-dalam. Menyibak luka lama yang sesungguhnya tidak bermakna lagi baginya."Darimana, Lia, tahu semua itu?""Maaf, aku enggak akan ngasih tahu Mas, darimana aku tahu semuanya."Keduanya berpandangan."Mas sungguh luar biasa. Tetap menutupi aib perempuan yang telah menyakiti Mas. Padahal Mas juga telah kehilangan banyak uang."Dev tersen
Malam itu, Kamalia membawakan segelas teh panas untuk Dev di ruang kerjanya."Belum selesai, Mas?""Sebentar lagi. Gaffi sudah tidur?"Kamalia mengangguk, lantas duduk di kursi depan suaminya. Memperhatikan dengan pikiran tidak menentu. Entah kenapa, sejak tahu kenyataan yang sebenarnya pikirannya kacau. Dirinya juga merasa bersalah. Mungkin demi membiayai kebutuhan sekolahnya, Eva terpaksa memanfaatkan kebaikan Dev.Tangan Kamalia terulur untuk memegang pergelangan tangan kiri suaminya yang terluka."Tangan Mas kenapa ini?""Kena parang tadi. Tidak sengaja waktu mau narik karung, ada parang di sela-sela tumpukan karung.""Kuambilkan obat sebentar."Kamalia keluar ruangan. Mengambil obat dan plester di kotak P3K yang menempel di dinding dekat tangga.Sambil duduk di sebelah suaminya, ia membersihkan luka yang masih baru. Kemudian menempelkan plester untuk menutupi lukanya."Kenapa sejak Mas pulang kerja tadi, Lia tampak gelisah?"Dev mematikan layar laptop, kemudian fokus memandang is
Angin pagi berhembus sepoi. Dev dan Kamalia melangkah di tepi pantai sambil memperhatikan Gaffi yang berlarian di depan mereka.Suasana belum begitu ramai. Ada satu rombongan anak-anak sekolah yang baru sampai. Mereka menyerbu pantai untuk berfoto ketika sang mentari belum beranjak naik.Dev dan Kamalia duduk di pasir pantai, di dekat Gaffi yang bermain pasir."Besok sore kita langsung ke kota saja. Senin pagi Mas ada meeting.""Hu um.""Mbak Mita tidak jadi datang, karena Dokter Nasir lagi ada tugas jaga di rumah sakit."Dev berdiri, mendekati Gaffi, keduanya mulai membangun istana pasir. Sesekali Kamalia mengambil foto mereka. Sambil menunggu suami dan anaknya bermain, ia iseng membuka kembali akun media sosialnya. Password-nya masih diingat betul. Hari ulang tahunnya.Banyak inbox masuk. Pesan yang dikirimkan bertahun yang lalu. Beberapa pesan dari teman kuliahnya, juga yang paling banyak dari Willy.Rupanya pria itu tetap mencoba menghubunginya sejak mereka berpisah. Banyak penjel
Habis Maghrib Dev mendapatkan telepon dari papanya Imelda. Akhirnya malam itu Dev mengajak istri dan anaknya memenuhi undangan makan malam di rumah Pak Hamdan.Suasana sudah berbeda. Bu Tantri sangat ramah dan telah berhijab. Rupanya mereka baru pulang umroh beberapa bulan yang lalu.Pak Hamdad juga cerita kalau telah bertemu kedua putranya. Pertemuan pertama kali setelah hampir tiga puluh tujuh tahun berpisah. Itu juga pertemuan pertama Bu Tantri sebagai mama tiri mereka. Sayang saja, Imelda saja yang belum bertemu langsung dengan kedua kakaknya.Bu Tantri juga mengungkapkan rasa prihatin, karena putri satu-satunya berulang kali menolak perjodohan yang diatur keluarga. Wanita itu memutuskan untuk tidak menikah dalam waktu dekat, mungkin ... suatu hari nanti. Jika bertemu dengan pria yang bisa membuat hatinya tertambat.🌷🌷🌷Waktu terus berjalan, Dev menyelesaikan meeting tepat waktu. Banyak keputusan yang tidak terduga. Kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya, banyak mengalami
"Wah, Bu Lia dan suami datang ke sini ini pasti membawa kabar gembira. Sudah postive kan, Bu Lia?" Dokter Ani menyambut dengan ramah pasien yang sudah duduk di kursi depannya.Kamalia tersenyum sambil memandang dokter langganannya."Sudah saya duga. Mari saya periksa."Seorang suster membantu Kamalia berbaring dan lebih dulu memeriksa tensi. Dokter Ani mendekat untuk pemeriksaan USG.Dokter spesialis kandungan itu mengoleskan gel di perut Kamalia. Selanjutnya, transduser ditempelkan dan diputar di permukaan perut bagian bawah untuk mendapatkan visualisasi janin yang baik."Janinnya sudah dua bulan ini, Bu Lia. Berarti sejak lepas kontrasepsi hari itu langsung jadi, ya."Baik Kamalia atau pun Dev memperhatikan layar USG. Kegembiraan menyeruak di hati pasangan itu, saat melihat janin yang bergerak di rahim Kamalia."Apa enggak merasakan mual atau morning sickness?""Enggak, Dok. Cuman cepat lelah saja.""Baguslah itu."Kamalia bangun dan membenahi bajunya, lantas kembali duduk di sebela
Setelah itu menuju ke pusat perbelanjaan untuk mencari kado buat Willy. Cukup lama mereka berkeliling sambil mencari ide untuk memilih kado. Dev yang tidak suka bertele-tele, sebenarnya menyarankan untuk memberi uang saja, daripada bingung mau ngasih kado apa.Satu set bed cover motif floral akhirnya di pilih Kamalia. Dikarenakan sudah terlalu capek berjalan, Dev menyarankan itu saja buat kado.Jam sepuluh malam mereka sampai di vila. Sumi langsung mengganti baju Gaffi, gosok gigi, dan mengajaknya tidur di kamar bocah itu setelah ikut berjamaah Salat Isya dengan orang tuanya.Dev memeluk dari belakang sambil mengusap perut buncit istrinya. Setelah di elus begitu Kamalia baru bisa tidur. Giliran Dev yang terjaga. Padahal sejak sore tadi, ia ingin bermesraan malam itu. Tapi ... ya, sudahlah. Mungkin menjelang subuh nanti kalau mood istrinya terlihat baik.🌷🌷🌷Pagi itu Kamalia sibuk menyetrika baju yang akan di pakai mereka untuk ke rumah Willy. Minggu siang ini ada acara syukuran di